skenario a blok 6

115
1 1. SKENARIO Tn. Budi, seorang laki-laki yang pernah bekerja di cafeteria. Ia gemar minum minuman beralkohol. Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B. Saat ini Tn. Budi telah berusia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak dua hari yang lalu. Ia juga mengalami nausea dan anorexia. Pada pemeriksaan kepala dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan dada ditemukan spider naevi. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perutnya membesar, adanya caput Medusae, hepar tak teraba dan splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), disertai kaki yang membengkak dan palmar eritema. Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis. 2. KLARIFIKASI ISTILAH 2.1 Cafetaria : restoran yang menyajikan aneka masakan dan minuman di gerai dengan sistem swalayan bagi para pengunjung 2.2 Minuman beralkohol : minuman yang mengandung ethanol yang bersifat psikoaktif dan konsumsinya mengakibatkan penurunan kesadaran 2.3 Hepatitis B : penyakit viral akut yang terutama ditularkan secara parenteral, kadang oral, per orang melalui kontak personal yang erat atau dari ibu ke neonatus 2.4 BAB berwarna hitam : defekasi dengan feses yang berwarna hitam akibat terdapatnya darah 2.5 Nausea : sensasi mual atau sensasi tidak menyenangkan yang sama pada epigastrium dan abdomen, dan disertai kecenderungan muntah 2.6 Anorexia : menurunnya atau hilangnya nafsu makan, merasa gemuk disaat tubuhnya sesungguhnya telah kurus 2.7 Sklera ikterik : menguningnya sklera 2.8 Konjungtiva: merupakan membrane yang menutupi sclera da nkelopak bagian belakang 2.9 Spider naevi : kondisi medis yang ditandai dengan terlihatnya vena yang tepilin dengan sedikit berwarna merah, ungu atau biru, dan terlihat seperti sarang laba-laba pada permukaan kulit 2.10 caput Medusae : pelebaran vena cutaneous di sekeliling umbilicus terutama terlihat pada bayi yang baru lahir, dan pasien menderita serosis hati 2.11 Splenomegali : pembesaran limfa 2.12 Shifting dullness : suara pekak yang berpindar-pindar saat perkusi akibat adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen

Upload: syarif-a

Post on 03-Jan-2016

209 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario a Blok 6

1

1. SKENARIO

Tn. Budi, seorang laki-laki yang pernah bekerja di cafeteria. Ia gemar minum minuman beralkohol.

Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B. Saat ini Tn. Budi telah berusia 50 tahun,

datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam sejak dua hari yang lalu. Ia juga mengalami

nausea dan anorexia.

Pada pemeriksaan kepala dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan dada

ditemukan spider naevi. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perutnya membesar, adanya caput

Medusae, hepar tak teraba dan splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), disertai kaki yang

membengkak dan palmar eritema. Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis.

2. KLARIFIKASI ISTILAH

2.1 Cafetaria : restoran yang menyajikan aneka masakan dan minuman di gerai

dengan sistem swalayan bagi para pengunjung

2.2 Minuman beralkohol : minuman yang mengandung ethanol yang bersifat psikoaktif dan

konsumsinya mengakibatkan penurunan kesadaran

2.3 Hepatitis B : penyakit viral akut yang terutama ditularkan secara parenteral,

kadang oral, per orang melalui kontak personal yang erat atau dari ibu ke neonatus

2.4 BAB berwarna hitam : defekasi dengan feses yang berwarna hitam akibat terdapatnya

darah

2.5 Nausea : sensasi mual atau sensasi tidak menyenangkan yang sama pada

epigastrium dan abdomen, dan disertai kecenderungan muntah

2.6 Anorexia : menurunnya atau hilangnya nafsu makan, merasa gemuk disaat

tubuhnya sesungguhnya telah kurus

2.7 Sklera ikterik : menguningnya sklera

2.8 Konjungtiva : merupakan membrane yang menutupi sclera da nkelopak bagian belakang

2.9 Spider naevi : kondisi medis yang ditandai dengan terlihatnya vena yang tepilin

dengan sedikit berwarna merah, ungu atau biru, dan terlihat seperti sarang laba-laba

pada permukaan kulit

2.10 caput Medusae : pelebaran vena cutaneous di sekeliling umbilicus terutama terlihat

pada bayi yang baru lahir, dan pasien menderita serosis hati

2.11 Splenomegali : pembesaran limfa

2.12 Shifting dullness : suara pekak yang berpindar-pindar saat perkusi akibat adanya cairan

bebas di dalam rongga abdomen

Page 2: Skenario a Blok 6

2

2.13 Palmar eritema : kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh

kapiler pada palmar (telapak tangan)

2.14 Cirrhosis hepatis : penyakit hati yang ditandai dengan peradangan interstitial hati,

hilangnya arsitektur hati yang normal, fibrosis, dan degenerasi modula

3. IDENTIFIKASI MASALAH

MASALAH KONSEN

Tn. Budi gemar minum minuman

beralkohol V

Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah

menderita hepatitis B VV

Tn. Budi datang ke puskesmas dengan

keluhan BAB berwarna hitam, mengalami

nausea, dan anorexia

VVV

Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera

ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan

spider naevi, terlihat perutnya membesar,

adanya caput Medusae, hepar tak teraba

dan splenomegali (Schuffner 2), shifting

dullness (+), kaki yang membengkak dan

palmar eritema.

VV

Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi

menderita cirrhosis hepatis VV

4. PRIORITAS MASALAH

4.1 Tn. Budi datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam, mengalami nausea,

dan anorexia

4.2 Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan spider

naevi, terlihat perutnya membesar, adanya caput Medusae, hepar tak teraba dan

splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), kaki yang membengkak dan palmar

eritema.

Page 3: Skenario a Blok 6

3

4.3 Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis

4.4 Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B

4.5 Tn. Budi gemar minum minuman beralkohol

5. HIPOTESIS

5.1 Penyakit cirrhosis hepatis yang diderita Tn. Budi berkaitan dengan penyakit hepatitis B

yang telah bertahun-tahun ia derita, juga diperkuat oleh kebiasaan mengonsumsi alkohol.

5.2 BAB hitam disebabkan adanya sel-sel darah pada feses.

5.3 Sklera ikterik disebabkan bilirubin yang terbawa dalam aliran darah dan dampai pada

sklera mata.

5.4 Spider naevi dan caput Medusae disebabkan oleh vaso dilates pembuluh darah.

Page 4: Skenario a Blok 6

4

6. ANALISIS MASALAH

6.1 Tn. Budi gemar minum minuman beralkohol

6.1.1 Apa pengaruh minuman alkohol terhadap tubuh?

a. Alkohol merusak hati

Kerusakan organis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol secara terus menerus

seringkali bersifar fatal. Organ tubuh yang paling sering mengalami perubahan struktural

akibat alkohol adalah hati. Secara normal, hati memiliki kemampuan untuk menahan zat

aktif dalam bagian selularnya. Dalam kasus keracunan berbagai senyawa beracun, kami

menganalisis seolah-olah hati merupakan sentral dari benda-benda asing. Hal ini sama

halnya dengan alkohol.

Hati seorang pecandu alkohol tidak pernah terbebas dari pengaruh alkohol dan seringkali

dipenuhi olehnya. Stuktur kapsular atau selaput yang kecil dari hati terkena dampak dari

alkohol sehingga mencegah dialisis dan sekresi yang seharusnya. Hati menjadi besar

karena dilatasi pembuluh-pembuluhnya, tambahan zat cair dan penebalan jaringan.

Hal ini diikuti dengan kontraksi selaput dan penyusutan bagian-bagian selular dari

keseluruhan organ. Kemudian bagian bawah pecandu alkohol menjadi dropsikal

dikarenakan gangguan pada pembuluh darah yang membawa arus balik darah. Struktur

hati dipenuhi sel-sel lemak dan mengalami apa yang secara teknis ditunjuk sebagai ‘lemak

hati’.

b. Alkohol merusak ginjal

Ginjal juga menderita akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Pembuluh darah ginjal

kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang kecil di dalam

ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah melewati selaput

mereka. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kekuatannya seperti seolah-olah tubuh

kehabisan darah secara bertahap.

c. Kemampatan paru-paru

Alkohol menenangkan pembuluh darah paru-paru dengan mudah karena mereka yang

paling terkena fluktuasi panas dan dingin. Ketika mengalami efek dari variasi suhu

atmosfer yang cepat berubah, mereka menjadi mudah sesak. Selama musim dingin yang

Page 5: Skenario a Blok 6

5

parah, kemampatan paru-paru yang fatal dengan mudah mempengaruhi seorang

pecandu alkohol.

d. Alkohol melemahkan jantung

Konsumsi alkohol sangat mempengaruhi jantung. Kualitas struktur selaput yang

menyelubungi dan melapisi jantung berubah dan menebal menjadi seperti tulang rawan

atau berkapur. Kemudian katup kehilangan keluwesan mereka sehingga yang disebut

dengan gangguan katup menjadi permanen. Struktur lapisan pembuluh darah besar dari

jantung juga mengalami perubahan struktur yang sama sehingga pembuluhnya

kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk menyuplai jantung dengan kemunduran dari

proses menggelembung-nya, setelah jantung lewat denyutannya, telah mengisinya

dengan darah.

Sekali lagi, struktur otot jantung gagal karena perubahan degeneratif dalam jaringannya.

Unsur-unsur dari serat otot diganti oleh sel lemak atau jika tidak jadi diganti, merupakan

diri mereka sendiri yang ditransfer ke dalam tekstur otot yang telah dimodifikasi sehingga

kekuatan kontraksinya berkurang drastis.

Mereka yang menderita kerusakan organis dari organ pusat dan organ pengaturan

sirkulasi darah menyadarinya secara diam-diam, hal tersebut sulit terlihat sampai pada

kerusakan yang lebih parah. Mereka menyadari kegagalan pusat kekuatan dari penyebab-

penyebab ringan seperti kelelahan, kesulitan istirahat yang cukup dan dapat terlalu lama

tidak menyentuh makanan.

Mereka merasakan apa yang mereka sebut dengan istilah "tenggelam", namun mereka

tahu bahwa anggur atau stimulan jenis lain akan meredakan sensasi tersebut dengan

cepat. Jadi mereka berusaha menghilangkan hal tersebut sampai akhirnya mereka

menemukan bahwa cara tersebut telah gagal.

Jantung yang setia, telah bekerja terlalu keras dan menjadi payah sehingga tidak dapat

bekerja lagi. Jantung tersebut telah habis masanya dan pengatur aliran darah telah rusak.

Arus balik bisa membanjiri jaringan secara bertahap membendung jalannya atau berhenti

sepenuhnya di pusat hanya dengan kejutan ringan atau dengan gerakan berlebihan.

e. Gangguan Bagi wanita

Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini

Page 6: Skenario a Blok 6

6

semakin banyak kaum wanita yang mulai keranjingan menenggak alkohol. Padahal, dalam

konsumsi berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk, para

dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih

cepat muncul pada wanita.

Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama pada fungsi syaraf

kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah. Perempuan

alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas kemampuan

kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.

Selain merusak syaraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Lagi-lagi dampak

kerusakannya lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam

tubuh wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air,

sedangkan wanita hanya 55 persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap

ke dalam darah kemudian dibawa oleh air ke dalam sel. Nah karena air dalam tubuh

wanita lebih sedikit, maka konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka

minum dalam jumlah yang sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak

sensitif pada alkohol, namun konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan

membuat liver wanita lebih cepat rusak dibanding pria.

Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh pria

lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol. Alasan

lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif lebih

sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan

alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan

menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk

pada penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi

pantang minum alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap

sehat dan tampak lebih muda lagi.Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang

sedang hamil akan merusak sang jabang bayi. Konsumsi itu akan berdampak pada

kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain masalah koginitif anak yang lahir dari

seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol saat hamil juga akan mengalami

Page 7: Skenario a Blok 6

7

masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.

f. Gangguan Daya Ingat.

Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,

khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada

awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk

peristiwa yang baru terjadi.

g. Orientasi.

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat,

orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai

contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya

setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi,

pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

h. Gangguan Bahasa.

Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan

demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan

berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau

berputar-putar.

i. Perubahan Kepribadian.

Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga

pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal

dan temporal kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah

dan meledak – ledak.

j. Psikosis.

Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 – 40 %

memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

Page 8: Skenario a Blok 6

8

Berikut ini adalah pengaruh buruk akohol bagi kesehatan yang mungkin belum anda

ketahui sebelumnya :

1. Mabuk : Konsumsi alkohol yang banyak dapat membuat mabuk dan menyebabkan korban

mengalami sakit kepala, mual, muntah serta nyeri pada bagian tubuh tertentu.

2. Berat badan naik : Karena pada umumnya minuman beralkohol memiliki kadar kalori dan gula

yang tinggi.

3. Tekanan darah tinggi : Alkohol merupakan pemicu tekanan darah.

4. Sistem kekebalan tubuh menurun : Dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, maka tubuh

anda akan mudah terserang infeksi.

5. Kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan & gangguan hati : Semakin sering dan semakin

banyak jumlah alkohol yang anda konsumsi, semakin besar pula resiko anda terjangkit kanker,

penyakit jantung, gangguan pernafasan dan gangguan pada organ hati.

Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping

ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan

berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf

pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa

sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.

Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap, muka merah,

atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah

tersinggung, bicara ngawur, atau kehilangan konsentrasi.

Efek samping terlalu banyak minuman beralkohol juga menumpulkan sistem kekebalan

tubuh. Alkoholik kronis membuat jauh lebih rentan terhadap virus termasuk HIV.

Health problems due to alcohol

Alcohol intoxication

Effects of alcohol intoxication include:

Heart: slow heart rate or irregular rhythm, low blood pressure

CNS: headache, confusion, memory loss, disorientation, poor coordination, emotional lability

Gastrointestinal: nausea and vomiting

Respiratory: asthma, slow or heavy breathing.

Chronic alcohol abuse

Page 9: Skenario a Blok 6

9

Effects of chronic alcohol abuse include:

Heart: high blood pressure, heart failure, irregular heart rhythm

Haemostasis: clotting is impaired with reduced survival and aggregation of platelets and

reduced thromboplastin

Endocrine: low testosterone levels with loss of libido, testicular atrophy, impaired fertility and

reduced facial hair, high oestrogen levels with gynaecomastia, change in fat distribution and

loss of body hair

Oesophagus: ulcer, varices, cancer

Liver: hepatitis, cirrhosis, gall stones

CNS: dementia, poor coordination, Wernicke Korsakoff syndrome (Vitamin B1 deficiency)

associated with psychiatric and visual disturbances

Immune system: direct toxic effect on bone marrow, reduced number and function of T-cells,

reduced survival of immunoglobulins.

Vascular effects of alcohol

Facial redness

One of the earliest signs of alcohol abuse is a persistently red face due to enlarged blood

vessels (telangiectasia). This appears because regulation of vascular control in the brain

fails with sustained alcohol intake.

Flushing

Transient flushing is also a common side effect of alcohol, particularly in heavy drinkers. It

is due to acetaldehyde, the main breakdown product of alcohol. Acetaldehyde is thought

to cause flushing by stimulating release of histamine.

Up to 40% of northeastern Asians experience flushing and elevated heart rate after

drinking even minimal amounts of alcohol, due to accumulation of acetaldehyde. This is

because of a mutation in acetaldehyde dehydrogenase (ALDH2), the enzyme that

converts acetaldehyde to acetate.

Skin changes due to liver disease

Spider angiomas

Spider angiomas are given that name because of their appearance. Blood vessels (the

spider legs) radiate out in all directions from a central blood vessel (its body). Like other

blood vessels, spider angiomas blanch when pressure is applied. They may pulsate. They

are most frequently found on the face, v of the neck, chest, arms, hands and abdomen.

Page 10: Skenario a Blok 6

10

Large numbers of spider angiomas are associated with liver cirrhosis (scarring of the liver)

due to elevated oestrogen levels. A study of 82 patients with liver cirrhosis showed

significantly higher numbers of spider angiomas in alcoholic cirrhotic patients than non-

alcoholic cirrhotic patients, indicating there may be an additional effect such as

vasodilation to account for this difference.

Small numbers of spider angiomas are seen in healthy children and adults. They are more

common in women, especially during pregnancy, as they are influenced by the female

hormone, oestrogen.

Palmar erythema

Chronic alcoholic liver disease may lead to reddening of palmar skin. This is also thought

to be due to oestrogen, as it sometimes observed during normal pregnancy.

Caput medusa

High pressure within the venous system in the liver leads to high pressure in the venous

system elsewhere in the body including the veins around the umbilicus (belly button).

When these veins are dilated the appearance has been likened to ‘caput medusa’ (head

of Medusa), referring to Greek mythology where a once beautiful woman was cursed and

her hair turned into snakes.

Jaundice

The skin and sclera of the eyes often turn yellow in patients with alcoholic liver disease.

The colour, known as jaundice, is due to bilirubin, a product broken down from haem

derived from red blood cells. The metabolism of bilirubin is impaired in acute and chronic

liver disease. Jaundice lessens as liver function improves.

Hyperpigmentation

Skin darkening (hyperpigmentation) around the eyes, mouth and on the legs may be

associated with chronic liver disease. The reason this occurs is unclear.

Generalised pruritus

Generalised skin itching (pruritus) may occur due to the build up of poorly metabolised

substances that stimulate nerve endings in the skin. These substances may include bile

salts, histamine, corticosteroids and opioids.

Nail changes

Page 11: Skenario a Blok 6

11

Nail changes associated, but not specific to alcohol-related liver disease include:

Clubbing: the nail bulges out instead of dipping in slightly before it meets the skin at the root

of the nail, resembling a club. The angle between the nail plate and proximal nail fold is called

the Lovibond angle and is normally less than 180° (indicating a dip and rise where the nail and

skin meet).

Koilonychia: the opposite of nail clubbing. Instead of bulging out, the nail plate is flat or

sunken in (concave or spoon-shaped). This finding is often related to iron deficiency.

Terry nails: two-thirds of the nail is white and the last 2mm is pink. This may be due to

reduced capillary blood flow in the nail bed.

Muehrcke nails: white bands running parallel to the lunula (moon of the nail) with normal pink

nail between the bands. This sign may be due to low protein in the blood (hypoalbuminemia).

Red lunula: change in colour of the moon of the nail to red, possibly due to increased blood

flow and vasodilation

Porphyria cutanea tarda

Porphyria cutanea tarda (PCT) results in photosensitivity, skin fragility, blistering, erosions,

crusts, milia, scleroderma and increased hair growth (hypertrichosis) on sun-exposed

sites such as face and hands.

Alcohol is the most common cause of acquired or type 1 PCT in susceptible individuals

and is associated with chronic liver disease. Porphyrins build up because of deficiency in

uroporphyrinogen decarboxylase (UROD), an enzyme important in the sythesis of the

blood protein haem.

Other factors that may trigger type 1 PCT include oestrogen, iron and viral infections

(especially hepatitis C). Familial or type 2 PCT is due to genetic deficiency in UROD.

6.1.2 Bagaimana proses dicernanya minuman beralkohol dalam tubuh?

Alkohol tidak dicerna tetapi langsung diserap oleh tubuh dalam laju reaksi orde 1, yang

berarti laju penyerapan alkohol oleh pembuluh darah dari lambung dan usus adalah

sama dengan konsentrasi alkohol di dalam lambung dan usus. Semakin tinggi konsentrasi

alkohol yang dikonsumsi makin cepat alkohol di serap oleh pembuluh darah dari lambung

dan usus.Metabolism alkoholnya Sekitar 2-10% dikeluarkan melalui nafas, keringat, dan

urin. Sisanya yaitu sekitar 90-98% diubah oleh tubuh, pertama diubah menjadi senyawa

yang sangat beracun yaitu asetaldehida, CH3COH dan kemudian menjadi asam asetat,

CH3COOH dan akhirnya menjadi CO2 dan H2O melalui proses matabolisme, terutama

dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh hati.)

Page 12: Skenario a Blok 6

12

Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.

Sebagaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon.

Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh

enzim alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD)

menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah

menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa

(fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levulosa)dan alanina akan mempercepat

metabolism alkohol.

Minuman beralkohol di dalam tubuh tidak dicerna terlebih dahulu tetapi langsung diserap

dan masuk ke pembuluh darah.Ketika minum minuman beralkohol atau minuman keras,

alkohol diencerkan didalam mulut dan lambung. Sejumlah kecil fraksi dari alkohol masuk

kedalam pembuluh darah secara difusi. Difusi alkohol ke pembuluh darah ini sebenarnya

dapat dicegah atau dikurangi kecepatannya dengan adanya makanan (tertutama

makanan mengandung lemak) di dalam lambung, tetapi minuman berkarbonasi atau

minuman ringan sangat cepat berdifusi. Setelah minum minuman keras, tubuh langsung

bereaksi segera untuk mengeluarkan alkohol tersebut. Semakin banyak mengkonsumsi

minuman beralkohol kerja hati semakin berat.

6.2 Sekitar 20 tahun yang lalu ia pernah menderita hepatitis B

6.2.1 Apa saja regio pada abdomen dan dimanakah letak hepar?

Hepar terletak di region hypochondriac dextra, epigastrica dan hypochondriac sinistra.

Abdomen terbagi menjadi Sembilan region, berikut pembagian region abdomen dan

organ yang terdapat di dalamnya:

hypochondriac dextra: hepar

epigastric: hepar, gastr, pancreas

hypochondriac sinistra: hepar

lumbar dextra: ascending colon

umbilical: transverse colon and small intestine

lumbar sinistra: descending colon

iliac dextra: iliocecal junction and appendix

hypogastic: small intestine, urinary bladder, pregnant uterus

iliac sinistra: sigmoid colon

Page 13: Skenario a Blok 6

13

6.2.2 Bagaimana struktur anatomi hepar yang normal?

Anatomi

Hepar adalah organ dengan berat sekitar 1,5 kg berwarna merah kecoklatan dan

berbentuk segitiga yang terletak dibagian kanan atas rongga perut. Berdasar ukurannya,

liver adalah organ dalam terbesar yang dimiliki manusia.

