laporan skenario b blok 6

72
1 SKENARIO Udin, 12 tahun, berat badan 20 kg, tinggi badan 130 cm, menderita demam dan kalau saat senja penglihatan kabur. Dari anamnese, air minum yang digunakan oleh keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah menderita influenza, sejak 1 tahun terakhir. Datang berobat ke dokter Puskesmas, diberikan obat parasetamol, kontrimoksazol tablet dan sirup multi vitamin-mineral, panas tidak turun. Hasil analisis laboratorium: - Glukosa 100 mg/dl - Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl - Provitamin A 75 ug/dl - Vitamin A 12 ug/dl - Zn 22 ug/dl - Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO 3 ¿¿ = 10 mEq/L A. Klarifikasi Istilah 1. Demam : peningkatan temperatur tubuh di atas normal (98,6 0 F / 37 ) 2. Influenza : infeksi virus akut pada saluran pernapasan yang diserta dengan radang mukosa nasal, faring, konjunctiva, dan sakit kepala.

Upload: imaeyuliyaenae

Post on 02-Jul-2015

300 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

1

SKENARIO

Udin, 12 tahun, berat badan 20 kg, tinggi badan 130 cm, menderita demam dan

kalau saat senja penglihatan kabur. Dari anamnese, air minum yang digunakan oleh

keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah menderita influenza,

sejak 1 tahun terakhir. Datang berobat ke dokter Puskesmas, diberikan obat parasetamol,

kontrimoksazol tablet dan sirup multi vitamin-mineral, panas tidak turun.

Hasil analisis laboratorium:

- Glukosa 100 mg/dl

- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl

- Provitamin A 75 ug/dl

- Vitamin A 12 ug/dl

- Zn 22 ug/dl

- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3−¿ ¿

= 10 mEq/L

A. Klarifikasi Istilah

1. Demam : peningkatan temperatur tubuh di atas normal (98,60F /

37℃)

2. Influenza : infeksi virus akut pada saluran pernapasan yang diserta

dengan radang mukosa nasal, faring, konjunctiva, dan

sakit kepala.

3. Parasetamol : obat analgesik dan antipiretik yang mirip aspirin

dengan efek anti inflamasi yang lemah.

4. Diare : pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal.

5. Air tadah hujan : air yang langsung ditampung dari tetesan-tetesan air

hujan.

6. Kontrimoksazol : campuran trimetropin dan sulfametoksazol.

7. Multi vitamin-mineral : suplemen yang digunakan untuk menyeimbangkan

fungsi vitamin dan mineral dalam tubuh.

8. Albumin : protein yang larut dalam air dan juga dalam konsentrasi

larutan garam yang sedang.

9. Globulin : kelas protein yang tidak larut dalam air, tetapi larut

Page 2: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

2

dalam larutan garam.

10. Glukosa : aldosa karbon 6 yang terdapat dalam bentuk D dan

Ditemukan sebagai monosakarida bebas pada buah-

buahan atau tanaman lain atau dikombinasi dengan

glukosa.

11. Analisis gas darah : penetapan konsentrasi O2 dan CO2 serta pH darah

dengan tes-tes laboratorium.

12. Provitamin A : prekursor vitamin, biasanya α karoten, kadangkal

mencakup setiap karoten lain pada provitamin A.

13. Zinc : unsur kimia dengan nomor atom 30, simbol Zn,

merupakan mikronutrien essensial pada banyak enzim.

14. Protein total : ukuran kasar dari semua protein yang ditemukan di

seluruh aliran darah, khususnya albumin dan globulin.

B. Identifikasi Masalah

1. Udin, 12 tahun, berat badab 20 kg, tinggi badan 130 cm menderita demam dan

penglihatannya kabur pada saat senja. Dari anamnese, air minum yang digunakan

oleh keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah

menderita influenza, sejak 1 tahun terakhir.

2. Udin datang berobat ke dokter puskesmas, namun setelah diberi parasetamol,

kontrimoksazol tablet, dan sirup multi vitamin-mineral, panasnya tidak turun.

