referat neuroaksial block

28
PENDAHULUAN Secara definitif, anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Tindakan ini akan menyebabkan impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara dan reversible. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan penderita tetap sadar. (1) Menurut teknik pemberiannya, analgesia regional dibagi menjadi : 1. Infiltrasi lokal : penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi, luka atau insisi. 2. Blok lapangan (field block) : infiltrasi sekitar lapangan operasi untuk ekstirpasi tumor kecil dan sebagainya. 3. Blok saraf (nerve block) : penyuntikan obat analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. 4. Analgesia permukaan (topikal) : obat analgetik lokal dioleskan atau disemprot diatas selaput mukosa seperti hidung, mata, faring, dan sebagainya. 1

Upload: coelun-malingsia

Post on 21-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anastesiology

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Neuroaksial Block

PENDAHULUAN

Secara definitif, anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade

konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara

terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral

atau perifer. Tindakan ini akan menyebabkan impuls nyeri dari suatu bagian tubuh

diblokir untuk sementara dan reversible. Fungsi motorik dapat terpengaruh

sebagian atau seluruhnya dan penderita tetap sadar.(1)

Menurut teknik pemberiannya, analgesia regional dibagi menjadi :

1. Infiltrasi lokal : penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan

sekitar tempat lesi, luka atau insisi.

2. Blok lapangan (field block) : infiltrasi sekitar lapangan operasi untuk

ekstirpasi tumor kecil dan sebagainya.

3. Blok saraf (nerve block) : penyuntikan obat analgetik lokal langsung ke

saraf utama atau pleksus saraf.

4. Analgesia permukaan (topikal) : obat analgetik lokal dioleskan atau

disemprot diatas selaput mukosa seperti hidung, mata, faring, dan

sebagainya.

5. Analgesia regional intravena : penyuntikan larutan analgetik lokal intra

vena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya

dengan turniket pneumatik dari sirkulasi sistemik.(1)

Sedangkan, ada pembagian anestesia atau analgesia menurut literatur lain

yang berupa :

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan

kaudal.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,

analgesia regional intravena, dan lain-lainnya. (1)

1

Page 2: Referat Neuroaksial Block

ANATOMI

Kolumna vertebralis

Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra cervikal (C), 12 vertebra torakal

(T), 5 vertebra lumbal (L), 5 vertebra sakral (S) yang menyatu pada dewasa dan 5

vertebra koksigeal. Keseluruhannya memiliki struktur yang sama namun berbeda

dari ukuran dan bentuknya. Selain itu, tiap bagian juga memiliki perbedaan dalam

menahan beban tubuh. Seperti di bagian servikal memiliki kemampuan menahan

beban yang lebih kecil dibandingkan di bagian lumbal. Prosessus spinosis C2

teraba langsung di bawah oksipital. Prosesus spinosis C7 menonjol dan disebut

sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang menghubungkan kedua krista iliaka

tertinggi memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5. (1)

Peredaran darah

Pendarahan untuk medula spinalis dan cabang saraf berasal dari arteri spinalis

anterior tunggal dan arteri spinalis posterior bercabang. Arteri spinalis anterior

merupakan percabangan dari arteri vertebralis yang berada pada basis tengkorak

dan berjalan sepanjang permukaan anterior dan medula spinalis. Arteri spinalis

anterior ini mempendarahi dua dari tiga bagian besar medula spinalis bagian

anterior sedangkan bagian posterior dipendarahi oleh arteri spinalis posterior.