Liver mendapat aliran darah dari arteri hepatica dan vena porta, namun aliran darah

terbesar berasal dari vena porta. Seluruh makanan maupun zat yang masuk melalui usus

dan saluran cerna lain seperti limpa dan pankreas akan masuk ke liver melalui vena porta

untuk mengalami proses metabolisme

Page 14: Skenario a Blok 6

14

Page 15: Skenario a Blok 6

15

6.2.3 Bagaimana struktur histologi hepar yang normal?

Hepar dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di hilus ,pembuluh-

pembuluh dan duktus ini dikelilingi oleh jaringan ikat disepanjang perjalanannya ke

bagian ujung di dalam celah portal diantara lobules hati, ditempat ini jalinan serat

retikuler halus mengelilingi dan menopang sel hati dan sel endotel sinusoid dilobulus hati.

Page 16: Skenario a Blok 6

16

Sel sel hati atau hepatosit merupakan sel epitel yang berkelompok membentuk lempeng

lempeng yang saling berhubungan, setiap lobules memiliki 3-6 area portal dibagian

perifernya dan suatu venula yang disebut vena sentral dibagian pusatnya. Sel-sel hepar

disebut pula hepatosit yang berbentuk polyhedral. Sepanjang permukaan terdapat

anyaman canaliculi biliferi di seluruh lobuli hepatic yang pada sediaan biasa tidak dapat

dilihat dengan mikroskop karena canaliculi tersebut sangat halus. Semua canaliculi akan

bermuara di cabang Duktus Biliferus di perifer lobulus hepatis.

Hepar dibagi menjadi unit-unit berbentuk prisma polygonal yang disebut lobulus, terdiri

atas parenchyma hepar dengan diameter 0,7—2 mm. pada potongan terlihat bahwa

lobulus berbentuk sebagai segi enam dengan pembuluh darah yang terdapat di

tengah,yang disebut vena sentralis.

Batas-batas lobulus pada hepar manusia tidak jelas dipisahkan oleh jaringan

pengikat.Pada sudut pertemuan antara lobuli yang berdekatan terdapat bangunan

jaringan pengikat berbentuk segi tiga berisi saluran-saluran yang disebut Canalis Portalis

yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, saluran empedu dan serabut

saraf.Bangunan segitiga ini disebut Trigonum Kiernanni.

Jika mengingat hepar sebagai kelenjar maka apa yang disebut lobulus tadi tidak sesuai

dengan lobulus pada kelenjar yang pada umumnya mempunyai saluran keluar yang

terdapat di tengah-tengah lobulus.

Pembagian lobulus hepar tersebut merupakan pembagian cara klasik yang mendasarkan

atas aliran darah yang mengalir dari tepi lobulus yang kemudian berkumpul di tengah

Vena Sentralis. Jika terjadi gangguan peredaran darah akan terjadi perubahan-perubahan

di daerah perifer lobulus yang meluas ke pusat lobulus.

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan

sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-

sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata

yang berbentuk seperti bintang.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika

dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta

menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.

Page 17: Skenario a Blok 6

17

Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap

kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang

mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi

saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.

Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang

saling bertautan dengan disebelahnya.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh

ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid

adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem

retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki

aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal

disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan

aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar16.

Elias pada tahun 1949 meyatakan bahwa parenchyma hepar terdiri atas masa sel yang

saling berhubungan dan ditempati oleh suatu anyaman sinusoid. Sinusoid ini membagi

Page 18: Skenario a Blok 6

18

rangkaian sel-sel parenchyma hepar menjadi lembaran atau lempeng-lempeng setebal

satu sel.

Bd= Bile duct pv= portal vein

A= artery PT=Portal Triad

pv

bd

PT

a

Page 19: Skenario a Blok 6

19

Cv= Central vein h= Hepatocytes

cv

h

Page 20: Skenario a Blok 6

20

Lobulus portae

Terfokus pada fungsi exocrine dan sekresi empedu

6.2.4 Apa fungsi hepar secara normal?

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan

1 sama lain sehingga mereka dimasukkan ke dalam 1 nama = METABOLIC POOL

Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,

mekanisme ini disebut GLIKOGENESIS

Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen

menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut GLIKOGENOLISIS

Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh

Selanjutnya hati mengubah glukosa melalui HEKSOSA MONOPHOSPHAT SHUNT

dan terbentuklah PENTOSA

Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

1. Menghasilkan energi

2. Biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP

Page 21: Skenario a Blok 6

21

3. Membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat

diperlukan dalam siklus krebs)

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak

Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol

Serum Cholesterol standar pemeriksaan metabolisme lipid

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino

Dg proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino

Dg proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non

nitrogen

Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ -

globulin dan organ utama bagi produksi urea.

Urea merupakan end product metabolisme protein

∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum

tulang

β – globulin HANYA dibentuk di dalam hati

albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah

Misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X

Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik

Bila ada hub dg katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik

Fibrin harus isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII

Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan bbrp faktor koagulasi

Page 22: Skenario a Blok 6

22

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh

Proses detoksikasi adalah misalnya proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi

dan konjugasi thd berbagai macam bahan spt zat racun, obat over dosis (juga

racun)

Contoh zat-zat toksik: steroid (dipakai sbg obat tapi klo kebykan jadi racun), drugs,

chemical substances

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan

melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin

sbg imun livers mechanism

Hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output

Jantung mengeluarkan darah = STROKE VOLUME

Cardiac output = Stroke Volume x Frekuensi (1 menit)

Aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit

Darah yang mengalir di dlm a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari

seluruh aliran darah ke hati

Tekanan darah v.porta ± 10 mmHg

Tekanan darah a.hepatica = tekanan darah arteri sistemik

Tekanan darah sinusoid (kapiler-kapiler, endotel mudah ditembus oleh sel dengan

molekul besar) ± 8,5 mmHg sedangkan v.hepatica 6,5 mmHg

Tekanan darah v.cava inferior di level diaphragma ± 5 mmHg

O2 yg terkandung di dlm v.porta lebih tinggi dari O2 di dalam vena-vena biasa

Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan

hormonal

Aliran darah berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock

Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah

Page 23: Skenario a Blok 6

23

6.2.5 Bagaimana patofisiologi hepatitis B?

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai

ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi

kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat

kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga

terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan

mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan

(anoreksia).

salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan

atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan

berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang

berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang

berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2

juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini

biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-

bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba /

palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.

Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi

hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas

(asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis

viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis

kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif.

Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa, panas badan

(pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa

inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.

Virus hepatitis B juga tidak dapat mengadakan replikasi tanpa bantuan sel hopes ,setelah

partikel virus B yang utuh masuk ke dalam tubuh maka DNA,genome virus tersebut akan

diangkut ke dalam inti sel hati,di mana terjadi transkripsi genome virus B dan terjadi

replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati . sebagai akibatnya maka sel hati yang

terkena infeksi akan membuat partikel virus B yang dibuat di hati sedangkan HBsAg

dibuat dalam sitoplasma sel hati dan kemudian kedua bagian tersebut bergabung

membentuk partikel virus B yang utuh ,virus B sebenarnya secara primer tidak merusak

sel hati ,peradangan pada jaringan hati justru disebabkan oleh respon imun tubuh hospes

pada terhadap infeksi tersebut.

Page 24: Skenario a Blok 6

24

6.2.6 Bagaimana ciri-ciri penderita hepatitis B (makroskopik dan mikroskopik)?

Infeksi virus hepatitis dapat bervariasi mulai dari gagal hati berat sampai hepatitis

anikterik subklinis. Yang terakhir ini lebih sering ditemukan pada infeksi HAV, dan

seringkali mengira menderita “flu”. Infeksi HBV biasanya lebih berat dibandingkan HAV,

dan insiden nekrosis massif dan payah hati berat lebih sering terjadi.

Gejala-gejala prodormal timbul pada semua penderita dan dapat berlangsung selama

satu mingguatau lebih sebelum timbul ikterus (meskipun tidak semua pasien akan

mengalami ikterus) yang dibagi dalam tiga stadium:

a. stadium pra ikterik

Pada stadium ini berlangsung selama 4-7 hari klien mengeluh sakit kepala, lemah,

anoreksia, mual dan muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas,

urine menjadi lebih cokelat.

b. stadium ikterik

Stadium ini berlangsung selama 3-6 minggu, ikterik mula-mula terlihat pada sclera.

Kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi klien masih lemah,

anoreksia dan muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar

dan nyeri tekan

c. stadium pos 1 (rekovalensi)

Pada stadium ini ikterik mereda, warna urin dan tinja normal lagi, penyembuhan pada

anak lebih cepat dari orang dewasa yaitu pada akhir bulan kedua karena penyebab yang

biasanya berbeda.

Banyak pasien mengalami atralgia, arthritis, urtikaria, dan ruam kulit sementara.

Terkadang dapat terjadi gromerulonefritis. Manifestasi ekstra hepatic dari hepatitis virus

ini dapat menyerupai sindroum penyakit serum dan dapat disebebkan oleh kompleks

imun yang beredar dalam sirkulasi.

Sebagian besar infeksi hepatitis A (HAV) dan hepatitis B (HBV) bersifat ringan dengan

penyembuhan sempurna dan memiliki gambaran klinis serupa. Gejala prodromal timbul

pada semua penderita dan dapat berlangsung selama satu atau dua minggu sebelum

awitan ikterus (meskipun utama pada saat ini adalah malaise, rasa malas, anoreksia, sakit

Page 25: Skenario a Blok 6

25

kepala, demam derajat rendah, dan (pada perokok) hilangnya keinginan merokok.

Manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis virus ini dapat menyerupai sindrom penyakit

serum.

Masa inkubasi VHB sebelum timbulnya gejala klinis kurang lebih antara 6 minggu sampai

6 bulan, namun hampir sepertiga kasus dari penderita tidak menimbulkan gejala sama

sekali. Sisanya infeksi VHB dapat menimbulkan gejala-gejala seperti penyakit flu, disertai

dengan badan lemas dan nyeri, sakit kepala, demam, nafsu makan berkurang, diare,

ikterik (kuning), mual dan muntah. Gejala dapat memberat dan bertahan berbulan-bulan

ditambah dengan nyeri pada perut, diare, dan ikterik. Ikterik timbul pada penyakit

hepatitis karena hati tidak dapat mengeluarkan bilirubin dalam darah. Sehingga dapat

merubah warna kulit dan putih pada mata menjadi kuning.

Hepatitis B kronis pun dapat didiagnosis melalui biopsi liver penderita hepatitis B kronis.

Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel keci jaringan hati, sampel tersebut diperiksa

di laboratorium tertentu secara mikroskopik. Tes ini sangat penting karena sampel dari

penderita penyakit hepatitis B kronis tadi menunjukan tingkat kerusakan liver si penderita

dan jumlah peradangan hati / liver bahkan apabila sudah terjadi sirosis, dengan biopsi ini

dapat diketahui. Biopsi hati tidak menjadi kewajiban atau keharusan dalam mendiagnosa

penderita penyakit hepatitis B, akan tetapi biopsi hati ini digunakan untuk memantau

perkembangan kerusakan hati pada penderita hepatitis B kronis.

Selain itu juga:

• Kadar bilirubin total pada penderita hepatitis B rata-rata 4,0 mg/dl normalnya 0,3-1,0

mg/dl

• ALT (SGPT) normalnya 5-35 unit/ml (Frankel)

• AST (SGOT) yaitu serum glutamic normalnya 5-35 unit/ml (Frankel)

• Gamma-GT

• Alkaline phosphatas

ALT (SGPT), AST (SGOT) dan LDH adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung,

hati dan jaringan skelet; yang dilepaskan dari jaringan yang rusak.

Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%,

kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT

meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2

sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi.

Page 26: Skenario a Blok 6

26

Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio

albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang

6.2.7 Adakah dengan hubungan penyakit hepatitis B yang lama dengan penyakit

cirrhosis hepatis yang sekarang dialami?

Kanker hati sering ditemukan pada orang-orang yang mengidap infeksi virus hepatitis B

kronis (pada pemeriksaan darah ditemukan pertanda virus hepatitis B yang berlangsung

lama dan menetap). Kemudian pada pemeriksaan darah penderita kanker hati ternyata

diketahui 65% diantaranya mengandung pertanda terkena infeksi hepatitis B. Sebagian

besar dari yang terkena infeksi virus hepatitis dapat sembuh. Sebagian kecil yang

berkembang menjadi penyakit radang hati (hepatitis) menahun. Sekitar 10% diantaranya

berkembang menjadi kanker. Di Indonesia jumlah pengidap infeksi virus hepatitis B

diperkirakan sekitar 6-8%. Tingginya angka ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan

masyarakat akan penyakit ini serta cara-cara penularannya.

Beberapa penderita infeksi kronis mungkin mengalami masalah

sehubungan dengan infeksi tersebut, sedangkan yang lain tidak. Apakah

seorang menghapuskan infeksi tersebut atau terinfeksi secara kronis

bergantung terutama pada usianya: 90% bayi baru lahir, 20-50% anak 1-

5 tahun, dan 1-10% anak lebih besar dan orang dewasa, terinfeksi secara

kronis. Penderita infeksi kronis biasanya dapat menularkan penyakit

seumur hidup, dan mungkin menderita hepatitis berkelanjutan. Setelah

bertahun-tahun, ini dapat mengakibatkan komplikasi seperti sirosis atau

kanker hati.

Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati rusak oleh alkohol yang telah dikonsumsi.

Mekanisme bagaimana alkohol dapat menimbulkan kerusakan hati pada pecandu alkohol

belum diketahui secara jelas. Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang

terkandung dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan kimia

sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu peradangan yang

menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan

parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu

kemampuan hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut merupakan

kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan tahap akhir dari hepatitis alkoholik.

6.2.8 Bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan hepatitis B?

Page 27: Skenario a Blok 6

27

Faktor Etiologi Cirrosis Hepatis itu adalah alkohol dan hepatitis B , belum menemukan

hubungan antara keduanya tetapi riwayat dari pasien yang pernah menderita hepatitis B

yang sudah berarti hatinya itu buruk malah dengan dia gemar mengkonsumsi alkohol itu

akan tambah memperburuk heparnya.

6.3 Tn. Budi datang ke puskesmas dengan keluhan BAB berwarna hitam, mengalami nausea,

dan anorexia

6.3.1 Bagaimana proses terjadinya BAB normal dan yang berwarna hitam?

usus besar merupakan organ pengering dan penyimpan. Sebagian pencernaan berbagai nutrisi

sudah selesai di usus halus, yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu za makanan yg tidak

tercerna (missal selulosa), komponen empedu yg tidak diserap, serta cairan. Kolon

mengekstraksi h2o dan garam, apa yang tersisa setelah itu disebut feses.

feses terdiri dari air, selulosa yg tidak tercerna, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam.

Varises esophagus

o Perdarahan pada carises esophagus merupakan akibat hipertensi portal yang

berbahaya. Vena vena dari vena cava menyempit. Hal ini terjadi karena banyak darah

yang mengalir pada vena-vena tersebut akibat peningkatan tekanan sirkulasi vena

portal akibat dari terganggunya aliran darah ke hepar akibat sirosis. Vena-vena

tersebut berbelit karena sesak oleh darah dan menjadi rapuh. Vena-vena ini menjadi

sangat peka terhadap trauma, seperti makanan kasar, pepsin, batuk dan bersin yang

kuat, muntah, bahkan karena mengejang saat proses defekasi. Perdarah ini

menyebabkan darah ikut masuk kedalam gastr yang kemudian deicerna bersamaan

dengan makanan yang kemudian mengakibatkan feses berubah menjadi warna hitam

atau yang disebut melena

BAB Hitam menandakan adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA).

Proses penghitaman biasanya terjadi karena darah tersebut mengalami oksidasi dan

perubahan warna akibat kondisi asam yang terdapat pada SCBA. Hal ini biasanya dipakai

oleh dokter untuk membedakan, apakah perdarahan terjadi pada SCBA atau sal cerna

bagian bawah.

Adanya perdarahan pada SCBA pastinya merupakan suatu kondisi yang harus ditangani

segera.Tukak atau luka pada lambung maupun usus 12 jari seringkali mendasari kondisi

ini.Dan penyakit yang menyebabkannya harus segera diatasi.

Mekanisme terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan juga disrupsi

mukosa gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi, trauma,

Page 28: Skenario a Blok 6

28

atau kanker.Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu perdarahan

saluran cerna dapat terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti ektasis pada vaskular

atau varises esofagus karena hipertensi portal.Selain itu, riwayat penggunaan obat-

obatan golongan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) jangka panjang atau

konsumsi alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.

6.3.2 Bagaimana vaskulerisasi pada sistem pencernaan?

a. Arteri

A. coeliaca adalah arteri yang berasal dari foregut dan memperdarahi tractus

gastrointestinal mulai dari 1/3 bawah oesophagus sampai pertengahan pars

descendens duodeni

A. mesenterica superior adalah arteria yang berasal dari midgut dan memperdarahi

tractus gastrointestinal mulai dari pertengahan pars descendens duodeni sampai 2/3

proksimal colon transversum.

A. mesenterica inferior merupakan arteria yang berasal dari hindgut dan

memperdarahi intestinum crasum mulai dari 1/3 distal colon transversum sampai

pertengahan bawah canalis analis

b. Vena

Aliran darah vena dari sebagian besar tractus gastrointestinal dan organ accessories menuju

ke hepar melalui system vena portae ,mengalirkan darah ke lien,pancreas,dan vesica fellea .

cabang –cabang dari vena portae hepatis adalah :

V.lienalis

V. mesenterica inferior

V.mesenterica superior

V. gastrica sinistra

V. gastrica dextra

V. cystic

Aliran darah darah vena pada sebagian besar tractus gastrointestinalis dan organ

accesorius menuju ke hepar melalui system vena portae. Vena porta hepatis merupakan

system vena yang membawa darah dari 1/3 bagian bawah oesofagus sampai pertenahan

bawah canalis analis, ia juga mengalirkan darah dari lien, pancreas, dan vesica fellea.

Vena portae hepatis membawa darah dari percabangan vena lainnya;Vena lienalis yang

menerima darah dari vena gastrica breve, vena gastroepiploica sinistra, vena mesentrica

inferior, dan vena pancreatica ; Vena mesentrica inferior menerima darah dari vena

rectalis superior, vena sigmoideum, dan vena vena colica sinistra; Vena mesentrica

Page 29: Skenario a Blok 6

29

superior menerima darah dari vena jejunalis, vena ilealis, vena ileocolica, vena colica

dextra, vena colica media, vena pancreaticoduodenalis inferior, dan vena gastroepiploica

dextra; Vena gastrica dextra et sinistra; vena cystica; semuanya menyusun system vena

porta.

6.3.3 Bagaimana mekanisme nausea?

Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral, labirinth dan emosi. Tidak

selalu berlanjut dengan retching dan ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan keinginan

untuk muntah yang dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai dengan gejala

hipersalivasi, pucat, berkeringat, takikardia dan anoreksia.

Selama periode nausea, terjadi penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan fundus.

Antrum dan duodenum berkontraksi berulang-ulang, sedangkan bulbus duodeni relaksasi

sehingga terjadi refluks cairan duodenum ke dalam lambung. Pada fase nausea ini belum

terjadi peristaltik aktif.

Muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan obstruksi saluran

gastrointestinal tidak didahului oleh fase nausea.

Nausea sering menyertai vomitus tanpa tergantung samtu sama lain, tetapi berhubungan

sangat erat dan diperkirakan timbul dengan perantara lintasan neural yang sama. Maka

dari itu saya akan membahas tentang mekanisme vomitus.

Gerakan vomitus dikendalikan oleh 2 pusat medularis yang berbeda: pusat vomitus di

bagian dorsal retikulum lateralis dan kemoreseptor trigger zone di daerah postrema dasar

ventrikulus keempat. Pusat muntah menerima rangasangan aferen dari traktus

gastrointestinal dan bagian lain dari tubuh, dari batang otakk yang lebih tinggi dan pusat

korteks. Lintasan eferen yang penting pada vomitus adalah nervus frenikus (pada

diafragma), nervus spinalis (pada muskulatur interkostalis dan abdominalis), dan serabut-

serabut saraf eferen visceral dalam nervus vagus (pada laring, faring, esophagus, dan

lambung).

Chemoreceptor trigger zone tidak mampu dengan sendiri untuk menimbulkan gerakan

vomitus; aktivitas zona ini lebih memberikan impuls pd pusat vomitus medularis yang

akan memulai emesis

Page 30: Skenario a Blok 6

30

6.3.4 Bagaimana hubungan antara cirrhosis hepatis dengan anorexia?

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai

ke hati. di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi

kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat

kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga

terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan

mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan

(anoreksia).

Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan

atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan

berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang

berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang

berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2

juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini

biasanya terjadi pada alkoholik.

Saat ini, belum ada penyebab pasti dari anorexia nervosa. Namun, penelitian di dalam

bidang-bidang medis dan psikologis masih terus menjelajahi berbagai kemungkinan

penyebab. Studi-studi menyiratkan bahwa suatu komponen genetik (faktor keturunan)

mungkin memainkan suatu peranan yang lebih signifikan di dalam menentukan

kerentanan seseorang terhadap anorexia dibanding perkiraan awal.

