skripsi analisis penggunaan block penyekat …

210
SKRIPSI ANALISIS PENGGUNAAN BLOCK PENYEKAT (BAFFLE BLOCK)SEBAGAI PELINDUNG GERUSAN DASAR PADA PILAR JEMBATAN OLEH : MUH IZDIHAR BASIR 105 81 2344 15 RAHMAT HIDAYAT 105 81 2350 15 PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI

ANALISIS PENGGUNAAN BLOCK PENYEKAT (BAFFLE

BLOCK)SEBAGAI PELINDUNG GERUSAN DASAR PADA PILAR JEMBATAN

OLEH :

MUH IZDIHAR BASIR 105 81 2344 15

RAHMAT HIDAYAT 105 81 2350 15

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat menyusun hasil

penelitian sebagai tugas akhir ini, dan dapat kami selesaikan dengan

baik.

Hasil Penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan

akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan program

studi pada Jurusan Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir kami adalah

“Studi Model Blok Penyekat (Baffle Block)

SebagaiPelindungGerusanDasarPadaPilarJembatan”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan hasil

penelitian ini masih terdapat kekurangan–kekurangan, hal ini

disebabkan karena penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari

kesalahan dan kukurangan baik itu ditinjaudari segi teknis penulisan

maupun dari perhitungan – perhitungan. Oleh karena itu, penulis

menerima dengan sangat ikhlas dengan senang hati segala koreksi

serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat

bermanfaat.

Hasil penelitian ini sebagai tugas akhir dapat terwujut berkat

adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hari, kami

mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya

kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar – besarnya atas segala limpahan kasih

sayang, do’a serta pengorbanannya terutama dalam bentuk materi

untuk menyelesaikan kuliah kami.

2. Bapak Ir. Hamzah Ali Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas

Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak A. Makbul Syamsul, S.T., M.T. sebagai Ketua Jurusan Teknik

Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Makassar.

4. BapakIrRiswal MT selaku Pembimbing I dan Bapak Lutfi Hair

Djunur,ST., MT.selaku Pembimbing II, yang banyak meluangkan

waktu dalam membimbing kami.

5. Bapak dan Ibu dosen serta para staf pegawai di Fakultas Teknik atas

segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama

mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah

Makassar.

6. Saudara – saudaraku serta rekan – rekan mahasiswa Fakultas

Teknik terkhusus angkatan REAKSI 2015 yang dengan

persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan proposal

tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang

berlipat ganda di sisi Allah SWT dan proposal tugas akhir yang

sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan – rekan,

masyarakat serta bangsa dan Negara. Amin.

“Billahi Fii Sabill Haq Fastabiqul Khaerat”.

Makassar, .....................2020

Penulis

ANALISIS PENGGUNAAN BLOK PENYEKAT (BAFFLE

BLOCK) SEBAGAI PELINDUNG GERUSAN DASAR PADA

PILAR JEMBATAN

Muh Izdihar Basir1),Rahmat Hidayat1),Ir Riswak K,ST.,MT2),Lutfi Hair

Djunur,ST.,MT3). 1)Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Makassar 2)Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

3)Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Teknik Pengairan,Fakultas Teknik,Universitas Muhammadiyah Makassar,Jl

Sultan Alaudin No.259,Makassar 90221,Indonesia

e-mail: [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Gerusan lokal merupakan proses alamiah yang terjadi di sungai akibat

pengaruh morfologi sungai atau atau adanya banguan air yang menghalangi

aliran, misalnya pilar jembatan, abutmen,dll. Dalam pengujian gerusan

disekitar pilar jembatan, peneliti mencoba suatu model penanggulangan

gerusan menggunakan baffle block. Penelitian ini dengan judul “Analisis

penggunaan block penyekat (baffle block) sebagai pelindung gerusan dasar

pada pillar jembatan. Pemasangan baffle block bertujuan untuk mengetahuii

bagaimana perubahan penampang saluran, mengetahui pola gerusan dan

kontur disekitar pilar jembatan, mengetahui besarnya volume gerusan,serta

mengetahui parameter perubahan aliran dengan variasi baffle block disekitar

pilar jembatan. Berdasarkan hasil penelitian dapat kami simpulkan bahwa

kemiringan baffle block 1:3 paling efektif mereduksi gerusan dengan

kedalaman 2 cm,persentase volume gerusan sebesar 2,44%, serta pada

pengairan pada durasi waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan

dasar saluran cenderung besar dan pada pengaliran dengan muka air tinggi

perubahan dasar saluran cenderung kecil.

Kata kunci : pilar jembatan,gerusan,baffle block.

ANALYSIS OF THE USE OF BLOCK BAFFLE (BAFFLE

BLOCK) AS THE BASIS OF PROTECTIVE SCOURING PILLAR

BRIDGE

Muh Izdihar Basir1),Rahmat Hidayat1),Ir Riswak K,ST.,MT2),Lutfi Hair

Djunur,ST.,MT3). 1)Students of the Department of Water Engineering,Faculty of

Engineering,Muhammadiyah University of Makassar 2)Lecturers in the Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering

Hasanuddin University 3)Lecturers in the Departmen Water Resource Engineering, Faculty of

Engineering,Muhammadiyah University of Makassar

Water Resource Engineering Faculty of Engineerng Muhammduyah

University of Makassar,Jl Sultan Alaudin No.259,Makassar 90221,Indonesia

e-mail: [email protected] , [email protected]

ABSTRACT

Scours is a natural process that occurs in the river due to the

influence of river morphology or their building menghalangii water flow, such

as bridge piers, abutments, etc. In testing scour around bridge piers,

researchers tried a model using a baffle block scour countermeasures. The

study titled "Analysis of the use of block baffle (baffle block)as the basis of

protevtive scouring pillar bridge. The installation of the baffle block aims to

find out how the channel section changes, know the scour patterns and

contours around the bridge pillar, knowing the large volume of scour, and to

know the parameters of change flow with variation of baffle blocks around the

bridge piers. Based on the research we conclude that the slope of the baffle

block 1: 3 most effectively reduce scour with a depth of 2 cm,The percentage

volume of scour at 2:44%, as well as on water with a long duration of time will

result in a basic change channels tend to be large and the flow with high

water levels tend to be small changes to basic channels

Keywords: pillars of the bridge, scouring, baffle block.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................... iv

ABSTRAK............................................................................................ vii

DAFTAR ISI ....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv

DAFTAR TABEL ................................................................................ xxii

BAB. I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. LatarBelakang ...................................................................... 1

B. RumusanMasalah ................................................................ 2

C. TujuanPenelitian .................................................................. 3

D. ManfaatPenelitian ................................................................ 4

E. BatasanMasalah .................................................................. 4

F. SistematikaPenulisan ........................................................... 5

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 7

A. PengertianGerusan .............................................................. 7

B. MekanismeGerusan ............................................................. 7

C. PolaGerusanLokalDiSekitarPilarJembatan ........................... 10

D. KedalamanGerusan ............................................................. 12

E. GerusandanEndapan ........................................................... 13

F. Faktor Yang MempengaruhiKedalamanGerusan ................. 16

1. Kecepatanaliranpadaalursungai ...................................... 16

2. Gradasisedimen .............................................................. 17

3. UkuranPilardanUkuranButiran Material Dasar ................ 18

4. Kedalamandasarsungaidarimuka air ............................... 20

5. Posisipilar ....................................................................... 23

G. PolaAliran………... ............................................................... 20

H. Transportasi Sediment ......................................................... 28

I. Baffle Block .......................................................................... 29

J. Analisis SPSS ...................................................................... 30

1. Regresi linear.................................................................. 30

2. Ujideterminasi ................................................................. 31

K. Lapis Batas (boundary layer) ............................................... 32

BAB. III METODE PENELITIAN ......................................................... 37

A. Lokasi Dan WaktuPenelitian ................................................ 37

B. JenisPenelitiandanSumber Data .......................................... 37

C. Bahan Dan Alat .................................................................... 38

D. Variabel Yang Diteliti ............................................................ 39

E. Perancangan Model ............................................................. 40

F. LangkahLangkahPenelitian .................................................. 43

a. PersiapanBahan ................................................................ 43

b. PersiapanAlatLaboratorium ............................................... 43

G. PenentuanPerubahanPenampangSaluran ........................... 44

H. Pencatatan Data ................................................................. 44

1. Data Yang DiambilSaatPengaliran .................................... 45

2. Data YangDiambilSetelahPengaliran ................................. 45

I. KalibrasiAlatUkur Debit Thomson ......................................... 46

J. KalibrasiKedalam Air .......................................................... 47

K. KecepatanAliran Air ............................................................. 47

L. WaktuRunning .................................................................... 47

M. SimulasiPenelitian ................................................................ 48

N. Analisa Data ........................................................................ 49

1. Program SPSS ................................................................. 49

2. Program Surfer ................................................................ 51

O. Diagram alirpenelitian .......................................................... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 54

A. Data HasilPenelitian ............................................................. 54

1. Umum .............................................................................. 54

2. Kedalamanaliran .............................................................. 54

3. Kecepatanaliran ............................................................... 57

4. Debit aliran ....................................................................... 59

B. AnalisisHasilPenelitian ......................................................... 61

1. Tegangangeser ................................................................ 61

2. Klarifikasialiran ................................................................. 62

3. Perubahanpenampangsaluran ......................................... 64

4. Konturgerusanperspektifkonturgerusan ............................ 73

5. Volume gerusan ............................................................... 79

BAB V PENUTUP .............................................................................. 114

A. Kesimpulan .......................................................................... 114

B. Saran ................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 116

A. Lampiran 1 GrafikAnalisaSaringan ......................................... 118

B. Lampiran 2 Grafik Shield ........................................................ 119

C. Lampiran 3 Grafik Perubahan Penampang Saluran…………..121

D. Lampiran 4 Gambar Kontur dan Perspektif Kontur Gerusan ... 139

E. Lampiran 5 Gambar penampang jarak melintang ................... 151

F. Lampiran 6Tabel kekentalan kinematis (kinematic viscosity) .. 161

G. Lampiran7Data hasil pengukuran kedalaman gerusan ........... 162

H. Lampiran8 tabel analisis SPSS ............................................... 174

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 hubungan k3dalaman gerusan dengan waktu ..................... 8

Gambar 2.2 mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar .... 9

Gambar 2.3 pola kedalaman gerusan pada pilar jajar genjang ............... 10

Gambar 2.4 pola kedalaman gerusan pada pilar bulat ............................ 11

Gambar 2.5 pola kedalaman gerusan pada pilar bujur sangkar .............. 11

Gambar 2.6 Diagram Shield (Hubungan antara parameter mobilitas kritis dan

bilangan Reynold). .................................................................................. 15

Gambar 2.7 kedalaman gerusan simbang disekitar pilar fungsi ukuran butir

relatif untuk kondisi aliran air bersih ........................................................ 18

Gambar 2.8 Koefisien arah sudut aliran (Kα) pada pilar .......................... 22

Gambar. 2.9 Boundary Layer .................................................................. 33

Gambar 3.1. Dena tampak atas penempatan baffle blok pada pilar. ....... 40

Gambar 3.2. Tampak samping penempatan baffle block pada pilar. ....... 41

Gambar 3.3. Perspektif tampak baffle block........................................... 41

Gambar 3.4. Baffle block kemiringan 1:1 ................................................ 41

Gambar 3.5. Baffle block kemiringan 1:3 ................................................ 42

Gambar 3.6. Baffle block kemiringan 1:5 ................................................ 42

Gambar 3.7. Perletakan pias untuk titk pengamatan .............................. 42

Gambar 3.8. Perletakan baffle block pada model flume saluran terbuka. 43

Gambar 3.9 Pengambilan data sebelum pengaliran ............................... 45

Gambar 3.10 Pengambilan data saat pengaliran .................................... 45

Gambar 3.11 Pengambilan data setelah pengaliran ............................... 46

Gambar 3.12. material pasir yang di gunakan......................................... 48

Gambar 3.13 Pengukuran kedalaman gerusan dan endapan ................. 49

Gambar 3.14. Contoh grafik Hasil Pengolahan Data Menggunakan Program

SPSS ...................................................................................................... 50

Gambar 3.15. Contoh Hasil Pengolahan Data Menggunakan Surfer ...... 52

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kecepatan dan debit aliran ............ 60

Gambar 4.2 grafik penampang saluran tampa menggunakan Baffle

Block....................................................................................................... 65

Gambar 4.3 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle

Block 1:1 ................................................................................................. 67

Gambar 4.4 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle

Block 1:3 ................................................................................................. 70

Gambar 4.5 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle

Block 1:5 ................................................................................................. 72

Gambar 4.6 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit

pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 73

Gambar 4.7 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 74

Gambar 4.8 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit

pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 75

Gambar 4.9 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 75

Gambar 4.10 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit

pengaliran Q=0,000861324 m³/detik ....................................................... 77

Gambar 4.11 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 77

Gambar 4.12 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 78

Gambar 4.13 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik .............................................. 79

Gambar 4.14 sketsa titik pengamatan tampa menggunakan

Baffle Block............................................................................................. 80

Gambar 4.15 sketsa titik pengamatan menggunakan Baffle Block.......... 80

Gambar 4.16 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

tampa Baffle Block .................................................................................. 84

Gambar 4.17 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

menggunakan Baffle Block 1:1 ............................................................... 84

Gambar 4.18 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

menggunakan Baffle Block 1:3 ............................................................... 85

Gambar 4.19 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

menngunakan Baffle Block 1:5 ............................................................... 85

Gambar 4.20 Grafik presentase gerusan dengan variasi Baffle Block .... 88

Gambar 4.21 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Baffle Block . 89

Gambar 4.22 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1:1 ................................................................................................. 90

Gambar 4.23 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 3. ............................................................................................. 91

Gambar 4.24 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 5 ............................................................................................... 92

Gambar 4.25 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block . 94

Gambar 4.26 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 1 ............................................................................................... 95

Gambar 4.27 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 3 ............................................................................................... 96

Gambar 4.28 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 5 ............................................................................................... 97

Gambar 4.29 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block ............... 99

Gambar 4.30 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada strukturpilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1

............................................................................................................... ` 100

Gambar 4.31 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3

............................................................................................................... 101

Gambar 4.32 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5

............................................................................................................... 102

Gambar 4.33 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur sekitar pilar jembatan tanpa Buffle Block ... 104

Gambar 4.34 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1

............................................................................................................... 105

Gambar 4.35 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:3

............................................................................................................... 106

Gambar 4.36 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:5

............................................................................................................... 107

Gambar 4.37 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan

SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block ............................ 109

Gambar 4.38 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan

SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1 ...... 110

Gambar 4.39 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan

SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3 ...... 111

Gambar 4.40 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan

SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5 ...... 112

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Koefisien kekasaran manning ................................................ 27

Tabel 2.2. matriks penelitian terdahulu ................................................... 35

Tabel 4.1 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block 55

Tabel 4.2 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1 .. 55

Tabel 4.3 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3 .. 56

Tabel 4.4 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan baffle block 1:5 .. 56

Tabel 4.5 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle

Block....................................................................................................... 57

Tabel 4.6 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1 ... 58

Tabel 4.7 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3 . 58

Tabel 4.8 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:5 . 59

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Aliran ................................................ 60

Table 4.10. hasil perhitungan tegangan geser ........................................ 61

Tabel 4.11 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan tanpa Baffle

Block ...................................................................................................... 62

Tabel 4.12 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan

Baffle Block 1 :1 ...................................................................................... 62

Tabel 4.13 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle

Block 1 :3 ................................................................................................ 63

Tabel 4.14 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle

Block 1 :5 ................................................................................................ 63

Table 4.15 perubahan penampang untuk t=15 menit dan Q=0,000861324

m³/detik .................................................................................................. 65

Table 4.16. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324

m³/detik Baffle Block 1:1 ......................................................................... 67

Table 4.17. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324

m³/detik Baffle Block 1:3 ......................................................................... 69

Table 4.18. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324

m³/detik Baffle Block 1:5 ......................................................................... 72

Tabel 4.19 Presentase volume gerusa.................................................... 86

DAFTAR NOTASI

Re : Bilangan Reynolds

µ : Kecepatan Rata-rata

R : Jari-jari Hidraulik

v : Kekentalan Kinematic

Fr : Angka Froude

ū : Kecepatan rata-rata penampang

D : Kedalaman maksimum aliran

g : Gaya gravitasi

Q : Debit aliran

V : Kecepatan aliran

A : Luas penampang aliran

Q : debit aliran

Cd : Koefisien Debit

g : Grafitasi bumi

H : Kedalaman air pada bak pengukur debit

U*c : Kecepatan geser kritis

U* : Kecepatan geser

: Rapat massa sedimen

: Rapat massa air

d : Diameter butiran

g : Percepatan gravitasi

y0 : Ketinggian aliran

S : Kemiringan dasar saluran

θ : Parameter mobilisasi kritis

: Tegangan geser dasar

: Tegangan geser kritis

Y : subyek dalam variabel dependen yang diprediksi

A : harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)

b : angka arah atau koefisien regresi

U∞ : kecepatan aliran bebas

B : Lebar saluran

H : Kedalaman Aliran

Buffle Block 1 : 1 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan

horizontal 1

Buffle Block 1 : 3 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan

horizontal 3

Buffle Block 1 : 5 : Kemiringan Buffle Block dengan ukuran vertikal 1 dan

horizontal 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan sungai sebagai penunjang kebutuhan manusia pada saat ini

sungguh tidak bisa di pungkiri. Hal ini menyebabkan fungsi sungai bukan

sekedar sarana mengalirkan air, akan tetapi mampu memberi nilai ekonomis

dalam berbagai bidang, mulai dari pembangkit listrik, penyediaan air baku,

sarana transportasi, pertanian dan sebagainya.

Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya

perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

dikarenakan oleh faktor alam dan faktor manusia seperti halnya pembuatan

bangunan-bangunan air seperti pilar, abutmen, bendung dan sebagainya.

Sifat sungai yang dinamis, dalam waktu tertentu akan mampu menjadikan

pengaruh kerusakan terhadap bangunan yang ada disekitarnya. Oleh karena

itu, proses gerusan yang terjadi perlu dipelajari untuk dicari cara-cara

pengendaliannya agar bangunan yang dibuat dapat bertahan dari pengaruh

kerusakan.

Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi

di sungai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang

menghalangi aliran, misalnya pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen,

krib sungai dll. Adanya bangunan air tersebut menyebabkan perubahan

karakteristik aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga

menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan.

Keruntuhan jembatan yang sering terjadi bukan hanya disebabkan

oleh gerusan semata akan tetapi juga disebabkan oleh factor factor lain

seperti getaran yang di sebabkan oleh kendaraan yang lewat. Untuk

mengendalikan gerusan yang terjadi di pilar jembatan maka di gunakan blok

penyekat (baffle block) yang akan di tempatkan di sekitar pilar jembatang

atau melingkari pilar jembatan dengan jarak dan ketinggian tertentu untuk

mencegah terjadinya gerusan pada pilar jembatan.

Berdasarkan permasalahan di atas maka kami mrengangkat judul

“Analisis penggunaan Blok Penyekat (Baffle Block) Sebagai Pelindung

Gerusan Dasar Pada Pilar Jembatan”. Penelitian ini dilakukan dengan

menguji model fisik pelindung gerusan dengan beberapa percobaan

alternative pada model laboratorium sungai. Alternatif yang dipakai dengan

mencoba memodifikasi pelindung gerusan pada pilar jembatan yaitu dengan

menggunakan blok penyekat (baffle block). Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan

perubahan karakteristik aliran dan morfologi sungai di sekitar pilar jembatan,

sehingga diperlukan kajian yang dapat memberikan solusi untuk keamanan desain

baffle block sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.

B. Rumus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagai mana pengaruh perubahan penampang saluran di sekitar pilar

jembatan dengan menggunakan variasi Baffle Block sebagai pelindung

pilar

2. Bagai mana pengaruh pola gerusan dan pola kontur disekitar pilar

jembatan dengan variasi Baffle Block sebagai pelindung pilar

3. Bagai mana pengaruh penempatan Baffle Block terhadap volume

gerusan disekitar pilar jembatan.

4. Bagai mana pengaruh perubahan parameter aliran dengan adanya

variasi Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang di tulis di atas maka tujuan

penelitiannya sebagai berili:

1. Mengetahui pengaruh perubahan penampang di sekitar pilar jembatan

akibat penempatan Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar

jembatan.

2. Mengetahui pola gerusan dan pola kontur di sekitar pilar jembatan

dengan variasi Baffle Block sebagai pelindung gerusan pada pilar

jembatan.

3. Mengetahui besarnya volume gerusan di sekitar pilar jembatan dengan

Baffle Block sebagai pelindung gerusan pilar jembatan.

4. Mengetahui kondisi perubahan parameter aliran dengan variasi Baffle

Blok sebagai pelindung gerusan pada pilar jembatan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara teoritik, penelitian ini bermanfaat guna pengembangan ilmu

Hidrolika di jurusan Teknik Sipil Universitas muhammadiyah Makassar.

2. Untuk mengetahui pengaruh perubahan penampang saluran disekitar

pilar jembatan

3. Untuk mengetahui pola gerusan disekitar pilar dengan menggunakan

variasi Baffle Block.

4. Untuk mengetahui kemiringan optimal dari penggunaan baffle block

segagai pelindung gerusan.

5. Dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak kaitannya dalam

pembangunan pilar jembatan atau bangunan air lainnya.

E. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang luas serta memudahkan dalam

penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Adapun batas masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model yang digunakan adalah pada model flume laboratorium hidrolika

2. Data analisa menggunakan data primer dari hasil pengukuran di flume

laboratorium Hidrolika

3. Membahas pola gerusan dan endapan di pilar jembatan

4. Material dasar yang digunakan adalah pasir dengan diameter tertentu

5. Menggunakan 3 model desing Baffle Block dengan kemiringan 1:1, 1:3,

1:5

6. Tinggi bukaan pintu h= 4 cm, 4,5 cm dan 5 cm

7. Durasi pengaliran t= 5, 10 dan 15 menit

8. Hanya mengkaji pola gerusan dan endapan di dasar sungai

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini merupakan susunan yang serasi dan teratur oleh karena itu

dibuat dengan komposisi bab-bab mengenai pokok-pokok uraian sehingga

mencakup pengertian tentang apa dan bagai mana, jadi sistematika penulisan

diuraikan sebagai berikut:

Bab I, Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan

sistematika penulisan.

Bab II, Menguraikan tentang teori umum dan teori khusus yang digunakan

dalam melakukan penelitian.