Arteri spinalis posterior berasal dari arteri serebral posterior inferior yang terus

berjalan melalui bagian belakang medula spinalis dan cabang saraf. Sebagai

tambahan, pendarahan didapatkan dari arteri interkostalis dan arteri lumbal di

bagian abdomen. (1,2)

Lapisan punggung

Dari luar tubuh, lapisan yang melindungi tulang belakang meliputi kulit,

subkutis dan ligamentum. Untuk melakukan anestesi spinal atau epidural, jarum

harus mencapai ruang subarakhnoid (spinal) atau ruang epidural (epidural). Maka,

jarum akan menembus dari kulit subkutis ligamentum supraspinosum

2

Page 3: Referat Neuroaksial Block

ligamentum interspinosum ligamentum flavum ruang epidural duramater

ruang subarakhnoid. (1)

Medula spinalis

Medula spinalis (the spinal cord) berada dalam kanalis spinalis dan dikelilingi

oleh cairan serebrospinalis. Medula spinalis ini dibungkus oleh duramater, lemak

dan pleksus venosus yang keseluruhannya dikatakan sebagai meningen. Medula

spinalis berjalan dari foramen magnum ke vertebra L1 – L2. Pada dewasa berakhir

setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Ruang subdural dan subarakhnoid

berakhir pada vertebra S2. (1,2)

Cairan serebrospinal

Cairan serebropinal merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari

pleksus arteri koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan ini

jernih, tidak berwarna dan mengisi ruang subarakhnoid dengan jumlah total 100 –

150 ml. Sedangkan yang di bagian punggung sekitar 25 -45 ml.(1)

ANESTESI SPINAL(3,4)

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi

spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal.

Indikasi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai

bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus

seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul,

bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil

dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi.

Kontraindikasi

3

Page 4: Referat Neuroaksial Block

Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi

lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan

tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, prior spine

surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS

(antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan

dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistant  surgeon.

Persiapan Pasien

Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed consent)

meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk

menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya

skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah

penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial

(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan

pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar.

Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat.

Perlengkapan

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan

operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan

tindakan resusitasi.

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki

permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai

dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain,

lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran

obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis

4

Page 5: Referat Neuroaksial Block

obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi

perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat

akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan

berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan

serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008.

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk.

Jarum Spinal

Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti

ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang

ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena

jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

Teknik anestesi spinal

1.      Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi

termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan

kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada

posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada

di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan leher

didekatkan ke arah lutut.

2.      Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara

vertebra lumbalis (interlumbal).

3.      Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

4.      Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial

dengan sudut 10-30° terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal

akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid.

5

Page 6: Referat Neuroaksial Block

5.      Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

6.      Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang

subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan

vasokonstriktor seperti adrenalin.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri

punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan

saraf, serta anestesi spinal total.

Distribusi segmental persarafan spinal

Persarafan akan keluar dari kanalis spinalis melalui tiap foramen

intervfertebral akan terbagi menjadi cabang-cabang saraf anterior dan posterior.

Selanjutnya persarafan ini akan mepersarafi kulit, otot hingga seluruh bagian

tubuh. Tiap segmen saraf spinal mensuplai regio spesifik dari kulit dan otot. Di

bagian servikal, brakhial dan lumbosakral, cabang anterior akan bergabung

dengan pleksus saraf. Ketika dilakukan blok pada suatu bagian, maka akan terjadi

paralisis motorik yang berhubungan dengan pergerakan dari beberapa sendi dan

otot.

Inervasi motorik : (5)

Shoulder C6 – 8 Hand, digiti C7 – 8,

T1

Abdominal T7 – 12 Knee

Flexion

L5 –

S1

Elbow C5 – 8 Intercostal T1 – 11 Hip Flexion L1 – 3 Knee

Extension

L3 – 4

Wrist C6 – 7 Diaphragm C3 – 5 Hip

Extension

L5 – S1

6

Page 7: Referat Neuroaksial Block

Ankle Flexion L4 – 5 Ankle

Flexion

L4 – 5

Gambar 1 : Innervasi sensoris (kutaneus) (5)

ANESTESI EPIDURAL (3,4)

Epidural anestesia merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial,

dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia spinal. Epidural blok dapat

dilakukan melalui pendekatan lumbal, torakal, servikal atau sacral (yang

umumnya disebut blok kaudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada

anestesia operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif

dan untuk penanggulangan nyeri kronis. Ruang epidural berada diluar selaput

duramater interna. Radiks saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar

dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.