Para peneliti saat ini sedang mencoba untuk mengidentifikasi genetik atau gen-gen

tertentu yang mungkin mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk

mengembangkan penyakit ini, dan studi-studi tahap awal menyiratkan bahwa suatu

genetik yang berlokasi pada chromosome 1p sepertinya terlibat di dalam menentukan

kerentanan seseoang terhadap anorexia nervosa.

Bukti lain telah menunjukkan suatu disfungsi di dalam bagian dari otak yang disebut

hypothalamus (yang mengatur proses-proses metabolic tertentu), sebagai faktor yang

berkontribusi terhadap pengembangan anorexia.

Page 31: Skenario a Blok 6

31

Studi-studi lain telah menyiratkan bahwa mungkin terjadi ketidak seimbangan di dalam

level-level neurotransmitter (kimiawi otak yang terlibat di dalam pengiriman sinyal dan

proses pengaturan) di dalam otak orang yang menderita anorexia.

6.4 Pada pemeriksaan fisik dijumpai sklera ikterik dan konjungtiva pucat, ditemukan spider

naevi, terlihat perutnya membesar, adanya caput Medusae, hepar tak teraba dan

splenomegali (Schuffner 2), shifting dullness (+), kaki yang membengkak dan palmar

eritema.

6.4.1 Bagaimana anatomi mata normal?

a. Bola Mata

Page 32: Skenario a Blok 6

32

Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan

hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Gambar menunjukan bagian-

bagian yang termasuk ke dalam bola mata, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi

berbeda, secara rinci diuraikan sebagai berikut :

1. Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola

mata

Page 33: Skenario a Blok 6

33

2. Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata :

a. muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas

b. muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah

3. Kornea : memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya

4. Badan Siliaris : Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk

beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus humor

5. Iris : Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.

6. Lensa : Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa

7. Bintik kuning (Fovea) : Bagian retina yang mengandung sel kerucut

8. Bintik buta : Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata

9. Vitreous humor : Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata

10. Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata

b. Alat-alat Tambahan Mata

Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus

lakrimalis.

1)Alis : terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk

melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.

2)Kelopak mata : ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak

dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik

kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot

yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi.

Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan

“melotot” atau “sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut

caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera

(keringat).

3)Bulu mata : ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow.

Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi

kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).

4)Apparatus lacrimalis : terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis,

dan ductus nassolacrimalis.

Page 35: Skenario a Blok 6

35

1) Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera

berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan

yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian

memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga

keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu.

Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang

menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.

2) Tunica Vasculosa

Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang

terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid.

Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya

akan pigmen warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia

dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada warna.

Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya

berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di

tempat ini memiliki pigmen warna.

Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah.

Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke

dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan

melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi,

Page 36: Skenario a Blok 6

36

demikian sebaliknya jika Anda berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan

berusaha untuk menyempitkan mata karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk

yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah kamera, pupil ini diibaratkan seperti

diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.

Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebutMusculus

Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja

untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh

tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda

dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot

lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat

memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut. Sekarang Anda tahu mengapa

aktivitas seseorang yang membaca buku akan membuat mata terasa cepat lelah?

Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang

masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat

memperkokoh kedudukan bola mata

3) Tunica Nervosa

Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian

belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak,

namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar

103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar

100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta

lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih,

dan sangat peka pada sedikit cahaya.

1. SEL BATANG tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya

sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini

mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti

cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk

penglihatan pada cahaya remang-remang.

Page 37: Skenario a Blok 6

37

2. SEL KERUCUT atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda,

yaituiodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing

sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah,

hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan

ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang.

Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron

bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel syaraf yaitu

syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian yang menembus

ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang

dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa

sehingga disebut dengan bintik buta.

6.4.3 Bagaimana terjadi sklera ikterik dan konjungtiva pucat?

Menguningnya sclera akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin

dalam darah, hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

eritrosit ,polisitemia,atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatic . sedangkan

konjungtiva pucat disebabkan oleh perdarahan pada saluran cerna yang disebutkan

dalam kasus ini adalah BAB bewarna hitam karena terdapatnya darah ini menyebabkan

penurunan Hb dan Ht (anemia) sehingga konjungtiva palpebra pucat.

Sklera ikterik terjadi karena adanya peningkatan bilirubin dalam darah atau disebut juga

hiperbilirubinemia. Ikterik baru akan terlihat jika konsentrasi bilirubin lebih dari 2-3 mg/dl.

kurang dari itu ikterik belum terlihat. Terjadinya peningkatan bilirubin dikarenakan proses

intrahepatik akibat terjadinya sirosis sehingga uptake bilirubin indirek ke hati menurun

dan bilirubin indirek tidak dapat diubah menjadi bilirubin direk. Akibatnya terjadi

peningkatan yang menonjol pada bilirubin indirek.

Konjungtiva pucat artinya menandakan pasien dalam kondisi anemia. Anemia pada pasien

ini dikarenakan kurangnya asupan makanan karena pasien mengalami anorexia. Selain itu

akibat sirosis hati, maka terjadi gangguan proses metabolisme protein sehingga kadar

protein menurun dimana protein juga berperan dalam proses pembuatan darah. Serta

anemia pada pasien ini juga dikarenakan oleh BAB hitam yang menandakan adanya

perdarahan pada saluran gastrointestinal.

Page 38: Skenario a Blok 6

38

6.4.4 Bagaimana vaskulerisasi hepar?

Memasuki portae hepatis, a. hepatica propia bercabang mjd R. dextra et sinistra. a.

hepatica propia sendiri merupakan cabang dr a. hepatica communis, cabang dr triple

hallery, cabang dr aorta abdominalis yg dicabangkan setinggi Vertebrae Thoracal XII atau

Vertebrae Lumbal I.

Vaskularisasi : Arteri = a. hepatica propria cabang truncus coeliacus

Vena = v. porta dan v. hepatica cabang dari vena cava inferior3.

Page 39: Skenario a Blok 6

39

Vascularisasi Hepar

Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hati, darah

ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan

kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica.

Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena

hepatica tidak terdapat katup.

Page 40: Skenario a Blok 6

40

Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,

mengantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya

70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah berasal dari vena porta

bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh

sinusoid atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati

disebut vena interlobular.

Di dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari

saluran cerna, dan arteri hepatica membawa darah yang kaya oksigen dari system arteri.

Arteri dan vena hepatica ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil

membentuk jarring kapiler diantara sel-sel hati yang membentuk lamina hepatica.

Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-

masing lobulus, yang menyuplai vena hepatic. Pembuluh-pembuluh ini membawa darah

dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi yang telah dibawa ke hati oleh

arteri hepatica sebagai darah yang telah dioksigenasi.

Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Arteriol

ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang

berdekatan, dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering

pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.

Page 41: Skenario a Blok 6

41

Persyarafan Hepar

Hepar diinervasi oleh saraf simpatis oleh truncus coeliacus dan saraf parasimpatis oleh N.

vagus (n. X). Diurus oleh system simpatis dan parasimpatis. Saraf-saraf itu mencapai

hepar melalui flexus hepaticus, sebagian besar melalui flexus coeliaci, yang juga

menerima cabang-cabang dari nervus vagus kanan dan kiri serta dari nervus phrenicus

kanan.

6.4.5 Bagaimana mekanisme spider naevi?

Hepatitis B menyebabkan hati tidak mampu mengganti sel yang rusak sehingga terjadi

sirosis hati lalu aliran darah dari A. hepatica dan V. portae hepatica terganggu sehingga

adanya peningkatan estrogen lalu terjadi palmar eritema yaitu kemerah-merahan yang

lama kemudian menjadi spider naevi berbentuk seperti sarang laba-laba.

Spider naevi, palmar eritema terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam

menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan

terjadinya hiperestrogenime pada kapiler.

Page 42: Skenario a Blok 6

42

6.4.6 Bagaimana mekanisme caput Medusae?

Sirkulasi kolateral melibatkan vena superficial dinding abdomen, dan timbulnya sirkulasi

ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus atau disebut juga caput medusae.

Caput medusa membentuk akibat shunting darah dari sirkulasi hati ke sirkulasi sistemik

melalui vena sekitar umbilikus. Shunting Ini bukan rute normal aliran darah dalam

individu yang sehat dan disebabkan oleh tekanan hati meningkat karena beberapa jenis

penyakit hati. Peningkatan tekanan hati memaksa darah mengalir melalui rute baru

melalui vena paraumbilical. Pembuluh darah paraumbilical tidak alami dilengkapi untuk

menerima volume tinggi seperti darah sehingga mereka menjadi buncit dan membesar

membentuk pola sunburst kapal memancar di sekitar umbilikus.

Caput medusa di temukan pada penderita cirrhosis hati, itu pertama sirhosis hati terjadi

kerana infeksi virus hepatitis b atau c, juga bias karena terlalu banyak mengkonsumsi

alcohol, hal ini menimbulkan rusaknya beberapa sel parenkim hati, kemudian terbentuk

jaringan ikat serta noduler-noduler dari sel parenkim hati yang masih sehat, in

menyebabkan perubahan struktur hati, dan terjadi tekanan pada pembuluh darah,

sehingga vena porta terganggu, menyebabkan hipertensi portal, yang semestinya

tekanan hanya 5-10 mmHg naik menjadi lebih dari 15 mmHg dan sifatnya menetap di

pembuluh darah vena, ini menyebabkan limpa membesar, kemudian terjadi pelebaran

Page 43: Skenario a Blok 6

43

pembuluh darah kulit pada dinding perut sekitar ousar Nampak dipermukaan kulit, ini

yang di sebut caput medusa.

6.4.7 Bagaimana mekanisme perut yang membesar?

Produksi Gas yang berlebihan: Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakteri adalah

penyebab umum dari kembung/pembesaran perut sekali-kali (intermittent). Bakteri-

bakteri dapat memproduksi terlalu banyak gas dalam tiga cara. Pertama, jumlah gas yang

diproduksi oleh bakteri-bakteri bervariasi dari individu ke individu. Dengan kata-kata lain,

beberapa individu mungkin mempunyai bakteri-bakteri yang menghasilkan lebih banyak

gas, barangkali karena ada lebih banyak bakteri-bakteri atau karena bakteri-bakteri

tertentu mereka adalah lebih baik dalam menghasilkan gas. Kedua, mungkin ada

pencernaan dan penyerapan makanan yang kurang baik didalam usus kecil, mengizinkan

lebih banyak makanan yang tidak tercerna mencapai bakteri-bakteri di usus besar.Lebih

banyak bakteri-bakteri mendapat makanan yang tidak tercerna, lebih banyak gas yang

mereka hasilkan.Contoh-contoh dari penyakit-penyakit yang melibatkan pencernaan dan

penyerapan yang buruk termasuk intoleransi (ketidaktoleranan) lactose, kekurangan

pankreas, dan penyakit celiac. Ketiga, pertumbuhan bakteri yang berlebihan dapat terjadi

didalam usus kecil.Dibawah kondisi-kondisi normal, bakter-bakteri yang menghasilkan gas

dibatasi pada usus besar.Pada beberapa kondisi-kondisi medis, bakteri-bakteri ini

menyebar kedalam usus kecil. Ketika penyebaran bakteri ini terjadi, makanan mencapai

bakteri-bakteri sebelum ia dapat dicerna dan diserap dengan sempurna oleh usus kecil.

Oleh karenanya, bakteri-bakteri didalam usus kecil mempunyai banyak sekali makanan

yang tidak tercerna dari mana gas-gas dibentuk.Kondisi ini dimana bakteri-bakteri

penghasil gas bergerak kedalam usus kecil disebut pertumbuhan bakteri yang berlebihan

dari usus kecil.

Produksi gas yang berlebihan oleh bakteri-bakter biasanya diiringi oleh buang gas yang

lebih banyak. Peningkatan buang gas mungkin tidak selalu terjadi, bagaimanapun, karena

gas secara potensi dapat dieliminasi dalam cara-cara lain - penyerapan kedalam tubuh,

penggunaan oleh bakteri-bakteri lain, atau mungkin, oleh eliminasi pada malam hari

tanpa sepengetahuan dari pembuang gas.

6.4.8 Bagaimana mekanisme splenomegali?

Akibat terjadinya sirosis hati sehingga hati menjadi mengecil. Kecil nya hati membuat

aliran darah dari vena porta hepatica tersumbat. Sehingga menimbulkan tekanan balik ke

vena porta. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan yang disebut hipertensi porta dan

menyebabkan dilatasi vena – vena yang bergabung di vena porta hepatika dan salah

Page 44: Skenario a Blok 6

44

satunya vena splenica (lienalis) sehingga menyebabkan pembesaran pada lien

(splenomegali).

Limpa membesar karena tingginya tekanan vena porta, sementara aliran darah ke hepar

terhambat, sehingga aliran darah diteruskan ke lien. Selain itu, fungsi hati untuk destruksi

eritrosit terganggu sehingga fungsi tersebut dialihkan ke limpa. Pada limpa terjadi

peningkatan aktivitas destruksi eritrosit, sehingga limpa mengalami hipertrofi dan

hiperplasi sel-selnya.

Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti buluh darah pada limpa. Keadaan

kongesti limpa ini dapat disebabkan oleh 2 kondisi utama, yaitu gagal jantung kongestif

(CHF/Congestive Heart Failure) dan sirosis hati (Hepatic Cirrhosis). Pada kondisi sirosis

hati, aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi fibrosis hati.

Keadaan seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta dan vena

splenik, sehingga menyebabkan pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang diakibatkan

oleh sirosis hati ini dapat disertai penebalan lokal pada kapsula.

Lien > Menghasilkan, memantau, menyimpan, menghancurkan sel darah >Bagian putih>

System kekebalan untuk Mencerna bahan ; Bagian merah> Melawan infeksi bahan yang

tidak diperlukan(eritrosit tua) >Fungsi abnormal>Menangkap sel-sel darah yang

abnormal>Penumpukan sel darah>Pembengkakan lien(splenomegali)

6.4.9 Bagaimana mekanisme shifting dullness?

Shifting Dullness mendeskripsikan suara pekak yang berpindah – pindah pada saat perkusi

akibat adanya cairan bebas di rongga abdomen. Cairan bebas di rongga abdomen

tersebut disebut asites. Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yg

mengandung sedikit protein. Terjadinya karena peningkatan tekanan hidrostatik pada

kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat

hipoalbuminemia. Faktor lainnya, peningkatan retensi natrium dan air dan peningkatan

sintesis dan aliran limfe hati. Tidak hanya asites hipertensi porta juga dapat

bermanifestasi menjadi caput medusa.

Hipertensi porta pada sirosis hepatis disebabkan oleh resistensi terhadap aliran aliran

porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentralis oleh fibrosis perivenula dan

ekspansi nodul parenkim.Asites, manifestasi hipertensi porta, baru tampak bila terjadi

penimbunan paling sedikit 500 mL. Cairan yang terakumulasi bias berliter – liter dan

Page 45: Skenario a Blok 6

45

mengandung serosa, protein albumin, dan zat terlarut seperti glukosa, natrium dan

kalium. Patogenesis asites melalui mekanisme :

1. Hipertensi sinusoid mendorong cairan keluar melalui pembuluh limfa hati.

2. Aliran limfa hati ke rongga peritoneum dengan kapasitas 20L/hari (normal 0,8 – 1

L/hari)

3. Peningkatan resistensi diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilator

endogen menyebabkan hipertensi porta bersifat menetap. Secara keseluruhan, tubuh

akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas simpatik, system renin angiostensin

aldosterone dan arginine vasopressin. Akibatnya, terjadi peningkatan reabsorbsi air dan

garam oleh ginjal serta peningkatan indeks jantung.

6.4.10 Bagaimana mekanisme palmar eritema?

Eritema palmaris adalah kemerahan pada telapak tangan, terutama di sekitar pangkal jari

kelingking dan jempol. Sejumlah kondisi medis dapat menyebabkan gejala klinis, dan

beberapa orang juga mengalami memerah seperti ketika mereka berada dalam

kesehatan yang normal. Ketika palmar eritema diidentifikasi pada pasien, dokter mungkin

merekomendasikan beberapa tindak lanjut tes untuk menentukan penyebabnya jika

pasien tidak memiliki kondisi medis yang dikenal yang dapat menyebabkan kemerahan

pada telapak tangan.

Thenar dan hipothenar telapak tangan berwarna merah karena perubahan metabolism

hormone esterogen. Tekanan darah tinggi merupakan penyebab umum untuk palmar

eritema. Hal ini juga terkait dengan penyakit hati, termasuk kanker hati, sirosis, dan

hepatitis. Ibu hamil juga harus telah diketahui mengalami gejala klinis. Beberapa studi

telah menyarankan bahwa tingkat estrogen tinggi juga dapat menyebabkan memerah

telapak tangan. Namun, penting untuk diingat bahwa variasi warna alami di tangan yang

umum pada manusia, dan bahwa kemerahan pada telapak tangan tidak selalu merupakan

tanda penyakit atau penyebab keprihatinan. Kulit memerah tidak benar-benar meradang,

meskipun mungkin disebabkan oleh proses inflamasi di tempat lain dalam tubuh. Kulit

tidak perlu merasa lembut atau panas, dan mungkin pucat bila disentuh. Dalam kasus ini,

memberi tekanan ke daerah memerah akan menyebabkan mereka untuk mengubah

sedangkan untuk sesaat sebelum rona merah muncul.

Penyebab Eritema Palmar:

Idiopatik

Sirosis

Page 46: Skenario a Blok 6

46

Penyakit Hati kronik

konsumsi alkohol berlebihan

kehamilan

kelainan jaringan ikat

o Rheumatoid artritis

o sarcoidosis

o SLE

tirotoksikosis

polisitemia

Leukemia

eksem dan psoriasis

6.5 Dokter menyatakan bahwa Tn. Budi menderita cirrhosis hepatis

6.5.1 Bagaimana struktur anatomi dan histologi hepar yang mengalami cirrhosis

hepatis?

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.Peradangan ini

menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini

memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel

hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir

sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi

parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang

lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

Page 47: Skenario a Blok 6

47

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini

menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,

dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik

tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis pada sel

duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan kolagen

berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen yang

aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung etiologi

sirosis.Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah

portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag

menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya

fibrinogen.Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.Septa aktif ini

berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :

Tipe I : lokasi daerah sentral.

Tipe II : sinusoid.

Tipe III : jaringan retikulin.

Tipe IV : membran basal.

Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada

sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga

asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Page 48: Skenario a Blok 6

48

When nodules measure less than 3 mm in size, it is called micronodular cirrhosis.

When the nodules are greater than 3 mm, the term macronodular cirrhosis is used.

When they are present in equal numbers, the term micro-macronodular cirrhosis is applied.

6.5.2 Bagaimana patofisiologi cirrhosis hepatis?

Penyebab sirosis pada pasien ini adalah riwayat hepatitis B dan alkohol. Alkohol adalah

toksin yang paling sering menyebabkan cedera dan peradangan hati. Jika hati sering

terpapar alkohol maka banyak sel yang akan cedera berulang dan terjadi reaksi

peradangan. Sel-sel yang mengalami cedera akan membentuk jaringan parut yang difus di

hati (kolagen). Penimbunan kolagen ini akan membentuk nodulus-nodulus fibrousa

serta pita-pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit. Jika keadaan terus

berlanjut Jaringan hati normal akan diganti oleh jaringan ikat sehingga hati akan mengecil.

Page 49: Skenario a Blok 6

49

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola

khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus; sirosis Laennec, pascanekrotic, dann biliaris.

• sirosis Laennec

disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi) merupakan suatu pola khas sirosis

terkait penyalahgunaan alcohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus

sirosis.

Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secata

berleihan secara bertahap di dalam sel-sel hati(infiltrasi lemak). Para pakar setuju bahwa

alcohol menimbulkan efek toksik bagi hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya

sejumlah gangguan metabolic yang mencakup pembentukan trigliserida secara

berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi

asam lemak.

Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati deperti terlihat pada alkoholisme dini

bersifat reversible bila berhenti minum alcohol; beberapa kasus dari kondisi yang relative

jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis hati akan membesar,

rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak

dalam jumlah banyak.

Hepatis alkoholik ditandai secara histologist oleh nekrosis hepatoselular, sel-sel balon,

dan infiltrasi leukosit poli- morfonuklear (PMN) di hati.

Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal

terbentuk menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas

regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari

sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula

fibrosa yang tebal. Pada keadaan iini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.

Hati akan menciut, keras, dan hamper tidak memiliki parenkim normal pada stadium

akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.

• Sirosis pascanekrotik

Terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatotisit dikelilingi dan

dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan

parenkim hati normal. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HBsAg-positif, sehingga

menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya merupakan peristiwa penting.

Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengn bahan kimia

industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi ora;, metal-dopa, arsenic,

dan karbon tetraklorida.

Cirri khasnya adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah factor predisposisi timbulnya

neoplasma hati primer (karsinoma hepatoselular).

Page 50: Skenario a Blok 6

50

• Sirosis biliaris

Adalah kerusakan sel hati yang dimulai di sekiar duktus biliaris. Penyebab paling sering

adlah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu

di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi

lobules, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar,

keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Penyebabnya masih belum diketahui.

6.5.3 Apa saja penyebab penyakit cirrhosis hepatis?

Ada banyak penyebab sirosis. Penyebab paling umum adalah kebiasaan meminum

alkohol dan infeksi kronis virus hepatitis B, C, D. Sel-sel hati Anda berfungsi mengurai

alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus

hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat

mengakibatkan sirosis. Sekitar 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis mengembangkan

sirosis. Tetapi hal ini biasanya terjadi setelah sekitar 20 tahun atau lebih dari infeksi awal.