Bab III, Menguraikan tentang lokasi dan waktu studi, jenis penelitian dan

sumber data, tahapan percobaan model fisik, analisis data, serta bagan alur

penelitian.

Bab IV, Merupakan bab yang menguraikan tentang tahap penelitian yang

dilaksanakan yaitu,hasil percobaan model fisik, analisis hasil dan

pembahasan.

Bab V, Merupakan bab yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari

hasil penelitian, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor

pendukung dan faktor penghambat yang dialami selama penelitian ini

berlangsung, yang tentunya diharapkan agar penelitian ini berguna untuk

ilmu aplikasi rekayasa khususnya bangunan air dan dapat dijadikan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Gerusan

Gerusan adalah proses erosi yang terjadi pada dasar sungai yang

terjadi karna adanya perubahan pola aliran,terutama pada sungai. Perubahan

pola aliran dapat terjadi karena terdapat rintangan atau halangan pada aliran

tersebut.

Menurut Laursen (1952) Gerusan didefinisikan sebagai pemindahan material

yang di sebabkan oleh gerakan fluida akibat pembesaran dari suatu aliran.

Gerusan terjadi pada suatu kecepatan aliran tertentu dimana sediment yang

ditransport lebih besar dari sediment yang disuplay.

B. Mekanisme Gerusan

Gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan adalah akibat dari

system pusaran (horse soe vortek system) yang timbul karena aliran

terhadang pilar. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan, berawal

dari hulu pilar yaitu pada saat timbul komponen aliran dengan arah ke bawah

(Yulistiyanto, 1998) dalam Rinaldi (2002:6)

Menurut Hanwar (1999) mekanisme gerusan disekitar pilar jembatan

adalah ketika partikel sedimen yang menutupi pilar mulai berpindah,maka

proses gerusan mulai terbentuk. Partikel yang tererosi ini akan mengikuti pola

aliran dan terbawa dari dekat pilar kearah dasar sungai,selanjutnya jika

partike sediment ini banyak tererosi maka bentuk gerusan akan mencapai

kedalaman maksimum. Dimana U>Uc akan mempengaruhi proses masuk dan

keluarnya sediment dari lubang gerusan.

Kedalam gerusan air bersih dan mair bersediment merupakan fungsi

kecepatan geser,seperti terlihat dalam gambar berikut.

Gambar 2.1 Hubungan Kedalaman Gerusan (clear water dan live bed scour)

dengan waktu. (Miller, 2003:7)

Kedalaman gerusan pada pilar, intensitasnya tergantung aliran,

sedimen dasar, dan gangguan geometris pilar jembatan. Gerusan disekitar

pilar mulai terjadi pada saat material dasar mulai berpindah. Partikel

mengalami erosi mengikuti arah aliran dimulai dari bagian hulu ke hilir pilar.

Material dasar akan terus tergerus , dan jika kecepatan aliran bertambah

maka ukuran dan kedalaman gerusan juga bertambah.

Gambar 2.2 Mekanisme Gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar (Miller

2003;6)

Menurut miller (2003:8) parameter yang digunakan untuk menentukan

jenis gerusan (clear water scour atau live bed scour) adalah perbandingan

antara kecepatan upstream dengan kecepatan batasnya atau kecepeatn

kritis sedimen yang dibutuhkan untuk memindahkan sedimen dari bed.

Perbandingan ini disebut intensitas aliran(flow intensity), mungkin bias dalam

satu atau dua bentuk tergantung kecepatan yang digunakan. Jika digunakan

kecepatan geser (u*) yang digunakan, perbandingan dan rasionya menjadi

u*/u*c. Kecepatan geser (u*) didefinisikan sebagai u* = √τ/ρ, dimana τ

adalah tegangan geser dasar saluran/bed. Titik batas atau kecepatan geser

kritis (u*c) berbanding lurus dengan tegangan geser kritis (τc). Dalam

bentuk ini intensitas aliran sama dengan rasio tegangan geser dimana

τ/(τc= (u*/u*c)2. Oleh sebab itu persamaan ini mempunyai korelasi

langsung dengan transport sedimen, karena kebanyakan persamaan

transport sedimen dalam bentuk tegangan geser bed. Kecepatan geser kritis

bisa ditentukan pada sedimen yang ada, akan tetapi nilai u* biasanya tidak

dapat langsung dibaca untuk percobaan situasi aliran dan harus dijabarkan

menggunakan asumsi data kecepatan (velocity profile assumption).

Kedua, bentuk yang lebih umum dari intensitas aliran menggunakan

kecepatan kedalaman rata-rata/depth averaged approach velocity (V) dan

kecepatan kritis kedalaman rata-rata/critical depth averaged approach

velocity (Vc). Critical depth averaged approach velocity adalah kecepatan

kedalaman rata-rata minimum dari aliran untuk gerakan sedimen yang akan

terjadi. Bentuk intensitas aliran (V/Vc) membutuhkan data kecepatan vertikal

yang diketahui atau diasumsikan (biasanya logaritmik) untuk menghitung

critical depth averaged velocity (Vc) dari Gambar 2.3. untuk sedimen yang

ada.

C. Pola Gerusan Lokas Di Sekitar Pilar Jembatan

Dalam (Ariyanto, 2010) gerusan lokal yang terjadi disekitar pilar

akan membentuk suatu pola gerusan tertentu. Pola gerusan setiap pilar

diamati setelah proses gerusan terjadi.

Gambar 2.3. Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar jajar genjang dengan

debit 848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).

Gambar 2.4 Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bulat dengan debit

848 cm3/dtk (Ariyanto, 2010).

Gambar 2.5. Pola kedalaman gerisan lokal pada pilar bujur sangkar dengan

debit848cm3/dtk(Ariyanto,2010)

Dari ketiga gambar di atas dapat dilihat bahwa pola kedalaman

gerusan lokal disekitar pilar adalah sama untuk posisi pilar yang sejajar

dengan arah aliran yang datang, proses gerusan terjadi pada depan dan

belakang pilar , gerusan maksimum terjadi pada depan pilar, tetapi yang

berbeda adalah nilai kedalaman gerusan yang berbeda seiring bertambahnya

debit ditunjukkan pada gambar 3.5 dan gamabr 3.6. Pola kedalaman gerusan

lokal di sekitar pilar yang posisinya membentuk sudut terhadap arah aliran

yang datang, proses gerusan terjadi pada depan, samping dan belakang pilar

kedalaman gerusan maksimum terjadi di samping pilar seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.4 pola gerusan lokal di sekitar pilar untuk pilar

yang sejajar dengan arah aliran dan pilar yang membentuk sudut terhadap

arah aliran adalah berbeda.

D. Kedalaman Gerusan

Breuser dkk (1997) dalam Rinaldi (2002: 12), menyatakan bahwa

pengaruh kedalaman air terhadap kedalaman gerusan dapat diabaikan untuk

Do/ b>1. karena kompleksnya permasalahan gerusan lokal disekitar pilar,

terdapat perbedaan pendapat mengenai dasar parameter nondimensional

yang mempengaruhi gerusan lokal pada pilar.

Garde dan Raju (1997) dalam Rinaldi (2002: 12), menghubungkan

gerusan terhadap kekuatan sistem vorteks sehingga untuk pilar perlu

dipertimbangkan bilangan Reynold (Re=UR/v), sedangkan Liu dkk (1961)

dan Grade dkk dalam Grade (1961) dan Raju (1977), dalam Rinaldi

(2002:12), mempertimbangkan

sebagai parameter yang berpengaruh. Studi tersebut menyatakan

bahwa kecepatan dan kedalaman aliran serta diameter pilar mempengaruhi

kedalaman gerusan. Laursen (1962) dalam Grade dan Raju (1997) dalam

Rinaldi (2002:13) menemukan bahwa pada aliran dengan transportasi

sedimen (live-bedscour), pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusab kecil

sekali, tetapi kedalaman gerusan sangat dipengaruhi oleh kedalaman air.

sedangkan pada clear-water scour kecepatan aliran sangat berpengaruh

terhadap kedalaman gerusan.

Menurut Lee J.K dkk, (1994) dalam Rinaldi (2002:13) berdasarkan

data yang diperoleh, gerusan disekitar pilar diawali pada U/Ukr = 0.4-0.45

dan Fr =0.2, dan kedalaman relative gerusan adalah hubungan rasio

kecepatan, bilangan Froud, rasio gaya traktive dan bentuk pilar.

E. Gerusan dan Endapan

Menurut (Setyono, 2007) Gerusan adalah perubahan dari suatu aliran

yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida atau dapat

dikatakan juga bahwa gerusan adalah erosi pada dasar saluran alluvial.

Bila dari satu penampang ke penampang berikutnya (penampang 1 →

penampang 2) pada waktu tertentu kapasitas transport T meningkat, akan

terjadi gerusan pada dasar untuk memenuhi kekurangannya. Jadi

apabila:

⁄ gerusan ........................................................... (1)

Dimana x adalah jarak antara titik 1 dan titik 2

Jadi bukan kecepatan yang besar yang menimbulkan gerusan, tetapi

adanya perubahan kapasitas angkut sedimen.

Pada keadaan dT∕dx = 0 akan terjadi kondisi setimbang, yang hanya

terjadi pada aliran setimbang juga yaitu bila h = he, karena tidak terjadi

perubahan-perubahan terhadap Q dan v atai I juga tetap nilainya. Walaupun

rumus he tidak mengandung faktor sedimen, tetapi akan mencerminkan

kesetimbangan:

Pada h = he → dT∕dx = 0 → tidak terjadi gerusan maupun pengendapan.

Secara analogi, apabila: dT∕dx < 0 → akan terjadi kelebihan angkutan,

sehingga sebagian akan diendapkan → timbullah pengendapan.

Adapun faktor-faktor penentu angkutan sedimen (Cahyono, 2007), yaitu:

Sifat-sifat aliran (flow characteristic)

Sifat-sifat sedimen (sedimen characteristic)

Pengaruh timbal balik (interaction)

Untuk sedimen dasar pada aliran, tegangan geser dinyatakan dengan

persamaan Shield, yaitu tegangan geser non dimensional yang merupakan

fungsi dari angka Reynold dan diameter butiran.

................................................................. (2)

........................................................................... (3)

√ ..................................................................... (4)

..................................................................... (5)

...................................................................... (6)

(

)

...................................................................... (7)

Dimana:

U*c = Kecepatan geser kritis (m/det)

U* = Kecepatan geser (m/det)

= Rapat massa sedimen (kg/m3)

= Rapat massa air (kg/m3)

d = Diameter butiran (m)

g = Percepatan gravitasi (m/det2)

y0 = Ketinggian aliran (m)

S = Kemiringan dasar saluran

θ = Parameter mobilisasi kritis

= Tegangan geser dasar (N/m2)

= Tegangan geser kritis (N/m2)

Keterangan

terjadi gerusan

terjadi pengendapan

Dalam menganalisa tegangan geser dan variable-variabel di atas

digunakan diagram Shield, yang menggambarkan hubungan antara

parameter mobilitas kritis dengan bilangan Reynold, seperti pada gambar 2

berikut.

Gambar 2.6. Diagram Shield (Hubungan antara parameter mobilitas

kritis dan bilangan Reynold).

F. Faktor Yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan

Kedalaman gerusan yang terjadi disekitar bangunan air, jembatan

dan penyempitan air dipengaruhi beberapa faktor yang antara lain adalah :

1. Kecepatan aliran pada alur sungai

Kedalaman gerusan lokal maksimum rerata di sekitar pilar sangat

tergantung nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan

rerata aliran dan kecepatan geser), nilai diameter butiran (butiran

seragam/tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan

local maksimum rerata tersebut merupakan gerusan lokal maksimum dalam

kondisi setimbang.

Liu dkk (1961), Garde (1961) dalam Garde dan Raju (1977)

menyatakan bahwa U/(g.y0)0,5 adalah parameter yang berpengaruh

terhadap kedalaman gerusan. Maza dan Sanches (1964) dalam Garde dan

raju (1977) menggunakan bilangan Froude = U/(g.y0)0,5, juga menyimpulkan

bahwa kecepatan aliran dan kedalaman aliran serta lebar pilar berpengaruh

terhadap kedalaman gerusan.

Kedalaman gerusan lokal maksimum rerata di sekitar pilar sangat

tergantung nilai relatif kecepatan alur sungai (perbandingan antara kecepatan

rerata aliran dan kecepatan geser), nilai diameter butiran (butiran

seragam/tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan

local maksimum rerata tersebut merupakan gerusan lokal maksimum dalam

kondisi setimbang.

Perlu diperhatikan bila :

a. apabila 0.50 > U/Uc tidak terjadi adanya pilar gerusan lokal dan tidak

terjadi transportasi sedimen pada daerah sekitar pilar,

b. apabila 1,0 > U/Uc > 0.50, penyebab utama terjadinya proses gerusan

adalah clear water scour dan ini akan terjadi gerusan lokal di daerah

sekitar pilar namun tidak terjadi proses transportasi sedimen. Pada kondisi

U/Uc < 1,0 maka kecepatan aliran sangat dominan dan menurut Shen

(1972) dan Graff (1995) dalam Berlianadi (1998:13) : kekuatan horseshoe

vortex dan angka Reynold pada pilar adalah :

(

) ……………………………..(8)

c. apabila 1,0 < U/Uc, penyebab utama adalah live bed scour karena proses

transportasi sedimen berlangsung terus akan tetapi tidak menimbulkan

dampak sampai tergerusnya dasar di sekitar pilar berarti pada daerah

tersebut terjadi kesetimbangan antara pengendapan dan erosinya.

2. Gradasi sedimen

Gradasi sedimen dari sedimen transpor merupakan salah satu factor

yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water

scour). kedalaman gerusan (ys/b) tak berdimensi sebagai fungsi dari

karakteristik gradasi sedimen material dasar (σ/d50). Dimana σ adalah

standar deviasi untuk ukuran butiran dan d50 adalah ukuran partikel butiran

rerata. Nilai kritikal dari σ/d50 untuk melindunginya hanya dapat dicapai

dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan dimana kekuatan

lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan meningkatnya pusaran air.

Dengan demikian nilai koefisien simpangan baku geometrik (σg) dari

distribusi gradasi sedimen akan berpengaruh pada kedalaman gerusan air

bersih dan dapat ditentukan dari nilai grafik Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kedalaman gerusan seimbang di sekitar pilar fungsi

ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih (Breusers dan

Raudkivi, 1991)

Estimasi kedalaman gerusan dikarenakan adanya pengaruh distribusi

material dasar mempunyai nilai maksimum dalam kondisi setimbang pada

aliran air bersih (clear water) menurut Breuser dan Raudviki (1991:67)

adalah sebagai berikut : yse (σ)/ b= K d . y se d / b

3. Ukuran Pilar dan Ukuran Butiran Material Dasar

Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour

sangat dipengaruhi adanya ukuran butiran material dasar relatif b/d50 pada

sungai alami maupun buatan. Untuk sungai alami umumnya koefisien ukuran

butir relatif b/d50 pada kecepatan relatif U/Uc = 0,90 pada kondisi clear water

dan umumnya kedalaman gerusan relatif ys/b tidak dipengaruhi oleh

besarnya butiran dasar sungai selama b/d50 > 25.

Ukuran pilar mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal

pada kondisi clear-water sampai kedalaman terakhir, tidak dengan jarak

relatif (ys/b), jika pengaruh dari kedalaman relatif (y0/b) dan butiran relatif

(b/d50) pada kedalaman gerusan ditiadakan, maka nilai aktual dari (ys/b)

juga tergantung pada peningkatan dari bed material. Pada kasus gerusan

yang mengangkut sedimen (livebed),waktu diberikan untuk mencapai

keseimbangan gerusan dan tergantung pada rasio dari tekanan dasar ke

tekanan kritikal.

Berdasarkan data Laursen dan Toch (1956) dalam Breuser dan

Raudkivi (1971) menemukan persamaan untuk pilar bulat jembatan yaitu :

………………………………………...(9)

dengan :

b = lebar pilar jembatan (m)

h0 = kedalaman aliran (m)

Ki = faktor koreksi (untuk pilar bulat Ki = 1.0)

ym,e = kedalaman gerusan saat setimbang (m)

Volume lubang gerusan dibentuk untuk mengelilingi pilar dan

berbanding diameter kubik dari pilar itu sendiri, berarti semakin lebar pilar

semakin banyak gerusan dan semakin banyak pula waktu yang diperlukan

untuk melakukan penggerusan. Koefisien pengaruh ukuran pilar dan ukuran

butir material dasar (Kdt) ini menurut Ettema (1980) dalam Breuser (1991:68)

dapat pula untuk live bed scour.

4. Kedalaman Dasar Sungai Dari Muka Air

Dalam gerusan lokal yang terjadi dipengaruhi oleh kedalaman dasar

sungai dari muka air (tinggi aliran zat air), maka kecepatan relatif (u*/u*c) dan

kedalaman relatif (y0/b) merupakan faktor penting untuk mengestimasi

kedalaman gerusan lokal ini. Neil (1964) dalam Breuser (1991:70) kedalaman

gerusan lokal merupakan fungsi dari tinggi aliran dengan persamaan sebagai

berikut :

(

) ………………………………………(10)

Keseimbangan gerusan lokal pada aliran rendah akan tercapai jika

telah terjadi kesamaan nilai u*/u*c dan yo/b, dan pengaruh dari yo/b tidak

dapat dibedakan antara kondisi clear water scour dan live bed scour. Pada

u*/u*c yang konstan, faktor pengaruh dari kedalaman aliran dapat diabaikan

untuk y0/b ≥ 2, sedangkan korelasi antara kedalaman relatif (y0/b) dan

koefisien kedalaman air (Kda)

G. Pola Aliran

Kondisi aliran dalam saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan

permukaan bebas cenderung berubah menurut ruang dan waktu, disamping

itu ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air,

kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas. Kondisi fisik saluran

terbuka jauh lebih bervariasi dibandingkan dengan saluran tertutup.

Berbagai pendekatan umum mengestimasi pola arus yang terjadi di

sekitar pilar jembatan umumya diperoleh dari hasil-hasil penelitian mengingat

kompleksitas permasalahan tersebut seperti estimasi perilaku hidrodinamika

yang terjadi pada hulu pilar jembatan. Pola arus dari aliran yang terjadi akan

berkembang sesuai dengan mekanisme lubang gerusan yang terjadi di daera

amatan serta dipengaruhi adanya bentuk pilar dan telapak pilar. Berkaitan

dengan hal tersebut di atas Shen (1971) dan Raudkivi (1991) dalam Aisyah

(2004:7) dari hasil penelitiannya didapat bentuk pola arus yang berbeda yang

menyebabkan adanya gerusan lokal di sekitar pilar seperti pada Gambar 2.8.

Dengan demikian maka pola arus sangat dipengaruhi adanya bentuk pilar,

tapak pilar serta pola debit yang terjadi.

Menurut Breuser (1996) dalam Aisyah (2004:7), perkembangan proses

gerusan tergantung pada kecepatan aliran dan intensitas turbulen pada

transisi antara fixed dan erodible bed, oleh karena itu tidak diperlukan

informasi mengenai kecepatan dan turbulensi dekat dasar pada lubang

gerusan. Dalam Breuser (1991:63) dikatakan bahwa bentuk aliran pada

lubang gerusan di saluran dua dimensi hampir mirip dengan lapis turbulen.

Arus atau olakan air lunak terbentuk dekat dasar pada lubang gerusan dan

berakhir pada lokasi kedalaman gerusan maksimum, di daerah ini aliran

sangat turbulen dan menyebabkan transpor sedimen dasar. Pada lokasi di

sebelah hilir kedalaman gerusan maksimum, profil kecepatan menurun

perlahan kembali ke kondisi normal dan turbulensi berkurang.

Gambar 2.8. Pola arus penyebab gerusan lokal pada pilar silinder (Sumber :

Breusers dan Raudkivi, 1991:63.

Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola aliran :

1. Debit aliran

Debit aliran merupakan hubungan perkalian antara kecepatan aliran

dengan luas penampang basah saluran. Ven Te Chow(1989),dalam

Sudiyono dkk.(2014)

Q = U . A ................................................................ ( 11 )

Dimana:

Q = Debit aliran, m3/det

U = Kecepatan aliran rata-rata, m/det

2. Kecepatan Aliran Rata-rata

Menuruut Ven Te Chow(1989),Sudiyono dkk(2014) kevepatan aliran

rata-rata merupakan perbandingan antara debit aliran yang melewati saluran

(Q) dengan luas penampang basah (A) seperti persamaan dibawah ini:

…………………………………………….(12)

Dimana :

U = Kecepatan aliran rata-rata,(m/det)

Yo = Kedalaman aliran (m)

B =Lebar saluran,(m)

Q =Debit,(m3/det)

A =Luas penampang aliran,(m2)

3. Bilangan Reynolds

Tipe aliran dapat dibedakan menggunakan bilangan Reynold. Menurut

Reynold tipe aliran dibedakan sebagai berikut:

a. Aliran laminer adalah suatu tipe aliran yang ditunjukkan oleh gerak

partikelpartikel menurut garis-garis arusnya yang halus dan sejajar.

Dengan nilai Reynolds lebih kecil lima ratus (Re<500).

b. Aliran turbulen mempunyai nilai bilangan Reynolds lebih besar dari seribu

(Re>1000), aliran ini tidak mempunyai garis-garis arus yang halus dan

sejajar sama sekali.

c. Aliran transisi biasanya paling sulit diamati dan nilai bilangan Reynolds

antara lima ratus sampai seribu (500≤Re≤1000).

Persamaan untuk menghitung bilangan Reynolds yaitu :

……………………………………………………(13)

Dimana :

Re =Bilangan Reynolds

U =Kecepatan Aliran(m/det)

l =Panjang Karakteristik (m)

v =Visikositas Kinematik(m2/dtk)

4. Bilangan Fraude

Menurut Chow (1959) dalam buku Open Channel Hydraulics dalam

Mulyandari (2010) dijelaskan bahwa akibat gaya tarik bumi terhadap aliran

dinyatakan dengan rasio gaya inersia dengan gaya tarik bumi (g). Rasio ini

diterapkan sebagai bilangan Froude (Fr). Bilangan Froude untuk saluran

terbuka dinyatakan sebagai berikut, yaitu :

a. Aliran kritis, jika bilangan Froude sama dengan satu (Fr = 1) dan gangguan

permukaan misal, akibat riak yang terjadi akibat batu yang dilempar ke

dalam sungai tidak akan bergerak menyebar melawan arah arus.

b. Aliran subkritis, jika bilangan Froude lebih kecil dari satu (Fr < 1). Untuk

aliran subkritis, kedalaman biasanya lebih besar dan kecepatan aliran

rendah (semua riak yang timbul dapat bergerak melawan arus).

c. Aliran superkritis, jika bilangan Froude lebih besar dari satu (Fr > 1).