Onset dari epidural anestesia (10-20 menit), lebih lambat dibandingkan

dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang

relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat

simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia

7

Page 8: Referat Neuroaksial Block

tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan

dan analgesia post operasi.

Lumbal epidural  merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi

tempat insersi atau tempat memasukan epidural anestesia dan analgesia.

Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat ini. Anestesia

lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan pada regio dibawah

diafragma. Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1, keamanan blok

epidural pada daerah lumbal dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak

sengaja sampai menembus dura. Torakal epidural secara teknik lebih sulit

dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian juga resiko cedera pada medula

spinalis lebih besar. Pendekatan median dan paramedian dapat dipergunakan.

Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan untuk intra atau post operatif

analgesia. Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien duduk,

leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis diginakan

terutama untuk penanganan nyeri.

Teknik anestesi epidural

Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum epidural

dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua teknik yang

ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang epidural adalah

teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.  Teknik “loss of resistance” lebih

banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum epidural dimasukkan menembus jaringan

subkutan dengan stilet masih terpasang sampai mencapai ligamentum

interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya resistensi jaringan.

Kemudian stilet atau introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc

cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada pada

ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan dan sutikan tidak

bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara perlahan milimeter demi

milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan suntikan. Apabila ujung

8

Page 9: Referat Neuroaksial Block

jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of

resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.

gambar 2 : lokasi tusukan pada anestesi lokal

Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan

untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi

spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau

intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose

epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter

epidural yang telah terpasang.

Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke ruang

subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan kombinasi

obat anestesi lokal dan epinefrin : 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL

epinefrin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang

subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila

disuntikan intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih.

Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit

suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada

tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epinefrin sebagai

9

Page 10: Referat Neuroaksial Block

marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus

sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga

false negatif (pada pasien yang mendapat bloker). Fentanil telah dianjurkan

untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia

yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi

sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara

intravena.

Obat-obat anestesi epidural

Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah

akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi

umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan

memerlukan suntikan tunggal short- atau long acting anestesi atau membutuhkan

pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja pendek

sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3% kloroprokain,

dan 2% mepivakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk bupivakain 0,5-

0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat anestesi lokal yang

bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk epidural atau kaudal

saja yang dianjurkan.

Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui

kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman

praktisi terhadap penggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi

blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat

anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya

penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatom. Bila telah terjadi regresi

dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah

dari dosis inisial. Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset

yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin

bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Kesulitan dalam

melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan

10

Page 11: Referat Neuroaksial Block

protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan

akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant

arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%)

sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia untuk

persalinan dan nyeri pasca operasi. S-enantiomer dari bupivakain :

levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak

menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang toksik

dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan

bupivakain. 

Kegagalan blok epidural

Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas, dan

secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural sangat tergantung

pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau hanging drop). Juga lebih

bervariasinya anatomi dari ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran

obat anestesi lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat

diprediksi. Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam

sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis lembut dan

perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan, dengan kata lain kekeliruan

dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri. Demikian juga bila masuk ke

muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of resistance.

Penyebab lain kegagalan anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan

injeksi intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat dari

obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan waktu yang

dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak berhasil. Blok

unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar dari ruang

epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi dengan

menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan dengan

bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat

nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada

ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti tarikan

11

Page 12: Referat Neuroaksial Block

peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian suplementasi opioid

intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus vagus

mengakibatkan semua hal ini.