Penyebab umum sirosis lainnya meliputi:

- Infeksi kronis virus hepatitis B.

- Hepatitis autoimun. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk

menyerang bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem

kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan

kerusakan dan sirosis.

- Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan darah

terhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer, primary

sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu.

- Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi di mana lemak menumpuk di

hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan berat badan

(obesitas) meningkatkan risiko Anda mengembangkan non-alcohol steato-hepatitis.

- Reaksi parah terhadap obat tertentu.

- Beberapa racun dan polusi lingkungan.

- Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit.

- Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah dan kemacetan di

hati.

Beberapa penyakit warisan langka yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati,

seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi di hati

dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang menyebabkan penumpukan

abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).

Page 51: Skenario a Blok 6

51

6.5.4 Bagaimana ciri-ciri penderita cirrhosis hepatis (makroskopik dan mikroskopik)?

Pada pemeriksaan hati kadang kadang terasa keras namun pada sirosis hati yang lanjut

sudah tidak teraba lagi dan mengecil, perdarahan karena pecahnya varises

esophagus,kadar protombin rendah, kadar albumin rendah,adanya ikterus yang menetap

Secara mikroskopik:

Pada sirosis hati akan terjadi pembentukan nodulus-nodulus fibrous. Gambaran

mikroskopis konsisten dengan gambaran makroskopis. Ukuran nodulus sangat bervariasi

dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang

susunannya tidak teratur. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai

makronodular (besar nodul > 3mm) dan mikronodular (<3mm) ataupun campuran.

6.5.5 Bagaimana cara mendiagnosis cirrhosis hepatis?

1) Periksa CT

Beberapa tahun terakhir ini, periksa CT merupakan cara diagnosis kanker hati yang sangat

umum, dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan batas kanker pada pasien dengan jelas.

Selain itu, melalui spesifikasi dari radiology dapat menyambungkan setiap saluran dalam

hati dengan pembuluh darah dalam hati terhadap tumor dengan pasti.

Biasanya, USG sering dipergunakan untuk mengetahui kelanjutan dari pengobatan dan

pemeriksaan suatu penyakit, cara diagnosis kanker hati ini dapat menunjukkan bentuk

dan ukuran tumor, cara diagnosis ini sangat berguna untuk penyakit tumor bagian hati.

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Cara diagnosis kanker hati yang ini sangat bagus terhadap penyakit yang agak ringan,

sangat membantu terhadap lesi jinak kanker hati, cara diagnosis yang ini juga sering

menggunakan pemeriksaan CT sebagai tambahan.

3) Alphafetoprotein

Dalam bidang klinis, alphafetoprotein adalah cara diagnosis kanker hati yang lazim

digunakan saat ini, cara ini juga sederhana dan efektif. Pasien dengan radang hati yang

bersifat racun lebih gampang terkena kanker hati, dan alphafetoproteinnya bisa

meningkat, tapi bukan semua pasien kanker hati bisa meningkat alphafetoproteinnya.

Maka dari itu penderita penyakit hati kronis yang alphafetoproteinnya normal juga tidak

boleh mengabaikannya.

4) USG

Page 52: Skenario a Blok 6

52

Biasanya, USG sering dipergunakan untuk mengetahui kelanjutan dari pengobatan dan

pemeriksaan suatu penyakit, cara diagnosis kanker hati ini dapat menunjukkan bentuk

dan ukuran tumor, cara diagnosis ini sangat berguna untuk penyakit tumor bagian hati.

Gejala Penyakit Sirosis Hati.

Kelelahan

Kelemahan

Cairan yang bocor dari aliran darah dan menupuk di kaki

Kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah

Kecendrungan lebih sering memar dan berdarah

Penyakit kuning karena penupukan bilirubin

Gatal – gatal karena penumpukan racun

Gangguan kesehatan mental pengobatan penyakit

Gejala dini adalah mudah lelah, kelelahan, anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan

kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), berat badan sedikit berkuran, nausea dan

muntah, khususnya pada pagi hari. Rasa sakit yang tidak nyata atau perasaan berat pada

epigastrium atau kuadran atas terdapat pada sebagian penderita. Pada kebanyakan kasus,

hati keras dan teraba, dengan mengabaikan apakah hati membesar atau atrofi.

Pada pemeriksaan fisik akan terdapat: spider naevi, ikterus, eritema palmar, caput

medusa, shifting dullness karena terdapat asites, bunyi bruit atau suara abnormal arteri

atau lumen pembuluh darah yang terdengar sebagai aliran turbelensi, bunyi akan

meningkat saat penderita melakukan inspirasi dan sedang berdiri.

1. cirosis kompensata : kelelahan, anoreksia, nausea, libido hilang

2. cirosis dekompensata : hard and bumpy hepar, splenomegaly, internal bleeding which

causes melena, spider naevi, eritema Palmaris, liver biopsy (taking some tissue of the

hepar with needle) with results indicating a low albumin level, low platelet (thrombocyte),

and abnormally low cholesterol.

6.5.6 Adakah pengaruh umur terhadap penyakit cirrhosis hepatis?

Ada. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jikadibandingkan

dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rataterbanyak antara golongan

umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 –49 tahun.

Page 53: Skenario a Blok 6

53

7. RESTRUKTURISASI / KERANGKA KONSEP

Alkoholisme Infeksi virus hepatitis

Cirrhosis hepatis

Kerusakan hepatoseluler

Gagal menginaktifkan steroid adrenal

dan gonad

Hiperestrogenisme pada kapiler

Palmar eritema

Spider naevi

Gangguan metabolisme

bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi

Sklera ikterik

Bilirubin di bawa

oleh darah ke

sklera mata

Kolaps lobuli hepar Terbentuknya jaringan parut + septa fibrosa

Distorsi pembuluh darah dan terganggunya aliran darah portal

Portal hypertension

Shunting aliran dari

hepar ke sirkulasi sistemik

BAB hitam Anemia

Darah masuk ke dalam

gastr

Perubahan tek. Kapiler

dan permeabilitas

Homeostasis oleh

vasokonstriksor dan

antinatriuretic factor

Penyaluran darah ke

lien akibat aliran

darah ke hepar

terhambat

Retensi natrium dan

cairan

Perdarahan varises

esofagus

Nitrit Oksida meningkat

Vaso dilatasi lokal

Vaso dilatasi vena lienalis

Caput Medusae

Dilatasi vena

sekitar umbilicus

Shifting dullness

Akumulasi cairan

(asites) di cavitas

abdomen

Splenomegali

Anorexia

Rasa penuh pada perut

Menekan gastr

Konjungtiva pucat

Kekurangan protein dan

asupan lainnya

Page 54: Skenario a Blok 6

54

8. TOPIK PEMBELAJARAN/LEARNING ISSUES

8.1 Traktus digestivus dan organ aksesorius

8.2 Anatomi dan histologi hepar

8.3 Vaskulerisasi hepar

8.4 Pengaruh minuman alkohol terhadap tubuh

8.5 Cirrhosis hepatis

8.6 Hepatitis B

TOPIK YANG SAYA

TAHU YANG SAYA TIDAK TAHU

YANG HARUS

DIBUKTIKAN KEMBALI

BAGAIMANA

SAYA

BELAJAR

Traktus digestivus

dan organ

aksesorius

Organ-organ

digestivus

Penyerapan alkohol

melalui traktus

digestivus

Stuktur histologi

Textbook

Internet

Jurnal

Anatomi dan

histologi hepar

Anatomi

hepar

Hepatitis B dan cirrhosis

hepatis

Histologi hepar dan

kaitannya dengan

penyakit hepar

Vaskulerisasi

hepar

Anatomi

vaskulerisasi

hepar

Gangguan vaskulerisasi

hepar -

Pengaruh

minuman alcohol

terhadap tubuh

Alkohol Kaitan alkohol dan

penyakit pada kasus

Pengaruh minuman

alcohol terhadap tubuh

Cirrhosis hepatis - Etiologi, patofisiologi,

ciri-ciri -

Hepatitis B - Etiologi, patofisiologi,

ciri-ciri -

Page 55: Skenario a Blok 6

55

9. SINTESIS

9.1 TRAKTUS DIGESTIVUS DAN ORGAN AKSESORIUS

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitu saluran panjang yang merentang

dari mulut sampai anus, dan organ – organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva,

hati, kandung empedu, dan pancreas.

Mulut

o Mulut terbentang dari bibir sampai ke isthmus faucium, yaitu peralihan dari mulut

dengan pharynx. Mulut dibagi dalam vestibulum oris, yaitu bagian antara bibir dan

pipi di sebelah luar dengan gusi dan gigi-geligi di sebelah dalam; dan cavitas propia

yang terletak di dalam arcus alveolaris, gusi dan gigi-geligi. Vestibulum oris adalah

ruang sempit mirip celah yang berhubungan keluar melalui rima oris. Pipi membentuk

dinding lateral vestibulum oris dan dibentuk oleh m.buccinator. Cavitas oris propia

mempunyai atap, yang berbentuk oleh palatum durum di depan dan palatum molle di

belakang.

o Bibir atas/labium superior dan labium inferior/bibir bawah, akan bertemu pada

sudut/angulus oris, kemudian kita lihat dari sudut mulut ke hidung, ada suatu alur,

yakni sulcus nasolabialis. Sulcus nasolabialis ini selalu ada, jadi kalau menghilang

berarti ada kelumpuhan otot wajah/kelumpuhan facialis yang perifer. Ada juga sulcus

mentolabialis.

o pada mulut terdapat otot- otot pengunyah yang berperan sangat penting dalam

proses pencernaan., yakni:

M. masseter

M. temporalis

M. pterygoidea medialis/internus

M. pterygoidea lateralis/externus

Keempat otot pengunyah ini, menggerakkan rahang bawah terhadap rahang

atas. Kalau kita membuka mulut, yang bergerak adalah rahang bawah. Otot-

otot ini dipersyarafi oleh portio minor dari nerves mandibularis, cabang ketiga

( N. Trigemini V3 ). Jadi, fungsi otot pengunyah adalah menggerakkan rahang.

o Atap mulut dipersarafi oleh n.palatina major dan n. nasopalatinus. Serabut-serabut

saraf berjalan di dalam n. maxilaris. Dasar mulut dipersarafi oleh n. lingualis, sebuah

cabang dari n. mandibularis. Serabut-serabut pengecap berjalan di dalam chorda

tympani, cabang dari n. fascialis. Pipi dipersarafi oleh n. buccalis, cabang dari n.

mandibularis.

Gigi- geligi

Page 56: Skenario a Blok 6

56

o Terdapat dua perangkat gigi-geligi yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda dalam

kehidupan, yaitu gigi decidua dan gigi tetap.

Gigi decidua berjumlah 20 buah: 4 incivus, 2 caninus, dan 4 molar pada setiap

rahang.

Gigi tetap berjumlah 32 buah: 4 incivus, 2 caninus, 4 premolar, dan 6

molar pada setiap rahang.

o Persyarafannya gigi geligi

Rahang atas di persarafi oleh cabang nerves trigeminus yang kedua ( n.

Maxillaris )

Rahang bawah di persarafi oleh cabang nerves trigeminus yang ketiga ( n.

Mandibularis )

Palatum

o Palatum kita kenal ada dua bagian yaitu palatum durum yang merupakan bagian yang

keras, dan bagian yang lembek yaitu palatum molle.

o Palatum durum, batas-batasnya kira-kira sampai tepi dorsal dari moral ke-3, dan

seterusnya bisa diraba dengan ujung lidah, kalau lembek-lembek itu berarti palatum

molle yang dapat bergerak naik turun. Pada selaput lendir palatum, kita lihat ada

beberapa lipat yang kita sebut rige palatina, di sebelah depan yang berjalan transversa.

Kemudian ada kelenjar ludah kecil yang disebut glandula palatini, untuk air liur yang

dindingnya ada saluran keluarnya.

o Pendarahan dan persyarafan palatum, oleh v.a.n palatina major & minor. Palatina

major untuk bagian terbesar yaitu bagian depan, dan palatina minor untuk bagian

kecil yakni palatum molle.

Lidah

o Lidah adalah massa otot lurik yang ditutupi oleh membran mukosa. 2/3 bagian

anteriornya terletak dalam mulut dan 1/3 bagian posteriornya terletak di

pharynx. Lidah dibagi menjadi belahan kiri dan kanan oleh septum fibrosum mediana,

mereka bertemu di lubang kecil, yaitu foramen caecum, disini terdapat papilla yang

lebih besar, yakni papilla valata. Sementara papilla yang kecil-kecil di depannya yakni

papilla fungiformis & filiformis sehingga membuat Permukaan lidah kasar, karena

terdapat titik pengecap

o Pada lidah kita kenal ada otot intrinsik dan ekstrinsik.

Yang diartikan dengan otot intrinsik ialah origo dan insersio di lidah. Jadi otot

intrinsik ini merupakan bentuk dari lidah. Lidah menjadi gepeng, bundar dan

pendek, itu karena kontraksi otot intrinsik lidah.

Page 57: Skenario a Blok 6

57

Otot ektrinsik, menghubungkan lidah dengan dunia luar. Jadi otot ekstrinsik

merubah letak dari lidah. Lidah berubah ke depan, ke samping, itu oleh otot

ekstrinsik. Persyarafan dari otot ini oleh syaraf XII ( nerves hypoglossus ), yang

memang merupakan syaraf untuk lidah

Kelenjar ludah

o Kelenjar ludah ada 3, yaitu glandula parotis yang paling besar, terletak di bawah

kuping, kemudian yang lebih kecil di bawah dagu/di bawah mandibula, yakni glandula

submandibularis, kemudian di bawah lidah yaitu glandula sublingualis

Faring

o Faring merupakan saluran panjang otot polos yang tidak sempurna, dengan orifisium

depan ke cavum nasi, mulut, dan laring, sehingga terdapat nasofaring, orofaring, serta

laringofaring. Lapisan ototnya terdiri atas :

M. konstriktor faringeus superior : keluar dari ligamentum

pterigomandibularis (yang terbentang antara hamulus pterigodeus

dan mandibula tepat di belakang gigi molar ketiga).

M. konstriktor faringeus media : keluar dari ligamentum stilohioideum

serta kornu minus dan majus os hyoid.

M. konstriktor faringeus inferior : keluar dari kartilago tiroid dan

krikoid

Otot-otot konstriktor ini menggelilingi faring dan interdigitatum

diposterior. Celah antara otot-otot ini diisi oleh fasia. Terdapat pula

lapisan otot longitudinal disebelah dalam. Nasofaring dilapisi oleh

epitel kolumnar bersilia dan pada dinding posteriornya terdapat

massa jaringan limfatik, tonsila faringealis atau adenoid. Tuba

auditorius (eustachii) membuka ke nasofaring setinggi dasar hidung,

kartilago tuba sedikit mencuat di belakang orifisium.

o Persarafan faring adalah:

Motoris : cabang faringeal dari n.vagus

Sensoris : n. glosofaringeus

Oesophagus

o Oesophagus merupakan suatu saluran muscular, panjang kira- kira 25 cm, yang

dimulai dari cartilage cricoidea dan m. cripharyngeus di bagian proximal dan mencapai

bagian cardia dari lambung.

o Bagian-bagian oesophagus:

Bagian cervical :

Letaknya di belakang trakea

Page 58: Skenario a Blok 6

58

Nervus recurrens terletak di sisinya

Letaknya di atas muskulus prevertebrale

o Bagian thoracal :

Dari mediastinum superior melalui mediastinum posterior sampai ke

diafragma

Bersentuhan dengan atrium kiri sehubungan dengan letaknya

Nervus vagus langsung menyentuh oesophagus

Terletak di depan aorta descendens

o Bagian abdominal :

Keluar dari arcus dexter diafragma pada tingkat vertebra

Bagian ini panjangnya 1-2 cm

Sisi kirinya langsung berlanjut ke curvature minor lambung

Gaster

o Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang paling lebar dan mudah

melebar. Letaknya di kuadran kiri atas abdomen, membentuk huruf “J” (meskipun

bentuk dan letaknya dapat sangat bervariasi).

o Lambung terletak di antara cardia dan pylorus di dalam “stomach bed”. Cardia

terletak tepat di bawah hiatus oesophagicus di diafragma, pada tingkat vertebra Th 10,

di belakang rawan kosta ke 7,2 cm ke kiri dari garis tengah dan pylorus terletak pada

tingkat L1.

o Bagian – bagian gaster:

Fundus

Anthrum pyloricum

Corpus

Pylorus

Page 59: Skenario a Blok 6

59

Pankreas

o Pankreas memiliki kaput, kolum, korpus dan kauda. Pankreas merupakan organ

retroperitoneal yang terletak kira- kira sepanjang bidang transpilorik. Kaput terikat

dilateral oleh duodenum yang melengkung dan kauda memanjang ke hilus lien pada

ligamentum lienorenale. Pembuluh darah mesenterika superior lewat dibelakang

pankreas, kemudian dianterior, diatas prosesus unsinata dan bagian ketiga duodenum

menuju pangkal mesenterium usus halus. V. kava inferior, aorta, pleksus seliaka, ginjal

kiri (dan pembuluh darahnya), serta kelenjar adrenal sinistra merupakan batas

posterior pankreas. Selain itu, v.porta terbentuk dibelakang kolum pankreas dari

gabungan v. lienalis dan v mesenterika superior. Kantung minor dan lambung adalah

batas anterior pankreas.

o Struktur: duktus pankreatikus (wirsungi) utama berjalan sepanjang kelenjar, akhirnya

mengalir sekresi pankreas ke ampula vateri, bersama dengan duktus bilaris komunis,

dan kemudian menuju bagian kedua duodenum. Duktus aksesorius mengalirkan

sekresi pankreas dari prosesus unsinata pankreas, memiliki pintu agak di proksimal

ampula ke bagian kedua duodenum.

o Pasokan darah: kaput pankreas mendapat pasokan darah dari

aa.pankreatikoduodenalis superior dan inferior. A. linealis berjalan di sepanjang batas

atas korpus pankreas yang menerima darah darinya melalui cabang besar A.

pankreatika magna dan banyak cabang – cabang kecil.

o Fungsi: pankreas merupakan struktur berlobus yang memiliki fungsi eksokrin dan

endokrin. Kelenjar eksokrin mengelurkan cairan pankreas menuju duktus pankreatikus,

dan akhirnya ke duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorpsi

protein, lemak, dan karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk

produksi serta sekresi glukagon dan insulin, yang terjadi dalam sel – sel khusus di

pulau langerhans.

Page 60: Skenario a Blok 6

60

Hati

o Hepar terutama mengisi hipokondrium kanan namun lobus kiri mencapai epigastrium.

Permukaan atasnya yang berkubah berbatasan dengan diafragma dan batas

bawahnya mengikuti kontur margin kosta kanan. Bila terjadi pembesaran hepar batas

bawah bisa teraba di bawah margin kosta.

o Secara anatomis hepar terdiri dari lobus kanan yang besar, dan lobus kiri yang lebih

kecil. Keduanya dipisahkan diantero-superior oleh ligamentum falsiforme dan di

postero-inferior oleh fisura untuk ligamentum venosum dan ligamentum teres. Pada

klasifikasi anatomis, lobus kanan terdiri dari lobud kaudatus dan kuadratus. Akan

tetapi secara fungsional lobus kaudatus dan sebagian besar lobus kuadratus

merupakan bagian dari lobus kiri karena mendapatkan darah dari a. hepatika sinistra.

Oleh karenanya, klasifikasi fungsional hepar menyatakan bahwa batas antara lobus

kanan dan kiri terletak pada bidang vertical yang berjalan ke posterior dari kandung

empedu menuju v. kava inferior.

o Bila permukaan postero-inferior hepar dilihat dari belakang terlihat bentuk huruf H

yang terdiri dari sulkus dan fosa. Batas huruf H ini adalah :

Kaki anterior kanan : fosa kandung empedu

Kaki posterior kanan : sulkus untuk v. kava inferior.

Kaki anterior kiri : fisura yang berisi ligamentum teres.

Kaki posterior kiri : fisura untuk ligamentum venosum

Kaki horizontal : porta hepatis. Lobus kuadatus dan kuadratus hepar adalah

daerah yang terletak diatas dan dibawah batang horizontal H.

o Porta hepatis adalah hilus hepar. Struktur ini merupakan tempat berjalannya (dari

posterior ke anterior): v.porta ; cabang-cabang a.hepatika dan duktus hepatika. Porta

dilapisi oleh lapisan peritoneum ganda-omentum minus, yang melekat erat ke

ligamentum venosum pada fisuranya.

o Hepar dilapisi peritoneum kecuali pada bagian ‘area telanjang’. Hepar terdiri dari

banyak unit fungsional-lobulus. Cabang-cabang v.porta dan a.hepatika mentranspor

darah melalui kanalis porta menuju v. sentralis akhirnya bergabung dengan vv.

Hepatika dekstra, sinistra, dan sentralis yang mengalirkan darah dari daerah hepar

disekitarnya kembali ke v.kava inferior. Kanalis porta juga mendapat percabangan dari

duktus hepatika yang mengalirkan empedu dari lobules ke bawah ke cabang bilier

dimana empedu bisa dikonsentrasikan dalam kandung empedu dan akhirnya

Page 61: Skenario a Blok 6

61

dikeluarkan ke duodenum. Panjang usus yang darahnya mengalir melalui

v.porta menjelaskan predisposisi tumor usus bermetastatis ke hepar.

Kantung Empedu

o Gelembung berbentuk buah pir, panjangnya sekitar 8 cm dan berisi 40-50 cc empedu,

terbagi menjadi fundus, korpus, dan kolum dengan batas tidak tegas. Fundus vesika

felea terproyeksi di luar tepi inferior hati yang tajam dan bersentuhan dengan dinding

depan perut, dimana tepi lateral otot rektus abdominis menyilang tepi kostal. Korpus

dan kolum vesika felea melekat pada permukaan inferior yang landai dan menuju

porta hepatis.