Untuk aliran superkritis, kedalaman aliran relatif lebih kecil dan

kecepatan relatif tinggi (segala riak yang ditimbulkan dari suatu gangguan

adalah mengikuti arah arus).

Persamaan untuk menghitung bilangan Froude, yaitu :

√ ………………………………………………(14)

Dimana :

Fr =Bilangan Fraude

U =Kecepatan Aliran (m/det)

g =Percepatan Gravitasi (m/det2)

h =Kedalaman Aliran (m)

Nilai kecepatan (U) diperoleh dengan rumus :

……………………………………………………(15)

Dimana :

Q =Debit Aliran (m3/dtk)

A =Luas aliran (m2)

Nilai luas saluran (A) diperoleh dengan rumus :

…………………………………………………..(16)

Dimana

h =Tinggi aliran(m)

b =Lebar aliran(m)

5. Koefesien Kekerasan Manning

Menurut Chow (1989),Faktor-faktor yang mempengaruhi kekesaran

manning sebagai berikut :

a. Kekasaran permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk

butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek

hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus

menyebabkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai

n yang tinggi.

b. Tetumbuhan yang juga memperkecil kapasitas saluran dan

menghambat aliran.

c. Ketidakteraturan saluran, yang mencakup pula ketidakteraturan keliling

basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran.

Secara umum perubahan lambat laun dan teratur dari penampang

62 ukuran dan bentuk tidak terlalu mempengaruhi nilai n, tetapi

perubahan tiba-tiba atau peralihan dari penampang kecil ke besar

memerlukan penggunaan nilai n yang besar.

d. Trase saluran, dimana kelengkungan yang landai dengan garis tengah

yang besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, sedangkan

kelengkungan ang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan

memperbesar nilai n.

e. Pengendapan dan penggerusan. Secara umum pengendapan dapat

mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup

beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat

berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari

pengendapan akan tergantung dari sifat alamiah bahan yang

diendapkan.

f. Hambatan, berupa balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya

yang cenderung memperbesar nilai n.

Besarnya koefisien dasar saluran dapat dihitung menurut Chow, (1989)

dalam Koyarki dkk(2012) dengan rumus :

…………………………………………..(17)

Dimana :

n =Koefesien kekerasan Manning

v =Kecepatan Aliran(M/dtk)

R =Jari-jari Hidrolik(m)

I =Kemiringan Saluran

Nilai jari-jari hidraulik(R) diperoleh dengan rumus :

………………………………………………….(18)

Dimana :

P = Kelliling Penampang Basah(m)

A= Luas Daerah(m2)

Nilai kemiringan saluean(I) diperoleh dengan rumus :

…………………………………………………..(19)

Dimana :

= Beda Tinggi Saluran Hulu Dan Hilir (m)

= Panjang Tinjauan Hulu dan Hilir(m)

Bahan N

Besi tulang lapis 0.014

Kaca 0.010

Saluran beton 0.013

Bata dilapis mortar 0.015

Pasangan batu disemen 0.025

Saluran tanah bersih 0.022

Saluran tanah 0.030

Saluran dengan dasar batu dengan

tebing rumput

0.040

Saluran pada galian batu padas 0.040

Sumber : TrSumber: Tiatmodjo, 2008

Tabel 2.1. Koefisien kekasaran manning

H. Tranportasi sediment

Proses terjadinya sedimen dalam Ispasiharjo (1993) dalam munadi

(2002:10,yaitu mempelajari tempat bahan granular (non kohesi), yang

disebabkan oleh aliran air,sedangkan besarnya angkutan sedimen ditentukan

dari perpindahan tempat sedimen yang melalui suatu tampang lintang selama

waktu periode waktu yang cukup.

Pragjono (1987:33) dalam Handis (2002:11), mengemukakan tentang

perbedaan sedimen, cara transportasi, dan asalnya, yaitu :

1. Bed Load adalah partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar

sungai secara keseluruhan atau dapat juga disebut muatan sedimen

dasar. Adanya muatan sedimen dasar ditunjukkan oleh gerakan partikel

dasar sungai, gerakan itu dapat bergeser, melompat, menggelinding,

namun tidak terlepas dari dasar sungai. Gerakan ini mampu terjadi pada

jarak tertentu, dan tenaga yang mengerakkan pertama kali adalah tenaga

tarik (dragforce) yang dengan kapasitas tertentu dapat menggerakkan

partikel dasar sungai.

2. Suspended load adalah muatan sedimen yang bergerak melayang dalam

suatu aliran dan didukung oleh air, serta memiliki intensitas interaksi yang

kecil terhadap dasar sungai, akibat dari turbulensi aliran.

Dari cara bahan dasar yang ditransport menurut asalnya, Pragjono

mengemukakan dua hal :

a) Bed Material Transport yaitu asal transport bahan yang berasal dari

dasar sungai, yang berarti pergerakannya ditentukan oleh keadaan aliran

sungai yang berupa bed load dan suspended load.

b) Wash Load yang artinya transport bahan sebagian kecil atau bahkan

tidak berasal dari dasar sungai tetapi dari luar.

I. Baffle Block

Baffle block adalah suatu bentuk bangunan dimana bangunan ini

sering digunakan pada bendungan sebagai peredam energi pada kola olakan

bendungan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan

peredam energy dengan menggunakan baffle block.

Agnes (1999) melakukan penelitian tentang pemasangan atau

penambahan baffle block pada kolam olak lantai miring. Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa pemasangan baffle block yang berbeda akan

menghasilkan panjang kolam olakan yang berbeda pula. Sedangkan pada

model pelimpah yang tidak memakai baffle block loncatan yang dihasilkan

lebih panjang dibanding model yang memakai baffle block.

Atmaja (2003) melakukan penelitian tentang efektifitas ukuran baffle

block pada kolam olakan tipe IV, pada penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa baffle block dalam berbagai ukuran akan mempengaruhi kecepatan

aliran dihillir (V2)dan panjang loncatan air dihilir (LJ). pemasangan baffle block

sangat efektif untuk meredam kecepatan di hilir (V2)dan panjang loncatan air

dihilir (LJ).

Tauvan (2009) melakukan penelitian tentang efektifitas baffle block

pada kolam olak tipe solid bucket. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui

bahwa baffle block yang paling efektif yang dileteakkan dua baris tegak lurus

arah aliran secara bersilangan. Baris pertama diletakkan di awal cekungan

kolam olak. Penelitian ini menggunakan dimensi baffle block yang berbda

dan perletakan yang bervariasi pada kolam olak. Dengan tujuan untuk

perbandigan efektifitas peredam energi.

Honing (2009) melakukan penelitian tentang pelimpah bertangga

sebagai peredam energi pada kolam olak tipe solid roller bucket. Dari hasil

penelitian imi dapat diketahui bahwa semakin besar deit (Q) maka panjang

pusaran air (LJ) yang terjadi semakin panjang. Hasil penelitian menujukkan

tangga model datar memanjang adalah yang paling efesien meredam

panjang loncatan air pada kolam olak.

Kelebihan baffle block

Berfungsi untuk menimbulkan loncatan hidraulik dan mereduksi

kecepatan aliran sehingga tidak terjadi gerusan yang membahayakan

geometri sungai yaitu pada bagian dasar dan tebing sungai.

Kekurangan baffle block

Baffle block yang memiliki kemiringan yang curam kurang efektif untuk

mereduksi gerusan dan pola pemasangan baffle block dengan antar jarak

baffle block di sesusaikan sehingga memiliki kemampuan menstabilkan aliran

yang lebih baik.

J. Analisis SPSS

1. Regresi Linear Sederhana

Regresi linear sederhanaadalah hubungan secara linear antara satu

variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). analisis ini digunakan

untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen apakah positif atau negatif serta untuk memprediksi nilai

dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan nilai. Data yang digunakan biasanya berskala

interval atau rasio.

Rumus dari analisis regresi linear sederhana adalah sebagai berikut :

Y’ = a + Bx ……………………………………………………(20)

Keterangan :

Y = subyek dalam variabel dependen yang diprediksi

a = harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)

b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka

peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang

didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah garis

naik, dan bila (-) maka arah garis turun.

X = subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai

tertentu.

Jika harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien

korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi

rendah maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi

negatif maka harga b juga negatif., sebaliknya bila koefisien korelasi positif

maka harga b juga positif.

2. Uji Determinasi (R2)

Uji determinasi atau R2 merupakan suatu ukuran yang menginformasikan

besar pengaruh antara variabel x dan y. menurut Sugiyono (2007) pedoman

untuk memberikan interpretasi koefisien relasi sebagai berikut:

0.00’ – 0.199 = sangat rendah

0.20 – 0.399 = rendah

0.40 – 0.599 = sedang

0.60 – 0.799 = kuat

0.80 – 1.000 = sangat kuat

K. Lapisan Batas (Boundary Layer)

Pada setiap aliran udara yang melalui suatu benda akan mengalami gesekan

dengan permukaan benda tersebut. Gesekan ini akan menimbulkan suatu

hambatan / tahanan. Besar kecilnya tahanan ditentukan oleh :

a. Kekasaran permukaan benda

b. Kecepatan udara yang mengalir

c. Letak benda terhadap aliran udara

Dengan adanya gesekan permukaan (skin friction) maka pada setiap aliran

udara yang mengalir melalui benda akan menyebabkan adanya perubahan

kecepatan aliran udara dari yang paling kecil sampai dengan suatu daerah yang

mempunyai kecepatan udara bebas, karena adanya separasi aliran. Kecepatan tiap

lapisan udara berbeda-beda sehingga tampak batas setiap lapisan.

Apabila aliran udara mengalir pada suatu benda yang kemudian terjadi lapisan-

lapisan aliran udara yang rata serta sejajar dengan permukaan benda tadi, maka

aliran udara yang demikian disebut aliran udara laminer. Pada aliran udara laminer

ini juga terjadi boundary layer, sehingga kecepatan lapisan udara yang dekat

dengan permukaan benda akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan lapisan

udara yang di titik yang lebih jauh dari permukaan benda. Di dalam boundary layer

pengaruh viskositas relatife besar sehingga profil kecepatan tidak uniform. Di luar

boundary layer, tidak ada pengaruh viskositas sehingga aliran dapat diperlakukan

sebagai inviscid flow.

Lapisan batas (boundary layer) adalah lapisan tipis pada permukaan padat (solid

surface) tempat fluida mengalir dimana pengaruh viskositas relatif besar. 5

Gambar. 2.9 Boundary Layer

Dari gambar 2.11, dapat dijelaskan bahwa fluida mengalir dengan

kecepatan seragam sebesar U∞ (kecepatan aliran bebas). Sewaktu melewati

permukaan padat, terbentuklah shear layer yang menghasilkan profil

kecepatan seperti yang tampak dalam gambar diatas. Pada titik A dan A’,

fluida memiliki kecepatan nol (disebut no-slip condition). Pada titik B dan B’,

fluida memiliki kecepatan sebesar U∞, dimana >. Pada 0 ≤ y ≤ dan 0 ≤ y ≤ ,

besarnya kecepatan dinyatakan 0 ≤ U ≤ U∞. pada y > dan y >, harga U = U∞,

ini berarti tidak ada gradien kecepatan, atau dengan kata lain gaya geser

yang bekerja sama dengan nol.

Pada lapisan batas, efek viskositas masih terjadi atau gradien kecepatan pada

arah vertikal masih terjadi. Di atas boundary layer fluida mengalir dengan kecepatan

seragam sebesar U∞. Boundary layer merupakan keadaan yang dinyatakan sebagai

lapisan dimana kecepatan aliran fluida sebesar 0,99 U∞.

Table 2.2 matriks penelitian terdahulu

No

JUDUL NAMA PENULIS

TAHUN METODE PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

KESIMPULAN

1 KARAKTERISTIK GERUSAN PILAR SEGI EMPAT UJUNG BULAT PADA KONDISI TERJADI PENURUNAN DASAR SUNGAI DENGAN PROTEKSI TIRAI

Alifi Yunar

jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium

1. Data aliran dan butiran

2. Kedalaman gerusan

3. Penurunan dasar

Nilai perubahan kedalaman dasar baik itu kedalaman gerusan lokal maksimum ataupun penurunan dasar yang terjadi adalah nilai relatif

2 PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat

2006 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium

1. Tingi aliran (h) 2. Kecepatan

aliran (v) 3. Debit aliran (Q)

1. Dari pengujian yang dilakukan, perubahan debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan.

2. Pilar yang paling baik digunakan untuk pilar jembatan adalah pilar dengan bentuk bulat, Jika dibandingkan dengan pilar dengan bentuk persegi dan jajarangenjang.

3 PENGENDALIAN GERUSAN LOKAL DI PILAR DENGAN CHASING PENGAMAN

Hery Prasetyo E 2006 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium

1. Debit aliran (Q) 2. Ketinggian

aliran (h) 3. Kondisi aliran 4. Kecepatan

aliran (v)

1. Perkembangan gerusan adalah

suatu fungsi power terhadap

waktu. Pertambahan gerusan

berlangsung cepat pada

menit-menit awal pengujian

dan selanjutnya semakin

kecil seiring bertambahnya

waktu sampai mendekati nol.

35

4 PENGARUH ARAH ALIRAN TERHADAP GERUSAN LOKAL DISEKITAR PILAR JEMBATAN

Okky Martanto Wibowo

2007 Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen laboratorium

1. Karakteristik aliran

2. Kedalaman gerusan

3. Debit pengaliran

1. Penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal terjadi secara cepat pada berbagai sudut pilar.

2. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gerusan di sekitar Pilar lenticular adalah sudut pilar

terhadap arah aliran.

3. Gerusan terbesar pada pilar

lenticular dengan berbagai

variasi sudut pilar terhadap

arah aliran terjadi pada

bagian hulu pilar pada titik

pengamatan 12. Kedalaman

gerusan maksimum dari

semua pilar lenticular terjadi

pada pilar sudut 150,

sedangkan kedalaman

gerusan minimum dari semua

pilar lenticular terjadi pada

pilar sudut 0870

5 GERUSAN LOKAL DISEKITAR ABUTMENT JEMBATAN LABUAN

Nina Bariroh Rustiati

2007 Objek penelitian adalah jembatan labuan

1. Kedalam gerusan

2. Tinggi riprap

Gerusan lokal yang terjadi di sekitar abutment adalah kejadian turunnya dasar sungai di sekitar abutment akibat adanya system pusaran (vortex system) yang timbul akibat terhalangnya aliran oleh abutment.

36

54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sungai

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar dengan waktu

penelitian dilakukan selama 3 bulan.

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan adalah permodelan fisik dengan skala

terdistorsi. Model fisik dipilih untuk dibuat atau dilakukan apabila fenomena

fisik dari permasalahan yang ada diprototipe dapat dibuat dengan skala yang

lebih kecil dengan kesebangunan yang cukup memadai. Agar pada proses

pembuatan model tersebut terdapat kesamaan yang tinggi maka perlu

adanya dua tahap pengecekan model.

Tahap pertama yaitu kalibrasi. Kalibrasi adalah pengaturan model agar

supaya data-data yang ada di prototipe sesuai dengan yang ada di model.

Tahap kedua yaitu verifikasi. Tahap verifikasi ini dilakukan setelah

tahap pertama telah memenuhi syarat dari tahap pertama. Verifikasi adalah

pembuktian bahwa model sudah sesuai dengan yang ada di prototipe tanpa

merubah atau mengatur model lagi. Data-data yang dieperlukan untuk

verifikasi itu sama dengan data-data yang digunakan pada kalibrasi.

Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni :

55

1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari simulasi model fisik

dilaboratorium.

2. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari literaturdan hasil penelitian

yang sudah ada baik yang telah dilakukan dilaboratorium maupun

dilakukan ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian Pengaruh

Penggunaan Baffle Block pada pilar jembatan sebagai pelindung

terhadap gerusan.

C. Bahan dan Alat

Pada penelitian ini menggunakan model pelindung gerusan Baffle

Block dengan slop 1:1, 1:3, dan 1:5 serta penampang morfologi sungai.

Bahan dan alat yang diguanakan pada uji model fisik ini antara lain:

1. Pompa sentrifugal berkapasitas 1050 ltr/menit

2. Jaringan pipa PVC 3”

3. Stop kran

4. Bak penampungan air kapasitas 12m3

5. Pintu ukur debit

6. Pintu ukur untuk mengatur debit yang dialirkan

7. Bak sirkulasi air dengan kapasitas 12m3

8. Pasir sebagai bahan pembentuk dasar sungai

9. Alat ukur untuk mengukur debit aliran

10. Point gauge untuk mengukur kedalaman dasar sungai.

11. Current meter untuk mengukur kecepatan aliran

56

12. Penggaris sebagai pengukur kedalaman kedalaman gerusan.

D. Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan maksud dan tujuan penelitian ini, pengujian model

pelindung gerusan pada pilar dilaksanakan pada model saluran terbuka

(flume) dengan kajian pada dasar dan disekitar pilar jembatan. Pelaksanaan

penelitian dengan mengacu pada rancangan yang telah disetujui, guna

mendapatkan data sebagai bahan kajian.

Model fisik ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengidentifikasi

serta mengamati pola gerusan pada dasar sungai disekitar pilar jembatan

dengan variasi tinggi aliran (h), durasi pengaliran (t), dan debit aliran (Q) serta

pengamatan karakteristik aliran pada model pelindung gerusan yang diberi

variasi Baffle Block.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel

independen (variabel X) dan variabel dependen (variabel Y). Adapun

penjelasan dari kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut ini

1. Variabel independen (variabel X)

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,

antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel

bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

2. Variabel dependen (variabel Y)

57

Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen.

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. variabel

terikat merupakan variabel yang di pengaruhi atau menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas.

Berdasarkan penjelasan di atas, variabel dari penelitian ini adalah

sebagai berikut ini.

a. Variabel bebas (X) : Buffle Block, pilar jembatan

b. Variabel terikat (Y) : Gerusan.

E. Perancangan Model

Rancangan model peredam energi dibuat dengan skala model

terdistorsi, dimana skala horizontal sama dengan skala vertikal. Rancangan

model yang akan dibuat yaitu dengan kemiringan 1:1, 1:3, dan 1:5.

Perbedaan kemiringn ini dilakukan agar mendapatkan perbandingan dari

ketiga variasi. Dimana akan dilakukan pengamatan mana yang lebih

maksimal dalam melindungi pilar agar tidak terjadi gerusan. Adapun bentuk

rancangan seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.1. Dena tampak atas penempatan baffle blok pada pilar.

58

Gambar 3.2. Tampak samping penempatan baffle block pada pilar.

Gambar 3.3. Perspektif tampak baffle block

Gambar 3.4. Baffle block kemiringan 1:1

59

Gambar 3.5. Baffle block kemiringan 1:3

Gambar 3.6. Baffle block kemiringan 1:5

Gambar 3.7. Perletakan pias untuk titk pengamatan

60

Gambar 3.8. Perletakan baffle block pada model flume saluran terbuka

F. Langkah Langkah Penelitian

1. Persiapan Bahan

a) Pembuatan model pelindung gerusan (baffle block) dengan variasi

slop 1:1, 1:3, dan 1: 5

b) Persiapan bahan dasar sungai menggunakan pasir dengan diameter

sesuai hasil analisa saringan.

c) Air bersih di bak penampang

2. Persiapan Alat Laboratorium

1. Periksa alat pompa air dan dicoba

2. Bak penampung dan peredam agar aliran seragam.

3. Bak ukur debit dikalibrasi

4. Pengaturan waktu (stopwatch) dan gelas ukur

5. Mistar dan point gauge

6. Currel meter

61

G. Penentuan Perubahan Penampang Saluran

Perubahan dasar saluran atau sungai disekitar pilar jembatan

ditentukan setelah dilaksanakan running dengan beberapa model.

Pengamatan dilakukan setelah saluran dikosongan air. Konfigurasi dasar

sungai ditentukan dengan mengukur kedalaman dasar sungai pada daerah

pengamatan dengan menggunakan “point gauge”.

Titik-titik pengamatan berupa propel pengamatan yang hasilnya dapat

digambarkan dalam satu bidang kontur ketinggian (konfigurasi) dasar sungai.

Material pembentuk dasar sungai adalah material tidak berkohesi,

dalam hal ini digunakan pasir sedang yang berdiameter sesuai hasil analisa

saringan. Perlakuan terhadap pembentukan dasar sungai model dilakukan

sedemikian rupa untuk memperoleh bentuk saluran dan tingkat kepadatan

yang relatif sama untuk setiap simulasi.

H. Pencatatan Data

Pencatatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu data kondisi awal

sebelum running, data pada saat running, dan data setelah dilakukan

running.

Data Yang Diambil Saat Pengaliran.

1. Kondisi awal sungai, elevasi dan kemiringan sungai tiap seksi yang

ditinjai

2. Pantauan debit aliran melalui tinggi air pada alat ukur debit (hT). Data

yang diambil saat pengaliran

62

Gambar 3.9 Pengambilan data sebelum pengaliran

1. Data Yang Diambil Saat Pengaliran

a) Karakteristik aliran disekitar Baffle Block

b) Ketinggian aliran ditempat yang ditinjau

c) Pengaturan kecepatan dengan alat current meter pada tempat yang

ditinjau.

Gambar 3.10 Pengambilan data saat pengaliran

2. Data Yang Diambil Setelah Pengaliran

a) Untuk pengaliran selama 5, 10, dan 15 menit diambil data elevasi tiap

tinjauan potongan melintang

b) Jarak pengambilan data adalah 2 cm

63

Gambar 3.11 Pengambilan data setelah pengaliran

I. Kalibrasi Alat Ukur Debit

Kalibrasi terhadap alat ukur debit dimaksudkan untuk menentukan

koefisien debit Cd berdasarkan rumus debit pada persamaan berikut:

(

) √ …………………………………(22)

Dimana:

Q = debit aliran (m3/dt)

Cd = Koefisien Debit

g = Grafitasi bumi (m/dt2)

H = Kedalaman air pada bak pengukur debit (m)

Untuk menentukan nilai Cd dari persamaan diatas, harus diketahui

besarnya tinggi aliran (ht) pada alat ukur debit. Agar diperoleh hasil Cd yang

teliti maka dilakukan pengukuran tinggi h, dan Q yang berbeda-beda. Dari

hasil pengkalibrasian diperoleh koefisien debit Cd rata-rata dan dipergunakan

dalam penelitian ini.