3. Hasil analisis laboratorium:

- Glukosa 100 mg/dl

- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl

- Provitamin A 75 ug/dl

- Vitamin A 12 ug/dl

- Zn 22 ug/dl

- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3−¿ ¿

= 10 mEq/L

Page 3: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

3

C. Analisis Masalah

1. Udin, 12 tahun, berat badab 20 kg, tinggi badan 130 cm menderita demam dan

penglihatannya kabur pada saat senja. Dari anamnese, air minum yang digunakan

oleh keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah

menderita influenza, sejak 1 tahun terakhir.

a. Berapa berat badan normal anak usia 12 tahun?

Jawab:

Umur Tinggi Badan Berat Badan

Laki-laki Perempuan Laki-laki perempuan

12 tahun 149 cm 151 cm 40 kg 41,1 kg

Berat badan

(usia x7−5)2

= 12 x 7−5

2 = 39,5 kg

Tinggi badan

Usia x 6 + 77 = 12 x 6 + 77 = 149 cm

Sumber buku gizi dr. Arisman hal 65-66

b. Apakah berat badan dan tinggi badan Udin normal untuk anak seusianya?

Jika tidak normal, apa penyebabnya?

Jawab: Tidak sesuai.

Bedasarkan perhitungan BMI, BB (kg) 20

BMI = ------------- = ------------ = 11,834(TB (m)¿2 (1,3¿2

BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight)

Keterangan: BMI 18.5 – 24 = normal

BMI 25 – 29 = kelebihan berat badan (overweight)

BMI >30 = obesitas

Penyebab pertumbuhan tidak normal :

Page 4: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

4

1. Lingkungan

2. Penyakit

3. Makanan

Berdasarkan data diatas berat badan dan tinggi badan udin

tidak normal, hal ini dikarenakan oleh kebutuhan udin kekurangan

mikronutrien, seperti yang dikatakann di scenario udin

mengkonsumsi air tadah hujan yang memiliki kadar mineral yang

redah. Sehingga mineral yang dibutuhkan oleh udin tidak tercukupi

dan mempengaruhi pertumbuhan udin. Terutama zink, zink juga

penting pertumbuhan dan untuk mengubah provitamin A menjadi

vitamin A, salah satu fungsi dari vitamin A adalah untuk

petumbuhan.

4. Keadaan social ekonomi

5. Faktor genetis

c. Mengapa penglihatan Udin kabur saat senja?

Jawab:

Zinc berperan dalam proses pengubahan provitamin A menjadi

vitamin A. dan vitamin A berfungsi untuk penglihatan. peran vitamin A

dalam penglihatan adalah pemasok rodopsin dan retinal yang

berfungsi sebagai pemasok pigmen peka cahaya. Dalam kasus ini

Defisiensi zinc

Rabun senja

Kekurangan vitamin A

Perubahan dari provitamin A menjadi vit. A terhambat

Page 5: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

5

d. Apa hubungan antara meninum air tadah hujan dan keluhan yang

dialami Udin?

Jawab:

Seperti diketahui, air hujan tidak memiliki kadar beberapa mineral

yang cukup (Zn dibawah normal), salah satu fungsi zinc dalam tubuh

provitamin A vitamin A sistem imun tubuh dan fungsi mata.

Kekurangan vitamin A bakteri dan virus jadi lebih mudah

menyerang, maka dari itu ia sering mengalami diare dan influenza. Selain

itu kekurangan vitamin A dalam tubuh dapat mempengaruhi proses

degenerasi rodopsin yang dibutuhkan dalam proses fisiologi mata,

gangguan pada proses ini bisa menyebabkan rabun senja.

Pembetukan vitamin A terhambat

Imun tubuh menurun (produksi limfosit T menurun)

influenza

demam Tidak tejadi (menurun) penyerapan di usus , termasuk vitamin A

diare

Rabun senja

Kurang vitamin A

Air tadah hujan minim mengandung zink

Page 6: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

6

e. Apa saja kandungan dari air tadah hujan?