Usus Halus

o Intestinum tenue merupakan bagian yang terpajang dari saluran pencernaan dan

terbentang dari pilorus pada gaster sampai juncture ileocaecalis. Sebagian besar

pencernaan dan absorpsi makanan berlangsung didalam intestinum tenue.intestinum

tenue terbagi atas tiga bagian : duodenum, jejunum dan ileum.

Duodenum

o Lokasi dan deskripsi:

Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar 10

inci yang merupakan organ penghubung gaster dengan jejunum. Duodenum

adalah organ penting karena merupakan tempat muara dari duktus

choledochus dan duktus pancreaticus. Satu inci pertama duodenum

menyerupai gaster yang permukaan anterior dan posteriornya diliputi oleh

peritoneum dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir

atasnya dan omentum majus yang melekat yang melekat pada pinggir

bawahnya. Bursa omentalis terletak dibelakang segmen yang pendek ini. Sisa

duodenum yang lain terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang

diliputi oleh peritoneum.

Pendarahan:

arteriae : Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteria

pancreaticoduodenalis superior, cabang arteria gastroduodenalis.

Setengah bagian bawah diperdarahi oleh arteri

pancreaticoduodenalis inferior, cabang arteria mesenterika superior.

Venae : Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara ke venae

portae hepatic; vena pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke

vena mesenterika superior.

Persarafan: saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis dari

plexus mesenterikus superior.

Page 62: Skenario a Blok 6

62

Jejunum dan Ileum

o Lokasi dan deskripsi:

Jejunum dan ileum panjangnya 20 kaki , dua perlima bagian atas merupakan

jejunum. Masing-masing bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi

terdapat perubahan yang bertahap dari bagian yang satu ke bagian yang lain.

Jejunum dimulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada

juncture ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum dapat bergerak

dengan bebas dan melekat pada dinding posterior abdomen dengan

perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dan dikenal sebagai

mesenterium. Pinggir bebas lipatan yang panjang meliputi usus halus yang

bebas bergerak. Pangkal lipatan pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum

parietale pada dinding posterior abdomen sepanjang garis yang berjalan

kebawah dan ke kanan dari sisi vertebra lumbalis II ke daerah articulation

sacroiliaca dextra. Radix mesenterii ini memungkinkan keluar dan masuknya

cabang-cabang arteria dan mesenterika superior, pembuluh limfe, serat saraf-

saraf kedalam ruangan di antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk

mesenterium. Pada orang hidup, jejunum dapat dibedakan dari ileum

bedasarkan berikut ini :

Lengkung-lengkung jejunum, terletak pada bagian atas cavitas

peritonealis di bawah sisi kiri mesocolon transversum; ileum terletak

pada bagian bawah cavitas peritonealis dan di dalam pelvis.

Jejunum lebih lebar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah

dibandingkan dengan ileum. Dinding jejunum terasa lebih tebal;

karena lipatan yang lebih permanen pada tunka mukosa, plica

circulars lebih besar, lebih banyak dan tersusun lebih rapat pada

jejunum; sedangkan pada bagian atas ileum plica circulars lebih kecil

dan lebih jarang; dan di bagian bawah ileum tidak ada plica circulars.

Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di

atas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah

dan kanan aorta.

Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau

dua arcade dengan cabang-cabang panjang dan jarang berjalan ke

dinding intestinum tenue. Ileum menerima banyak pembuluh darah

pendek yang berasal dari tiga atau empat atau lebih arcade.

Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat radix dan

jarang ditemukan di dekat dinding jejunum. Pada ujung mesenterium

Page 63: Skenario a Blok 6

63

ileum, lemak disimpan di seluruh bagian sehingga lemak di temukan

mulai dari radix sampai dinding ileum.

Kelompok jaringan limfoid terdapat pada tunika mukosa ileum bagian

bawah sepanjang pinggir antimesenterica. Pada orang hidup,

lempeng peyer dapat dilihat dari luar pada dinding ileum

Pendarahan: Arteri. Pembuluh arteri yang mendarahi jejunum dan ileum

berasal dari cabang-cabang arteri mesenterika superior. Cabang-cabang

intestinal berasal dari sisi kiri arteri dan berjalan di mesenterium unutk

mencapai usus. Pembuluh-pembuluh ini beranastomosis atu dengan yang lain

untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian paling bawah ileum

diperdarahi juga oleh arteri ileocolica. Vena. Vena sesuai dengan cabang-

cabang arteri mesenterika superior dan mengalirkan darahnya ke dalam vena

mesenterika superior.

Persarafan: saraf-saraf berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (n.vagus)

plexus mesenterikus superior.

Usus Besar

Intesinum crassum terbentang dari ileum sampai anus. Intestinum crassum terbagi

menjadi caecum, appendix, vermiformis, colon descendens, dan colon sigmoideum;

rectum dan canalis analis. Fungsi utama intestinum crassum adalah mengabsorbsi air dan

elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna sampai dapat dikeluarkan dari tubuh

sebagai feces.

STRUKTUR HISTOLOGIS

Mulut

o Struktur histologis bagian-bagian yang terdapat disini:

Labium oris

Buccal

Dent

Gingivae

Linguae

Palatum molle & durum

o Labium oris dapat dibagi dalam 3 area:

Area cutanea: Daerah permukaan bibir ini merupakan lanjutan kulit disekitar

mulut. Maka gambaran hstologisnya sebagai kulit pula. Paling luar dilapisi oleh

epidermis yang merupakan epitel gepeng berlapis berkeratin. Dibawah

Page 64: Skenario a Blok 6

64

epidermis terdapat jaringan pengikat yang disebut corium yang membentuk

tonjolan-tonjolan ke arah epidermis yang disebut sebagai papila corii. Sel-sel

basal epidermis mengandung butir-butir pigmen. Seperti juga pada struktur

kulit lainnya pada permukaan kulit ini dilengkapi oleh alat-alat tambahan kulit

seperti glandula sudorifera, glandula sebacea dan folikel rambut.

Area merah bibir (area intermedia ): Epitelnya berlapis gepeng tidak

bertanduk epitelnya transparan (jernih) karena mengandung butir-butir

eleidin. Papilla jaringan ikatnya tinggi-tinggi dan mengandung banyak kapiler.

Area oral mukosa:

Bagian ini mempunyai struktur histologis yang sama dengan

pipi

Epitelnya berlapis gepeng tidak bertanduk

Lamina propianya agak kompak

Pada tunika submukosa didapati kelenjar labialis yang bersifat

seromukus

Dibawah submukosa didapati otot lurik (M.orbicularis oris)

Oesophagus

o Dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Dalam submukosa terdapat

kelompokan kelenjar penghasil mukus kecil, yaitu kelenjar esofageal. Pada lamina

propria dekat lambung terdapat kelompokan kelenjar yang disebut kelenjar kardia

esofagus yang juga menghasilkan mukus. Pada ujung distal esofagus, lapisan ototnya

terdiri atas serat otot polos, pada bagian tengah terdapat campuran serat otot

bergaris (rangka) dan serat otot polos, pada ujung proksimal terdapat serat otot

rangka. Hanya bagian esofagus dalam rongga peritoneum yang ditutupi oleh serosa.

Sisanya ditutupi lapisan jaringan ikat longgar yang disebut adventisia.

o Tunika mukosa

Epitel berlpais gepeng tanpa lapisan tanduk

T. M.M hanya satu lapis longitudinal

Pada lamina propria didapati kelenjar mukus tubulosa kompleks (kel

superfisial) yang merupakan perluasan kelenjar kardia

o Tunika submukosa

Terdapat kelenjar mukus tubulosa kompleks yang disebut kelenjar submukosa

(oesophageal glands)

o Tunika muskularis

Pada 1/3 proksimal terdiri dari otot lurik

1/3 tengah terdiri dari campuran otot polos dan lurik

Page 65: Skenario a Blok 6

65

1/3 distal seluruhnya otot polos.

Gaster

o Seluruh permukaan mukosa gaster terdapat gastric pits atau foveola gastrica

o Epitel mukosa selapis torak tanpa sel goblet

o 3 daerah: cardia, fundus, pilorus

o Lapisan otot tebal untuk menggiling/mencampur makanan

o Mensekresikan enzim-enzim dan asam untuk memulai pencernaan

o Dindingnya sangat berlipat yang dinamakan rugae

o Sitoplasma pada permukaan apikalnya mengandung musigen

o Intinya oval

o Pada lamina propria terdapat kelenjar di cardia, fundus maupun pilorus

o Kelenjar mulai dari dasar gastric pit meluas ke arah TMM.

Pankreas

o Merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin

o Epitel duktus ekskretorius bervariasi dari torak rendah bersel goblet ke sel kubus

o Duktus interklarisnya (isthmus) panjang-panjang dan epitelnya selapis gepeng

o Bentuk sel asinusnya lebih kecil dari sel asinus parotis

o Pars terminalisnya 100% terdiri serous dan di tengah pars terminal sering dijumpai

sel-sel sentroasini yang merupakan bagian dari isthmus

o Tidak ada sel myoepitel.

Hati

o Diliputi kapsula Glissoni

o Septa membagi hepar menjadi lobuli-lobuli

o Porta hepatis berisi: pebuluh limfe, pembuluh empedu, V.Portae dan A.Hepatika

o Unit fungsional hepar ialah 1 lobulus

o Bentuknya poligonal

o Bagian sentral lobulus hati: Vena sentralis

o Sel-sel hepar tersusun radier

o Segitiga kiernan berisi cabang A.hepatika, cabang Vena porta, duktus biliaris dan

pembuluh limfe

o Setiap sel hati pada salah satu permukaannya harus berhubungan dengan sistem

empedu dan pada permukaan yang lain harus berhadapan dengan pembuluh darah

o Sel hati berbentuk poligonal dengan inti ovoid, sitoplasma bergranula dengan banyak

mitokondria, mikrovili, glikogen, protein dan pigmen lipofuchsin

o Sel hati dikelilingi berkas serat retikulin yang dengan pewarnaan Bielschwosky

berwarna hitam

Page 66: Skenario a Blok 6

66

o Vasularisasi hati: A.hepatika dan V.porta-A/V interlobularis sinusoid hati V.sentralis

V.sublobularis V.hepatika V.cava inferior

o Sinusoid hati dibatasi oleh sel endotel sinus dan sel kupffer (termasuk RES)

o Sel kupffer ovoid, kromatin pucat, dengan pewarnaan tripan blue terbukti bersifat

fagositer.

Kantung Empedu

o Kanalikuli biliaris-preduktuli biliaris (saluran Hering) duktus biliaris-duktus hepatikus

vesika felea-duktus cysticus duktus koledokus

o Arah aliran empedu: dari sentral ke perifer hati

o Arah aliran darah: dari perifer ke sentral lobulus

Usus Halus

o Dibagi dalam 3 bagian yaitu: duodenum, jejunum dan ileum

o Epitel terdiri dari selapis torak dan sel goblet

o Sel torak pada bagian apikalnya terdapat brush border/mikrovili memperluas

permukaan absorptif. Juga mengandung enzim-enzim pencernaan (alkaline fosfatase,

maltase, dan lain-lain)

o Sel goblet ke arah distal makin banyak

o Terdapat vili intestinal

o Vili di duodenum bentuknya lebar, di jejunum bundar seperti lidah dan pada ilem

berbentuk jari

o Plika Sirkularis Kerkringi: lipatan mukosa dan submukosa

o Pada jejunum plika kerkringi tinggi-tinggi

o Sepanjang membran mukosa terdapat kelenjar Intestinalis (cryptus Lieberkuhn),

tubulosa simpleks, yang bermuara di antara vili intestinalis

o Pada dasar cryptus terdapat sel paneth, di bagian apikalnya mengandung granula

eosinofilia

o Sel-sel cryptus menggantikan sel-sel epitel permukaan yang rusak.

Duodenum

o Ciri khas: terdapat kelenjar Brunner, kompleks tubulosa bercabang, mukus

Jejunum

o Tidak terdapat kelenjar Brunner ataupun agmina peyeri

o Plica sirkularis Kerckringi tinggi-tinggi.

Ileum

o Terdapat agregat limfonodus atau Agmina Peyeri/Plaque Peyeri di lamina propria

meluas ke Tunika submukosa.

Page 67: Skenario a Blok 6

67

Usus Besar

Colon

o Tunika mukosa tidak mengandung plica sirkularis dan vili intestinal

o Sel goblet banyak di antara sel epitel

o Cryptus Lieberkuhn ada

o Sel paneth dan sel argentafin sedikit sekali

o Terdapat limfonodus solitarius

o Tunika longitudinal membentuk 3 pita longitudianal taenia coli

Rektum

o Bagian sebelah bawah disebut Anal Canal

o Mukosa mempunyai lipatan longitudinal Rectal collumn (Anal column, Collumn of

Morgagni) berakhir kira2 ½ inchi dari orrificium anal

o Epitel selapis torak

o Terdapat cryptus

Pertemuan rektum dengan anus disebut Linea Pectinata

9.2 ANATOMI DAN HISTOLOGI HEPAR

Liver atau hati adalah organ yang penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.

Terletak didalam rongga kanan atas perut, liver memiliki berbagai macam fungsi seperti

membersihkan racun, sintesis protein, dan produksi berbagai enzim pencernaan.

ANATOMI

Liver adalah organ dengan berat sekitar 1,5 kg berwarna merah kecoklatan dan

berbentuk segitiga yang terletak dibagian kanan atas rongga perut. Berdasar ukurannya,

liver adalah organ dalam terbesar yang dimiliki manusia.

Liver mendapat aliran darah dari arteri hepatica dan vena porta, namun aliran darah

terbesar berasal dari vena porta. Seluruh makanan maupun zat yang masuk melalui usus

dan saluran cerna lain seperti limpa dan pankreas akan masuk ke liver melalui vena porta

untuk mengalami proses metabolisme

Page 68: Skenario a Blok 6

68

Page 69: Skenario a Blok 6

69

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.Pada vertebra rendah

gambaran strukturnya memang benar-benar sebagai kelenjar.Pada manusia dan juga

pada vertebra tinggi sudah berubah strukturnya sebagai susunan sel-sel dalam lempeng-

lempeng.

Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di

kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.

Berat organ ini pada orang dewasa sekitar 1,5 kg.

Permukaan hepar sebagian ditutupi peritoneum yang merupakan Capsula Glissoni.

Hepar terdiri atas :

· lobus dexter

· lobus sinister

· lobus caudatus

· lobus quadratus

Jika hepar segar diiris maka tampak warna merah tua dengan gambaran bulat-bulat yang

tersebar rata dan di sekelilingnya terdapat pembuluh darah besar

STRUKTUR HISTOLOGIS

Hepar dibagi menjadi unit-unit berbentuk prisma polygonal yang disebut lobulus, terdiri

atas parenchyma hepar dengan diameter 0,7—2 mm. pada potongan terlihat bahwa

Page 70: Skenario a Blok 6

70

lobulus berbentuk sebagai segi enam dengan pembuluh darah yang terdapat di

tengah,yang disebut vena sentralis.

Batas-batas lobulus pada hepar manusia tidak jelas dipisahkan oleh jaringan

pengikat.Pada sudut pertemuan antara lobuli yang berdekatan terdapat bangunan

jaringan pengikat berbentuk segi tiga berisi saluran-saluran yang disebut Canalis Portalis

yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe, saluran empedu dan serabut

saraf.Bangunan segitiga ini disebut Trigonum Kiernanni.

Jika mengingat hepar sebagai kelenjar maka apa yang disebut lobulus tadi tidak sesuai

dengan lobulus pada kelenjar yang pada umumnya mempunyai saluran keluar yang

terdapat di tengah-tengah lobulus.

Pembagian lobulus hepar tersebut merupakan pembagian cara klasik yang mendasarkan

atas aliran darah yang mengalir dari tepi lobulus yang kemudian berkumpul di tengah

Vena Sentralis. Jika terjadi gangguan peredaran darah akan terjadi perubahan-perubahan

di daerah perifer lobulus yang meluas ke pusat lobulus.

Elias pada tahun 1949 meyatakan bahwa parenchyma hepar terdiri atas masa sel yang

saling berhubungan dan ditempati oleh suatu anyaman sinusoid. Sinusoid ini membagi

rangkaian sel-sel parenchyma hepar menjadi lembaran atau lempeng-lempeng setebal

satu sel.

Sel-sel hepar disebut pula hepatosit yang berbentuk polyhedral. Sepanjang permukaan

terdapat anyaman canaliculi biliferi di seluruh lobuli hepatic yang pada sediaan biasa

tidak dapat dilihat dengan mikroskop karena canaliculi tersebut sangat halus. Semua

canaliculi akan bermuara di cabang Duktus Biliferus di perifer lobulus hepatis.

HISTOFISIOLOGI HEPAR

Hepar merupakan alat yang vital terutama dalam proses bahan-bahan makanan yang

diabsorbsi dari saluran usus untuk nantinya dapat diergunakan oleh jaringan dalam tubuh.

Beberapa fungsinya adalah:

1. Kelenjar eksokrin

Hepar menghasilkan sekrei empedu sebanyak 1000 cc setiap hari.

Dalam cairan empedu terdapat:

· pigmen empedu, sebagai hasil pemecahan Hb eritrosit dalam lien dan medulla osseum

(bilirubin yang tidak mengandung Fe akan masuk darah ke hepatosit)

· garam empedu yang penating untuk pencernaan

· protein

Page 71: Skenario a Blok 6

71

· kolesterol

· kristaloid dalam air

· hormon steroid yang mengikuti peredaran entahepatik. Hormon steroid masuk

hepatosit mengalami perubahan atau tidak kemudian masuk enzim yagn disalurkan

dalam intestinum.Di intestinum diserap masuk ke dalam darah lagi untuk kembali

hepatosit.Demikian pula peredaran untuk bilirubin

2.Penimbunan bahan makanan atau vitamin

Misal; karbohidrat (glikogen), lemak vitamin B12 dan vitamin A

3.Transformasi

Protein menjadi karbohidrat atau lemak menjadi fosfolipid atau lipid menjadi lipoprotein

serum yang dilepaskan dalam spatium dise.Konjugasi misalnya untuk detoksikasi amonia

mnjadi ureum

4.Sintesa protein dalam plasma darah

Misal; albumin, globulin dan protein untuk pambekuan darah

5. Mengatur kadar beberapa zat dalam darah

Misal; glukosa yang dibantu oleh beberapa enzim dan hormon

6. Sel Kuffer

Termasuk dalam sistim retikuloendotelial membantu dalam pemecahan eritrosit

7. Fagosit

9.3 VASKULERISASI HEPAR

Vascularisasi Hepar

Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hati, darah

ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan

kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatica.

Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena

hepatica tidak terdapat katup.

Page 72: Skenario a Blok 6

72

Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,

mengantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya

70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah berasal dari vena porta

bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh

sinusoid atau kapiler hepatica. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati

disebut vena interlobular.

Di dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari

saluran cerna, dan arteri hepatica membawa darah yang kaya oksigen dari system arteri.

Arteri dan vena hepatica ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil

membentuk jarring kapiler diantara sel-sel hati yang membentuk lamina hepatica.

Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-

masing lobulus, yang menyuplai vena hepatic. Pembuluh-pembuluh ini membawa darah

dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi yang telah dibawa ke hati oleh

arteri hepatica sebagai darah yang telah dioksigenasi.

Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Arteriol

ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang

berdekatan, dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering

pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.

Page 73: Skenario a Blok 6

73

Persyarafan Hepar

Diurus oleh system simpatis dan parasimpatis. Saraf-saraf itu mencapai hepar melalui

flexus hepaticus, sebagian besar melalui flexus coeliaci, yang juga menerima cabang-

cabang dari nervus vagus kanan dan kiri serta dari nervus phrenicus kanan.

9.4 PENGARUH MINUMAN ALKOHOL TERHADAP TUBUH

a. Alkohol merusak hati

Kerusakan organis yang disebabkan oleh penggunaan alkohol secara terus menerus

seringkali bersifar fatal. Organ tubuh yang paling sering mengalami perubahan struktural

akibat alkohol adalah hati. Secara normal, hati memiliki kemampuan untuk menahan zat

aktif dalam bagian selularnya. Dalam kasus keracunan berbagai senyawa beracun, kami

menganalisis seolah-olah hati merupakan sentral dari benda-benda asing. Hal ini sama

halnya dengan alkohol.

Hati seorang pecandu alkohol tidak pernah terbebas dari pengaruh alkohol dan seringkali

dipenuhi olehnya. Stuktur kapsular atau selaput yang kecil dari hati terkena dampak dari

alkohol sehingga mencegah dialisis dan sekresi yang seharusnya. Hati menjadi besar

karena dilatasi pembuluh-pembuluhnya, tambahan zat cair dan penebalan jaringan.