Ketinggian segmental anatomik (1,5)

C3 – 4 klavikula

T2 Ruang interkostal kedua

T4 – 5 Garis puting susu

T7 – 9 Arkus subkostalis

T10 Umbilikus

L1 Daerah inguinal

S1 - 4 Perineum

Ketinggian segmental refleks spinal(1,5)

T7 – 8 Epigastrik

T9 -12 Abdominal

L1 – 2 Kremaster

L2 – 4 Lutut (knee jerk)

S1 – 2 Plantar, pergelangan kaki (ankle jerk)

S4 - 5 Sfingter anus, refleks kejut (wink reflexes)

Pembedahan(1,5)

Regio Ketinggian kulit

Tungkai bawah T12

12

Page 13: Referat Neuroaksial Block

Panggul T10

Uterus - vagina T10

Buli-buli prostat T10

Tungkai bawah T8

Testis ovarium T8

Intraabdomen bawah T6

Intraabdomen lain T4

Sistem saraf otonom

Anestesia epidural memberikan efek blok pada saraf simpatis dan

parasimpatis. Pertimbangan anestesi jenis ini tentu pada kontrol sirkulasi dan

fungsi normal dari traktus gastrointestinal. Saraf otonom aferen juga mendapatkan

efek dari anestesi epidural. Sehingga stimuli nyeri pada abdomen seharusnya

terblok ketika tercapai analgesia total pada tindakan ini.(2,5)

Prinsip lokasi dari blok neuroaxial adalah cabang-cabang saraf. Injeksi

langsung dari anestesi lokal ke ruang subarakhnoid dan epidural memberikan efek

bermacam-macam. Diketahui bahwa injeksi pada anestesi epidural akan memblok

saraf yang berada dekat dengan lokasi penyuntikan. Blok transmisi saraf pada

cabang posterior akan menganggu sensasi motorik dan visceral, sedangkan blok

transmisi saraf pada cabang anterior menganggu sensasi motorik efferent dan

otonom.(5)

Blok somatik

Dengan menganggu transmisi dari stimuli nyeri dan tonus otot skeletal, blok

neuroaksial akan membantu kondisi operasi yang jauh lebih baik. Blok sensori

terjadi pada stimuli nyeri baik somatik maupun visceral, sedangkan blok motorik

akan menyebabkan relaksasi dari otot skeletal. Efek dari anestesi lokal bervariasi,

13

Page 14: Referat Neuroaksial Block

tergantung dari dosis obat yang diinjeksikan, maupun anatomi dari saraf yang

berdekatan dengan titik injeksi. Ukuran dari cabang saraf, apakah saraf tersebut

terbungkus myelin atau tidak, dan berapa lama obat bersinggungan dengan saraf

tersebut menjadi patokan keberhasilan anestesi lokal. (2,5)

Blok otonom

Interupsi transmisi eferen otonom menyebabkan blok dari beberapa persarafan

simpatik dan parasimpatik. Penjalaran saraf simpatik dimulai dari torakolumbar

sedangkan penjalaran saraf parasimpatik yaitu kraniosakral. Serat saraf

preganglion simpatik (kecil, berselubung mielin) keluar dari medula spinalis T1

sampai ke L2 dan dapat menjalar keatas atau kebawah sebelum bersinapsis

dengan sel postganglionpada ganglia simpatik. Secara kontras, serat saraf

preganglion parasimpatik keluar dari medula spinalis bersamaan dengan saraf

kranial dan sakral. Blok neuroaksial tidak mempengaruhi saraf vagus. Secara

fisiologis, blok neuroaksial merupakan hasil dari pengurangan tonus simpatik

dengan atau tanpa kerja berlawanan dari tonus parasimpatik.(2,5)

Manifestasi klinis(2)

1. Kardiovaskular

Blok neuroaksial bermanifestasi yaitu penurunan tekanan darah yang

diikuti dengan penurunan nadi (bradikardia) dan kontraktilitas jantung.