64

Dimensi model dan kemampuan pompa dalam menentukan debit

maksimum yang dapat dialirkan. Debit maksimum diperoleh pada tinggi air

dialat ukur debit (ht) dalam pengaliran ini dilakukan 3 variasi tinggi aliran ht.

J. Kalibrasi kedalaman air

Kalibrasi kedalaman aliran (h) dilakukan agar diperoleh kedalaman

aliran. Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air, untuk mendapatkan

tinggi aliran rata-rata (hr) yang terjadi dilakukan dengan point gauge.

K. Kecepatan Aliran Air (m/dtk)

Kecepatan aliran (v) adalah kecepatan aliran air yang terjadi di sungai

saat dilakukan pengujian. Kecepatan aliran diukur dengan alat pengukuran

kecepatan aliran current meter dengan rumus kecepatan:

………………………………………….(23)

Dimana:

V = kecepatan aliran (m/dtk)

n = jumlah putaran (dtk)

L. Waktu Running t (menit)

Waktu running diukur dengan menggunakan stopwatch. Pelaksanaan

running dengan mengalirkan air ke model sungai menggunakan pompa.

Pengaliran air melalui sungai sirkulasi ke bak penenang dan melalui alat ukur

debit Thompson terus masuk ke sungai pengamatan.

65

M. Simulasi Penelitian

Prosedur perolehan data secara garis besar adalah sebagai berikut:

a) Melakukan kalibrasi terhadap alat percobaan

b) Memasang baffle block

c) Material dasar sungai dituang sepanjang saluran (flume) dan dipadatkan

dengan ketebalan 10 cm. Selanjutnya pompa dihidupkan sampai waktu

terjadi keseimbangan.

Gambar 3.12. material pasir yang di gunakan

d) Elevasi muka air diatur untuk memperoleh kedalaman aliran yang

diinginkan yaitu h1=4 cm, h2=4,5 cm dan h3=5 cm.

e) Mengalirkan debit dengan lama waktu yang telah ditentukan yaitu t1=5

menit, t2=10 menit dan t3=15 menit.

f) Pengujian dengan variasi baffle block, 1:1, 1:3 dan 1:5 dengan tampa

adanya baffle block.

g) Mengamati karakteristik aliran disekitar pilar

66

h) Mengamati pola gerusan dan endapan yang terjadi pada dasar sungai

di sekitar pilar dan kemudian dicatat.

Gambar 3.13 Pengukuran kedalaman gerusan dan endapan

i) Air sisa/ kotor dikeluarkan dari flume melalui pipa pembuang

j) Prosedur 1-9 diulangi sebanyak 36 kali simulasi pada variasi waktu

pengaliran (t), debit pengaliran (Q) dan tinggi pengaliran (h).

N. Analisa Data

Dalam menganalisa data hasil percobaan maka dilakukan langkah-

langkah berikut

1. Program SPSS

SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah sebuah

software komputer yang salah satu fungsinya adalah untuk menghitung data

statistik. Pada program ini analisis data yang dilakukan akan lebih efektif dan

efesien karena berbagai fitur yang ada.

67

Dengan menggunakan Program SPSS ini maka akan diperoleh data

statistik mengenai perbandingan-perbandingan hasil pengujian di

laboratorium sehingga mendapatkan kesimpulan dari pengujian yang

dilakukan.

Cara mengolah data dengan program SPSS

a) Klik analyze > Descriptive Statistics > Descriptives.

b) Pilih variable yang akan dianalisis.

c) Klik options untuk memilih analisis statistika descriptif yang akan

dihitung.

d) Klik OK pada jendela Descriptives.

e) Hasil analisis ditampilkan pada jendela output

Gambar 3.14. Contoh grafik Hasil Pengolahan Data Menggunakan

Program SPSS

68

2. Program Surfer

urfer adalah salah satu dari perangkat lunak yang diciptakan untuk

kegunaan pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang

berdasarkan grid yang ada dan mempermudah serta mempercepat aktivitas

konversi data kedalam bentuk peta kontur dan plot permukaan. Salah satu

contoh penggunaan aplikasi surfer yaitu pembuatan peta kontur batimetri.

Dengan menggunakan software ini maka dapat diperoleh plot permukaan

dasar sungai sehingga dapat diketahui besar gerusan dan endapan yang

terjadi.

Secara umum langkah penggunaan Surfer :

1. Input data base map, post map, dan contour map dari soal ke

worksheet di Microsoft excel.

2. Pindahkan data dalam format (.xls) ke program server 9,

3. Mengolah data menjadi bentuk base map, post map, contour map, dan

untuk hasil yang lebih padu dan baik, grafik yang dihasilkan dapat

disatukan atau disajikan dalam bentuk 3D.

Berikut secara singkat langkah pemodelan kontur menjadi 3D

a. Masukkan data kontur yang telah dibuat.

b. Kemudian akan keluar peta kontur yang telah dibuat sebelumnya

dan silahkan ganti warna sesuka kalian.

c. Kemudian kita akan membuat dalam bentuk 3D. klik map pada tool,

kemudian klik New dan kemudian klik 3D Surace.

69

d. Maka akan muncul model 3D dari kontur yang telah dibuat.

Gambar 3.15. Contoh Hasil Pengolahan Data Menggunakan Surfer

70

O. Diagram Alir Penelitian

persiapan alat dan bahan

penelitian

selesai

Mula

Pemasang model pada saluran

Pelaksaanaan Uji model

l. Tampa baffle block

2. Fariasi baffle block

Analisa data pembahasan

Persiapan alat bahan

Pengamatan dan Pengambilan Data

Kecepatan Aliran (v), Tinggi Aliran (h),

(t) lama pengaliran serta kedalaman

gerusan dan endapan dengan 3 variasi

Kesimpulan dan saran

71

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Penelitian

1. Umum

Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh

penempatan baffle block pada pilar jembatan sebagai pelindung

gerusan,untuk mengetahui pola gerusan dengan adanya variasi kemiringan

buffle block dan tanpa adanya buffle block serta kombinasi desain yang

paling efektif dalam meredam energi. Maka, dalam penelitian ini diuraikan

informasi terkait dengan data kecepatan aliran, tinggi aliran, lama pengaliran,

kedalaman gerusan serta persentase gerusan yang terjadi.

2. Kedalaman Aliran

Kedalaman Aliran diukur pada saat proses pengaliran pada flume, untuk

pengukuran ini digunakan tiga variasi pengambilan data kedalaman

pengaliran dengan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan tinggi bukaan

pintu yang diberikan. Untuk mendapatkan aliran rata-rata yang terjadi

dilakukan pengukurann mulai dari titik kiri penampang ,tegah, dan bagian

kanan. Dalam memperoleh kedalaman aliran yang terjadi,dilakukan

pengukuran dimulai dari hulu saluran, depan pilar, di belakang, dan bagian

hilir saluran. Berikut hasil pengukuran kedalaman aliran yang disajikan pada

tabel 4.1,4.2,dan 4.3

72

Tabel 4.1 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

tinggi aliran h rata-rata h

Kanan Tengah Kiri

(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1

Tanpa Buffle Block

Hulu

5 1.1 1.1 1.1 1.10

1.13 10 1.1 1.1 1.2 1.13

15 1.2 1.3 1 1.17

2 Sebelum pilar

5 1.1 1.2 1.3 1.20

1.27 10 0 1.5 1.5 1.00

15 1 2.8 1 1.60

3 Sesudah pilar

5 1 0.8 1.3 1.03

0.96 10 0 1 1.5 0.83

15 0 2 1 1.00

4 Hilir

5 1 1 3 1.67

1.31 10 0 1 1.8 0.93

15 0 2 2 1.33

Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.17

Tabel 4.2 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1

No.

Variasi Struktur

Titik Pengukuran

Waktu (t)

tinggi aliran h rata-rata h

Kanan Tengah Kiri

(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1

Buffle Block 1 :1

hulu

5 1.5 1.7 1.7 1.63

1.18 10 0.8 1 1 0.93

15 1 1 0.9 0.97

2 Sebelum pilar

5 2 1.8 2 1.93

1.63 10 0.7 1.3 1.2 1.07

15 1.2 3 1.5 1.90

3 Sesudah pilar

5 1.5 1.5 2 1.67

1.50 10 1.2 1 2 1.40

15 2 0.5 1.8 1.43

4 Hilir

5 1.1 1.5 2 1.53

1.24 10 0.9 0.5 0.8 0.73

15 1.8 0.6 2 1.47

Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.39

73

Tabel 4.3 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

tinggi aliran h rata-rata h

Kanan Tengah Kiri

(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1

Buffle Block 1 : 3

hulu 5 0.8 1 1.1 0.97

0.97 10 0.8 1 1.5 1.10

15 0.7 0.8 1 0.83

2 Sebelum pilar

5 0.5 0.8 1.1 0.80

1.10 10 1 1 1.8 1.27

15 1.5 0.7 1.5 1.23

3 Sesudah pilar

5 1 1.5 0.7 1.07

1.54 10 1 1.8 2.2 1.67

15 2.8 1 1.9 1.90

4 Hilir

5 1.4 1.5 1.6 1.50

1.43 10 1.5 1.9 2 1.80

15 1 0.9 1.1 1.00

Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.26

Tabel 4.4 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan baffle block 1:5

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

tinggi aliran h rata-rata h

Kanan Tengah Kiri

(menit) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1

Buffle Block 1 :5

hulu

5 2 2 2.4 2.13

1.33 10 1 1.2 1.2 1.13

15 0.3 1.8 0.1 0.73

2 Sebelum pilar

5 2 2 2 2.00

1.47 10 1.1 1.8 1 1.30

15 1.1 2.2 0 1.10

3 Sesudah pilar

5 2.1 1.6 1.7 1.80

1.48 10 3 0.5 1.5 1.67

15 2 0.4 0.5 0.97

4 Hilir

5 2 2.2 1.7 1.97

1.52 10 2 0 1.4 1.13

15 1.9 0 2.5 1.47

Rata -rata kedalaman keseluruhan 1.45

Sumber: Data Penelitian

74

Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman pada tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan

4.4 dapat dinyatakan bahwa kedalaman aliran paling tinggi terdapat pada

variasi Buffle Block 1:1 sebesar 1,63 cm, sedangkan kedalaman aliran paling

rendah terdapat pada saluran degan variasi Buffle Block 1:1 sebesar 0,97

cm.

3. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan Flow watch yang

berfungsi untuk memberikan data kecepatan secara otomatis terhadap aliran

pada saluran untuk titik pengamatan yang telah ditentukan.

Adapun titik pengamatan untuk kecepatan aliran adalah pada bagian hulu

saluran, depan pilar,sesudah piar dan hilir saluran. Data hasil pengamatan

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan tanpa Baffle Block

No.

Variasi Struktur

Titik Pengukuran

Waktu (t)

Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0

Kanan Tengah Kiri

(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)

(cm/dtk)

1

Tanpa Buffle Block

Hulu

5 0.3 0.3 0.3 30.00

34.44 10 0.8 0.4 0.9 43.33

15 0.3 0.4 0.2 30.00

2 Sebelum

pilar

5 0.4 0.2 0.4 23.33

26.67 10 0.5 0.4 0.6 33.33

15 0.2 0.4 0.1 23.33

3 Sesudah

pilar

5 0.7 0.7 0.7 50.00

24.44 10 0.5 0 0.6 20.00

15 0.1 0 0.1 3.33

4 Hilir

5 0 0.1 1.3 46.67

32.22 10 0 0.1 0.7 26.67

15 0 0.1 0.6 23.33

Rata -rata pengaliran keseluruhan 29.44

75

Tabel 4.6 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:1

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0

Kanan Tengah Kiri

(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)

(cm/dtk)

1

Buffle Block 1

:1

Hulu

5 0.2 0.2 0.2 20.00

25.56 10 0.4 0.4 0.4 30.00

15 0.3 0.2 0.3 26.67

2 Sebelum pilar

5 0.3 0.1 0.4 26.67

27.78 10 0.4 0.2 0.5 36.67

15 0.1 0.2 0.3 20.00

3 Sesudah pilar

5 0.6 0.1 0.5 40.00

43.33 10 0.5 0 1 50.00

15 0.6 0 0.6 40.00

4 Hilir 5 0.2 0.1 0.5 26.67

27.78 10 0.4 0 0.5 30.00

15 0.2 0 0.6 26.67

Rata -rata pengaliran keseluruhan 31.11

Tabel 4.7 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:3

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0

Kanan Tengah Kiri

(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)

(cm/dtk)

1

Buffle Block 1

:3

Hulu

5 0.6 0.4 0.6 36.67

32.22 10 0.5 0.1 0.6 26.67

15 0.4 0.4 0.4 33.33

2 Sebelum pilar

5 0.5 0.3 0.6 40.00

31.11 10 0.4 0.3 0.4 26.67

15 0.3 0.3 0.4 26.67

3 Sesudah pilar

5 0.8 0.1 0.9 46.67

40.00 10 0.3 0.2 0.5 30.00

15 0.9 0 0.9 43.33

4 Hilir

5 0.3 0.1 0.6 33.33

32.22 10 0.2 0.1 0.5 26.67

15 0.3 0.3 0.5 36.67

Rata -rata pengaliran keseluruhan 33.89

76

Tabel 4.8 Hasi pengukuran kedalaman aliran dengan Baffle Block 1:5

No. Variasi

Struktur Titik

Pengukuran

Waktu (t)

Kecepatan (U0) U0 rata-rata U0

Kanan Tengah Kiri

(menit) (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (cm/dtk)

(cm/dtk)

1

Buffle Block 1

:5

Hulu

5 0.4 0.2 0.3 23.33

33.33 10 0.4 0.3 0.2 30.00

15 0.8 0.6 0.8 46.67

2 Sebelum pilar

5 0.3 0.3 0.2 26.67

28.89 10 0.4 0.4 0.3 36.67

15 0.4 0.3 0.4 23.33

3 Sesudah pilar

5 0.6 0 0.7 36.67

31.11 10 0.4 0 0.3 23.33

15 0.5 0 0.5 33.33

4 Hilir

5 0.3 0 0.5 26.67

44.44 10 0.4 0 0.5 30.00

15 1.5 0 0.8 76.67

Rata -rata pengaliran keseluruhan 34.44

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan pada tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan

4.8 dapat dinyatakan bahwa kecepatan aliran paling tinggi terdapat pada titik

pengukuran di hilir dengan variasi Buffle Block 1:5 sebesar 44,44 cm/dtk,

sedangkan kecepatan aliran paling rendah terdapat pada Baffle Block

dengan variasi Baffle Block 1:1 sebesar 25,56 cm/dtk.

4. Debit Aliran

Perhitungan debit aliran diperoleh dengan menggunakan dengan

persamaan (3) dengan data hasil pengkuran kecepatan dan kedalaman aliran

pada kalibrasi debit yang menggunakan variasi bukaan pintu yaitu 4 cm, 4,5

cm, 5 cm dengan variasi waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.

Sumber: Data Penelitian

77

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Debit Aliran

Berdasarkan hasil perhitungan debit aliran, bukaan pintu 4 cm

mengalirkan debit air sebesar 0,000861324 m³/detik, dan bukaan pintu 4,5

cm mengalirkan debit sebesar 0,000912549 m³/detik, sedangkan bukaan

pintu 5 cm mengalirkan debit sebesar 0,001052333 m³/detik. Hasil

pengukuran debit aliran dapat di lihat pada table berikut

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kecepatan dan debit aliran

Q1 4 0.011 0.003196667 0.2694

Q2 4,5 0.012 0.003352222 0.2722

Q3 5 0.014 0.003826667 0.2750

0.000861324

variasi debit Tinggi aliran(m) Luas penampamg (m2) kecepatan rata-rata (m/dt) Debit(m3/dt)Bukaan

0.000912549

0.001052333

0

0,0002

0,0004

0,0006

0,0008

0,001

0,0012

0,2680 0,2700 0,2720 0,2740 0,2760

Deb

it p

enga

liran

kecepatan alran

Grafik Hubungan antara kecepatan dan debit aliran

Q1

Q2

Q3

78

ρs ρw ζ0=ρw . g .h .S ζc=Ɵ. ρw .g. Δ. d

Tanpa Buffle Blok 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.019 0.05 0.34335 0.23 0.343 0.228 Terjadi gerusan

Buffle Blok 1 : 1 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.020 0.08 0.40875 0.36 0.409 0.365 Terjadi gerusan

Buffle Blok 1 : 3 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.019 0.044 0.371145 0.20 0.371 0.201 Terjadi gerusan

Buffle Blok 1 : 5 0.00027 0.003 2721 1000 1.721 0.021 0.09 0.426735 0.41 0.427 0.410 Terjadi gerusan

Ɵ ζ0 ζc Ket.Titik Pengamatan d50 s U*=( ζ0 / ρw ) 0.5(

⁄ ) ( ⁄ )

Δ=

( ) ( )

B. Analisa Hasil Penelitian

1. Tegangan Geser

Untuk sedimen dasar pada aliran, tegangan geser dinyatakan dengan

persamaan shield. Sebelum menghitung tegangan geser dilakukan uji analisa

saringan untuk mengetahui diameter butiran pasir yang digunakan.

Dalam menghitung tegangan geser digunakan persamaan 6, 8, 9 dan

10. Syarat terjadinya suatu gerusan apabila tegangan geser dasar lebih

besar dari tegangan geser kritis ( . Perhitungan Kecepatan Geser

dan Tegangan Geser Kritis pada saluran tanpa Buffle Blok sebagai berikut.

Table 4.10. hasil perhitungan tegangan geser

Dari table di atas dapat dinyatakan bahwa tegangan geser yang paling

besar berada di variasi baffle block 1:5 yaitu sebesar 0,427 N/m². sedangkan

tegangan geser yang paling kecil terjadi pada baffle block 1:3 yaitu 0,371

N/m².

79

(v)

Kekentalan Kinematis

(m)

Tinggi aliran kecepatan

(m/dtk)

Luas keliling penampang panjang karakteristik

0.003173333 0.563173333 0.005634736

0.003546667 0.563546667

0.002675556 0.562675556

0.006293475

0.004755059

0.003671111 0.563671111 0.00651286

ReynoldFraude

0.756

0.798

Variasi

Struktur

Titik

Pengukuran

hulu

Sebelum pilar

Sesudah pilar

Hilir

Tanpa Buffle

Block

0.01 0.34 0.000000894 1.033

0.898

1877

1300

2347

2171

0.01

0.01

0.01

0.27

0.24

0.32

0.000000894

0.000000894

0.000000894

Kekentalan Kinematis

(v)

Tinggi aliran

(m)

kecepatan

(m/dtk)

panjang karakteristik

0.003297778 0.563297778 0.005854413

0.004573333 0.564573333 0.008100512

0.0042 0.5642 0.007444169

Fraude Reynold

Buffle Block

1 :1

hulu 0.01 0.26 0.000000894 0.752 1674

Variasi

Struktur

Titik

PengukuranLuas keliling penampang

2517

Sesudah pilar 0.02 0.43 0.000000894 1.130 3608

Sebelum pilar 0.02 0.28 0.000000894 0.694

1921Hilir 0.01 0.28 0.000000894 0.7950.003484444 0.563484444 0.006183746

Kekentalan Kinematis

(v)

Tinggi aliran

(m)

kecepatan

(m/dtk)

0.562706667 0.004810085

0.00308 0.56308 0.005469915

0.004324444 0.564324444 0.007663046

0.004013333 0.564013333 0.007115671

Variasi

Struktur

Titik

PengukuranFraude ReynoldLuas keliling penampang panjang karakteristik

1.046 1734

Sebelum pilar 0.01 0.31 0.000000894 0.947 1904 Buffle Block

1 :3

hulu 0.01 0.32 0.000000894

Sesudah pilar 0.02 0.40

0.002706667

0.000000894 1.028 3429

Hilir 0.01 0.32 0.000000894 0.859 2565

2. Klasifikasi Aliran

Aliran air pada saluran diklasifikasikan berdasarkan angka Reynold dan

angka Froud, dimana nilai fr <1 aliran sub kritis,fr=1 aliran kritis,fr>1aliran

superkritis,dan Re<500 aliran laminer, Re >500 aliran turnulen,500<Re<1000

aliran transisi ,Hasil perhitungan bilangan Reynold dan angka Froud

sebagaimana disajikan pada tabel berikut

Tabel 4.11 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan tanpa Baffle

Block

Tabel 4.12 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1

:1

Tabel 4.13 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1

:3

80

Kekentalan Kinematis

(v)

Tinggi aliran

(m)

kecepatan

(m/dtk)

0.003733333 0.563733333 0.006622517

0.004106667 0.564106667 0.007279947

0.004137778 0.564137778 0.007334694

Fraude Reynold

Buffle Block

1:5

hulu 0.01 0.33 0.000000894 0.922 2469

Variasi

Struktur

Titik

PengukuranLuas keliling penampang panjang karakteristik

3755Hilir 0.02 0.44 0.000000894 1.150

2352

Sesudah pilar 0.01 0.31 0.000000894 0.817 2552

Sebelum pilar 0.01 0.29 0.000000894 0.762

0.004262222 0.564262222 0.00755362

Tabel 4.14 hasil hitungan bilangan reynold dan fraude dengan Baffle Block 1

:5

Dari hasil analisa angka Froud pada tabel diatas dapat diketahui tipe

aliran yang didasarkan pada nilai angka Froud (Fr). Aliran dikatakan sub kritis

apabila Fr < 1, aliran kritis apabila Fr = 1 dan aliran super kritis apabila Fr > 1.

Sedangkan untuk hasil analisa bilangan Reynold (Re), jenis aliran dapat

diklasifikasikan menjadi tiga jenis aliran yaitu aliran laminer apabila Re <

2000, aliran transisi apabila 2000<Re<4000 serta jenis aliran turbulen

apabila Re > 4000.

81

3. Perubahan Penampang Saluran

Perubahan penampang yang dimaksud dalam hal ini adalah

perubahan bentuk saluran dari bentuk saluran sebelum pengaliran, yang

mana terjadi akibat adanya gerusan dan sedimentasi. Perubahan

penampang untuk berbagai simulasi dijelaskan sebagai berikut

a) Saluran Tanpa Baffle Block

Untuk saluran tanpa buffle blok dilakukan simulasi sebanyak sembilan

kali dengan atau tanpa menggunakan buffle blok. Hasil pengamatan kondisi

perubahan penampang untuk kondisi pengaliran dengan tanpa buffle blok

diuraikan sebagai berikut, sedangkan hasil untuk kondisi simulasi yang lain

disajikan pada lampiran 1.