No Kandungan Air tadah hujan

(mg/l)

Air permukaan (mg/l)

1 Kesadahan 19 120

2 Kalsium 16 80

3 Magnesium 3 40

4 Sodium 6 19

5 Amonium 0,8 -

6 Bikabonat 12 106

7 Klorida 9 23

8 Sulfat 10 38

9 Nitrat 0,1 0,4

10 Keasaman 4 -

11 pH 6,8 7,8

12 besi - 0,3

13 Zink - 0,22

Berdasarkan perbandingan, didapat bahwa perbandingan

mineral yang terdapat pada air hujan sangat rendah, kandungan

zinknya pun tidak ada, sehingga dapat dikatakan bahwa air hujan

minim gizi.

Pada air tadah hujan, berdasarkan Badan Meteorologi dan

geofisika maka, komposisi kimia air hujan bulan oktober,

november, dan desember 2008 adalah sebagai berikut : Kalsium,

Mangan, Natrium, Kalium, Amonia, Sulfur, Clorida, Nitrat, dan

berdasarkan data ini, maka tidak ada kandungan zinknya.

Kemudian berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika

tahun 2010 Tingkat keasaman air hujan di 6 (enam) kota lainnya

(Branti-Lampung, Darmaga Bogor,Kayuwatu-Manado, Kenten-

Palembang, Pulau Baai-Bengkulu, dan Samratulangi-Manado)

Page 7: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

7

menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas

(pH = 5,6).

f. Apa etiologi dari keluhan-keluhan yang dialami Udin?

- Demam

- Pengihatan kabur

- Diare

- Mudah influenza

Jawab: Etiologi:

Demam : infeksi, non infeksi, fisiologis

Pengihatan kabur : kurang vitamin A

Diare : microbial (imun tubuh Udin menurun

sehingga mepermudah tejadinya infeksi)

Mudah influenza : virus influenza (imun tubuh Udin menurun

sehingga mepermudah tejadinya infeksi)

Kesimpulannya, karena menderita defisiensi Zink dapat menyebabkan

metabolisme vitamin A terganggu sehingga menyebabkan rabun senja.

Selain itu, defisiensi zink juga dapat mengganggu sistem imun sehingga

Udin mudah terserang diare dan influenza.

g. Bagaimana mekanisme keluhan-keluhan yang dialami Udin?

- Demam

- Pengihatan kabur

- Diare

- Mudah influenza

Jawab:

- Demam tubuht erinf eksi

bakt e ri m e le paskan piriondari m embran s e l→ se t piont padat ermostat hipotalamus ↑→ suhutubuh↑→ de mam

- Pengihatan kabur

d e fisi ensi vitamin A → jumlahr e tinal dan rodopsinm enurun→ tidak bisa melihat dalam keadaangelap

- Diare

Page 8: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

8

zink ↓ → imun↓ → tidak bisa m elawanmikrobial yangmasuk kedalamtubuh→ diare

- Mudah influenza

zink ↓ → imun↓ → tidak bisa m elawanmikrobial yangmasuk kedalamtubuh→ diare

Yang penglihatan sumber dari fisiologi guyton hal 904, yang

buta senja halaman 657

h. Apa faktor resiko seseorang mudah terkena influenza dan diare?

Jawab:

factor resiko : - usia

- kondisi medis

- defisiensi vitamin sebagai antiinfeksi

- mengkonsumsi air tadah hujan (defisiensi zink)

imunitas menurun

2. Udin datang berobat ke dokter puskesmas, namun setelah diberi parasetamol,

kontrimoksazol tablet, dan sirup multi vitamin-mineral, panasnya tidak turun.

a. Apa tujuan pemberian obat:

Parasetamol

Kontrimoksazol

Sirup multi vitamin-mineral

Jawab:

Parasetamol

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak

tahan asetosal. Dalam kasus udin untuk menurunkan demam

pada influenza.