Keadaan ini proporsional dengan derajat simpatektomi. Tonus vasomotor

berasal dari T5 sampai L1. Persarafan ini juga menginervasi otot polos

yang berada disekitar pembuluh arteri dan vena. Blok atau hambatan pada

persarafan akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh vena, pooling

darah dan penurunan vena balik ke jantung. Yang terlihat pada pasien

yaitu hipotensi. Hipotensi yang terjadi pada keadaan ini harus diantipasi

dari awal dengan memberikan cairan sebesar 10 – 20 ml/lg per IV (orang

sehat) sehingga pooling vena dapat terkompensasi. Hipotensi juga dapat

diatasi atau dikurangi dengan mengubah posisi kepala menjadi lebih tegak

14

Page 15: Referat Neuroaksial Block

dan memberikan vasopressor. Agonis α-adrenergik seperti fenilepinefrin

meningkatkan tonus vena dan konstriksi arteriolar, sehingga terjadi

peningkatan vena balik dan resistensi vaskular sistemik. Efedrin yang

merupakan agonis β-adrenergik memiliki efek menambah kontraktilitas

jantung dan sebagai vasokonstriktor sehingga terjadi peningkatan nadi.

Bradikardia eksesif dapat dikelola dengan pemberian sulfas atropin.

Namun, apabila terjadi hipotensi dan atau bradikardia berlanjut, atau tidak

berhasil dikelola, maka dapat diberikan epinefrin (5 – 10 μg IV).

2. Respirasi

Secara klinis, blok neuroaksial tidak menganggu sistem respirasi. Hal dini

dikarenakan diafragma mendapatkan inervasi dari saraf frenikus yang

berasal dari cabang C3 – C5, bahkan anestesi yang dilakukan pada level

tinggi dari thorakal tidak mengubah volum tidal, mungkin hanya sedikit

kapasitas vital yang berkurang akibat tekanan intraabdominal. Apnea yang

terjadi ketika dilakukan anestesi epidural, lebih mungkin disebabkan

hipoperfusi pada batang otak, yang dapat dikelola dengan resusitasi

hemodinamik.

Pada pasien dengan penyakit paru kronik yang berat, penggunaan otot

respirasi tambahan membuat inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih sulit.

Blok neuroaksial akan memperbaiki keadaan ini. Efek yang diberikan

hampir sama dengan proses batuk atau pengeluaran sekret. Walaupun pada

operasi abdomen, pasien dengan keadaan ini tidak disarankan hanya

menggunakan teknik regional (kombinasi dengan ventilasi) namun pasca

operasi, resiko pneumonia dan masalah oksigenasi dapat dikurangi.

3. Gastrointestinal

Persarafan simpatik untuk gastrointestinal berasal dari T5 – L1. Blok

neuroaksial akan menginduksi simpatektomi yang mendominasi tonus

vagal. Secara klinis akan terjadi kontraksi ringan dari usus dengan

15

Page 16: Referat Neuroaksial Block

peningkatan sedikit dari peristaltik. Aliran darah ke hati berkurang dan

juga terjadi penurunan MAP (Mean Arterial Pressure). Keuntungan

epidural anestesi adalah saat operasi terutama operasi abdomen,

manipulasi lebih mudah dilakukan dan pasca operasi dimana fungsi

gastrointestinal sempat diturunkan akan lebih cepat untuk pulih.

4. Traktus urinarius

Blok neuroaksial hanya memberikan sedikit pengaruh untuk traktus

urinarius. Pada anestesi lumbal atau sacral, simpatis dan parasimpatis akan

teranestesi, sehingga terjadi penurunan kontrol otonom dari vesica

urinaria. Hal ini akan menyebabkan retensi urin, sehingga pada pasien

harus dipastikan telah terpasang kateter untuk antisipasi dan monitor

distensi vesica pasca operasi.

5. Endokrin metabolik

Setiap pembedahan akan mengaktivasi respon neuroendokrin, sperti

respon inflamasi lokal dan aktivasi saraf aferent somatik dan visceral.

Respon ini akan meningkatkan hormon adrenokortikotropik, kortisol,

epinerfrin, norepinefrin dan vasopressin juga sistem renin-angiotensin-

aldosteron. Manifestasi klinis berupa hipertensi, takikardia, hiperglikemia,

katabolisme protein dan menurunnya sistem imun. Blok neuroaksial dan

menekan respon ini atau menghambat secara total sehingga insidensi

terjadinya klinis seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bisa rendah.