Pengaliran dengan ketinggian (h)=4 cm selama t=15 menit

mengakibatkan perubahan dasar saluran pada P7 bagian kanan terjadi

terjadi gerusan sedalam 1,5 cm bagian tengah terjadi gerusan sedalam 2,3

cm, dan bagian kiri terjadi gerusan sedalam 2 cm, . Pada profil P9 di bagian

kana terjadi gerusan sedalam 1,4 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam

2,5 cm dan gerusan sedalam 1,7 cm pada bagian kanan. Pada profil P10 di

bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah terjadi gerusan

sedalam 3 cm, dan gerusan 2 cm pada bagian kiri, Pada profil P11 di bagian

kianan terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah terjadi gerusan

sedalam 3 cm dan gerusan sedalam 1 cm terjadi pada bagian kiri, Pada profil

82

P12 di bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.3 cm, bagian tengah terjadi

gerusan sedalam 3 cm dan gerusan sedalam 1 cm terjadi pada bagian kiri.

Pada profil P14 bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1,7 cm, bagian tengah

terjadi gerusan sedalam 1,6 cm, dan endapan setinggi 1,1 cm terjadi pada

bagian kanan

Table 4.15 perubahan penampang untuk t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik

Gambar 4.2 grafik penampang saluran tampa menggunakan baffle block.

NO P7 P9 P10 P11 P12 P14

1 20 19.7 20 19 18.7 16.9

2 19.8 19.6 19.5 19 19 17

3 19.9 19.7 19.5 19 19 18.9

4 20 19.7 19.5 19 19 19.3

5 20 20.3 19.7 19.2 20 19.4

6 20.2 20.4 21 20.8 20.8 20

7 20.3 21.5 21 21 21 19.6

8 20.3 21.3 21 20.8 21 19.7

9 19 20.2 20.2 20.5 20.1 20.2

10 20 19.8 19.8 20.6 19.4 19.8

11 19.5 19.5 19.5 19.5 19.3 19.6

12 19.5 19.4 19.5 19.3 19.3 19.7

0

5

10

15

20

25

30

-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Grafik Perubahan Penampang Saluran tanpa Menggunakan Buffle Block dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324m3/dtk

ElevasisaluranElevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

83

Dari grafik penampang saluran di atas dapat di nyatakan bahwa

gerusan yang paling dalam terjadi di di titik 12,5 jarak melintang P9, dan

gerusan terkecil terjadi di titik 22,5 jarak melintang P14, sedangkan terjadi

endapan pada titik 28 jarak melintang P14.

b) Saluran Dengan Baffle Block 1:1

Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan

perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami

gerusan sedalam 0,9 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, dan

bagian kiri terjadi gerusan sadalam 1 cm. Pada profil P10 bagian kiri

mengalami gerusan sedalam 0,9 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam

2.5 cm, dan bagian kiri terjadi gerusan sedalam 1 cm. Pada profil P11 bagian

kiri saluran menglami gerusan sedalam 1 cm, bagian tengah tidak terjadi

gerusan dan endapan, dan bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.5 cm,

Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 1 cm, dan

bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P13 bagian

kiri saluran mengalami gerusan sedalam 1,5 cm ,dan pada bagian kanan

saluran terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada profil P14 bagian kiri saluran

mengalami gerusan sedalam 2,5 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan

sedalam 2,5 cm. Pada profil P14 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam

2,5 cm, bagian kanan terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P15

bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 2 cm, dan bagian kanan saluran

84

terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi

endapan setebal 2 cm, dan bagian kana terjadi gerusan sedalam 2 cm. Pada

profil P17 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1,5 cm, bagian tengah

terjadi gerusan sedalam 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan sedalam 2,4

cm. Pada profil P18 bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 1,2 cm,

bagian tengah terjadi gerusan sedalam 0,2 cm, dan pada bagian kanan

saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm

Table 4.16. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:1

Gambar 4.3 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 18.9 18.9 19 19 19.5 20.5 20 20 19.5 19.2 19

2 18.7 19.3 20 19 18 18 18 18 19.2 19 19

3 18.7 19.3 20 18 18 18 18 18 19.2 19 19

4 19 20 18 18 18 18 18 18 19 18.7 19

5 19.1 20 18 18 18 18 18 18 19 18.5 18.5

6 19.5 20.5 18 18 18 18 18 18 19 18.6 18.2

7 19.5 20.5 18 18 18 18 18 18 19 18.8 18.5

8 19.4 20 18 18 18 18 18 18 19 18.9 18.5

9 19.2 19.5 18 18 18 18 18 18 20.4 19.8 19.3

10 19.2 19.4 20.2 18 18 18 18 18 20.2 19.7 19.4

11 19 19 20 19.5 21 20 20 20 20.4 19.7 19.4

12 19 19 19.5 19.5 20 20.5 20 20 20.4 19.9 19.5

0

5

10

15

20

25

30

-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 : 1 dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324m3/dtk

ElevasisaluranElevasi awal

P9

P10

P13

P14

85

Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan

yang paling dalam terjadi di di titik 2,5 sampai 7,5 cm jarak melintang P17,

dan gerusan terkecil terjadi di titik 22,5 sampai 25 cm jarak melintang P9.

Dan tidak mengalami endapan.

c) Saluran Dengan Baffle Block 1:3

Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan

perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami

gerusan sedalam 0,1 cm, bagian tengah terjadi gerusan sedalam 0,4 cm, dan

bagian kiri tdak terjadi gerusan. Pada profil P10 bagian kiri mengalami

gerusan sedalam 0,5 cm, bagian tengah tidak terjadi gerusan sebesar, dan

bagian kiri terjadi gerusan sedalam 0,5 cm. Pada profil P11 bagian kiri

saluran tidak menglami gerusan atau stabil, dan bagian kana terjadi gerusan

sedalam 1 cm, Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami endapan

setebal 1,9 cm, dan bagian kiri saluran terjadi gerusan sedalam 0,9 cm. Pada

profil P13 bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 0,4 cm, dan pada

bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P14

bagian kiri saluran mengalami gerusan sedalam 0.6 cm, dan bagian kanan

terjadi gerusan sedalam 1.5 cm. Pada profil P15 bagian kiri saluran

mengalami endapan setebal 0,5 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan

setinggi 1. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 0,5 cm,

dan bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 1 cm. Pada profil P17

86

bagian kiri saluran terjadi endapan setebal 0,7 cm, bagian tengah terjadi

gerusan sedalam 0,4 cm,dan bagian kana terjadi gerusan sedalam 0,5 cm.

Pada profil P18 bagian kiri saluran tidak terjadi endapan ataupun gerusan,

,bagian tengah terjadi endapan setebal 0,9 cm, dan bagian kanan terjadi

gerusan sedalam 0,5 cm. Pada profil P19 bagian kiri saluran terjadi endapan

setebal 0,9 cm,bagian tengah terjadi endapan setebal 0,4 cm, dan pada

bagian kanan saluran terjadi gerusan sedalam 0,3 cm.

Table 4.17. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:3

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 18.1 18.5 18 17.9 18.4 18.6 18.5 18.5 17.7 18 17.9

2 18.1 18.9 18 17.9 18.5 18.4 18.5 18.7 17.5 17.5 17.9

3 19 18.5 18.3 18 18 18 18 18 17.3 17.3 17.8

4 18.5 18.5 18.2 18 18 18 18 18 17.3 17.1 17.5

5 18.4 18.1 18 18 18 18 18 18 18 18 17.4

6 18.4 18 18 18 18 18 18 18 18.4 17.9 17.4

7 18.9 18.5 18 18 18 18 18 18 18.5 18 18

8 19 18.5 18 18 18 18 18 18 18.5 18.5 18.3

9 19.3 18.6 18.5 18 18 18 18 18 18 17.4 18.2

10 19.5 18.8 18.6 18 18 18 18 18 17.8 17.3 17.5

11 18 20 20 18.2 19.5 19 18.9 18.7 17.9 18.5 17.6

12 18 18.5 19 18.9 19.5 19 19 19 18.5 18.5 18.3

87

Gambar 4.4 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:3

Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan

yang paling dalam terjadi di di titik 2 cm jarak melintang P10 dan P11, dan

gerusan terkecil terjadi di titik 17,5 cm jarak melintang p10. sedangkan terjadi

endapan tertinggi pada titik 20-28 cm jarak melintang p17 dan p18.

d) Saluran Dengan Baffle Block 1:5

Perubahan dasar saluran yang terjadi selama 15 menit mengakibatkan

perubahan dasar saluran pada profil P9 di bagian kiri saluran mengalami

gerusan setinggi 0,1 cm, bagian tengah terjadi gerusan setinggi 0,5 cm, dan

bagian kiri terjadi gerusan setinggi 0,6 cm. Pada profil P10 bagian kiri

mengalami gerusan setinggi 0,4 cm, bagian tengah terjadi gerusan setinggi

1,6 cm, dan bagian kiri terjadi gerusan setinggi 0,8 cm. Pada profil P11

0

5

10

15

20

25

30

-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30K

edal

aman

ger

usa

n(c

m)

Jarak antar titik(cm)

Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 : 3 dengan t = 15 menit dan Q=0,00061324m3/dtk

ElevasisaluranElevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

88

bagian kiri saluran tidang mengalami gerusan atau endapan, begitu pula

bagian tengah tidak terjadi gerusan atau stabil, dan bagian kana terjadi

gerusan setinggi 1 cm, Pada profil P12 bagian kiri saluran mengalami

gerusan setinggi 1,3 cm, dan bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi

0,9 cm. Pada profil P13 bagian kiri saluran mengalami gerusan setinggi 1,3

cm, dan pada bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi 1 cm. Pada profil

P14 bagian kiri saluran mengalami gerusan setinggi 1 cm, dan bagian kanan

terjadi gerusan setinggi 1.5 cm. Pada profil P15 bagian kiri saluran

mengalami endapan setebal 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan setinggi

1,6. Pada profil P16 bagian kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, dan

bagian kanan saluran terjadi gerusan setinggi 1,9 cm. Pada profil P17 bagian

kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, bagian tengah terjadi gerusan

setinggi 1,5 cm, dan bagian kana terjadi gerusan setinggi 2,2 cm. Pada profil

P18 bagian kiri saluran terjadi gerusan setingg 2 cm, bagian tengah terjadi

endapan setebal 1 cm, dan bagian kanan terjadi gerusan setinggi 2,2 cm.

Pada profil P19 bagian kiri saluran terjadi gerusan setinggi 2 cm, bagian

tengah terjadi gerusan 1 cm, dan pada bagian kanan saluran terjadi gerusan

setinggi 2,1 cm.

89

Table 4.18. perubahan penampang saluran t=15 menit dan Q=0,000861324 m³/detik Baffle Block 1:5

Gambar 4.5 perubahan penampang saluran menggunakan Baffle Block 1:5

Dari grafi penampang saluran di atas dapat dinyatakan bahwa gerusan

yang paling dalam terjadi di di titik 0 sampai 2,5 cm jarak melintang P17, dan

gerusan terkecil terjadi di titik 25 cm jarak melintang P10. sedangkan terjadi

endapan tertinggi pada titik 12,5 sampai 15 cm jarak melintang P18.

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 18.1 18.4 18 19.3 19.3 19 19 20 20 20 20

2 18.2 18.3 19 19.7 19.5 19.5 19.1 19.5 20 20 20

3 19.5 19.2 19.1 18 18 18 18 19.5 19.5 19.5 19.8

4 19.5 19.4 18 18 18 18 18 18 19.5 19.2 19.5

5 19.6 19.5 18 18 18 18 18 18 19.5 18.9 19.3

6 19.5 19.6 18 18 18 18 18 18 19.5 17 19

7 19.5 19.8 18 18 18 18 18 18 19.5 17 17.3

8 19.5 19.6 18 18 18 18 18 18 18.8 18.7 17

9 19.5 19.8 18 18 18 18 18 18 19 19 18.8

10 19.5 19.6 18 18 18 18 18 19.5 19.5 19.3 19

11 19.1 19 18.3 19.3 19.2 19.5 19.4 19.2 20.2 20.2 19.4

12 18.6 18.8 19 18.9 19 19.5 19.6 19.9 20.2 20.2 20.1

0

5

10

15

20

25

30

-2,5 0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Grafik Perubahan Penampang Saluran Menggunakan Buffle Block 1 :

5 dengan t = 15 menit dan Q=0,000861324 m3/dtk

ElevasisaluranElevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

90

4. Kontur Gerusan Dan Perspektif Kontur Gerusan

a) Saluran Tampa Baffle Block

Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan

mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X

dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan

ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.6 sedangkan prespektif

kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.7.

Gambar 4.6 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

91

Gambar 4.7 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

Dari gabar kontur 4.6 di atas dapat kita lihat gerusan yang terjadi pada

pilar sangat siknifikan, hal itu bisa di lihat dari bentuk kontur yang cenderung

rapat pada jarak melintang 12,5-20 cm di P7-P10 depan pilar, hal serupa

terjadi di belakang pilar gerusan yan terjadi mencapai kedalaman 21 cm dari

elevasi kedalaman saluran di P11-P12 pada jarak melintang 12.5 cm, ha ini

di karenakan aliran air disekitar pilar berubah, dari gradient kecepatan vertikal

(vertical velocity gradient) berubah menjadi gradient tekanan (pressure

gradient) pada ujung permukaan pilar. Sehingg gradient tekanan membentuk

pusaran dan menyapu sekeliling bagian bawah pilar.

Dari gambar kontur 4.7 dan perspektif kontur gerusan dapat

dinyatakan bahwa di titik 12,5-20 cm pada jarak memanjang P7-P12 terjadi

gerusan yang mempunyai kedalaman rara-rata 20,5 cm.

92

b) Saluran Dengan Baffle Block 1:1

Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan

mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X

dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan

ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.8 sedangkan prespektif

kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.8 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

Gambar 4.9 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan

debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

93

Pada gambar kontur 4.8 di atas dapat dilihat bentuk kontur yang

cenderung rapat pada jarak melintang titik 5-20 cm di P9-P10 depan pilar,

sedangkan di sisi kiri dan kanan baffle block mulai dari P11-P17 juga terjadi

gerusan dengan kedalaman yang cukup signifikan dengan kedalaman rata-

rata 20 cm, hal ini disebabkan oleh adanya baffle block yang memecah aliran

sehingg gerusat banyak terjadi di sisi kiri dan kanan baffle block.

Dari gambar kontur 4.9 dan perspektif kontur di atas dapat di

nyatakan bahwa di titik 10-20 cm pada pias 10 terjadi gerusan sampai 2,5

cm, sedangkan pada jarak memanjang P11-P17 di titik 0-2,5 samping kanan

baffle block terjadi gerusan rata-rata 20 cm, dan di samping kiri pada P14-

P16 dititik 28 cm terjadi gerusan yang sama dalamnya seperti pada samping

kanan. sedangkan di bagian belakang baffle block gerusan yang terjadi

semakin mengecil.

c) Saluran Dengan Baffle Block 1:3

Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan

mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X

dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan

ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.10 sedangkan prespektif

kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.11.

94

Gambar 4.10 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

Gambar 4.11 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

Pada gambar 4.10 dapat dilihat bentuk kontur yang cenderung rapat

berada pada bagian depan sisi kanan baffle block pada jarak memanjang P9

sampai P11 dan jarak melintang di titik 22,5 cm sampai 27,5 cm. Kemudian

pada P13 sampai P16 di titik 22,5 cm sampai 25 cm juga kontur cenderung

95

rapat menandakan terjadi gerusan. Sedangkan di bagian belakang baffle

block gerusan yang terjadi tidak terlalu signifikan seperti pada bagian sisi lain.

Dari gambar kontur 4.11 dan perspektif kontur gerusan dapat di

nyatakan bahwa pada P10 sampai P11 di titik 25 cm kedalaman gerusan

mencapai 2,0 cm. Sedangkan di bagian belakang baffle block gerusan yang

terjadi relatif stabil, karenakan energi yang di hasilkan akibat kecepatan aliran

tereduksi oleh baffle block.

d) Saluran Dengan Baffle Block 1:5

Pengukuran gerusan pada model saluran dengan menggunakan

mistar menghasilkan titik kedalaman gerusan (arah Z) tiap koordinat arah X

dan Y diatas permukaan material. Hasil pengukuran kedalaman gerusan

ditampilkan sebagai kontur gerusan pada gambar 4.12 sedangkan prespektif

kontur gerusan ditampilkan pada gambar 4.13.

Gambar 4.12 kontur hasil gerusan dan endapan t=15 menit dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

96

Gambar 4.13 Perspektif hasil gerusan dan endapan t=15 menit

dengan debit pengaliran Q=0,000861324 m³/detik

Pada gambar 4.12 dapat dilihat bentuk kontur yang cenderung rapat

pada jarak melintang di titik 7,5 cm sampai 22,5 cm di depan pilar, hal serupa

juga terjadi di sisi kiri pilar pada jarak melintang di titk 5 cm, dan jarak

melintang di sisi kanan pilar pada titik 22,5 cm. kontur yang cenderung rapat

menandakan terjadinya gerusan, hal ini di sebabkan oleh perubahan aliran

akibat adanya baffle block, sehingga intensitas aliran di sisi kiri dan kanan

baffle block cukup tinggi.

Dari gambar kontur 4.13 dan perspektif kontur gerusan di atas dapat

dinyatakan bahwa gerusan yang terjadi di depan, samping kiri dan kanan

lebih banyak, sedangkan di bagian belakang baffle block terjadi endapan dan

juga gerusan.

5. Volume Gerusan

Volume gerusan dihitung berdasarkan perubahan luas penampang

saluran dari bentuk sebelum dilakukan pengaliran sepanjang area

97

pengamatan. Pada penelitian ini difokuskan pada gerusan dasar dengan

ketebalan material dasar saluran 6 cm. Berikut disajikan gambar penampang

melintang dengan berbagai variasi struktur baffle block.

Gambar 4.14 sketsa titik pengamatan tampa menggunakan Baffle Block

Gambar 4.15 sketsa titik pengamatan menggunakan Baffle Block

Untuk memperoleh volume gerusan atau endapan pada titik

pengamatan dilakukan dengan cara menghitung luas penampang melintang

dari jarak pusat kemudian dikalikan dengan jarak antar penampang

98

melintang. Contoh perhitungan volume gerusan tanpa menggunakan baffle

block diuraikan sebagai berikut:

Vol. gerusan 1 =

4 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 2 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 3 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

4 (jarak antar penampang melintang)

. Contoh perhitungan volume gerusan tanpa menggunakan baffle block

diuraikan sebagai berikut:

Vol. gerusan 2 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 3 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 2 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 3 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

99

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Vol. gerusan 4 =

2 (jarak antar penampang melintang)

Untuk perhitungan volume gerusan dapat di lihat pada table 4.19,

berikut analisis penampang melintang untuk variasi baffle block.

a. Pengaruh jarak melintang terhadap gerusan

1) Struktur pilar tanpa Baffle block

Pengaliran dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit

dengan jarak melintang x1=0 cm terjadi gerusan 48,625 cm2,x2=6 cm terjadi

gerusan 59,6 cm2,x3=8 terjadi gerusan 56,875 cm2,x4=10 cm terjadi gerusan

56,875 cm2,x5=12 cm terjadi gerusan 52,075 cm2,x6=14 cm terjadi gerusan

49,65 cm2. Pengaruh jarak melintang dengan luas gerusan tanpa

menggunakan baffle block dapat di lihat pada gambar 4.16.

2) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 1

Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit

dengan jarak melintang x1= 0 cm terjadi gerusan 31,125 cm2,x2=2 cm terjadi

gerusan 46.625 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 30.25 cm2,x4=6 cm terjadi

gerusan 10,125 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 13,125 cm2,x6=10 cm terjadi

100

gerusan 12,375 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 11 cm2,x8=14 cm terjadi

gerusan 11 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 42,075 cm2,x10=18 terjadi gerusan

31,525 cm2,x11=20 cm terjadi gerusan 25,85 cm2. Pengaruh jarak melintang

dengan luas gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di lihat pada

gambar 4.17.

3) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 3

Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit

dengan jarak melintang x1=0 cm terjadi gerusan 17,875 cm2,x2=2 cm terjadi

gerusan 17,875 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 11 cm2,x4=6 cm terjadi gerusan

1,25 cm2, dan endapan 0,75 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 0,125 cm2,x6=10

cm terjadi gerusan 6 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 5,85 cm2,x8=14 cm terjadi

gerusan 5,8 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 4,125 cm2 dan endapan 5,775

cm2,x10=18 terjadi gerusan 2,6695 cm2 dan endapan 7,7945 cm2, x11=20 cm

terjadi gerusan 1,2643 cm2 dan endapan 7.0393 cm2. Pengaruh jarak

melintang dengan luas gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di

lihat pada gambar 4.18.

4) Struktur pilar dengan menggunakan Baffle block 1 : 5

Pengamatan dengan debit Q1=0,000861324 m3/dtk selama 15 menit

dengan jarak melintang x1= 0 cm terjadi gerusan 34,8 cm2,x2=2 cm terjadi

gerusan 36,3239 cm2,x3=4 cm terjadi gerusan 7,575 cm2,x4=6 cm terjadi

gerusan 10,8 cm2,x5 = 8 cm terjadi gerusan 10,175 cm2,x6=10 cm terjadi

101

gerusan 11,375 cm2,x7=12 cm terjadi gerusan 10,25 cm2,x8=14 cm terjadi

gerusan 19,9 cm2,x9=16 cm terjadi gerusan 43,85 cm2,x10=18 terjadi gerusan

16,3353 cm2 dan endapan 3,8922 cm2, x11=20 cm terjadi gerusan 31,9296

cm2 dan endapan 3,1797 cm2. Pengaruh jarak melintang dengan luas

gerusan tanpa menggunakan baffle block dapat di lihat pada gambar 4.19

Gambar 4.16 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

tampa Baffle Block

Gambar 4.17 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan menggunakan Baffle Block 1:1

102

Gambar 4.18 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan

menggunakan Baffle Block 1:3

Gambar 4.19 hubungan antara jarak melintang dengan luas gerusan menngunakan Baffle Block 1:5

Dari grafik 4.16 di atas dapat di nyatakan bahwa gerusan yang terjadi

pada pilar tanpa menggunakan baffle block mulai pada titik awal pengambilan

data terjadi gerusan yang cukup dalam, hal ini di karenakan perubahan aliran

setelah menyentuh pilar, sehingga aliran air berputar dan menjadi aliran

103

vertical menuju kedasar saluran yang menyebabkan terjadi gerusan yang

lebih besar pada sekitar pilar. Sedangkan grafik 4.17, 4.18 dan 4.19 dapat di

nyatakan bahwa pada pilar yang menggunakan baffle block gerusan terbesar

berada di depan dan belakang baffle block.

b. Presentase volume gerusan (%)

Presentase gerusan dihitung berdasarkan banyaknya gerusan yang

terjadi pada setiap simulasi yang dilakukan dengan berbagai variasi baffle

block. Tujuan perhitungan presentase gerusan ini untuk mengetahui

besarnya gerusan yang terjadi di sekitar pasangan baffle block (titik

pengamatan) pada setiap variasi pilar yaitu tanpa menggunakan Buffle Block,

dengan Buffle Block 1:1, dengan Buffle Block 1:3 dan Buffle Block 1:5. Hal ini

dapat memberikan informasi mengenai variasi baffle block yang paling efektif

dalam mereduksi energi aliran sehingga tidak terjadi gerusan yang signifikan.