Hal ini diikuti dengan kontraksi selaput dan penyusutan bagian-bagian selular dari

keseluruhan organ. Kemudian bagian bawah pecandu alkohol menjadi dropsikal

dikarenakan gangguan pada pembuluh darah yang membawa arus balik darah. Struktur

Page 74: Skenario a Blok 6

74

hati dipenuhi sel-sel lemak dan mengalami apa yang secara teknis ditunjuk sebagai ‘lemak

hati’.

b. Alkohol merusak ginjal

Ginjal juga menderita akibat konsumsi alkohol yang berlebihan. Pembuluh darah ginjal

kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk kontraksi. Struktur-struktur yang kecil di dalam

ginjal pergi melalui modifikasi lemak. Albumin dari darah mudah melewati selaput

mereka. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kekuatannya seperti seolah-olah tubuh

kehabisan darah secara bertahap.

c. Kemampatan paru-paru

Alkohol menenangkan pembuluh darah paru-paru dengan mudah karena mereka yang

paling terkena fluktuasi panas dan dingin. Ketika mengalami efek dari variasi suhu

atmosfer yang cepat berubah, mereka menjadi mudah sesak. Selama musim dingin yang

parah, kemampatan paru-paru yang fatal dengan mudah mempengaruhi seorang

pecandu alkohol.

d. Alkohol melemahkan jantung

Konsumsi alkohol sangat mempengaruhi jantung. Kualitas struktur selaput yang

menyelubungi dan melapisi jantung berubah dan menebal menjadi seperti tulang rawan

atau berkapur. Kemudian katup kehilangan keluwesan mereka sehingga yang disebut

dengan gangguan katup menjadi permanen. Struktur lapisan pembuluh darah besar dari

jantung juga mengalami perubahan struktur yang sama sehingga pembuluhnya

kehilangan elastisitas dan kekuatan untuk menyuplai jantung dengan kemunduran dari

proses menggelembung-nya, setelah jantung lewat denyutannya, telah mengisinya

dengan darah.

Sekali lagi, struktur otot jantung gagal karena perubahan degeneratif dalam jaringannya.

Unsur-unsur dari serat otot diganti oleh sel lemak atau jika tidak jadi diganti, merupakan

diri mereka sendiri yang ditransfer ke dalam tekstur otot yang telah dimodifikasi sehingga

kekuatan kontraksinya berkurang drastis.

Mereka yang menderita kerusakan organis dari organ pusat dan organ pengaturan

sirkulasi darah menyadarinya secara diam-diam, hal tersebut sulit terlihat sampai pada

kerusakan yang lebih parah. Mereka menyadari kegagalan pusat kekuatan dari penyebab-

penyebab ringan seperti kelelahan, kesulitan istirahat yang cukup dan dapat terlalu lama

Page 75: Skenario a Blok 6

75

tidak menyentuh makanan.

Mereka merasakan apa yang mereka sebut dengan istilah "tenggelam", namun mereka

tahu bahwa anggur atau stimulan jenis lain akan meredakan sensasi tersebut dengan

cepat. Jadi mereka berusaha menghilangkan hal tersebut sampai akhirnya mereka

menemukan bahwa cara tersebut telah gagal.

Jantung yang setia, telah bekerja terlalu keras dan menjadi payah sehingga tidak dapat

bekerja lagi. Jantung tersebut telah habis masanya dan pengatur aliran darah telah rusak.

Arus balik bisa membanjiri jaringan secara bertahap membendung jalannya atau berhenti

sepenuhnya di pusat hanya dengan kejutan ringan atau dengan gerakan berlebihan.

e. Gangguan Bagi wanita

Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini

semakin banyak kaum wanita yang mulai keranjingan menenggak alkohol. Padahal, dalam

konsumsi berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk, para

dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih

cepat muncul pada wanita.

Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama pada fungsi syaraf

kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah. Perempuan

alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas kemampuan

kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.

Selain merusak syaraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Lagi-lagi dampak

kerusakannya lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam

tubuh wanita lebih sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air,

sedangkan wanita hanya 55 persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap

ke dalam darah kemudian dibawa oleh air ke dalam sel. Nah karena air dalam tubuh

wanita lebih sedikit, maka konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka

minum dalam jumlah yang sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak

sensitif pada alkohol, namun konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan

membuat liver wanita lebih cepat rusak dibanding pria.

Page 76: Skenario a Blok 6

76

Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh pria

lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol. Alasan

lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif lebih

sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan

alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan

menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk

pada penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi

pantang minum alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap

sehat dan tampak lebih muda lagi.Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang

sedang hamil akan merusak sang jabang bayi. Konsumsi itu akan berdampak pada

kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain masalah koginitif anak yang lahir dari

seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol saat hamil juga akan mengalami

masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.

f. Gangguan Daya Ingat.

Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,

khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada

awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk

peristiwa yang baru terjadi.

g. Orientasi.

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat,

orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai

contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya

setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi,

pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

h. Gangguan Bahasa.

Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan

demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan

berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau

berputar-putar.

Page 77: Skenario a Blok 6

77

i. Perubahan Kepribadian.

Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga

pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal

dan temporal kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah

dan meledak – ledak.

j. Psikosis.

Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 – 40 %

memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

9.5 CIRRHOSIS HEPATIS

1. Definisi Sirosis Hepatis

Sirosis adalah satu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik

yang bergantung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan

penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan

regenerasi nodularis perenkim hati (Nurdjanah, 2009).

Sirosis hati secara klinis dibahagi menjadi sirosis hati kompensata yang bererti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan

gejala dan tanda klinis yang nyata. Sirosis hati kompenseta merupakan kelanjutan dari

proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terdapat perbedaan secara klinis. Hal

ini hanya boleh dibedakan dengan pemeriksaan biopsi (Nurdjanah, 2009).

2. Klasifikasi Sirosis Hepatis

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar lebih dari 3 mm)

dan mikronodular (besar kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular.

Selain itu, dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan fungsional tetapi hal ini kurang

memuaskan (Nurdjanah, 2009).

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:

1. Alkoholik 2. Kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis)

3. Biliaris 4. Kardiak

5. Metabolik 6. Keturunan

Page 78: Skenario a Blok 6

78

7. Obat

3. Etiologi Sirosis Hepatis

• Penyakit Infeksi

Bruselosis

Ekinokokus

Skistosomiasis

Toksoplasmosis

Hepatitis Virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, Sitomegalovirus)

• Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi alfa-1- antitrypsin

Sindrom Fanconi

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit Simpanan Glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi flktosa heriditer

Tirosinemia herediter

Penyakit Wilson

• Obat dan Toksin

Alkohol

Amiodoron

Arsenik

Obstruksi bilier

Penyakit perlemakkan hati non alkoholik

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerosis primer

• Penyebab Lain atau Tidak Terbukti

Penyakit usus inflamasi kronik

Fibrosis kistik

Pintas jejunoileal

Sarkoidosis

Page 79: Skenario a Blok 6

79

4. Epidemiologi Sirosis Hepatis

Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

pada waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu atopsi. Keseluruhan insideni

sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar

adalah akibat penyakit hati alkoholik maupun penyakit infeksi kronik (Nurdjanah, 2009).

Di Indonesia prevelensi serosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa

beberapa rumah sakit pendidikan sahaja. Di Rumah Sakit Dr. Sardijito, Yogjakarta jumlah

pasien serosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di Bahagian Penyakit Dalam,

dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4

tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) seluruh pasien di Bahagian Penyakit

Dalam (Nurdjanah, 2009).

Page 80: Skenario a Blok 6

80

Sirosis Hepatis

Riwayat Pengguna Alkohol Pengguna Alkohol Transplantasi Liver

Virus Hepatitis

Malnutrisi

Terpapar Toksin

Kerusakkan Hepatocyt

Nutrisi

kurang Fatique Nyeri

dari Nausea, Vomitus Inflamasi hepar

Kebutuhan Anoreksia Demam Hipertermia

Nekrosis

Gangguan ADH & Aldosteron Edema Risti gangguan

integritas kulit

Kelebihan Volume Cairan

Gangguan Endrogen & Estrogen - Palmar Eritema - Bulu badan

- Spider Naevi - Perubahan menstruasi

- Gynecomastia

Gangguan Metabolisme Protein Penurunan plasma protein

Karbohidrat & Lemak

Hipoglikemi Asites & Edema

Gangguan absorbsi Vit K Perdarahan

Gangguan fungsi empedu Warna feses berubah

Gangguan sekresi urin Urin pekat

Gangguan metabolisme bilirubin Hiperbilirubin Jaundice/ Ikterus

Carta Alir 1.1. menunjukkan Patogenesis Sirosis Hepatis

Page 81: Skenario a Blok 6

81

Etiologi (Malnutrisi, Alkoholisme, Virus Hepatitis, Zat Toksik)

Peradangan

Kerusakan hati

Nekrosis hepatoseluler terputusnya keutuhan jaringan gangguan rasa nyaman

nyeri

Kolaps lobulus hati

Terbentuk jaringan parut + septa fibrosa Kelainan parenkhim paru

Distorsi pembuluh darah & terganggunya aliran darah portal Terganggu sistem kerja paru

Hipertensi portal Peningkatan sistem terganggu Ekpansi Fibrogenesis

Sirosis hati Pola nafas tidak efektif

Fungsi hati terganggu Peningkatan tekanan hidrostatik

Gangguan Gangguan Gangguan Asites

Metabolisme Sintesis Metabolisme Bilirubin Vit K Zat besi Menekan Gaster

Bilirubin Faktor Gangguan Rasa penuh pada perut

Tak Pembekuan Asam Terkonjugasi Darah Folat Anoreksia (Gangguan Nutrisi)

Feces pucat Resti Penurunan sel darah merah Anemia Kelemahan Ikterik Perdarahan

Urine gelap Intoleransi aktivitas

Gangguan body image Penumpukan garam empedu di bawah kulit

Pruritus Kerusakkan integritas kulit

Carta Alir 1.2. menunjukkan Patogenesis Sirosis Hepatis

5. Patogenesis Sirosis Hepatis

Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi daerah yang luas

(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut

disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Septa boleh dibentuk dari sel

retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat

menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral

(bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan

berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan

gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.

Page 82: Skenario a Blok 6

82

Tahap berikutnya, terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo

endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen berubah dari reversibel ke

irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan

parenkhim hati sel limfosit dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai

mediator fibrinogen, septal aktif ini berasal dari portal yang menyebar ke parenkhim hati.

Kolagen sendiri terdiri dari 4 tipe yaitu dengan lokasi daerah sinusoid sentral, sinusoid,

jaringan retikulin (sinusoidportal), dan membrane basal. Pada semua sirosis terdapat

peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan kologen

dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis

viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas

disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi

fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya

sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan

peradangan sel hati, nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif

diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu

sekitar 4 tahun. Sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya

imunologis yang berlangsung terus – menerus sampai terjadinya kerusakan hati.

6. Gejala Klinis Sirosis Hepatis

6.1. Stadium Awal

• Capek; lelah

• Nafsu makan berkurang; nausea; penurunan berat badan

• Hepatomegali

• Palmar Eritema

6.2. Stadium Lanjut / Akhir

• Jaundice (Kulit & Mata ikterus/kuning)

•Warna urin kuning atau coklat pekat

• Spider Naevi

• Keguguran rambut

• Gynecomastia

• Varices Eosophagus (Hematemesis Melena)

• Venectasi/Vena kolateral

• Ratio albumin: globulin terbalik

• Asites (dengan atau tanpa edema kaki)

Page 83: Skenario a Blok 6

83

• Spleenomegali

• Diare; feses berwarna hitam atau merah darah

• Perdarahan dan memar

• Kebingungan; koma

Gambar 1,2,3 & 4 menunjukkan gejala – gejala klinis yang tampak pada pasien dengan sirosis hepatis

7. Patofisiologi Sirosis Hepatis

7.1. Asites

Penyebab utama asites adalah vasodilatasi splanchnic. Terjadi peningkatan resistansi

aliran hepatic portal karena sirosis sehingga menyebabkan peningkatan portal hipertensi

secara bertahap, terbentuknya collateral vein dan shunting pembuluh darah ke sistemik

(Ginès.P, 2004)

Setelah terjadinya portal hipertensi, terjadi vasodilatasi lokal oleh karena terdapat

peningkatan nitric oxide sehingga terjadi splanchnic arterial vasodilatasi. Pada stadium

awal terjadinya sirosis, vasodilatasi splanchnic arterial vasodilatasi moderate dan hanya

menyebabkan efek yang kecil terhadap effective arterial blood volume, dimana

dipertahankan kadar normal volume plasma dan cardiac output (Ginès.P, 2004)

Pada stadium sirosis yang lanjut, terjadi vasodilatasi yang hebat sehingga effective arterial

blood volume menurun secara mendadak, sehingga tekanan arterial menurun. Sebagai

Page 84: Skenario a Blok 6

84

akibat tubuh mengkompensasi dengan mempertahankan tekanan arterial dengan

pengaktivasian hemeostasis oleh vasokonstriksor dan antinatriuretic faktor sehingga

menyebabkan retensi natrium dan cairan (Ginès.P, 2004)

Kombinasi portal hipertensi dan vasodilatasi splanchnic arterial menyebabkan perubahan

tekanan kapiler dan permeabilitasnya yang membantu akumulasi retensi cairan di dalam

kavitas abdomen. Seterusnya dengan berlanjutnya penyakit ini, terjadi renal disfungsi

dalam mengeskresi cairan tubuh dan terjadi vasokonstriksi renal sehingga menyebabkan

dilutional hyponatremia dan hepatorenal sindrom (Ginès.P, 2004)

Gambar 2.1. menunjukkan patofisiologi asites pada kasus sirosis hepatis (Ginès.P, 2004)

Page 85: Skenario a Blok 6

85

Gambar 2.2. menunjukkan patofisiologi intrahepatic sinusoidal portal hipertensi & formasi asites pada

kasus sirosis hepatis

7.2. Varices Eosophagus (Hematemesis Melena)

Jika sel-sel parenkim hati hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang

akhirnya akan berkontraksi disekitar pembuluh darah, sehingga sangat menghambat

darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenali sebagai sirosis hati. Penyakit ini lebih

umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit ini juga dapat mengikuti masuknya

racun seperti karbon tetraklorida, penyakit virus seperti hepatitis infeksiosa, obstruksi

duktus biliaris, dan proses infeksi di dalam duktus biliaris.

Page 86: Skenario a Blok 6

86

Berdasarkan penelitian terakhir, terdapat peran sel stelata dalam patogenesis sirosis hati.

Dalam keadaan normal sel stelata berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks

ekstraseluler dan proses degradasi.

Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar

faktor tertentu secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk

kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata,

dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan kandung

empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus

halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak

mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen (75%) sirkulasi hati dan

sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang

selanjutnya ke vena kava inferior.

Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau cabang

utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita sirosis hepatis. Bila

sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui sistem porta ke

sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi porta dan tekanan

kapiler dalam dinding usus meningkat 15-20 mmHg diatas normal. Penderita sering

meninggal dalam beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak dari kapiler ke

dalam lumen dan dinding usus.

Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena

porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah

dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang

selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi

dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,

parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).

Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1 dan oksida

nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan intrahepatik yang

merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal.

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada

esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan

dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Apabila varises tersebut pecah akan

mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.

7.3. Spider Naevi

Page 87: Skenario a Blok 6

87

Spider naevi biasanya terdistribusi pada daerah muka, leher, dahi, tangan dan bagian atas

tengah dada. Umumnya terjadi pada regio pembuluh darah superior vena cava.

Terjadinya vascular spiders adalah disebabkan oleh kadar estrogen yang tinggi dan kadar

estrogen yang tinggi serta substansi P yang tinggi menyebabkan pembuluh darah

membesar dan dilatasi. Selain itu, kadar serum estradiol dan total testosterone berubah

pada pasien pria dengan sirosis dan spider naevi. Kadar serum estradiol meningkat dan

kadar total testosterone sehingga menyebabkan kadar estradiol/free testosterone ratio

pada pasien pria dengan spider naevi. Pemulihan dari spider naevi boleh terjadi apabila

etiologi dasar penyebab terjadinya sirosis hepatis disingkirkan namun, kondisi ini dapat

terjadi secara persisten (Vedamurty.M, 2008)

7.4. Hipertensi Portal

Hipertensi portal terjadi akibat resistensi vaskuler intrahepatic. Hati yang telah sirosis

hilang kemampuan fisiologis untuk menurunkan tekanan darah yang mengalir ke hepar.

Jadi dengan peningkatan aliran darah pada sinusoids menyebabkan tekanan ini dihantar

kembali ke vena portal. Namun, vena portal kekurangan katup untuk menghalang aliran

darah kembali, menyebabkan tekanan darah yang tinggi ditransmisikan kembali ke bagian

vaskuler yang lain, sehingga menyebabkan spleenomegali, hepatomegali, portal ke

sistemik shunting, dan komplikasi lain.

8. Diagnosis Sirosis Hepatis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis

sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan

diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium

biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis

sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu

diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan

hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini (Nurdjanah, 2009).

Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-

tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi (Nurdjanah, 2009).

8.1. Anamnesis (Riwayat Hidup)

Sirosis sering merupakan silent disease, dengan kebanyakan pasien adalah asimptomatik

sehingga dekompensasi terjadi. Dokter harus menanyakan tentang 87clera risiko yang

mempengaruhi pasien sirosis. Kuantitas dan durasi konsumsi 87cleral merupakan 87clera

Page 88: Skenario a Blok 6

88

penting dalam diagnosis awal sirosis. Faktor risiko yang lain termasuk transmisi hepatitis B

dan C (misalnya, tempat kelahiran di daerah endemis, riwayat risiko paparan seksual,

penggunaan obat intranasal atau intravena, tindik tubuh atau tato, kontaminasi yang

tidak disengaja dengan darah atau tubuh cairan), serta riwayat 88cleral88e dan riwayat

pribadi atau keluarga penyakit autoimun atau penyakit hepatik (Heidelbaugh JJ, dan

Bruderly M, 2006)

8.2. Pemeriksaan Fisik

Tabel 2.1. menunjukkan temuan dari hasil pemeriksaan (Hardison JE, 1990; Heidelbaugh

JJ, dan Bruderly M, 2006)

Pemeriksaan Temuan

Inspeksi Umum cachexia, proximal muscle wasting, asites, jaundis

Tangan dan lengan clubbing fingers, Terry’s nails, Muehrcke’s nails,

Dupuytren’s contracture, eritema palmar, anemia,

asteriksis, ekimosis, petekie, osteoartropati hipertrofi

Kepala dan dada jaundice (frenulum, 88cleral 88cleral), hipertrofi parotid,

cincin Kaysher-Fleischer, fetor hepaticus, spider

angiomata, ginekomastia, kerontokan bulu dada dan bulu

ketiak (pria)

Abdomen dan pelvis Caput medusa, asites, murmur Cruveilhier-Baumer,

splenomegali, atrofi testicular, hepatomegaly

Palpasi Keras dan bernodul, perubahan pada saiz (mengecil/membesar)

Perkusi bulging flanks, flank dullness, shifting dullness, fluid wave

Auskultasi Abdominal venous hum (Cruveilhier-Baumgarten murmur), hepatic arterial bruit,

hepatic friction rub

8.3. Pemeriksaan Laboratorium

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu sesorang

memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes

fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,

bilirubin, albumin, dan waktu protrombin (Nurdjanah, 2009).

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan alanine

aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi

Page 89: Skenario a Blok 6

89

tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal

tidak mengenyampingkan adanya sirosis (Nurdjanah, 2009).

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi

yang tinggi bisa ditemukan pada apsien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer

(Nurdjanah, 2009).

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase

pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena

alcohol selain menginduksi GGT microsomal hepatic, juga bisa, menyebabkan bocornya

GGT dari hepatosit (Nurdjanah, 2009).

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat

pada sirosis yang lanjut (Nurdjanah, 2009).

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan

perburukan sirosis (Nurdjanah, 2009).

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen

bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi

immunoglobulin (Nurdjanah, 2009).

Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada

sirosis memanjang (Nurdjanah, 2009).

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas (Nurdjanah, 2009).

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,

normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan

trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegaly kongestif berkaitan

dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme (Nurdjanah, 2009).

8.4. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya

hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena

pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.

Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,

ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,

permukaan irregular, 89a nada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga

bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,

serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis (Nurdjanah, 2009).

Page 90: Skenario a Blok 6

90

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena

biayanya relative mahal (Nurdjanah, 2009).

Magnetic resonance imaging (MRI), peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis

selain mahal biayanya (Nurdjanah, 2009).

8.5. Biopsi Hati

Biopsi hati (Gold Standard) adalah satu-satunya metode yang pasti untuk

mengkonfirmasikan diagnosis sirosis. Hal ini juga membantu menentukan penyebabnya,

kemungkinan pengobatan, tingkat kerusakan, dan prospek jangka panjang. Biopsi dapat

dilakukan dengan berbagai pendekatan, termasuk (Simon.H, 2008):

Biopsi hati perkutan

Pendekatan ini menggunakan jarum yang dimasukkan melalui perut untuk mendapatkan

sampel jaringan dari hati. Berbagai bentuk jarum yang digunakan, termasuk yang

menggunakan suction atau yang memotong jaringan. Jika sirosis dicurigai, jarum yang

memotong adalah alat yang lebih baik. Pendekatan ini tidak boleh digunakan pada pasien

dengan masalah pendarahan, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan

asites atau obesitas kronik.

Biopsi hati transjugular

Pendekatan ini menggunakan kateter (tabung tipis) yang dimasukkan dalam vena

jugularis pada leher dan berulir melalui vena hepatik (yang mengarah ke hati). Sebatang

jarum dilewatkan melalui tabung, dan alat suction mengumpulkan sampel hati. Prosedur

ini berisiko tetapi dapat digunakan untuk pasien dengan asites berat.

Laparoskopi

Prosedur ini memerlukan sayatan perut kecil di mana dokter memasukkan tabung tipis

yang berisi instrumen bedah kecil dan kamera kecil untuk melihat permukaan hati. Ini

umumnya dicadangkan untuk menentukan tingkat kanker atau untuk asites dengan

penyebab yang tidak diketahui.