Kontrimoksazol

Merupakan antibiotik biasanya untuk diare

Sirup multi vitamin-mineral

Page 9: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

9

Mengandung glukosa, vitamin yang larut dalam lemak

(A,D,E,K), B12, B6, C, Betha karoten, dan Zink yang

bertujuan untuk memenuhi kecukupan vitamin-mineral dalam

tubuh Udin yang mengalami defisisensi vitamin A dan zink.

b. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik:

Parasetamol

Kontrimoksazol

Sirup multi vitamin-mineral

Jawab:

Parasetamol

Farmakokinetik

Menghilangkan/ mengurangi nyeri ringan sampai sedang

Menurunkan suhu tubuh

Tidak mempunyai efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung

Tidak menyebabkan ganguan pernapasan

Tidak mengganggu keseimbangan asam dan basa

Farmakodinamik Cepat dan sempurna diabsorbsi oleh saluran cerna

Konsentrasi tinggi diplasma dalam waktu setengah jam, waktu paruh 1-3 jam

Tersebar diseluruh cairan tubuh

Biotransformasi; dibantu oelh enzim mokrosom di hati

o 80% terkonjugasi asam glukoronat

o Selebihnya terkonjugasi asam sulfat

Eksresi : 3% sebagai paracetamol

Selebihnya dalam bentuk terkonjugasi

Page 10: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

10

Indikasi : Analgesik dan antipiretik

Kortimoksazol

trimpetropin dan sulfametoksazol menghambat reaksi obligat pada

dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua

obat ini memberikan efek sinergik, kombinasi ini lebih dikenal sebagai

Kortimoksazol.

farmakokinetik :

sifatnya lipofilik, trimeptoprim mempunyai volume

distribusi yang lebih besar daripada sulfametoksazol.

trimeptoprim cepat didistribusikan kedalam jaringan

dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan

adanya sulfametoksazol.

volume didistribusi trimeptoprim hampir 9 kali lebih

besar daripada sulfametoksazol. 65% sulfametoksazol

terikat pada protein plasma.

60% trimeptoprim dan 25-50% sulfametoksazol

dieksresikan melalui urin dalam 24 jam setelah

pemberian.

farmakodinamik :

reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat.

sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA

kedalam molekul asam folat dan trimetropim menghambat

terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi

tetrahidrofolat.

tetrahidrofolat penting untuk pemindahan satu atom C,

seperti pembentukan basa purin dan beberapa asam amino.

c. Apakah pemberian obat-obat tersebut sudah tepat?

Jawab: Untuk keluhan yang dirasakan udin pemberian obat tersebut sudah

tepat, tapi mungkin bentuk sediaan obatnya yang tidak tepat dan cara

pemberian obatnya. Untuk orang yang menderita diare sebaiknya jangan

Page 11: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

11

memberikan obat per-oral yang absorbsinya melalui usus (pada diare tidak

terjadi penyerapan diusus). Tapi dengan memberikan obat tablet

sublingual, arena obat jenis ini penyerapannya tidak melalui usus

melainkan langsung berdifusi ke pembuluh darah yang ada di bawah lidah,

selain itu bisa juga diberikan obat melalui parenteral (injeksi).

d. Mengapa panas Udin tidak turun meskipun sudah diberi parasetamol,

kontrimoksazol, dan multi vitamin-mineral?

Jawab: Karena obat-obatan yang diberikan pada udin tidak dapat diserap

oleh tubuh akibat dari defisiensi zink yang menyebabkan sel epitel

squamosa usus menjadi berkeratin dan mengalami kerusakan permukaan

absorpsi dinding usus sehingga obat tidak memberikan efek.

3. Hasil analisis laboratorium:

- Glukosa 100 mg/dl

- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl

- Provitamin A 75 ug/dl

- Vitamin A 12 ug/dl

- Zn 22 ug/dl

- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3−¿ ¿

= 10 mEq/L

a. Bagimana interpretasi dari hasil analisis laboratorium tersebut?

Hasil Lab Nilai normal Data Udin Indikasi

Glukosa 60-100 mg/dL 100 mg/dL Normal

Protein total 6,2-8 g/dL 5 g/dL Normal

Page 12: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

12

Protein albumin

4,0-5,8 g/dL 4 g/dL Normal

Protein globulin

1,3-3.4 g/dL 1 g/dL Defisiensi protein globulin

Provitamin A 50-300 ug/dL 75 ug/dL Normal

Vitamin A 26-50 ug/dL 12 ug/dL Defisiensi Vitamin A

Zink 70-150 ug/dL 22 ug/dL Defisiensi seng berat

Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa Udin mengalami

defesiensi protein globulin, vitamin A, dan zink, ini berhubungan

dengan keluhan-keluhan yang dialami Udin.

b. Berapa nilai normal dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut

(kadar glukosa, protein total, provitamin A, vitamin A, Zn, dan analisis

gas darah) dan apa fungsinya dalam mekanisme tubuh?