Berikut tabel hasil perhitungan presentase volume gerusan untuk setiap

variasi baffle block.

Tabel 4.19 Presentase volume gerusa

115.375 48.625 -

108.4 59.6 -

-

111.125 56.875

-

111.125 56.875 -

115.925 52.075 -

118.35 49.65 -

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

volume sisa gerusan

Luas (cm2)

volume gerusan

Luas (cm2)

222.25

4

6

14

447.55

219.525

10

-

-

203.45

216.45

116.475

Volume material

sebelum gerusan (cm3)

presentasi gerusan

(%)

2352 13.76

-

Variasi struktur

tanpa baffle block 323.7

227.05

468.55

Jarak

melintang

0

8

113.75

108.95

volume endapan

Luas (cm2)

Volume gerusan

total (cm3)

-

104

136.875 31.125 -

121.375 46.625 -

-

137.75 30.25

-

157.875 10.125 -

154.875 13.125 -

155.625 12.375 -

-

157 11

-

157 11 -

125.925 42.075 -

-

136.475 31.525

-

142.15 25.85

150.125 17.875 -

150.125 17.875 -

-

157 11

-

166 1.25 0.75

159.875 8.125

162 6

162.15 5.85

162.2 5.8

163.875 4.125 5.775

-

165.3303 2.6695 7.7945

-

165.7357 1.2643 7.0393

133.200 34.8

131.425 36.3239

160.425 7.575

157.2 10.8

157.825 10.175

156.625 11.375

157.75 10.25

148.1 19.9

124.15 43.85

-

135.7568 16.3353 3.8932

136.0703 31.9296 3.1797

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Volume gerusan Volume material

total (cm3) sebelum gerusan (cm3)

Volume gerusan Volume material

total (cm3) sebelum gerusan (cm3)

Volume gerusan Volume material

total (cm3) sebelum gerusan (cm3)

presentasi gerusan

(%)

presentasi gerusan

(%)

presentasi gerusan

(%)

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

Vol rata-rata

cm3

258.25 77.75 -

Luas (cm2) Luas (cm2) Luas (cm2)

265.075 3360

312.75 23.25 -

8

4

2

259.125 76.875

-

Luas (cm2)

18 -

278.625 57.375

20 -

Luas (cm2) Luas (cm2)

6

321.875 14.125 -

3360

0

12.25

-

329.2053 6.7945

18

Variasi strukturJarak

melintang

volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan

0

16

14

14

326.075 9.925

12

262.4 73.6

312.625 23.375

310.5 25.5 -

10

12

22

282.925

295.625 40.375

6

323

7.89Baffle block 1 : 1

Variasi strukturJarak

melintang

volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan

53.075

-

-

16

314

20

Baffle block 1 : 3 81.8338

307.125 28.875

4

324.35 11.65

10 32.625

324.15 11.85

-

9.375 -

8

331.066 3.9338 14.8338

315.025

Luas (cm2) Luas (cm2) Luas (cm2)

2.44

300.25 35.75 -

2

325.875

233.3138 6.94

264.625 71.1239

314.45

Variasi strukturJarak

melintang

volume sisa gerusan volume gerusan volume endapan

Baffle block 1 : 5

0

291.85 43.8989

21.55

6

21.625

2

4

317.625 18.375

3360

8

14

272.25 63.75

20.975

12

305.85 30.15

10

314.375

18

271.8271 48.2649 7.0729

16

259.9068 60.1853

20

105

Gambar 4.20 Grafik presentase gerusan dengan variasi Baffle Block

Dari garafik 4.20 di atas dapat di nyatakan bahawa Baffle Block

dengan kemiringan 1:3 memiliki presentase volume gerusan yang paling

sedikit di bandingkan dengan variasi baffle blok yang lain yaitu sebesar

2,44%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa struktur Baffle Block dengan

kemiringan 1:3 paling efektif dalam mereduksi gerusan yang membahayakan

keruntuhan pilar jembatan akibat terjadinya gerusan.

c. Pembahasan hasil gerusan.

Dari hasil penelitian, melalui pengamatan perilaku air dan material

pembentukan sungai serta data pengukuran setiap proses pengujian dapat

digambarkan sebagai berikut:

106

1. Pengaruh kedalaman aliran terhadap gerusan.

a) Struktur pilar tanpa Baffle Block.

Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7

Gambar 4.21 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Baffle Block

Dari gambar 4.21 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,67 dapat diartikan sebagai variabel

kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 17,67

107

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 1,83, artinya

setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar 1,83

Dari gambar 4.21 diketahui nilai R2 = 0.634 artinya hubungan antara

variabel x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.

b) Sruktur pilar jembatan menggunakan baffle block 1:1

Gambar 4.22 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1:1

Dari gambar 4.22 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

108

1) Nilai konstanta (a) sebesar 21.89 dapat diartikan sebagai variabel

kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 21.89.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -2,12, artinya

setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar -2,12.

Dari gambar 4.22 diketahui nilai R2 = 0.649 artinya hubungan antara variabel

x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.

c) Struktur pilar jembatan dengan menggunakan baffle block 1:3

Gambar 4.23 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3.

Dari gambar 4.23 diperoleh nilai persamaan regresi

109

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,26 dapat diartikan sebagai variabel

kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 19,26.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,79, artinya

setiap perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar -0,79.

Dari gambar 4.23 diketahui nilai R2 = 0.210 artinya hubungan antara variabel

x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) rendah.

d) Struktur pilar jembatan jembatan menggunakan Baffle Block 1:5

Gambar 4.24 Grafik pengaruh kedalaman aliran terhadap kedalaman

gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5

110

Dari gambar 4.24 diperoleh nilai persamaan regresi:

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 21,49 dapat diartikan sebagai variabel

kedalaman aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 21,49.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -1,8, artinya setiap

perubahan 1 cm kedalaman aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar -1,8.

Dari gambar 4.24 diketahui nilai R2 = 0,683 artinya hubungan antara variabel

x (kedalaman aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan persamaan regresi

dan uji determinasi dapat dinyatakan bahwa pengaruh kedalaman aliran

terhadap kedalaman gerusan sangat berpengaruh.

2. Pengaruh lama waktu pengaliran terhadap gerusan

Untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengaliran terhadap

kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan

analisis statistik menggunakan program SPSS sebagai berikut:

111

a. Struktur pilar jembatan tanpa menggunakan Baffle Block

Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7

Gambar 4.25 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Dari gambar 4.25 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,61 dapat diartikan sebagai variabel

lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 17,61.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,17, artinya setiap

perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0,17.

112

Dari gambar 4.25 diketahui nilai R2 = 0,999 artinya hubungan antara variabel

x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat

kuat.

b. Struktur pilar jembatan mengggunakan Baffle Block 1:1

Gambar 4.26 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 1

Dari gambar 4.24 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,03 dapat diartikan sebagai variabel

lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 19,03.

113

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,4, artinya setiap

perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0,4.

Dari gambar 4.26 diketahui nilai R2 = 0.881 artinya hubungan antara variabel

x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat

kuat.

c. Struktur pilar jembatan mengunakan Baffle Block 1:3

Gambar 4.27 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 3 Dari gambar 4.27 diperoleh nilai persamaan regresi

114

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,41 dapat diartikan sebagai variabel

lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,41.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,02, artinya setiap

perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0,02.

Dari gambar 4.27 diketahui nilai R2 = 0.634 artinya hubungan antara variabel

x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) kuat.

d. Struktur pilar jembatan menggunakan baffle block 1:5

Gambar 4.28 Grafik pengaruh lama waktu pengaliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle

Block 1 : 5

115

Dari gambar 4.28 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,06 dapat diartikan sebagai variabel

lama waktu pengaliran dianggap konstan atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,06.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 09, artinya setiap

perubahan 1 menit waktu pengaliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0,9.

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dari gambar 4.28 diketahui nilai R2 = 0,829 artinya hubungan antara

variabel x (lama waktu pengaliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan)

sangat kuat.

Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi

maka dapat dinyatakan bahwa pengaruh antara lama waktu pengaliran

terhadap kedalaman gerusan sangat berpengaruh.

3. Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan

Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman

gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik

menggunakan program SPSS sebagai berikut:

116

a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7

Gambar 4.29 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Dari gambar 4.29 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 20,59 dapat diartikan sebagai variabel

kecepatan aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 22,59

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0.03, artinya

setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar -0.03

117

Dari gambar 4.29 diketahui nilai R2 = 0.136 artinya hubungan antara variabel

x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.

b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1

Gambar 4.30 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada strukturpilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1

Dari gambar 4.30 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,93 dapat diartikan sebagai variabel

kecepatan aliran adalah nol (konstan) atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 19,93. Pada

118

persamaan regresi diatas, konstanta negatif umumnya terjadi jika ada

rentang yang cukup jauh antara variabel x dan variabel y.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,03, artinya

setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar -0,03.

Dari gambar 4.30 diketahui nilai R2 = 0.346 artinya hubungan antara variabel

x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) rendah.

c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3

Gambar 4.31 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3

Dari gambar 4.31 diperoleh nilai persamaan regresi

119

1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,08 dapat diartikan sebagai variabel

kecepatan aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka kedalaman gerusan sebesar 18,08.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0.00397 artinya

setiap perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan

kedalaman gerusan sebesar 0,00397.

Dari gambar 4.31 diketahui nilai R2 = 0.003 artinya hubungan antara variabel

x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.

d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5

Gambar 4.32 Grafik pengaruh kecepatan aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5

Dari gambar 4.32 diperoleh nilai persamaan regresi

120

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,31 dapat diartikan sebagai variabel

kecepatan aliran adalah nol (konstan) atau tidak mengalami

perubahan, maka kedalaman gerusan sebesar 18,31. Pada

persamaan regresi diatas, konstanta negatif umumnya terjadi jika ada

rentang yang cukup jauh antara variabel x dan variabel y.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0.02, artinya setiap

perubahan 1 cm/dtk kecepatan aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0.02.

Dari gambar 4.32 diketahui nilai R2 = 0.591 artinya hubungan antara variabel

x (kecepatan aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan persamaan regresi dan uji

determinasi dapat dinyatakan bahwa pengaruh kecepatan aliran terhadap

kedalaman gerusan tidak terlalu berpengaruh.

4. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Gerusan

Untuk mengetahui pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik

menggunakan program SPSS sebagai berikut:

121

a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7

Gambar 4.33 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur sekitar pilar jembatan tanpa Buffle Block

Dari gambar 4.33 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 20,23 dapat diartikan sebagai variabel

debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

kedalaman gerusan sebesar 20,23.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,05, artinya

setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar -0,05.

122

Dari gambar 4.33 diketahui nilai R2 = 0.110 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.

b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1

Gambar 4.34 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1

Dari gambar 4.32 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 19,94 dapat diartikan sebagai variabel

debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

kedalaman gerusan sebesar 19,94.

123

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,08, artinya

setiap kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar -0,08.

Dari gambar 4.34 diketahui nilai R2 = 0.597 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.

c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3

Gambar 4.35 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3

Dari gambar 4.35 diperoleh nilai persamaan regresi

124

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 18,85 dapat diartikan sebagai variabel

debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

kedalaman gerusan sebesar 18,85.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -0,03, artinya

setiap kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar -0,03.

Dari gambar 4.35 diketahui nilai R2 = 0.126 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sangat rendah.

d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5

Gambar 4.36 Grafik pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5

125

Dari gambar 4.36 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 17,48 dapat diartikan sebagai variabel

debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

kedalaman gerusan sebesar 17,48.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 0,09, artinya setiap

kenaikan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan kedalaman

gerusan sebesar 0,09.

Dari gambar 4.36 diketahui nilai R2 = 0.419 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (kedalaman gerusan) sedang.

Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi

dapat dinyatakan bahwa pengaruh debit aliran terhadap kedalaman gerusan

tidak terlalu berpengaruh.

5. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Volume Gerusan

Untuk mengetahui pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan

yang terjadi di sekitar pilar jembatan maka dilakukan analisis statistik

menggunakan program SPSS sebagai berikut:

126

a. Struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Sumber data variable x dan y terdapat pada lampiran 7

Gambar 4.37 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan tanpa Buffle Block

Dari gambar 4.37 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 113 dapat diartikan sebagai variabel debit

aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

volume gerusan sebesar 113.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 4,52, artinya setiap

perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume gerusan

sebesar 4,52.

127

Dari gambar 4.37 diketahui nilai R2 = 0.026 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sangat rendah.

b. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 1

Gambar 4.38 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 1

Dari gambar 4.38 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 101 dapat diartikan sebagai variabel debit

aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

volume gerusan sebesar 101.

128

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -4,17, artinya

setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume

gerusan sebesar -4,17.

Dari gambar 4.38 diketahui nilai R2 = 0.511 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sedang.

c. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 3

Gambar 4.39 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 3

Dari gambar 4.39 diperoleh nilai persamaan regresi

129

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 31,35 dapat diartikan sebagai variabel

debit aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan,

maka volume gerusan sebesar 31,35.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar -1,36, artinya

setiap perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume

gerusan sebesar -1,36.

Dari gambar 4.39 diketahui nilai R2 = 0.256 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) rendah.

d. Struktur pilar jembatan dengan Buffle Block 1 : 5

Gambar 4.40 Grafik pengaruh debit aliran terhadap volume gerusan dengan SPSS pada struktur pilar jembatan menggunakan Buffle Block 1 : 5

130

Dari gambar 4.40 diperoleh nilai persamaan regresi

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Nilai konstanta (a) sebesar 2,38 dapat diartikan sebagai variabel debit

aliran dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka

volume gerusan sebesar 2,38.

2) Nilai koefisien (b) pada persamaan regresi sebesar 3,09, artinya setiap

perubahan 1 cm3/dtk debit aliran akan meningkatkan volume gerusan

sebesar 3,09.

Dari gambar 4.40 diketahui nilai R2 = 0.185 artinya hubungan antara variabel

x (debit aliran) dengan variabel y (volume gerusan) sangat rendah

Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dan uji determinasi

terhadap parameter aliran dapat dinyatakan bahwa pengaliran dengan durasi

waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan dasar saluran cenderung

besar, dan pada pengaliran dengan muka air yang tinggi perubahan dasar

saluran cenderung kecil. Dimana sesuai konsep lapis batas bahwa semakin

tinggi muka air dan kecepatan aliran di dasar saluran akan semakin

berkurang dan tidak mampu mengangkat material dasar saluran

114

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian “ analisis blok

penyekat (baffle block) sebagai pelindung gerusan dasar pada pilar

jembatan” adalah:

1. Perubahan penampang saluran di depan pilar jembatan dipengaruhi

oleh media yang dilewati oleh aliran air. Dengan variasi struktur baffle

block, diketahui bahwa yang paling efektif dalam mereduksi gerusan di

sekitar pilar adalah dengan menggunakan Baffle Block 1 : 3 dengan

kedalaman gerusan 2,0 cm.

2. Dari hasil analisis kontur diketahui struktur baffle block yang paling

efektif dalam mereduksi gerusan pada pilar jembatan yaitu dengan

menggunakan buffle block kemiringan 1 : 3.

3. Volume gerusan yang terjadi pada setiap pengujian bersifat variatif.

Dari hasil perhitungan volume gerusan didapatkan volume gerusan

yang paling sedikit terjadi pada variasi Buffle Block 1: 3 yaitu sebesar

81,8338 cm3..

4. Dari analisis persamaan regesi dan uji determinasi terhadap

parameter aliran dapat dinyatakan bahwa kecepatan, debit dan tinggi

muka air tidak terlalu berpengaruh terhadap gerusan, sedangkan

lama waktu pengaliran sangat berpengaruh terhadap gerusan yaitu

sebesar R2 = 0.881.

115

B. Saran

Untuk penambahan alternatif media dalam mereduksi gerusan

pada pilar jembatan, kami menyarankan untuk menggunakan variasi

Buffle Block dengan kemiringan 1 : 3, karena dalam penelitian yang kami

lakukan telah terbukti bahwa variasi Buffle Block dengan kemiringan 1 : 3

paling efektif dalam mereduksi gerusan di sekitar pilar jembatan.

Dari hasil penelitian ini diharapkan selanjutnya dapat mengkaji

bagian diseditar pilar jembatan yaitu dengan menambahkan media

sehingga dapat mengurangi kedalaman gerusan serta menggunakan

variasi tinggi dan kemiringan Buflle Block selain yang digunakan pada

penelitian ini sehingga dapat melihat perbandingan tingkat keefektivan

dalam mereduksi gerusan dasar pada pilar jembatan.

Lama waktu pengaliran tidak sampai pada keseimbangan gerusan,

sehingga di sarankan pada penelitian selanjutnya dapat di lakukan

pengaliran dengan waktu yang lama agar di dapat keseimbangan gerusan

atau sampai pada titik jenuh. Serta memperhatikan tampungan flume dan

Kemampuan alat lainya agar dapat atau mampu mendapatkan aliran

superkritis pada penelitian selanjutnya.

116

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Y. 2004. Pengaruh Kecepatan Aliran terhadap Kedalaman

Gerusan Lokal di Hilir Bed Protection. Skripsi Jurusan Teknik

Sipil Universitas Negeri Semarang: Semarang.

Bruesers H.N.C and Raudkivi, A.J . 1991. Scouring. AA Balkema:

Rotterdam. Chow, V.T. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka.

Erlangga: Jakarta.

Legono, D. 1991. Gerusan pada Bangunan Sungai. Pusat Antar

Universitas Ilmuilmu Teknik: Yogyakarta.

Hanwar. S. 1999. Gerusan Lokal di Sekitar Abutment Jembatan. Tesis

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah

Mada: Yogyakarta.

Miller jr. w. 2003. Model Forde Time Rate Of Locol Sediment Scour At A

Cylindrical Structure. Desertation Of University Of Florida.

http.//www.dot.state.fl.us/rddesign/dr/research/time/pdf. Florida

Munadi, H. 2002. Studi Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan terhadap Pola

Gerusan Lokal. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri

Semarang: Semarang.

Rinaldi. 2001. Model Fisik Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen

Jembatan. Tesis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana

Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Triatmodjo, B. 2003. Hidroulika II. Beta Offset: Yogyakarta.

117

Yunar. A. 2005. Karakteristik Gerusan Lokal di Sekitar Pilar Silinder dan

Pilar Segi Empat Ujung Bulat pada Kondisi Terjadi Penurunan

Dasar Sungai. Tesis Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Pascasarjana Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Sucipto 2003 Gnalisa Gerusan Lokal di Hilir Bed Protection. Tesis Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada:

Yogyakarta.

Hery prasetyo e. 2006. Pengendalian Gerusan Lokal di Pilar Dengan

Chasing Pengaman Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang.

118

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel dan Grafik Analisa Saringan

Tabel Analisa Saringan

Grafik Analisa Saringan

No Berat Berat Berat Saringan + ∑ Berat Tertahan

Saringan Tertahan Berat Tertahan Komulatif Berat Tertahan Lolos

( mm ) ( gram ) ( gram ) ( gram ) ( % ) ( % )

1 2 3 4 5 = ( 3 + 4 ) 6 7 8

8 2 406 9 415 9 1,08 98,92

16 0,82 400 7 407 16 1,92 98,08

40 0,41 387 31 418 47 5,63 94,37

50 0,27 374 107 481 154 18,44 81,56

100 0,16 374 244 618 398 47,66 52,34

200 0,075 247 110 357 508 60,84 39,16

Pan 320 327 647 835 100 0

Persentase

Saringan

Diameter

119

Lampiran 2 : Grafik Shield

Grafik Shield untuk Saluran tanpa Buffle Blok.

Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 1.

120

Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 3.

Grafik Shield untuk Saluran dengan Buffle Blok 1 : 5.

121

LAMPIRAN 3. GRAFIK PERUBAHAN PENAMPANG SALURAN

TANPA BAFFLE BLOCK

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

122

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

123

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

124

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ke

da

lam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

125

BAFFLE BLOCK 1:1

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias tanpa menggunakan baffle block dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P7

P9

P10

P11

P12

P14

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

126

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

127

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

128

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

129

BAFFLE BLOCK 1:3

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 1 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

130

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

131

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

132

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ke

dal

aman

ge

rusa

n(c

m)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

133

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

134

BAFFLE BLOCK 1:5

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ke

dal

aman

ge

rusa

n(c

m)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 3 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5dengan t= 5 menit dan Q=0,000861 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

135

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5dengan t= 10 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,000861

m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

136

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 5 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 10 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

137

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,00091 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 5 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

138

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 10 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30

Ked

alam

an g

eru

san

(cm

)

Jarak antar titik(cm)

Hubungan elevasi dasar saluran dengan jarak antar titik pias menggunakan baffle block 1 : 5 dengan t= 15 menit dan Q=0,00105 m3/dtk

Elevasi saluran

Elevasi awal

P9

P10

P13

P14

P17

P18

139

Lampiran 4 : Gambar Kontur dan Perspektif Kontur Gerusan

Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.

Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 10 menit

Tanpa Buffle Block dengan h = 4 cm dan t = 15 menit.

140

Tanpa Buffle Block dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit

Tanpa Buffle Block dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 15 menit

141

Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 5 menit.

Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 10 menit.

Tanpa Buffle Block dengan h = 5 cm dan t = 15 menit.

142

Buffle Block 1 : 1 dengan h = cm, dan t = 5 menit.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4 cm, dan t = 10 menit.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4 cm, dan t = 15 menit.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 5 menit.

143

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 10 menit.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 4,5 cm, dan t = 15 menit.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 5 menit.

144

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 10 menit.

.