8.6. Pemeriksaan Histopatologi

Temuan yang dijumpai antaranya adalah (i) ekstensif fibrosis dan nodul regeneratif, (ii)

infiltrasi limfosit periportal yang menunjukkan sirosis akibat HCV, (iii) Mallory bodies,

infiltrasi leukosit polimorfonuklear, dan steatosis yang menunjukkan sirosis akibat alkohol

dan / atau nonalcoholic steatohepatitis (NASH), (iv) keterlibatan bilier yang menunjukkan

sirosis bilier primer (PBS), (v) deposisi besi secara masif yang menunjukkan

hemokromatosis. (Bataller R dan Ginѐs P, 2006)

Page 91: Skenario a Blok 6

91

9. Diagnosis Banding Sirosis Hepatis

Table 2.2. menunjukkan ciri – ciri khas kondisi seperti Sirosis Hepatis (Mendes F dan Lindor K, 2011)

Kondisi Perbandingan Gejala / Simptom Tes Perbandingan

Constrictive

Pericarditis

Peningkatan tekanan vena jugularis,

takikardia, dan fibrilasi atrial

Suara jantung : quiet, adanya suara jantung

ketiga (ventricular knock)

ECG : takikardia, fibrilasi

atrial, low-voltage QRS

complexes, T-wave

abnormal

Sindrom Budd-

Chiari

Nyeri abdomen, diare, dan asites yang

memburuk secara progresif

USG Doppler dan CT

abdomen : tidak adanya

pengisian vena hepatik

CT Abdomen : Pengosongan

kontras dengan cepat dari

lobus kaudatus

Trombosis vena

portal

Tanda dan simptoms dari penyebab yang

mendasari seperti pankreatitis akut (nyeri

abdomen atas kronis yang menyebar ke

belakang, muntah, tidak adanya suara usus,

pireksia, syok hipovolemik, perubahan warna

paraumbilikus [Cullen’s sign] dan pada

panggul [Grey Turner’s sign]), kolangitis

asendens (pireksia, malaise, kekakuan, nyeri

RUQ, jaundice, warna urin gelap, dan warna

feses yang pucat), atau sepsis abdomen

(pireksia, nyeri abdomen, tanda-tanda

peritonisme).

Magnetic resonance

(indirect) or direct

angiography : Tekanan vena

hepatik gradien normal

(ukuran tekanan portal)

USG Doppler dan CT

abdomen : defek pengisian

vena portal, tidak adanya

aliran vena portal

Trombosis vena

splenik

Tanda dan simptoms dari pankreatitis : nyeri

abdomen atas kronis yang menyebar ke

belakang, muntah, tidak adanya suara usus,

pireksia, syok hipovolemik, perubahan warna

paraumbilikus (Cullen’s sign) dan pada

panggul (Grey Turner’s sign) pada pankreatitis

akut; nyeri abdomen non-spesifik yang

diperburuk dengan makan, diare, steatorea,

penurunan berat badan, pireksia ringan pada

pankreatitis kronik.

USG abdomen dan CT :

tanda dari trombosis vena

splenik

Magnetic resonance

(indirect) or direct

angiography : tekanan vena

hepatik gradien normal

(ukuran dari tekanan portal)

Page 92: Skenario a Blok 6

92

Obstruksi vena

kava inferior

Tanda dan simptom dari Karsinoma Sel

Renal : Trias klasik yaitu hematuria, nyeri

panggul, dan massa pada panggul / abdomen

disertai dengan penurunan berat badan dan

hipertensi

USG abdomen dan CT :

tanda dari obstruksi vena

kava inferior

Schistosomiasis Riwayat bepergian ke area endemis

Simptom konstitusional dari febril : malaise,

kekakuan, berkeringat, penurunan berat

badan, anoreksia, muntah, diare, nyeri

kepala, nyeri dan lemah otot, nyeri abdomen

Tanda dari febril : ruam urtikaria, pireksia,

dan limfadenopati

Magnetic resonance

(indirect) or direct

angiography : tekanan vena

hepatik gradien normal

(ukuran dari tekanan portal)

Sarkoidosis Paru : Batuk kering, dan dipsnu

Kulit : Gangguan pigmentasi (hipo- atau

hiperpigmentasi); lesi makulopapular pada

wajah, belakang, dan ekstrimitas; nodosum

eritema pada kaki

Mata : Uveitis anterior atau posterior, mata

kering (sicca), dan glaucoma

Temuan pada CXR

bergantung pada tingkat

progresi penyakit :

limfadenopati hilar, diffuse

reticulonodular shadowing

(penyakit parenkimal),

fibrosis lobus atas

Biopsi hati : non-necrotising

/ caseating granulomas

Nodular

Regenerative

Hyperplasia

Tidak ada perbedaan Biopsi hati : Nodul

regeneratif yang kecil

disertai dengan minimal

fibrosis atau tidak ada pada

pewarnaan retikulin

Hipertensi portal

idiopatik

(Sklerosis

hepatoportal)

Tidak ada perbedaan Biopsi hati : tidak ada tanda

sirosis

Intoksikasi

Vitamin A,

arsenik,

Toksisitas vinyl

Tidak ada perbedaan Riwayat pada umumnya

menampakkan paparan.

Page 93: Skenario a Blok 6

93

klorida

10. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis

10.1 Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi

penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet

yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari (Nurdjanah,

2009).

Dua tujuan utama penatalaksanaan pada sirosis kompensata adalah mengobati faktor

penyebab sirosis dan menghindari atau mendiagnosa dini komplikasi pada sirosis hepatis

(Garcia-Tsao et al., 2009).

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi

kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan

penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal boleh menghambat

kolagenik (Nurdjanah, 2009).

Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif. Pada

hemokromatosis, flebotomi dilakukan setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi

normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan

berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan

lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini

pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian

lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat.

Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6

bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh (Nurdjanah, 2009).

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.

Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan

dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan (Nurdjanah, 2009).

10.2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram

atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.

Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.

Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa

Page 94: Skenario a Blok 6

94

adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40

mg/hari. Pemberian furosemid boleh ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal

dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites

boleh hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin (Nurdjanah, 2009).

Terapi lini pertama pada pasien yang mengalami asites akibat sirosis adalah diet rendah

garam yang tidak lebih dari 2 gram/hari, diuretik dan menghindari dari konsumsi alkohol

(Heidelbaugh et al., 2006).

Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.

Neomisin dapat digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet

protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya

asam amino rantai cabang (Nurdjanah, 2009).

Prinsip pengobatan pada ensefalopati hepatik adalah pemberian terapi suportif,

identifikasi dan eliminasi faktor resiko serta menurunkan kadar sisa toksik nitrogen pada

tubuh (Heidelbaugh et al., 2006).

Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah boleh diberikan obat

penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi. Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim

intravena, amoksilin atau aminoglikosida. Transplantasi hati merupakan terapi definitif

pada pasien sirosis dekompensata. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi

darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air (Nurdjanah, 2009).

Hemodialisa biasanya dilakukan untuk mengontrol azotemia pada sindrom hepatorenal

dan membetulkan gangguan elektrolit tubuh (Heidelbaugh et al., 2006).

11. Komplikasi Sirosis Hepatis

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis

diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya (Nurdjanah, 2009).

Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hepatis adalah 7 (B.R.Bacon, 2008):

A. Perdarahan saluran percernaan

Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul

varises esophagus. Vairses esophagus yang terjadi pada suatu waktu akan pecah,

sehingga akan timbuk perdarahan. Menurut Schiff perdarahan timbul kira-kira 8-30% dari

penderita sirosis hepatis menjadi salah satu penyebab kematian utama.

Page 95: Skenario a Blok 6

95

B. Koma hepatikum atau Ensefalopati hepatik

Komplikasi yang banyak dari penderita sirosis hepatis hati adalah koma hepatikum. Koma

hepatikum adalah sindrom neuropsikiatri kompleks dengan ciri gangguan kesadaran,

perubahan perilaku, personalia, asteriksis, flapping tremor dan abnormalitas EEG.

Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat karena disfungsi faal hati. Pada sirosis

hepatis dapat terjadinya retensi darah dalam usus yang akan dimetabolisme oleh bakteri

usus menjadi amoniak, dalam keadaan normal amoniak akan didetoksikasi di hepar

menjadi ureum. Pada sirosis fungsi didetoksikasi tidak ada, sehingga amoniak, toksin

bakteri dan asam lemak bebas akan masuk ke aliran darah dan bersifat toksik terhadap

otak. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat juga koma timbul sebagai

perdarahn, parasentese, gangguan elektrolit, dan obat-obatan. Disebut dengan koma

hepatikum sekunder.

C. Ulkus peptikum

Inciden timbuknya ulkus peptikum pada penderita sirosis hepatis lebih besar bila

dibandingkan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan di antaranya adalah

timbulnya heperemis pada mukosa gaster dan doudenuu, resistensi yang menurun pada

mukosa, dan kemungkinan lain adalah timbulnya defiensi makanan.

D. Peritonitis bakterial spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada

gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

E. Hepatorenal sindrom

Hepatorenal sindrom adalah gangguan faal ginjal yang disebabkan penyakit hepar yang

berat. Pada sirosis hepatik terjadinya gangguan faal hepar, fungsi detoksikasi hepar

terganggu sehinggs zat-zat toksik meracuni ginjal dan merusakkan ginjal. Gejala yang

sering terjadi adalah azotemia progresif, kreatinin serum > 250mg/dl, hiponatremia,

oliguria dan hipotensi.

F. Hepatoma

Sudah diketahui bahwa beberapa penderita sirosis hepatis yang ditemukan disertai

dengan karsinoma hepar, pengamatan ya g dilakukan terhadap penderita sirosis hati tang

dibuat diagnose secara klinik dan dilakukan biopsi ditemukan 10,3% dengan karsinoma,

dan terhadap penderita yang diduga menderita karsinoma hepar secara klinik dilakukan

Page 96: Skenario a Blok 6

96

biopsu ditemukan 7,7% disertai sirosis hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada

sirosis hepatis terutama pada bentuk postnekrotik.

G. Infeksi

Pada sirosis hepatis terjadi penurunan system imun tubuh, sehingga akan mudah kena

infeksi. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis hati, diantaranya adalah

peritonitis, pneumonia, endokarditris, TBC paru dan bronchopneumonia.

12. Prognosis Sirosis Hepatis

Prognosa sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya

kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel

1), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya

meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.

Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan

kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan

Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45 %.

Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Diseasr (MELP)

digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplatasi (Nurdjanah, 2009).

Tabel 2.3. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat

Bil. Serum (mg/dl) < 2 2 – 3 > 3

Alb. Serum (gr/dl) > 35 30-35 – 3.5 < 30

Asites Nihil Mudah dikontrol sukar

Ensefalopati Nihil Sedikit Berat/koma

Prothrombine time (detik) 1 - 3 4 – 6 > 6

Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus

Total Skor Child-Pugh Class

5 – 6 A

7 – 9 B

10 – 15 C

13. Pencegahan Sirosis Hepatis

13.1. Pencegahan Primer

Page 97: Skenario a Blok 6

97

Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai

factor resiko. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan factor pencetus. Yang

paling penting penjagaan agar organ hepar jangan sampai berkembang menjari sirosis

hepatis, yang artinya agar semua penyebab sirosis hati itu dapat dicegah dan dihindari.

Pada sirosis hepatis akibat hepatitis, pencegahan yang dilakukanbertujuab untuk

mengurangi terjadinya pengidap hepatitis kronik, diantaranya memberikan penerangan

kepada masyarakat tantang bahaya hepatitis B, pentingnya pencegahan dengan cara

perbaikan kebersihan, melakukan program imunisasi dimana bayi dan anak merupakan

sasaran utama karena mereka memiliki resiko yang lebih besar terhadap infeksi hepatitis

kronik. Bila memungkinkan dilakukan program imunisasi untuk penduduk dewasa yang

termasuk golongan beresiko tinggi, misalnay pemakai obat bius suntikan, homoseksual,

orang yang sering berganti partner seks, petuhas kesehatan yang sering berhubungan

darah dan cairan tubuh, juga dengan penghentian penggunaan produk darah yang

belumdiperiksa HbAg-nya.

13.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini

penyakit sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati itu adalah alcohol, maka konsumsi alcohol

sebaiknya dihentikan. Bila penyebabnya adalah fatty liver akibat malnutrisi atau obesitas

diberi diet yang tinngi protein dan rendah kalori. Penyakit hemakromatosis, obstruksi

saluran empedu dan penyakit Wilson segera dikenali jangan sampai terkena sirosis

hepatis berat. Jika kerusakan hepar sangat parah dan mengancam nyawa, sutu-satunya

cara yang dapat dilakukan adalah dengan transplantasi.

Hal ini perlu diperhatikan karena di Indonesia sirosis hati sering ditemui di RS dan

merupakan salah satu penyakit yang banyak emyebabkan kematian.

13.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih

berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini biasa dapat berupa

rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

9.6 HEPATITIS B

Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus.

Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian

kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal

Page 98: Skenario a Blok 6

98

sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan

Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.

Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan

berbagai macam zat kimia seperti karbon

tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan

sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis. Zat-zat kimia ini

mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan racun

dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam

tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

DIAGNOSIS

Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan sepuluh kali

lebih menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas terlihat.

Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan infeksi

virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di

dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis

hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa

nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang

ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda

virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk

diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV

DNA. Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat

penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus hepatitis B. Pemeriksaan

biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT.

Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas nekroinflamasi. Oleh karena itu,

pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan

proses nekroinflamasi menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal.

Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi

antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak

diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.

Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati,

menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti

viral.

Page 99: Skenario a Blok 6

99

Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang,

rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai

nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala

utama seperti bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan

air seni berwarna seperti teh.

Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode

akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat, maka akan terjadi

pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh

lemah, maka pasien tersebut akan menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika

tanggapan tubuh bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus

berkembang menjadi hepatitis B kronis.

PENULARAN

Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis

hepatitis lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan umur.

Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:

Kulit pecah

Selaput lendir

Berhubungan kelamin dengan seorang yang terinfeksi tanpa

menggunakan kondom.

Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu pengidap virus hepatitis B kepada bayi yang

dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.

Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga,

tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama

(Hanya jika penderita hepatitis B memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi berdarah, dll) atau

luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita hepatitis B.

Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah dari pendonor dites terlebih dulu apakah reaktif

terhadap hepatitis, sipilis dan HIV.

Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan

darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah

kebal, atau bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak

menikah, dianjurkan memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B.

Page 100: Skenario a Blok 6

100

SIAPA SAJA YANG MENGHADAPI RISIKO

Orang yang menghadapi risiko infeksi termasuk:

• Pasangan seks orang yang terinfeksi

• Pengguna narkoba suntik

• Bayi yang dilahirkan wanita yang terinfeksi

• Orang yang mempunyai banyak pasangan seks

• Pria yang berhubungan kelamin dengan pria

• Pasien hemodialisis

• Petugas kesehatan

• Anak orang yang lahir di negara dengan angka tinggi infeksi hepatitis B

• Kontak di rumah dengan orang yang terinfeksi hepatitis B

• Tahanan.

PERAWATAN

Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga hati

tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh

kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu

berbulan-bulan dengan diet dan istirahat cukup.

Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik (menahun) dan

berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini beberapa perawatan hepatitis B

kronis dapat meningkatkan kesempatan hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya

tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem

kebal seperti Interferon Alfa (Uniferon).

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau herbal yang

digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis di antaranya

mempunyai efek hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang

merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan

produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis,

antara lain temulawak, kunyit, sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi,

akar alang-alang, rumput mutiara, pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu, jombang.

PENCEGAHAN

Page 101: Skenario a Blok 6

101

Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih sehat, misalnya

menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual, hubungan seks multi

partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap hepatitis B adalah dengan

imunisasi (vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan

pertama, dua bulan dan enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi

setiap orang dari semua golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi

hepatitis B yaitu bayi baru lahir, orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit

kronis (seperti gagal ginjal, diabetes, jantung koroner), pasangan yang hendak menikah,

wanita pra kehamilan.

HEPATITIS B

INTRODUCTION

There are striking epidemiological and clinical parallels between

hepatitis B and hepatitis C virus infections . Each virus can be transmitted

by bloodborne routes, such as transfusions or injection drug use. Acute

infections often are asymptomatic, but can result in persistent viremia

and chronic liver injury. Finally, chronic infection with either virus may

cause minimal symptoms for decades, but ultimately can progress to cirrhosis

and hepatocellular carcinoma (HCC).

There also are distinctive differences between hepatitis B and hepatitis

C. The risk of developing chronic hepatitis B is closely correlated

with the patient’s age at the time of infection. Most infants and children

exposed to hepatitis B develop chronic infection, but adults typically

have self-limited infection. By contrast, the risk of developing chronic

hepatitis C (CHC) is high, irrespective of the age at which initial infection

occurs. There also are marked differences in the risk of sexual and

maternal–fetal transmission of the two viruses. Highly effective methods

are available for preventing infection with hepatitis B. By contrast,

no effective means of active or passive prevention of HCV infection are

currently available.

A clear understanding of similarities and differences in the transmission,

natural history, and methods for preventing the spread of these important

hepatitis viruses is essential to optimal care and education of patients

and their families.

PREVALENCE OF HEPATITIS B AND HEPATITIS C

Page 102: Skenario a Blok 6

102

More than 300 million individuals throughout the world have chronic

HBV infection (1). The prevalence of hepatitis B varies widely from one

geographic region to another. In many parts of Asia and Africa,

as many as 10% of the population have active infection with hepatitis B.

By contrast, the prevalence of chronic hepatitis B in the United States is

only 0.4%, with an estimated 1 million hepatitis B virus (HBV) carriers.

Although the global impact of hepatitis C has yet to be conclusively determined,

similar variations in infection rates occur from one geographical

region to another. Chronic infection rates as high as 10–15% have been

reported in some African and Middle Eastern countries (2). In the United

States, approx 1.8% of the population, or 3.9 million individuals, have

antibodies to hepatitis C. Approximately 75% of these individuals have

circulating HCV RNA, indicating active infection (3).

Within the United States, the prevalence of both hepatitis B and hepatitis

C is higher among African Americans and Hispanics.

In addition, chronic hepatitis B is particularly common among Alaskan

Eskimos, Pacific Islanders, and immigrants from countries where hepatitis

B is endemic (5). Hepatitis B and hepatitis C infections also are more

frequent among individuals from low socioeconomic groups.

RISK OF CHRONIC INFECTION AND SEQUELAE OF DISEASE

Both the severity of acute hepatitis and the risk of developing chronic

hepatitis B are related to the age at which the infection is acquired.

Infants and children typically have asymptomatic acute hepatitis, but

have an inordinately high risk of developing chronic hepatitis B and

suffering the sequelae of cirrhosis and HCC later in life. Over 90% of

infants who acquire hepatitis B at birth develop chronic infection. Children

exposed to the virus within the first 5 yr of life have a 25–50% risk

of developing chronic infection. By contrast, acute hepatitis B can be severe

in older individuals, but no more than 5% of adolescents and adults

develop chronic infection (6).

Both the severity of acute hepatitis and the risk of developing CHC

are more uniform among various age groups. Most patients have anicteric

hepatitis, with few symptoms. Approximately 85% of adults with

acute hepatitis C develop chronic viremia, and 70% have biochemical

or histological evidence of chronic liver disease (7). Infection among

Page 103: Skenario a Blok 6

103

adults over the age of 40 yr is associated with more rapidly progressive

chronic disease (8). By contrast, children infected within the first decade

of life have only a 50% chance of developing CHC, and often have mild

liver disease (9,10).

Acute infection during infancy or childhood with either hepatitis B or

hepatitis C usually is characterized by a mild, often asymptomatic illness,

with a high rate of progression to chronic infection. Among adults,

hepatitis B infection may result in severe illness, including fulminant

hepatic failure; however, the risk of chronic infection is low. By contrast,

adults who acquire hepatitis C often have a relatively asymptomatic

acute illness, but a high risk of developing chronic infection. Few, if any,

patients with acute hepatitis C develop fulminant hepatic failure. As a

consequence, the morbidity and mortality of acute hepatitis B is considerably

higher than hepatitis C. The long-term sequelae of hepatitis B

and hepatitis C are similar in countries in which hepatitis B is endemic,

because of the high rate of chronic hepatitis B virus infection among

infants and children. By contrast, in countries such as the United States,

where most HBV and HCV infections are acquired later in life, the overall

impact of chronic hepatitis C virus infections is far greater than that

of chronic hepatitis B.

MODES OF TRANSMISSION

In contrast to hepatitis A and E, in which most infections occur from

oral ingestion of the virus, or from contact with infected individuals, hepatitis

B and hepatitis C are transmitted primarily by parenteral routes.

Blood and Tissue Transmission

Both hepatitis B and hepatitis C can be very efficiently transmitted by

blood transfusions, transplantation of infected organs, or injection drug

use. In addition, administration of contaminated vaccines and use of non

disposable instruments have resulted in inadvertent transmission of both

viruses. Other potential modes of transmission include tattooing, body

piercing, acupuncture, and sharing razors and toothbrushes.

BLOOD TRANSFUSIONS

Jaundice and liver injury occurred in a disturbing number of individuals

following the increased use of blood transfusions during and after

Page 104: Skenario a Blok 6

104

World War II. These clinical observations offered strong evidence for

an infectious cause of transfusion-associated jaundice, and stimulated

research to identify the agents responsible. Shortly after the discovery

of the virus in 1967, hepatitis B was identified as a major cause of posttransfusion

hepatitis, accounting for approx 25% of cases. Exclusion of

paid blood donors, and screening with increasingly accurate diagnostic

tests for hepatitis B rapidly eliminated this virus as an important cause

of posttransfusion hepatitis by the early 1970s (Fig. 4) (11). Approximately

80 cases of transfusion-associated hepatitis B now are reported

annually in the United States (12).