Kadar normal

- Glukosa

Fungsinya untuk bahan dasar penghasil energy, penyusun DNA dan

RNA

- Protein total

Hasil Lab Nilai normal

Glukosa 60-100 mg/dL

Protein total 6,2-8 g/dL

Protein albumin 4,0-5,8 g/dL

Protein globulin 1,3-3.4 g/dL

Provitamin A 50-300 ug/dL

Vitamin A 26-50 ug/dL

Zink 70-150 ug/dL

Page 13: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

13

Albumin : fungsinya mencegah hilangnya plasma dari kapiler

Globulin : fungsinya untuk imunitas

- Provitamin A untuk membentuk vitamin A.

Berfungsi sebagai bahan dasar

- Vitamin A

Fungsinya penglihatan, diferensiasi sel, imunitas, pertumbuhan

- Zn 22 ug/dl

Fungsinya untuk aktifitas katalitik enzim, fungsi kekebalan tubuh,

sintvsis protein, penyembuhan luka, sintesis DNA dan pembelahan sel.

Sumber Buku patofisiologi

c. Bagaimana tatalaksana dari pemeriksaan laboratorium tersebut?

GlukosaKumpulkan 3-5ml darah vena dalam tabung bertutup abu-abu

atau merah. Lakukan pengambilan darah pada pukul 7 pagi dan

9 pagi

Status puasa, kecuali minum air putih masih diperbolehkan

selama jam sebelum uji dilakukan

Berikan obat insulin sesuai anjuran dan setelah pengambilan

darah.

Protein

Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.

Cegah terjadinya hemolisis

Tidak terdapat pembatasan asupan makanan ataupun minuman.

Makanan tinggi lemak harus dihindari selama 24 jam sebelum

uji dilakukan. Tanyakan hal ini ke laboratorium

Zink

Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan

Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup biru laut

dan bebas logam. Cegah terjadinya hemolisis

Kirim segera specimen darah tsb ke lab

Page 14: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

14

Vitamin A : Klien puasa selama 8-12 jam sebelum uji dilakukan, kecuali

tetap boleh minum air putih

Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.

Cegah terjadinya hemolisis dan lindungi specimen tsb dari

pajanan cahaya. Specimen darah dapat ditempatkan dalam

kantong kertas

Gas darah

Tidak ada pembatasan makanan dan minuman

Jika klien sedang mengalami terapi antikoagulan atau

mengkonsumsi aspirin, teknisi lab yang mengambil darah harus

diberi tahu

Kumpulkan 1-5ml darah arteri dalam jarum dan spuit

mengandung heparin, lepas jarumnya, pastikan tidak ada udara

dalam spuit dan pasang tutup kedap udara di atas spuit.

Simpan spuit berisi darah arteri dalam kantong air es (untuk

meminimalkan aktivitas metabolic sampel) dan bawa segera ke

lab. Air es lebih dingin dari es.

Catat dalam formulir lab apakah klien menerima oksigen atau

tidak, laju aliran oksigen itu, jenis peralatan saat memberikan

oksigen (kanula, masker) dan suhu terbaru klien

Tekan sisi injeksi selama 5 menit, tekan sisi tsb lebih lama pada

klien yang menjalani terapi antikoagulan atau streptokinase.

d. Apa penyakit yang paling mungkin diderita Udin berdasarkan hasil

pemeriksaan tersebut?

Defisiensi Zink yang mengakibatkan metabolisme vitamin A terganggu yang mengakibatkan Udin menderita rabun senja (nyctalopia) dan menyebabkan sistem imun tubuh Udin menjadi terganggu.