Buffle Block 1 : 1 dengan h = 5 cm, dan t = 15 menit

145

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 15 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit.

146

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4,5 cm dan t = 15 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 5 cm dan t = 5 menit.

147

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.

Buffle Block 1 : 3 dengan h = 5 cm dan t = 15 menit.

148

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 5 menit.

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 10 menit.

149

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4 cm dan t = 15 menit

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 5 menit

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 10 menit

150

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 4,5 cm dan t = 15 menit

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 5 cm dan t = 5 menit

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 5 cm dan t = 10 menit

151

Buffle Block 1 : 5 dengan h = 5 cm dan t = 15 menit

152

Lampiran 5. Penampang Jarak melintang

Penampang Jarak melintang tanpa Buffle Block

Gambar 4.14 penampang jarak melintang pada pias 7 tanpa baffle

block

Gambar 4.15 penampang jarak melintang pada pias 9 tanpa baffle

block

Gambar 4.16 penampang jarak melintang pada pias 10 tanpa baffle

block

153

Gambar 4.17 penampang jarak melintang pada pias 11 tanpa baffle

block

Gambar 4.18 penampang jarak melintang pada pias 12 tanpa baffle

block

Gambar 4.19 penampang jarak melintang pada pias 14 tanpa baffle

block

Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 1

Gambar 4.20 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:1

154

Gambar 4.21 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block

1:1

Gambar 4.22 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block

1:1

Gambar 4.23 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block 1:1

Gambar 4.24 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block

1:1

Gambar 4.25 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block

1:1

155

Gambar 4.26 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block

1:1

Gambar 4.27 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block

1:1

Gambar 4.28 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block

1:1

Gambar 4.29 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block

1:1

156

Gambar 4.30 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block

1:1

Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 3

Gambar 4.31 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:3

Gambar 4.32 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block

1:3

Gambar 4.33 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block

1:3

157

Gambar 4.34 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block

1:3

Gambar 4.35 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block

1:3

Gambar 4.36 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block

1:3

Gambar 4.37 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block

1:3

158

Gambar 4.38 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block

1:3

Gambar 4.39 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block

1:3

Gambar 4.39 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block

1:3

159

Gambar 4.40 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block

1:3

Penampang Jarak melintang Buffle Block 1 : 5

Gambar 4.41 penampang jarak melintang pada pias 9 baffle block 1:5

Gambar 4.42 penampang jarak melintang pada pias 10 baffle block

1:5

Gambar 4.43 penampang jarak melintang pada pias 11 baffle block 1:5

160

Gambar 4.44 penampang jarak melintang pada pias 12 baffle block 1:5

Gambar 4.45 penampang jarak melintang pada pias 13 baffle block 1:5

Gambar 4.46 penampang jarak melintang pada pias 14 baffle block 1:5

Gambar 4.47 penampang jarak melintang pada pias 15 baffle block 1:5

Gambar 4.48 penampang jarak melintang pada pias 16 baffle block 1:5

161

Gambar 4.49 penampang jarak melintang pada pias 17 baffle block 1:5

Gambar 4.50 penampang jarak melintang pada pias 18 baffle block 1:5

Gambar 4.51 penampang jarak melintang pada pias 19 baffle block 1:5

162

Lampiran 6 : Tabel kekentalan kinematis (kinematic viscosity)

163

Lampiran 7

Data hasil pengukuran kedalaman gerusan tanpa menggunakan

baffle block

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -0,1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1

2 -0,2 0 0 1 0,9 0,6 0,6 0,5 0,5 0,7 0,6

3 -0,2 0 -0,3 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0 0,5 0,5

4 -0,2 -0,3 -0,3 0,2 0 0,2 0,2 0 -0,5 0 0,7

5 -0,3 -0,2 -0,5 0 -0,1 0 0 -0,5 -0,5 -0,4 0

6 -0,3 -0,4 -0,6 -0,5 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,4 -0,5 -0,4

7 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -1 -1 -1 -0,9 -0,2 -0,5 -0,5

8 -0,5 -0,4 -0,5 -0,4 -1,2 -1 -1 -1 -0,5 -1 -0,5

9 -0,5 -0,3 -0,6 -1,8 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1 -1

10 -0,7 -0,5 -0,6 -1,9 -1,6 -1,7 -1,8 -1,5 -0,5 -1 -1,3

11 -0,9 -0,5 -0,7 -2,5 -2 -2 -2 -2 -0,5 -1,5 -1,3

12 -0,5 -0,6 -2,5 -2 -2,4 -2 -2 -0,8 -1,5 -1,5 -1,5

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 0 -1,3 1 -1 1 1 1 1 1 1 1

2 -1,3 0,5 -1,2 0,5 0,5 0,5 0,5 1 0,5 0,5 0,5

3 -1,3 -1 -0,2 -1,3 0,5 0,4 -1 0 -1,5 -1,5 -1,5

4 -1,3 -1,5 -1 -1,5 -0,5 -1,7 -1 0 -1,5 -1,5 -1,5

5 -1,5 -1,5 -1,2 -1,5 -1 -1,7 -0,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5

6 -1,4 -2 -1,4 -1,3 -1 -1,7 -0,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5

7 -1,4 -1,7 -1,3 -2,3 -1,5 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,6

8 -0,3 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -0,7 -1,5 -1,5 -1,7 -1,6

9 -1 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -0,7 -2 -1,5 -1,7 -1,7

10 -1 -1,2 -1,2 -1,7 -1,4 -1,5 -0,7 -1,7 -1,5 -1,7 -1,7

11 -1 -1,2 -1 -1,5 -1,4 -1,5 -0,7 -1,7 -1,5 -1,5 -1,7

12 -1 -1,2 -1 -1 -1,4 -1,5 -1,7 -1,5 -1,6 -1,5 -1,7

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -2 -1,5 -1,7 -2 -1 -0,7 1 1,1 1 1 1

2 -1,8 -1,5 -1,6 -1,5 -1 -1 -1 1 1 1 0,8

3 -1,9 -1,5 -1,7 -1,5 -1 -1 -1,2 -0,9 -1 0,5 -1,2

4 -2 -1,6 -1,7 -1,5 -1 -1 -1,5 -1,3 -1 -1,3 -1,5

5 -2 -1,6 -2,3 -1,7 -1,2 -2 -2 -1,4 -1,3 -1,5 -2

6 -2,2 -2,1 -2,4 -3 -2,8 -2,8 -1,8 -2 -1,8 -1,9 -1,6

7 -2,3 -2,2 -3,5 -3 -3 -3 -1,7 -1,6 -1,5 -1,6 -1,5

8 -2,3 -2,2 -3,3 -3 -2,8 -3 -2 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5

9 -1 -1,8 -2,2 -2,2 -2,5 -2,1 -2 -2,2 -2 -1,7 -2

10 -2 -1,5 -1,8 -1,8 -2,6 -1,4 -1,7 -1,8 -2 -2 -1,9

11 -1,5 -1,2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,3 -1,5 -1,6 -1,5 -1,7 -2

12 -1,5 -1,3 -1,4 -1,5 -1,3 -1,3 -1,5 -1,7 -1,6 -1,6 -1,7

164

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -0,5 -0,4 -0,5 -0,1 -0,2 -0,5 0 0 0 -0,2 -0,3

2 -0,5 -0,4 -0,4 -0,3 -0,2 -0,2 -0,1 0 -0,1 -0,3 -0,3

3 -0,5 -0,4 -0,3 -0,3 -0,2 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,4 -0,3

4 -0,4 -0,3 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,3 -0,3 -0,3 -0,5 -0,2

5 -0,3 -0,3 -0,2 -0,5 -0,3 -0,2 -0,3 -0,2 -0,3 0 -0,2

6 -0,3 -0,2 -0,1 -0,5 -0,5 -0,1 -0,4 0,1 0 -0,1 -0,1

7 -0,3 -0,2 -0,1 -0,1 -0,1 -0,1 0 0,1 0 -0,2 -0,1

8 0 -0,2 0 0 -0,2 0 0 0,1 0 -0,2 -0,2

9 0 0 0 0 -0,1 0 0 0 0,1 -0,2 -0,2

10 0 0 0 0,1 0 0,1 0 0 0 -0,3 -0,2

11 -0,1 0 0 0,1 0 0,1 0 0 0 -0,3 -0,3

12 0,1 0,1 0,1 0,1 0 0 0 0 0 -0,3 -0,3

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1 -1,2 -1,5 -1,2 -1,5 -1,4

2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1 -1,2 -1,5 -1,4 -1,5 -1,4

3 -1,2 -1,4 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,4 -1,6 -1,4 -1,5 -1,6

4 -1,5 -1,5 -1,5 -1,4 -1,4 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -1,9

5 -1,5 -1,5 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8 -1,7 -1,9 -1,7

6 -1,3 -1,7 -1,1 -1,8 -1,1 -1,9 -1,9 -1,6 -1,4 -1,2 -1,2

7 -1,4 -2 -2,4 -3,1 -2,1 -2 -1,2 -1,6 -1 -1,2 -1,1

8 -1,4 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -2 -1,6 -1,4 -1 -1,4 -1,4

9 -1,4 -1,3 -1,2 -1,6 -1,9 -1,8 -1,3 -1 -1,4 -1,5 -1,5

10 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,4 -1 -1 -0,5 -1,4 -1,2 -1,2

11 -0,3 -0,3 -0,5 -0,3 -0,4 -0,8 -0,5 -0,5 -1 -1 -1

12 0 -0,3 -0,4 -0,3 -0,4 -0,8 -0,5 -0,5 -0,8 -0,8 -0,8

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -2,3 -2,4 -2,4 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,8 -3 -3

2 -2,3 -2,3 -2,3 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,8 -3 -3

3 -2,3 -2,3 -2,3 -2,4 -2,6 -2,8 -3 -3 -2,7 -3 -3

4 -2,3 -2,3 -2,3 -2,3 -2,8 -2,8 -2,5 -2,8 -2,8 -1,9 -2,9

5 -2,2 -2,2 -2,2 -2,3 -2,5 -2,6 -2,5 -2,5 -2 -2,5 -2,2

6 -2 -2,1 -2 -2,5 -2,2 -2,6 -2,5 -1,7 -1,5 -2 -1,8

7 -1,8 -2 -2 -2 -2,1 -1,5 -2,4 -1,5 -1,4 -1,5 -1,6

8 -1,8 -1,3 -1,2 -1,8 -1,8 -1,5 -2,4 -1,5 -1,3 -1,5 -1,5

9 -1,3 -1,3 -1,2 -1 -1 -1,5 -1,4 -1,5 -1,3 -1,2 -1,5

10 -1 -1 -1,2 -0,8 -0,5 -1,5 -1,2 -1,3 -1 -1,2 -0,8

11 -1 -0,1 -0,1 -0,8 -0,4 -0,5 -1,2 -1,3 -1 -1 -0,8

12 -0,2 0 -0,1 -0,7 -0,4 -0,5 -0,5 -1,5 -0,5 -0,5 -0,7

165

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,1 -0,2

2 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,1 -0,2

3 -0,1 -0,3 -0,2 0 0 -0,1 -0,1 0 -0,1 -0,1 -0,2

4 -0,3 -0,4 -0,2 0 0 -0,3 -0,3 0 -0,1 -0,3 -0,3

5 -0,3 -0,4 -0,5 -0,5 -0,5 0,1 0 0,5 0,4 -0,3 -0,5

6 -0,3 -0,6 -1,1 -0,7 -0,5 0,3 0,5 0,5 0,5 0,3 0

7 -0,4 -0,6 -1,5 -1,7 -0,5 0,3 0,5 0,5 0,5 0,3 -0,1

8 -0,4 -0,5 -1 -1,7 -1 -0,5 -0,5 0,9 0,2 0,4 0,5

9 -0,4 -0,6 -0,5 -1,6 -0,6 0 0 -0,1 -0,5 0,4 0,5

10 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,5 -0,6 0,2

11 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,5 -0,4 -0,9

12 -0,4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,1 -0,4 -0,4 -0,5

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -1 -1 -1 -1 -1,6 -1 -1,5 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5

2 -1 -1 -1 -1 -1,6 -1 -1 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5

3 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1,4 -1,7 -1

4 -1 -1 -2 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1 -1

5 -1 -1 -2 -1 -1 -1 -1 -1 -1,3 -1,7 -1

6 -1 -1 -2 -1 -1,5 -1 -1 -1,7 -1,7 -1,7 -1

7 -1,4 -1,2 -1,7 -1 -1,5 -1 -0,5 -0,7 -0,7 -1,5 -0,7

8 -1 -1,2 -1,7 -1 -1,5 -1 -0,5 -0,4 -1 -1,5 -0,7

9 -1,2 -1,3 -1,3 -1 -1,5 -1,5 -0,7 -1 -1,2 -1,5 -1

10 -1,2 -1,3 -1,4 -2 -1 -1,5 -1,5 -1 -1,2 -1,4 -1,2

11 -1,2 -1,3 -1,2 -2 -1 -1,5 -1,2 -1,2 -1,3 -1,4 -1,2

12 -1,3 -1,9 -1,5 -2,5 -1 -1,3 -1,3 -1,3 -1,3 -1,4 -1,2

NO P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17

1 -1,1 -1,2 -1,2 -1,7 -1,6 -1,8 -1,5 -1,5 -1,4 -1,5 -1,5

2 -1,2 -1,4 -1,4 -1,7 -1,7 -1,5 -1,5 -1,5 -1,7 -1,5 -1,5

3 -1,3 -1,4 -1,2 -1,5 -1,7 -2 -1,9 -1,5 -1,6 -1,7 -1,7

4 -1,5 -1,5 -1,3 -1,5 -1,7 -2 -2 -1,5 -1,9 -1,8 -2

5 -1,5 -1,5 -1,6 -1,4 -1,7 -2 -1,9 -1,4 -1,4 -2 -1,7

6 -1,5 -2 -1,9 -1,9 -1,9 -1,6 -1,4 -1 -1,1 -1,7 -1,7

7 -1,5 -2 -2 -2,8 -2,2 -1,3 -1,5 -1,5 -1,3 -1,6 -1,2

8 -1,5 -2 -2,9 -2,9 -2,5 -1,2 -1,5 -1,3 -1,3 -1,2 -1,2

9 -1,5 -2 -1,8 -1,5 -2,2 -1,4 -1,4 -1,5 -1 -1,2 -1,2

10 -1,5 -2 -1,2 -1,5 -2,2 -1,5 -1,5 -1,5 -1,5 -1,2 -1,2

11 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -2,3 -1,6 -1,5 -1,5 -1,4 -1,2 -1,2

12 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -2,4 -1,7 -1,5 -1,5 -1,4 -1,2 -1,2

166

Data hasil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle

block 1:1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 0 -0,6 -1,5 -1,5 -2 -1,5 -1,5 -1 -0,5 0

2 -0,5 -0,5 -0,6 -1,5 0 -2 0 -1 -1,5 -0,5 -0,5

3 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -0,5

4 -0,7 -0,7 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -0,5

5 -0,7 -0,7 -1,1 0 0 0 0 0 -1,2 -1,2 0

6 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1 0

7 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1,2 -0,5

8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -0,2

9 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,7 -0,7 -0,2

10 -1 -1 -1 0 0 0 0 -1,5 -1,7 -0,7 -1

11 -1 -1 -1 -0,3 -1,4 -1,2 -1,3 -1,5 -1,5 -1,5 -1

12 -1,5 -1,5 -1,2 -1,3 -1,4 -1,6 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5 -1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,7 -0,6 -0,7 -0,7 -1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1,2 -1

2 -0,7 -0,7 -0,7 -0,6 -1 -2 -2 -1,5 -1,6 -1,2 -1

3 -0,8 -0,8 -1 -1 0 0 0 -1,4 -1,5 -1,2 -1,1

4 -1 -1,2 -2 0 0 0 0 0 -0,2 -1,1 -0,7

5 -1 -1,2 -2,1 0 0 0 0 0 -0,1 -1 -1

6 -1,3 -1,8 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,9 -0,7

7 -1 -0,1 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,9 -0,7

8 -1,2 -1,8 0 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1

9 -1,1 -1,5 -2 0 0 0 0 0 0 -1,2 -1

10 -1 -1,1 -1,8 -2,1 0 0 0 -2,1 -2,2 -1,4 -1,2

11 -0,7 -1 -0,8 0 -2,4 -2 -2,2 -2 -2,1 -2,5 -2

12 -1 -0,7 -0,8 -1 -1,4 -2 -2,5 -2 -2 -2 -2

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,9 -0,9 -1 -1 -1,5 -2,5 -2 -2 -1,5 -1,2 -1

2 -0,7 -1,3 -2 -1 0 0 0 0 -1,2 -1 -1

3 -0,7 -1,3 -2 0 0 0 0 0 -1,2 -1 -1

4 -1 -2 -2,3 0 0 0 0 0 -1 -0,7 -1

5 -1,1 -2 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5

6 -1,5 -2,5 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 -0,2

7 -1,5 -2,5 0 0 0 0 0 0 -1 -0,8 -0,5

8 -1,4 -2 0 0 0 0 0 0 -1 -0,9 -0,5

9 -1,2 -1,5 0 0 0 0 0 0 -2,4 -1,8 -1,3

10 -1,2 -1,4 -2,2 0 0 0 0 0 -2,2 -1,7 -1,4

11 -1 -1 -2 -1,5 -3 -2 -2 -2 -2,4 -1,7 -1,4

12 -1 -1 -1,5 -1,5 -2 -2,5 -2 -2 -2,4 -1,9 -1,5

167

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,1 -0,6 -0,2 -0,5 -1,5 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,8 -0,8

2 -0,3 -0,8 -0,5 -1,5 -1,6 -1,5 -1 0 -0,5 -0,5 0

3 -0,3 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 0

4 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 0

5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,3

6 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3 -0,5

7 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 -0,5

8 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5

9 -0,3 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,8 -0,5

10 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,8 -0,8 -0,5

11 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,1 -0,8 -1 -0,8 -0,9 -0,5

12 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,3 -1,3 -0,8 -1 -0,5

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -0,5 -0,4 -0,4 -0,4 -1,6 -0,4 -0,5 -0,5 -0,6 -0,5

2 -0,5 -0,7 -0,6 -1,5 0 -1,5 -1,3 -1,2 -0,9 -0,6 -0,4

3 -0,3 -0,9 -0,5 0 0 0 0 0 -1 -0,7 -0,3

4 -0,3 -0,6 -1,4 0 0 0 0 0 -0,7 -0,5 -0,4

5 -0,3 -0,6 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 0,2

6 -0,4 -0,7 0 0 0 0 0 0 -1 -1,1 -0,2

7 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,4 -0,9 -0,5

8 -0,7 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3 -0,1

9 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,6 -0,4

10 -0,4 -0,5 -1,2 -1,5 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,5 -1

11 -0,4 -0,4 -0,8 -0,8 -1,2 -1,4 -1,3 -1,4 -1,5 -1,6 -1,6

12 -0,4 -0,4 -0,5 -0,5 -0,8 -1,4 -1,5 -1,2 -1,5 -1,6 -1,6

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,6 -0,8 -0,8 -0,8 -0,5 -1,5 -1,5 -1 -1 -0,6 -1

2 -0,6 -0,7 -0,7 -1 -0,7 -1,9 -1,5 -1,2 -1 -1 -1

3 -0,7 -0,8 0 -1 0 0 0 -1,5 -1 -0,5 -0,5

4 -0,7 -0,9 -1,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,3 -0,2

5 -0,8 -1 -1,5 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,1

6 -0,8 -1,2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7 0

7 -0,7 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,3 -0,2

8 -0,5 -1,3 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,4 -0,3

9 -0,5 -0,4 -0,1 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,4

10 -0,5 -1 -1,4 -0,5 0 0 0 -0,7 -0,4 -0,3 -0,6

11 -0,6 -0,8 -0,7 -0,5 -0,9 -1,5 -1,5 -1 -1,7 -0,5 -1

12 -0,8 -0,9 -0,7 -0,5 -0,5 -1,9 -1,5 -1,5 -1,5 -1,4 -1,5

168

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 0 0,1 -0,5 -1,5 -2 -1,8 -1,3 -1,5 0 0

2 0 -0,5 -0,5 -0,8 -0,9 -2,1 -1,8 -1 -1,5 -0,5 -0,5

3 -0,5 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,7

4 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,8

5 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,8 -0,5

6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -0,5

7 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,5

8 -0,3 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,8

9 -0,5 -0,8 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,8

10 -0,3 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 -1

11 -0,3 -0,6 -1 -1 -1,5 -2,1 -2,2 -1,5 -1,5 -0,5 -1

12 -0,3 -0,6 -1 -1,3 -1,5 -1,5 -2 -1,1 -1,5 -1 -1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,2 -0,2 0 -1 -1,8 -1,5 -1,2 -1 -0,7 -0,5 -0,5

2 -0,5 -0,4 -0,5 -2 -1,8 -1,5 -1,7 -1,5 0 -0,5 -0,5

3 -0,6 -0,8 -2 0 0 0 0 0 -1,5 -0,7 -0,6

4 -1 -1,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4

5 -1 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,4 -0,8

6 -0,8 -1,2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,3 0,2

7 -0,6 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1 -0,1 0,2

8 -0,4 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,2 -0,1 0

9 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -1,3 0,2 -0,1

10 -0,7 -1 -1,3 0 0 0 0 0 -1 -0,1 0,2

11 -0,4 -0,5 -0,5 -1,2 -1,5 -1,5 -1,1 -1 -1 -0,8 -0,2

12 -0,2 -0,1 -0,2 -0,2 -0,5 -0,5 -1,2 -1,9 -1,5 -1 -0,8

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -1 -1,2 -2 -2 -1,5 -2 -1 -0,2 -1 -1 -1

2 -2 -2 0 -2 0 -1,5 -1 -1 -1 -1 -1

3 -1,7 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5 -1 -1,5

4 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,2 0 -0,5

5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7

7 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7

8 -1 0 0 0 0 0 0 0 0,5 -1 -0,2

9 -1 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1 -1,5

10 -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 -1 -1,5

11 -0,5 -0,5 0 0 -1,3 -1 -0,5 -1 0 -1 -1,5

12 -0,5 -0,5 -1,7 -1,5 -1,5 -1 -1,6 -1 0 -1 -1,5

169

Data hassil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle

block 1 : 3

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 -0,4 0 -0,1 -0,5 -0,4 -0,4 -0,5 0 0,3 0,5