ANESTESI KAUDAL

Anestesi kaudal paling sering dilakukan pada anak-anak. Bisa juga dilakukan

pada mereka yang akan menjalani pembedahan anorektal. Ruang kaudal terletak

di bagian sakral, tepatnya pada ruang epidural. Jarum akan menembus

ligamentum sakrokoksigeal yang meliputi hiatus yang berada menutupi S4 – 5.

Hiatus teraba seperti cekungan diatas coccyx dan diantara tulang duduk. Pada

anak-anak, anestesi kaudal ini biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum

16

Page 17: Referat Neuroaksial Block

(dilakukan sebelum anestesi kaudal). Anestesi ini juga digunakan untuk operasi

regio dibawah diafragma, termasuk urogenital, rektal, inguinal, dan ekstremitas

bawah. (5)

Pasien diposisikan pronasi ke satu sisi lateral dengan paha ditekuk dan hiatus

diraba. Persiapannya sama dengan anestesi spinal atau epidural, dari sterilisasi

kulit, jarum yang digunakan (gauge 18 – 23), dan penusukan bersudut 45 derajat.

Aspirasi darah dan cairan serebrospinal dilakukan, bila negatif maka anestesi

dapat dilakukan. Komplikasi jarang terjadi, mungkin terjadi aritmia, kejang

sampai henti jantung apabila obat anestesi masuk intravaskular. Dosis obat 0.5 – 1

mL/kgBB 0.125 – 0.25% bupivacain dengan atau tanpa dicampur epinefrin. Obat

akan bekerja cukup lama, dan pasien kadang dipulangkan dengan masih terjadi

hambatan gerak atau belum buang air kecil.(5)

Pada orang dewasa yang akan menjalani operasi anorektal, anestesi kaudal ini

dapat memberikan efek anestesi pada saraf sesnsoris. Dosis 12-20 mL dari 1.5-

2.0% lidokain dengan atau tanpa epinefrin biasanya efektif. Fentanil 50-100 μg

dapat diberikan sebagai tambahan.(5)

Anestesi epidural tidak dibolehkan pada mereka dengan kista pilonidal karena

jarum akan mengenai kista dan berpotensi menyebabkan penyebaran bakteri

melalui jarum tersebut ke ruang epidural. Walaupun saat ini operasi obstetrik

sudah jarang menggunakan tekhnik ini, namun blok kaudal kadang bermanfaat

pada situasi persalinan kala II dimana anestesi epidural tidak dapat mencapai saraf

sakral atau pemberian anestesi epidural berulang tidak berhasil. (5)

KESIMPULAN

Saat ini, anestesi lokal lebih menjadi pilihan dibanding anestesi umum. Ada

berbagai macam teknik anestesi regional. Lokasi penusukan bisa pada ruang

epidural, subarachnoid atau lokalis. Yang terpenting adalah keuntungan dari

anestesi lokal yaitu hanya memblok regio yang memang penting untuk dihambat

selama operasi berlangsung dan anestesi ini pun tidak memberikan efek sistemik

17

Page 18: Referat Neuroaksial Block

luas sehingga pemulihan bisa lebih cepat. Untuk itu, penting diketahui batasan-

batasan blok neuroaksial sehingga bisa tercapai efisiensi dalam anestesi lokal

yang kita pilih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R. Petunjuk Praktis Anestesiologi :

Edisi Kedua. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI ;

2002 ; 105 - 18

2. Kleinman W, Mikhail M. Regional Anesthesia & Pain Management

Spinal, Epidural, Caudal Blocks. Lange 4th Ed. Mcgraw-Hill Companies ;

2006 ; 289 - 98

3. Local and Regional Anesthesia. (cited 2010 June 25). Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1831870-print

4. Central neuroaksial. (cited 2010 June 25). Available from :

http://www.bhj.org/journal/2004_4505_jan/html/central_41.htm

5. Covino BG, Scott DB. Handbook of Epidural Anaesthesia and Analgesia.

Florida : GRUNE & STRATTON, INC ; 1985 ; 10 - 33

18