Page 15: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

15

D. Hipotesis

Udin, 12 tahun, TB 130 cm dan BB 20 kg menderita rabun senja karena defisiensi mikronutrien (zink dan vitamin A).

E. Kerangka Konsep

Udin, 12 tahun, BB=20 kg, TB=130cm

Konsumsi air tadah hujan

Page 16: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

16

F. Learning Issues

No Pokok

bahasan

What I know What i don’t

know

What I

Have to

prove

How i will

learn

Mineral (Zn)

Provitamin A RBP

Terhambat pembentukan vitamin A

Vitamin A

Limfosit T & B Imunoglobin rodopsin Atropi mukosa usus

Rabun senja

penyerapan

TB & BB abnormal

Absopsi obat tidak efektif

Efek obat kurang

demamdiareinfluenza

Page 17: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

17

1 Rabun senja Definisi,

etiologi

Mekanisme Menghu-

bungkan

dengan

defisiensi

zink dan

vit.a

-text book

-journal

-internet

2 Vitamin A Fungsi,

Defisiensi

Defisiensi

vit. A

karena

defisiensi

zink

Hubungan-

nya dengan

keluhan

udin

3 Zink Fungsi,

defisiensi

Bisa

mempenga-

ruhi

defisisensi

vit. A

Hubungan-

nya dengan

keluhan

udin

4 Air tadah

hujan

Kandungan Minim gizi Hubungan-

nya dengan

keluhan

udin

5 Parasetamol

dan

kontrimoksaz

ol

Farmakodina-

mik,

farmakokine-

tik

Tidak dapat

diserap

tubuh

6 Demam

Diare

Etiologi

Mekanisme

Pathogene-

sis

Hubungan

dengan

defisiensi

zink dan vit.

Page 18: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

18

Influenza A

G. Sintesis

1. RABUN SENJA

Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari.

Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari.

Etiologi Rabun Senja

Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya. Penyebab kerusakan sel tersebut antara lain: kekurangan vitamin A, mata minus, katarak, retinitis pigmentosa, obat-obatan, maluntrisi dan faktor genetik.

Hubungan Vitamin A dengan Rabun Senja

Peran vitamin A dalam siklus visi secara khusus berkaitan dengan bentuk retina. Dalam mata, 11-cis-retinal terikat untuk rhodopsin (batang) dan iodopsin (cone) pada residu lisin kekal. Mekanismenya telah dijelaskan pada bagian Fisiologi Melihat.

Rabun senja pada kasus Udin terjadi karena defisiensi dari vitamin A. Penyebab sederhana terjadinya rabun senja adalah sangat menurunnya jumlah retinal dan rhodopsin yang dapat dibentuk tanpa vitamin A. Defisiensi vitamin A ini terkait dengan defisiensi seng sebagai enzim yang mengkatalisis reaksi aktivasi vitamin A.

Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsin atau

visual puple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada protein.

Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi konversi rodopsin menjadi visual

yellow dan kemudian visual white. Pada konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A.

Page 19: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

19

Sementara regenerasi visual purple hanya akan terjadi bila tersedia

vitamin A. Tanpa regenerasi, maka penglihatan pada cahaya remang setelah mata

menerima cahaya akan terganggu. Jika terjadi kekurangan vitamin A, maka gejala

awal adalah terjadinya rabun senja. Artinya, mata akan mengalami gangguan

ketika berpindah dari tempat banyak cahaya ke tempat gelap.

Itulah yang membuat rabun senja hanya terjadi ketika matahari mulai

terbenam. Sesuai dengan namanya, penyakit ini tidak bisa dikoreksi dengan

kacamata dan terjadi jika sel-sel saraf pembeda terang-gelap di retina mata

terganggu.