From the 1970s until the early 1990s, hepatitis C accounted for over

90% of all cases of posttransfusion hepatitis. The highest risk was among

individuals who received multiple transfusions or pooled products such

as clotting factor concentrates. In the 1970s, 40% of all new cases of

hepatitis C were acquired from blood transfusions (13). However, following

discovery of the HCV in 1988, sensitive and specific diagnostic tests

to detect HCV infection became available. Widespread application of

these tests in blood banks led to a precipitous drop in posttransfusion

hepatitis C. Since 1992, the risk of acquiring hepatitis C from blood products

is estimated to be only 0.001% per unit transfused (14). However,

it is recommended that individuals exposed to potentially infective blood

products before 1992 undergo testing for hepatitis C (15).

Currently, the risk of posttransfusion hepatitis B or hepatitis C is quite

low (14). Since 1992, no cases of posttransfusion hepatitis C have been

reported in the United States (11). However, there is a window between

HBV or HCV infection and the development of circulating antigens or

antibodies. Since potential donors in this window period might not be

detected by the currently employed screening tests, blood banks are currently

exploring the feasibility of evaluating potential donors using polymerase

chain reaction-based techniques for detecting HBV DNA and

HCV RNA in donor mini-pools (14,16).

TRANSPLANTATION

Hepatitis B and hepatitis C can be transmitted during bone marrow or

solid organ transplantation and occasionally even by transplantation of

corneas and bone (17,18). All organ donors currently undergo serologic

Page 105: Skenario a Blok 6

105

testing for hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B cone antibody

(anti-HBc), and anti-HCV. HBsAg-positive donors usually are excluded,

because of the high risk of viremia and transmission of hepatitis B to the

recipient. Organs from HBsAg-negative donors with serologic evidence

of past HBV infection (anti-HBc or anti-HBc and anti-HBs) can usually

be used safely for kidney, pancreas, heart, and lung transplants (19). However,

organs from such donors not infrequently transmit HBV to liver

transplant recipients (20).

Approximately 4.2% of U.S. organ donors have positive tests for anti-

HCV, which is over twice the prevalence in the general population (21).

Slightly more than one-half of these potential donors have circulating

HCV RNA, indicating active HCV infection. Use of organs from HCV

RNA-positive donors almost invariably results in HCV transmission to

the transplant recipient (22). Unfortunately, there is no rapid screening

test available to quickly evaluate the presence of HCV RNA among anti-

HCV-positive donors. As a result, there is considerable controversy on

the use of organs from these donors. The safest approach is to exclude

all anti-HCV-positive donors; however, in some parts of the country,

this would result in loss of up to 10% of all potential organ donations.

Given the drastic shortage of donor organs, organ procurement agencies

and transplant programs are exploring a variety of options, including

using anti-HCV-positive organs only in life-threatening situations or

only in anti-HCV-positive recipients. The safety of these approaches has

yet to be determined (22).

INJECTION DRUG USE

Injection drug use is an important means of transmitting both hepatitis

B and hepatitis C. Many injection drug uses have serologic evidence

of infection with both viruses. Within the first year, 50% of drug users

acquire hepatitis B (Fig. 5) (23). The risk of hepatitis C is even higher,

with 80% of young drug abusers infected within the first year (23). Injection

drug use now is responsible for 60% of new cases of hepatitis C in

the United States (15). Intranasal cocaine use also has been suggested as

a possible cause of HCV infection (24). The vast majority of young people

who acquire hepatitis C from injection drug use develop chronic infection.

By contrast, the risk of developing chronic hepatitis B virus infection

Page 106: Skenario a Blok 6

106

from injection drug use is less than 10%.

NOSOCOMIAL TRANSMISSION

Hepatitis B and hepatitis C also have been transmitted via various medical

interventions. Nearly 350,000 U.S. soldiers acquired hepatitis B during

World War II from a yellow fever vaccine contaminated with the

virus. Transmission of hepatitis C appears to have occurred in many countries

from folk treatments in which nonsterilized instruments are used

(25). In Egypt, which has the highest prevalence of hepatitis C of any

country, the virus appears to have been transmitted via injection therapy

for schistosomiasis, in which nondisposable needles and syringes were

used (2). Isolated outbreaks of hepatitis C also have resulted from iv immunoglobulin

preparations contaminated with the virus (26). Iatrogenic

transmission of hepatitis B and hepatitis C remains a concern in many

countries (27).

OTHER POTENTIAL MODES OF BLOODBORNE TRANSMISSION

Tattooing and body piercing using nonsterile instruments are other

potential means of transmitting both hepatitis B and hepatitis C. Although

well-documented in other countries, these modes of transmission appear

to be uncommon in the United States. However, more study is needed,

especially when these procedures are performed under substandard conditions,

such as in prisons.

Maternal–Fetal Transmission

Maternal–fetal transmission of hepatitis B is virtually universal when

the mother has active infection at the time of delivery. In countries where

hepatitis B is endemic, maternal–fetal transmission is the primary mode

of infection, and is responsible for 40–50% of cases of chronic hepatitis

B. On a global basis, this is the most important mode of HBV transmission.

In the United States, an estimated 20,000 infants are exposed to

HBV at birth each year. Maternal transmission usually occurs at delivery,

as the newborn is exposed to maternal blood and secretions during

passage through the birth canal. Infected infants typically show serological

evidence of asymptomatic HBV infection 2–6 mo after birth.

Over 90% of these children develop chronic infection and face inordinate

risks of developing liver failure and HCC later in life. For example,

Page 107: Skenario a Blok 6

107

young men who acquire hepatitis B at birth have a relative risk of developing

HCC 100× higher than age-matched controls (28).

Maternal–fetal transmission of hepatitis C occurs much less frequently.

Approximately 3–6% of infants born to mothers with CHC acquire the

infection during the perinatal period. Women with higher levels of circulating

virus and co-infection with HIV appear more likely to transmit

infection to their newborn infants (29). Current studies suggest that liver

injury in these infected infants is very mild. Since the risk of perinatal

transmission is small, and the morbidity of liver disease among infected

children appears to be low, women with CHC do not need to avoid

pregnancy (13). However, children born to mothers with CHC should be

tested for HCV, and, if chronic infection is documented, long-term follow-

up with periodic liver function tests is warranted.

There is no convincing evidence that either hepatitis B or hepatitis C

is transmitted by breastfeeding (30,31). Therefore, there is no scientific

basis for mothers with chronic hepatitis B or hepatitis C to avoid breastfeeding

unless their nipples are cracked or bleeding (13).

Household Contacts

Hepatitis B infection can be acquired from household contacts. This

is particularly true among children in countries where the prevalence of

HBV is high. Contacts with serologic evidence of active chronic infection

(HBsAg or HBV DNA) are the most prone to transmit HBV to other

family members. By contrast, acquisition of HCV infection from household

contacts appears to be uncommon.

Sexual Transmission

In the United States, almost two-thirds of reported cases of hepatitis

B occur in young people between 15 and 29 yr of age (4). Sexual transmission

is the most common mode of transmission, accounting for almost

one-third of the cases (Fig. 6) (4). Men who have sex with men have a

particularly high risk of harboring HBV infection.

The risk of sexual transmission of hepatitis C is a highly controversial

and unresolved issue. The prevalence of hepatitis C is 2–3× higher among

individuals with multiple sexual partners than in the general population.

However, the risk of HCV infection is far lower than for hepatitis B,

HIV, or other sexually transmitted diseases. In 15–20% of newly diag-

be identified (32). By contrast, the prevalence of HCV infection among

Page 108: Skenario a Blok 6

108

long-term sexual partners of patients with CHC is no higher than the

general population (15). Thus, although sexual transmission of hepatitis

C may occur, it seems to be very inefficient (15).

Unknown Source of Infection

Even in the most carefully performed epidemiological studies, no

specific risk factor can be found in approx 25% of patients with HBV

infection and 10% of patients with HCV infection (13). These findings

leave considerable gaps in understanding of the epidemiology of these

viral infections. Undoubtedly, some of these patients have risk factors,

such as injection drug use, which they refuse to share with health care

professionals. However, some patients appear to have no clear-cut risk

factors for acquiring either hepatitis B or hepatitis C. One can only speculate

as to the source of these infections.

SPECIAL PATIENT POPULATIONS

Hepatitis B and hepatitis C infections are particularly common in certain

populations. The highest rates of infection are seen among patients

who received multiple transfusions or blood products prepared from

pooled donors, such as clotting factor concentrates. Chronic infection

among transplant recipients also is common. Prisoners and other institutionalized

individuals also have inordinate risks for these infections. In

some, but not all, studies, retired military personnel, especially those who

served in Vietnam, also have a high frequency of infection with hepatitis

B or hepatitis C.

Hemophilia Patients

Before 1990, hemophilia patients, who received factor concentrates

produced from pooled plasma, faced inordinately high risks of acquiring

hepatitis B and HCV infections. Over one-half of these patients have

evidence of exposure to hepatitis B; however, the carrier rate for chronic

hepatitis B is <10% (33). By contrast, between 75 and 90% of hemophilia

patients who received factor concentrates during the 1970s and 1980s

developed CHC. Although the full impact of these infections is not known,

the risk of HCC is markedly increased among hemophilia patients, compared

to the general population (34–37).

Hepatitis infections among hemophilia patients have been virtually

eliminated by adoption of virucidal methods of treating factor concen

Page 109: Skenario a Blok 6

109

trates, screening plasma donors for HCV RNA by polymerase chain reaction

techniques, and development of recombinant coagulation factors. No

cases of hepatitis C from the use of factor concentrates have been reported

since 1994 (38).

Transplant Recipients

Hepatitis B and hepatitis C infections are common among transplant

recipients. Although many patients are asymptomatic, with clinical and

histological features of mild disease, infection with either of these viruses

can be life-threatening.

Hepatitis B can be a lethal infection in immunosuppressed patients.

Some patients have active HBV infection prior to transplantation. Other

patients, with inactive disease and serologic features suggesting recovery

from a prior infection (anti-HBc and anti-HBs), experience reactivation

of disease with cancer chemotherapy or high-dose immunosuppression

(39). Patients also can acquire hepatitis B at the time of transplantation.

Many liver transplant recipients with active HBV infection in the past

developed rapidly progressive, fatal disease following the operation. Reactivation

of previously inactive disease, which is seen most commonly in

marrow recipients who receive chemotherapy and immunosuppression,

also can result in fulminant hepatic failure (40). A variety of innovative

strategies have been employed to overcome these challenges (41). With

specialized care, the outcome of patients with HBV infection has dramatically

improved following transplantation.

Although less overt, CHC infection also can significantly affect longterm

survival of transplant recipients. Cirrhosis secondary to hepatitis C

has emerged as one of the leading causes of death in long-term survivors

of bone marrow and kidney transplants (42,43).

Injection Drug Users

Preventing transmission of hepatitis B and hepatitis C among young

drug abusers is a critically important, but difficult, task. Most young people

are unaware of the risk of acquiring these infections from drug use.

Furthermore, very few young drug abusers have been vaccinated against

hepatitis B, despite having contact with medical care providers (44). Preventing

hepatitis C transmission among young drug abusers is an even

more difficult task. Needle exchange programs have been shown in some

studies to reduce the risk of infection (45). Such programs, in combination

Page 110: Skenario a Blok 6

110

with drug treatment programs and intensive community-based education

programs, will remain the mainstays of HCV prevention, until a

vaccine is developed.

Prisoners

The prevalence of hepatitis C among prisoners ranges from 30 to 50%

(Fig. 7) (46). The overwhelming risk factor in this population is injection

drug use, either before or during incarceration. Another potentially high

risk means of exposure is tattooing with nonsterile instruments (46). The

overall impact of hepatitis B and hepatitis C on the correctional populations

of the world remains to be determined.

Military Veterans

Chronic hepatitis infections also are common among military veterans.

Although the risk of chronic hepatitis B is less than 5%, chronic hepatitis

C virus infection has been reported in 7–36% of patients who use Veterans

Administration hospitals in the United States (47). The highest prevalence

is among men 40–50 yr of age. Over 80% of these infections appear

to have been acquired from iv drug use (47). The long-term sequelae of

these infections have yet to be determined.

Dialysis Patients

Numerous outbreaks of hepatitis B occurred among dialysis patients

and staff in the 1970s. The patients often had asymptomatic chronic disease.

In contrast, nurses and physicians often developed overt and serious

acute illness. Aggressive infection control practices have dramatically

reduced the incidence and prevalence of hepatitis B within dialysis units.

For example, in 1976, the prevalence of HBsAg among dialysis patients

was 7.8%, compared to 0.1% in 1993 (48). However, occasional outbreaks

of hepatitis B in dialysis units continue to occur, when rigorous infection

control precautions are not maintained (49).

Approximately 10–20% of hemodialysis patients have serologic evidence

of HCV infection (50,51). These patients are usually asymptomatic,

and often have normal aminotransferase values. Most of these patients

probably acquired hepatitis C from previous blood transfusions, although

there have been isolated reports of HCV transmission within dialysis

units. The incidence of new HCV infections in dialysis units has declined

appreciably in recent years, largely as the result of improved safety of the

blood supply and reduction in the number of transfusions administered.

Page 111: Skenario a Blok 6

111

Health Care Workers

Hepatitis B is the most commonly transmitted bloodborne virus in the

health care setting (52). The highest risk is among health care providers

who have daily exposure to blood and tissues (dentists, surgeons, pathologists,

and laboratory technicians). Widespread hepatitis B vaccination

among health care providers has significantly reduced this risk over the

past two decades.

The prevalence of HCV among health care workers is 10× lower than

that of HBV (15). In fact, the risk of HCV is no higher among health care

providers than the general population of the United States (15). Seroconversion

rates after needlestick exposure to patients with active hepatitis

C infections range from 0- to 7%. There is no effective means of preventing

transmission in this setting (15).

The transmission of either hepatitis B or hepatitis C from health care

providers to patients is extremely rare. Most cases have been associated

with breaks in sterile technique. However, isolated episodes of transmission

from infected surgeons to patients have been reported for both hepatitis

B and hepatitis C, despite adequate sterile precautions (53,54).

SUMMARY

There are two global epidemiological patterns of HBV transmission. In

populations in which the prevalence of hepatitis B is high, most new infections

occur at birth or within the first 5 yr of life from maternal–fetal or

horizontal transmission of the virus within families. Most of the infected

infants and children develop chronic hepatitis B infection and face high

risks of morbidity and mortality from chronic hepatitis and HCC later in

life. By contrast, among populations in which the prevalence of hepatitis B

is low, most new infections occur among adolescents and young adults from

sexual transmission or injection drug use. The risk of chronic infection

in this setting is generally less than 5%, and the long-term sequelae of

chronic disease are much lower. Vaccination is effective in preventing

transmission of hepatitis B at each of these settings. As a result, hepatitis

B could potentially be eliminated as a global health problem within the

next 30–50 yr.

Page 112: Skenario a Blok 6

112

10. KESIMPULAN

Tn. Budi mengalami cirrhosis hepatis disebabkan karena kebiasaan mengonsumsi alkohol dan

hepatitis B stadium 2 (ikterik) bertahun-tahun.

- Akibat kerusakan sel-sel hepatosit maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasii

bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik

- BAB hitam disebabkan oleh perdarahan varises esofagus

- Anoreksia adalah respon tubuh untuk meningkatkan efektivitas darah untuk

memerangi penyakit, karena mencerna makanan akan mengalirkan 70% darah ke

sistem digestivus.

- Hipertensi porta menyebabkan dilatasi vena – vena yang bergabung di vena porta

hepatika dan salah satunya vena splenica (lienalis) sehingga menyebabkan

pembesaran pada lien (splenomegali).

- Spider naevi, palmar eritema terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam

menginaktifkan dan menyekresikan steroid adrenal dan gonad sehingga menyebabkan

terjadinya hiperestrogenime pada kapiler.

- Caput medusa membentuk akibat shunting darah dari sirkulasi hati ke sirkulasi

sistemik melalui vena sekitar umbilikus.

- Shifting Dullness mendeskripsikan suara pekak yang berpindah – pindah pada saat

perkusi akibat adanya cairan bebas di rongga abdomen yang disebut asites.

Page 113: Skenario a Blok 6

113

12. DAFTAR PUSTAKA

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.

Dorland Medical Dictionary 31ed. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta: Penerbit EGC.

Wolff K, Johnson, RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Sixth Edition.

2009.

Baradero,Mary, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. 2005. Klien gangguan Hati. Jakarta : EGC

Palmer, Melissa. 2004. Dr. Melissa Palmer’s guide to Hepatitis and liver disease. New York: Avery

Setiya, Yulis. 2010. Handout Materi Sirosis Hepatis.

Lestari. 2009. Jurnal Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis, FKUI, Jakarta

Mariyani, Sri. 2005. Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL

Dr Jeffry Tenggara SpPD (Internist-Siloam Hospitals Semanggi). Liver: Stuktur Anatomi dan Fungsi.

Maynard JE. Hepatitis B: global importance and need for control. Vaccine 1990; 8(Suppl): S18–S20.

Mahoney FJ. Update on diagnosis, management, and prevention of hepatitis B virus infection. Clin

Microbiol Rev 1999; 12: 351–366.

Alter MJ, Hadler SC, Margolis HS, et al. Changing epidemiology of hepatitis B in the United States: need

for alternative vaccination strategies. JAMA 1990; 263: 1218–1222.

Margolis HS, Alter MJ, Hadler SC. Hepatitis B: evolving epidemiology and implications for control.

Semin Liver Dis 1991; 11: 84–92.

Lee WM. Hepatitis B virus infection. N Engl J Med 1997; 337: 1733–1745.

Dodd RY. Risk of transfusion-transmitted infection. N Engl J Med 1992; 327: 419–421.

Schreiber GB, Busch MP, Kleinman SH, Korelitz JJ. Risk of transfusion-transmitted viral infections. N

Engl J Med 1996; 334: 1685–1690.

Roth WK, Weber M, Seifried E. Feasibility and efficacy of routine PCR screening of blood donations for

hepatitis C virus, hepatitis B virus, and HIV-1 in a bloodbank setting. Lancet 1999; 353: 359–363.

Hoft RH, Pflugfelder SC, Forster RK, et al. Clinical evidence for hepatitis B transmission resulting from

corneal transplantation. Cornea 1997; 16: 132–137.

Page 114: Skenario a Blok 6

114

Turner DP, Zuckerman M, Alexander GJ, et al. Risk of inappropriate exclusion of donor organs by

introduction of hepatitis B core antibody testing. Transplantation 1997; 63: 775–777.

Dickson RC, Everhart JE, Lake JR, et al. Transmission of hepatitis B by transplantation of livers from

donors positive for antibody to hepatitis B core antigen. The National Institute of Diabetes and

Digestive and Kidney Diseases Liver Transplantation Database. Gastroenterology 1997; 113: 1668–

1674.

Garfein RS, Vlahov D, Galai N, et al. Viral infections in short-term injection drug users: the prevalence

of the hepatitis C, hepatitis B, human immunodeficiency, and human T-lymphotropic viruses. Am J

Public Health 1996; 86: 655–661.

Beasley RP. Hepatitis B virus. Major etiology of hepatocellular carcinoma. Cancer 1988; 61: 1942–1956.

Beasley RP, Stevens CE, Shiao IS, Meng HC. Evidence against breast-feeding as a mechanism for

vertical transmission of hepatitis B. Lancet 1975; 2: 740–741.

Kumar A, Kulkarni R, Murray DL, Gera R, Scott-Emuakpor AB, Bosma K, et al. Serologic markers of viral

hepatitis A, B, C, and D in patients with hemophilia. J Med Virol 1993; 41: 205–209.

Colombo M, Mannucci PM, Brettler DB, et al. Hepatocellular carcinoma in hemophilia. Am J Hematol

1991; 37: 243–246.

Rabkin CS, Hilgartner MW, Hedberg KW, et al. Incidence of lymphomas and other cancer in HIV-

infected and HIV uninfected patients with hemophilia. JAMA 1992; 267: 1090–1094.

Davis GL, Hoofnagle JH. Reactivation of chronic hepatitis B virus infection. Gastroenterology 1987; 92:

2028–2030.

Webster A, Brenner MK, Prentice HG, Riffiths PD. Fatal hepatitis B reactivation after autologous bone

marrow transplantation. Bone Marrow Transplant 1989; 4: 207–208.

Davis CL, Gretch DR, Carithers RL, Jr. Hepatitis B and transplantation. Infect Dis Clin North Am 1995; 9:

925–941.

Mathurin P, Mouquet C, Poynard T, et al. Impact of hepatitis B and C virus on kidney transplantation

outcome. Hepatology 1999; 29: 257–263.

Strasser SI, Sullivan KM, Myerson D, et al. Cirrhosis of the liver in long-term marrow transplant

survivors. Blood 1999; 93: 3259–3266.

Seal KH, Edlin BR. Risk of hepatitis B infection among young injection drug users in San Francisco:

opportunities for intervention. West J Med 2000; 172: 16–20.

Hagan H, Des Jarlais DC, Friedman SR, et al. Reduced risk of hepatitis B and C among participants in a

syringe exchange program. Am J Public Health 1995; 85: 1531–1537.

Page 115: Skenario a Blok 6

115

Tokars JI, Alter MJ, Favero MS, et al. National surveillance of dialysis associated diseases in the United

States, 1993. ASAIO J 1996; 42: 219–229.

Favero MS, Alter MJ. Reemergence of hepatitis B virus infection in hemodialysis centers. Semin Dial

1996; 9: 373–374.

Gerberding JL. Infected health care provider. N Engl J Med 1996; 334: 594–595.

Harpaz R, Von Seidlein L, Averhoff FM, et al. Transmission of hepatitis B virus to multiple patients from

a surgeon without evidence of inadequate infection control. N Engl J Med 1996; 334: 549–554.