2 -0,1 -0,4 -0,3 -0,2 -0,5 -0,7 -0,8 -0,5 0,5 0,6 0,7

3 -0,3 -0,3 -0,1 0 0 0 0 -1 0,6 1 0,7

4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 0,6 1 0,8

5 -0,1 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,2 0,8 0,1

6 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,4 0

7 -0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,3 -0,1

8 -0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,1 0,5

9 -0,7 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,6 0,5

10 -0,8 -0,8 -0,5 0 0 0 0 -1 -0,8 0,6 0,3

11 -0,8 -0,7 -0,4 -0,4 -0,2 -0,5 -0,9 -1 -1 0,9 -0,5

12 -0,8 -0,7 -0,8 -0,5 -0,8 -0,5 -2 -1,5 -0,8 -0,5 -0,5

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -1 0 -0,1 -0,3 -0,8 0 -0,5 -1,2 -0,5 0 0

2 -1,5 0 -0,2 -0,3 -0,6 -0,5 -1,5 -1,5 -0,4 0,6 0,1

3 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0,2 0,5 0,5

4 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 0,5

5 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 0,5

6 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 0,2

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,5 0,5

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0,5

10 -0,5 -2 0 0 0 0 0 0 -0,5 -1 0,5

11 -0,5 -1,5 -1 -0,5 -0,4 -0,8 -0,7 -2,5 -2 -1 -0,5

12 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 -1 -1,2 -1,8 -2,5 -2 -1,2 -1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,1 -0,5 0 0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,5 0,3 0 0,1

2 -0,1 -0,9 0 0,1 -0,5 -0,4 -0,5 -0,7 0,5 0,5 0,1

3 -1 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0,7 0,7 0,2

4 -0,5 -0,5 -0,2 0 0 0 0 0 0,7 0,9 0,5

5 -0,4 -0,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0,6

6 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 -0,4 0,1 0,6

7 -0,9 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0 0

8 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,3

9 -1,3 -0,6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,6 -0,2

10 -1,5 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0,2 0,7 0,5

11 0 -2 -2 -0,2 -1,5 -1 -0,9 -0,7 0,1 -0,5 0,4

12 0 -0,5 -1 -0,9 -1,5 -1 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,3

170

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 0 -0,4 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1 -0,4 -0,5 -0,1 0

2 0 -0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -0,6 -0,5 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,2 0

4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,2

5 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,9 -0,5

6 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,7

7 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,6

8 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,6 -1 -0,4

9 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,9 -0,9

10 -0,2 -0,2 -0,2 -0,8 0 0 0 0 -0,7 -0,8 -0,9

11 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,3 -0,5 -0,7 -1 -0,5 -0,5 -1

12 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,2 0 -0,5 -1,8 -0,5 -0,5 -1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0,3 -0,6 -0,8 -0,6 -0,5 -0,8 -0,5 -0,6 -0,8 0,5 0,1

2 0,5 -0,7 -0,9 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,9 0,5 0,5

3 0,3 -0,7 -1 0 0 0 0 -0,7 -0,9 0 0,2

4 0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,3 0,1

5 0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,3 0,1

6 0,1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,9

7 0 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -1

8 0 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,5

9 0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,1 -1

10 0,1 -0,4 0 0 0 0 0 -0,5 -2 -0,5 -0,5

11 0 -0,5 -0,9 -0,7 -0,7 -0,5 -0,9 -0,3 -2 -1 0

12 0 -0,5 -1 -0,6 -0,6 -0,7 -0,7 -0,3 -1,3 -1,5 -0,5

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,1 -1 0 0 0

2 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,5 -1,2 -1 -0,7 0,3 0,5 0,5

3 -0,4 -0,4 0 -1,1 0 0 0 0 0,1 0,2 0,2

4 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,2

6 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,6 0 -0,3

7 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 0 0

8 -0,8 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2

9 -0,6 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,2 0,2

10 -0,6 -1 0 -0,5 0 0 0 0 -1 0 0,2

11 -0,5 -1,2 -2 -1 -2,1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1 0

12 -0,5 -0,5 -1,5 -1 -2,5 -2,5 -2 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5

171

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 0 -0,4 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1 -0,4 -0,5 -0,1 0

2 0 -0,1 -0,4 -0,6 -0,5 -0,4 -0,5 -0,3 -0,6 -0,5 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,2 0

4 -0,3 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,2

5 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,9 -0,5

6 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,7

7 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,6

8 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,6 -1 -0,4

9 -0,2 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,9 -0,9

10 -0,2 -0,2 -0,2 -0,8 0 0 0 0 -0,7 -0,8 -0,9

11 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,3 -0,5 -0,7 -1 -0,5 -0,5 -1

12 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,2 0 -0,5 -1,8 -0,5 -0,5 -1

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0,3 -0,6 -0,8 -0,6 -0,5 -0,8 -0,5 -0,6 -0,8 0,5 0,1

2 0,5 -0,7 -0,9 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,9 0,5 0,5

3 0,3 -0,7 -1 0 0 0 0 -0,7 -0,9 0 0,2

4 0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,7 -0,3 0,1

5 0,3 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,3 0,1

6 0,1 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,6 -0,5 -0,9

7 0 -0,2 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -1

8 0 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,5

9 0,1 -0,3 0 0 0 0 0 0 -0,3 -0,1 -1

10 0,1 -0,4 0 0 0 0 0 -0,5 -2 -0,5 -0,5

11 0 -0,5 -0,9 -0,7 -0,7 -0,5 -0,9 -0,3 -2 -1 0

12 0 -0,5 -1 -0,6 -0,6 -0,7 -0,7 -0,3 -1,3 -1,5 -0,5

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,1 -1 0 0 0

2 -0,5 -1 -1,2 -1,2 -1,5 -1,2 -1 -0,7 0,3 0,5 0,5

3 -0,4 -0,4 0 -1,1 0 0 0 0 0,1 0,2 0,2

4 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 -0,3 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 -0,2

6 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,6 0 -0,3

7 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 0 0

8 -0,8 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2

9 -0,6 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,2 0,2

10 -0,6 -1 0 -0,5 0 0 0 0 -1 0 0,2

11 -0,5 -1,2 -2 -1 -2,1 -2 -2 -1,5 -1,5 -1 0

12 -0,5 -0,5 -1,5 -1 -2,5 -2,5 -2 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5

172

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 -0,1 -0,1 -0,4 -0,3 -0,5 -0,6 -1,5 -0,2 0 0

2 -0,1 -0,1 -0,1 -0,5 -0,5 0 -1,9 -1,5 -1 -0,3 0

3 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5 0

4 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,3

6 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5

7 -0,2 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 -1 -0,5

8 -0,2 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,5

9 -0,2 -0,4 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 0

10 0 -0,2 -1 0 0 0 0 0 -0,5 -0,6 -0,1

11 0 -0,2 -0,3 -0,9 -0,4 -0,5 -2 -1,8 -1,4 -0,6 -0,7

12 0 -0,2 -0,3 -0,6 -0,8 -0,5 -1 -0,7 -0,8 -1 -0,7

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,4 -0,3 0 0 -1,5 -1,8 -1,4 -0,5 -0,8 -1 -0,9

2 -0,4 -0,4 -0,5 -1,9 -1 -1,4 -1,4 -1 -1 -1 -1

3 -0,4 -0,6 -2 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,8 -1

4 -0,9 -1,5 0 0 0 0 0 0 -0,4 -0,5 -0,6

5 -1,2 -1,9 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,4 -0,5

6 -0,8 -1,1 0 0 0 0 0 0 -0,2 -0,4 -0,4

7 0 -1,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,4 -0,4

8 -1,4 -1,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,5

9 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,5

10 -0,8 -1,8 -1,8 0 0 0 0 -1,5 -1 -1,2 -1,5

11 -0,8 -1,9 -1 -1,9 -1,9 -2 -2 -2,5 -1,5 -1,8 -1,8

12 -0,8 -1,9 -1 -1 -1,3 -2,5 -2 -2,5 -2 -2 -1,8

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -1,2 -1,3 -1 -1 -1,5 -1,7 -3 -3 -2,5 -2,2 -2

2 -1,2 -1,3 -1,3 -1,5 -1,7 0 0 -2 -2,2 -1,7 -1,5

3 -1,5 -1,3 -1,4 0 0 0 0 0 -1,4 -1 -1,4

4 -1,5 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -1

5 -1 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1,4 -1

6 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1 -1,6

7 -1,7 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,2 -1,2

8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,3 -2

9 -1,8 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -1,3 -2,5

10 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 -2,3 -1,7 -2,5

11 -1 -1,2 -1 -1,3 -1,5 -1 -2,2 -1,8 -2,4 -1,7 -3,5

12 -1 -1,2 -1,3 -1,3 -1,7 -1,4 -2,5 -2,3 -2,4 -1,7 -3,5

173

Data hasil pengukuran kedalaman gerusan menggunakan baffle

block 1 :5

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0,3 -0,8 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7 -0,6 -0,5 -0,5 -0,6 -0,7

2 0,3 -0,9 0 0 -0,5 -0,5 -0,5 -0,9 -0,6 -0,5 -0,5

3 0 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,2 0,1 0,2

4 0 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 0,8 0,9

5 0 -0,8 0 0 0 0 0 0 0,5 0,5 -0,7

6 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0,5 0,2 -0,9

7 -0,1 -0,6 0 0 0 0 0 0 0,1 0 0

8 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0

9 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,7 0,2 0,2

10 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,8 0,6 0,5

11 0,4 -0,5 -0,4 -0,3 -0,6 -0,6 -0,5 -0,8 -0,8 0,4 0,4

12 0 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,6 -0,6 -0,2 -0,9 0 0

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,2 -0,2 -0,2 -0,3 -0,5 -0,4 -0,5 -0,9 -1 -1,3 -1,4

2 -0,2 -0,4 -0,1 -0,2 -0,5 -0,3 -0,5 -0,9 -1 -1,1 -1,2

3 -0,5 -0,5 -0,3 0 0 0 0 -1 -1 -1,1 -1,2

4 -0,7 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1,1

5 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -1 -0,6 -0,8

6 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -0,5 1 1

7 -1 -1 0 0 0 0 0 0 -0,7 1 1

8 -1 -1 0 0 0 0 0 0 1 -0,8 1

9 -0,9 -0,9 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,7 -0,8

10 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 -0,7 -0,5 -0,4 -0,4

11 -0,8 -0,8 -0,2 0 -0,7 -0,8 -0,7 -1,1 -1,1 -0,4 -0,2

12 -0,7 -0,7 -0,5 -0,1 -0,6 -0,5 -0,6 -1 -1,8 -0,4 -1,4

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,1 -0,4 0 -1,3 -1,3 -1 -1 -2 -2 -2 -2

2 -0,2 -0,3 -1 -1,7 -1,5 -1,5 -1,1 -1,5 -2 -2 -2

3 -1,5 -1,2 -1,1 0 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,5 -1,8

4 -1,5 -1,4 0 0 0 0 0 0 -1,5 -1,2 -1,5

5 -1,6 -1,5 0 0 0 0 0 0 -1,5 -0,9 -1,3

6 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 0 -1,5 1 -1

7 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -1,5 1 0,7

8 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 0 -0,8 -0,7 1

9 -1,5 -1,8 0 0 0 0 0 0 -1 -1 -0,8

10 -1,5 -1,6 0 0 0 0 0 -1,5 -1,5 -1,3 -1

11 -1,1 -1 -0,3 -1,3 -1,2 -1,5 -1,4 -1,2 -2,2 -2,2 -1,4

12 -0,6 -0,8 -1 -0,9 -1 -1,5 -1,6 -1,9 -2,2 -2,2 -2,1

174

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -0,7 -0,5 -0,5 -1 -1 -0,2 -0,3 0,8 1 0,5

2 -0,4 -0,5 -0,5 -0,4 -0,7 -0,6 0 -0,3 0,8 0,8 0,8

3 -0,4 -0,5 -0,5 0 0 0 0 -0,3 -0,2 0,8 0,8

4 -0,4 -0,5 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8

5 -0,4 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8

6 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8

7 -0,5 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,8

8 -0,5 -0,7 0 0 0 0 0 0 -0,5 0 0,5

9 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 -0,2 0 0,5

10 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 -0,2 -0,9 0 0,5

11 -0,4 -0,5 -0,2 -0,2 -0,4 -0,5 -0,7 -0,3 0,1 0 0,5

12 -0,4 -0,5 -0,2 -0,2 -1,2 -0,2 -0,7 0 0,1 -0,2 0,4

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -0,7 -0,4 -0,5 -0,3 -1 -0,5 -1 -0,8 -0,5 -0,3

2 -0,5 -0,7 -0,5 -0,5 -0,8 -1,2 -0,5 -0,9 -0,5 0 0,6

3 -0,5 -0,8 -0,5 0 0 0 0 -0,3 -0,2 0,7 0,6

4 -0,6 -0,7 0 0 0 0 0 0 0,9 1 0,7

5 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,4 0,2 0,8

6 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,6 0,4 0,5

7 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,8 1 0,6

8 -0,4 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,8 1 0,9

9 -0,4 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,8 0,7 0,6

10 -0,3 -0,4 -0,2 0 0 0 0 -0,4 -0,4 -0,4 -0,4

11 -0,3 0 -0,5 0 -0,4 -0,5 -0,4 -0,3 -0,4 -0,4 0,1

12 -0,1 0,2 -0,5 -0,2 -0,5 -0,4 -0,5 -0,2 -0,4 -0,4 -0,4

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -1 -0,5 -0,5 -1 -0,5 -1 -1,5 -1 -1,3 -1,5 -1,3

2 -1 -0,5 -0,5 -1 -1 -2 -2 -1,5 -1,5 -0,5 -1,1

3 -1 -1 0 -0,9 0 0 0 -0,5 0,5 0,7 0,7

4 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0,3 0

5 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0,7

6 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0 0,7

7 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0,7 0,5

8 -1 -0,5 0 0 0 0 0 0 0,5 0,3 0,5

9 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0,2 0,1

10 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 -0,3 -0,1

11 -0,5 0 -0,3 0 -0,5 -1 -1 -0,5 -0,5 -0,3 -0,3

12 -0,5 0 -0,2 -0,1 -1 -1,5 -1,5 -1,5 -0,7 -0,3 -0,3

175

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 -0,6 -0,5 -0,6 -0,5 -0,5 -0,5 -0,5 1 1 1

2 -0,5 -0,8 -0,5 -0,8 -0,8 -0,7 -0,9 -0,5 0,6 0 0,1

3 -0,3 -0,8 -0,6 0 0 0 0 0 0 1 0,2

4 -0,5 -0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0,5

5 -0,5 -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0

6 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0

7 -0,6 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 -0,5 -0,8 0 0 0 0 0 0 0 -0,1 0,1

9 -0,5 -0,6 0 0 0 0 0 0 -0,5 0,5 0,1

10 -0,5 -0,6 -0,5 0 0 0 0 -0,8 -1 0 0

11 -0,5 -0,6 -0,5 -0,3 -0,5 -0,6 -1 -0,8 -1 0 0

12 -0,5 -0,8 -0,5 -0,5 -0,1 -0,9 -1 -0,8 -1,3 0 0

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 -0,5 -0,3 -0,7 -0,4 -0,4 -0,4 -0,5 -0,8 -0,8 -0,1 0,2

2 -0,5 -0,3 -0,6 -0,4 -0,5 -0,4 -0,5 -1 -0,5 -0,1 0,6

3 -0,5 -0,3 -0,6 0 0 0 0 0 -0,2 0,2 0,5

4 -0,6 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0,8 0,6

5 -0,6 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0,6

6 -0,6 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0,7

7 -0,7 -0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 -0,7 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 0,5 -1,8

9 -0,8 -0,7 0 0 0 0 0 0 0 -0,9 -1,8

10 -0,8 -0,8 0 0 0 0 0 0 -1,5 -2 -1,8

11 -0,9 -0,9 -1,4 -1,4 -1 -1,8 -1 -1 -2 -2 -1,8

12 -0,8 -0,9 -1 -0,9 -1 -0,9 -1 -1,5 -2 -2 -1,8

NO P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19

1 0 -0,1 -0,5 -0,6 -0,6 -0,5 0,2 0,5 0,5 0,4 0,5

2 -0,1 -0,2 -0,4 -0,5 -0,5 -0,5 0 0 0,2 0,2 0,2

3 -0,1 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0,4 0,5 0,5

4 0 -0,5 0 0 0 0 0,5 0 0,5 0,6 0,6

5 0 -0,5 0 0 0 0 0 0 1 1 1

6 0 -0,1 0 0 0 0 0 0 1 0,4 0,5

7 -0,5 -0,4 0 0 0 0 0 0 0,5 0,6 0,6

8 -0,5 -0,3 0 0 0 0 0 0 0,2 0,5 0,5

9 -0,5 -1 -1 0 0 0 0 0 0,6 0,5 0,8

10 -0,5 -0,5 -0,5 -1 0 0 0 -0,5 -0,4 -1 0,2

11 -0,5 -0,5 -0,5 -0,9 -1 -1 -1,5 -1,5 -1,4 -1 -0,8

12 -0,4 -0,4 -0,2 -0,2 -1,5 -1,5 -2 -2 -2 -1,8 -2

176

Lampiran 8 Pembahasan Hasil Gerusan

1. Pengaruh kedalaman aliran terhadap gerusan.

kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan

cm cm

1.13 19.875

1.33 20.09166667

1.33 20.01666667

1.06 19.80833333

1.06 19.71666667

1.01 19.175

kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan

cm cm

1.32 19.1

1.32 19.61666667

1.52 18.89166667

1.52 18.41666667

1.52 18.54166667

1.58 18.58333333

1.58 18.5

1.58 18.5

1.21 19.525

1.21 19.15

1.21 18.94166667

kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan

cm cm

1.03 18.6

1.03 18.61666667

1.36 18.38333333

1.36 18.075

1.36 18.325

1.48 18.25

1.48 18.24166667

1.48 18.24166667

1.31 17.95

1.31 17.83333333

1.31 17.81666667

kedalaman aliran (x) kedalaman gerusan

cm cm

1.34 19.175

1.34 19.25

1.58 18.28333333

1.58 18.43333333

1.58 18.41666667

1.72 18.45833333

1.72 18.425

1.72 18.8

1.23 19.6

1.23 19.08333333

1.23 19.1

Baffle block 1 : 1

Variasi struktur

Baffle block 1 : 3

Variasi struktur

Baffle block 1 : 5

Variasi struktur

tanpa baffle block

Variasi struktur

177

2. Pengaruh lama waktu pengaliran terhadap gerusan

Variasi struktur waktu pengaliran (x)

kedalaman gerusan max

t cm

tanpa baffle block

5 18.425

10 19.3

15 20.09166667

Baffle block 1 : 1

5 19.25

10 19.31666667

15 19.61666667

Baffle block 1 : 3

5 18.45833333

10 18.64166667

15 18.61666667

Baffle block 1 : 5

5 18.65833333

10 18.75833333

15 19.6

178

3. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Gerusan

debit aliran (x) kedalaman gerusan

Q cm

10.93 19.875

9.46 20.09166667

9.46 20.01666667

6.54 19.80833333

6.54 19.71666667

11.83 19.175

debit aliran (x) kedalaman gerusan

Q cm

8.43 19.1

8.43 19.61666667

12.70 18.89166667

12.70 18.41666667

12.70 18.54166667

18.20 18.58333333

18.20 18.5

18.20 18.5

9.68 19.525

9.68 19.15

9.68 18.94166667

debit aliran (x) kedalaman gerusan

Q cm

8.72 18.6

8.72 18.61666667

9.58 18.38333333

9.58 18.075

9.58 18.325

17.30 18.25

17.30 18.24166667

17.30 18.24166667

12.93 17.95

12.93 17.83333333

12.93 17.81666667

debit aliran (x) kedalaman gerusan

Q cm

12.44 19.175

12.44 19.25

11.86 18.28333333

11.86 18.43333333

11.86 18.41666667

12.87 18.45833333

12.87 18.425

12.87 18.8

18.94 19.6

18.94 19.08333333

18.94 19.1

Variasi struktur

Baffle block 1 : 5

Variasi struktur

tanpa baffle block

Variasi struktur

Baffle block 1 : 1

Variasi struktur

Baffle block 1 : 3

179

5. Pengaruh Debit Aliran Terhadap Volume Gerusan

debit aliran (x) volume gerusan

Q (cm3)

10.93 216.45

9.46 116.475

9.46 113.75

6.54 108.95

6.54 203.45

debit aliran (x) volume gerusan

Q (cm3)

8.43 77.75

8.43 76.875

12.70 40.375

12.70 23.25

12.70 25.5

18.20 23.375

18.20 22

18.20 53.075

9.68 73.6

9.68 57.375

debit aliran (x) volume gerusan

Q (cm3)

8.72 35.75

8.72 35.75

9.58 35.75

9.58 35.75

9.58 35.75

17.30 35.75

17.30 35.75

17.30 35.75

12.93 35.75

12.93 35.75

debit aliran (x) volume gerusan

Q (cm3)

12.44 71.1239

12.44 43.8989

11.86 18.375

11.86 20.975

11.86 21.55

12.87 21.625

12.87 30.15

12.87 63.75

18.94 60.1853

18.94 48.2649

Variasi struktur

Baffle block 1:5

tanpa baffle block

Variasi struktur

Baffle block 1:1

Variasi struktur

Baffle block 1:3

Variasi struktur

180

6. Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan

kecepatan(x) kedalaman gerusan (y)

cm/dtk cm

34.44 19.875

26.67 20.09166667

26.67 20.01666667

24.44 19.80833333

24.44 19.71666667

32.22 19.175

kecepatan kedalaman gerusan

cm/dtk cm

25.56 19.1

25.56 19.61666667

25.56 18.89166667

25.56 18.41666667

25.56 18.54166667

25.56 18.58333333

25.56 18.5

25.56 18.5

25.56 19.525

25.56 19.15

25.56 18.94166667

kecepatan kedalaman gerusan

cm/dtk cm

32.22 18.6

32.22 18.61666667

31.11 18.38333333

31.11 18.075

31.11 18.325

40.00 18.25

40.00 18.24166667

40.00 18.24166667

32.22 17.95

32.22 17.83333333

32.22 17.81666667

kecepatan kedalaman gerusan

cm/dtk cm

33.33 19.175

33.33 19.25

28.89 18.28333333

28.89 18.43333333

28.89 18.41666667

31.11 18.45833333

31.11 18.425

31.11 18.8

44.44 19.6

44.44 19.08333333

44.44 19.1

Variasi struktur

tanpa baffle block

Variasi struktur

Baffle block 1 : 1

Variasi struktur

Baffle block 1 : 3

Variasi struktur

Baffle block 1 : 5

181