Walaupun konsentrasi fotopigmen di sel batang dan kerucut berkurang

pada keadaan tersebut, masih terdapat cukup fotopigmen di sel kerucut unuk dapat

berespons terhadap stimulas intensif dari cahaya terang, kecuali pada kasus yang

sudah sangat parah. Namun demikian, penurunan kandungan rodopsin dalam

tingkat sedang dapat menurunkan kepekaan sel batang sedemikian rupa, sehingga

sel-sel ini tidak dapat berespons terhadap cahaya temaram. Individu dapat melihat

pada sang hari menggunakan sel kerucut, tetapi tidak dapat pada malam hari

karena sel-sel batang tidak lag berfungsi.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Fisiologi Retina:

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya,mengandung :

1. Sel –sel kerucut, yang berfungsi untuk penglihatan warna

2. Sel –sel atang, untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan

didalam gelap

Lapisan retina :

1. Lapisan pigmen

2. Lapisan batang dan kerucut yang menonjol pada lapisan pigmen

Page 20: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

20

3. Lapisan nucleus luar yang mengandungn badan sel batang dan kerucut

4. Lapisan fleksiform luar

5. Lapisan nucleus dalam

6. Lapisan ganglion

7. Lapisan serabut saraf optic

8. Membrane limitan dalam

Sel batang dan kerucut

Segmen luar kerucut berbentuk runcing. Pad umumnya sel betang berbentuk

pipih dsn lebih panjang dari sel kerucut. Terdapat empat segmen fungsional

utama sel batang ataupun sel kerucut yaitu :

1. Segmen luar

Fotokimiawi yang peka terhadap cahaya ditemukan di segmen luar. Dalam sel

batang terdapat rodopsin dan dalam sel kerucut terdapat satu dari ketiga

fotokimia warna biasanya disebut pigmen warna sederhana.

2. Segmen dalam

Batang dan kerucut mengandung sitoplasma dengan organela sitoplasmik

biasa.

3. Nucleus

4. Membrane sinaps

Bagian dari sel batang dan kerucut yang berhubungan dengan neuron.

Fisiologi Melihat

1. Fisiologi Melihat

Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Adapun mekanisme

Page 21: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

21

melihat dapat dibedakan menjadi dua, proses fisika dan fotokimiawi penglihatan.

Siklus penglihatan rodopsin retina dan perangsangan sel batang

Rodopsin dan penguraiannya oleh energi cahaya

Segmen luar yang menonjol ke lapisan pigmen retinas mengandung sekitar 40

% pigman peka cahaya yang disebut rodopsin atau visual purple. Substansi ini

merupakan kombinasi protein skotopsin demgan pigmen karotenoid retinal.

Selanjutnya retinal tersebut merupakan tipe khusus yang disebut 11-cis retinal,

bentuk cis dari retinal ini sangat penting karena hanya bentuk ini saja yang

berikatan dengan skotopsin yang dapat bersintesis menjadi rodopsin. Bila sudah

mengsbsorpsi cahaya rodopsin segera terurai akibat faktoraktivasi electron pada

bagian retinal dari rodopasin yang menyebabkan perubahan segera pada bentuk

cis dari retinal menjadi bentuk all trans. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari

tempat reaksi retinal all trans tidak lagi sesuai dengan tempat reaksi protein

skotopsin.produk yang terbentuk adalah batorodopsin , yang merupakan

kombinasi terpisah sebagian dari all trans retinal dan skotopsin. Batorodopsin

sendiri merupakan senyawa yang tidak stabil dan dapat berubah dalam waktu

sekian nanodetik yang kemudian akan rusak menjadi lumirodopsin. Dalam waktu

sekian mikrodetik senayawa ini lalu akan rusak lagi dan menjadi metarodopsin

satu yang selanjutnya dalam waktu kira-kira sekian milidetik akan berubah

menjadi metarodopsin dua dan dalam waktu yang lebih lambat akan menjadi

produk pecahan akhir berupa skotopsin dan all trans retinal.

Page 22: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

22

Metarodopsin dua yang disebut juga rodopsin teraktivasi, merangsang

perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menghantarkan bayangan

penglihatan ke system saraf pusat dalam bentuk potensial nervus optikus.

Pembentukan kembali rodopsin

Mula – mula dengan mengubah all tarns retinal menjadi all trans retinol, yang

merupakan salah satu bentuk vitamin A. selanjutnya dibawah pengaruh enzim

isomerase all trans retinol ini akan diubah menjadi 11 cis retinol, akhirnya 11 cis

retinol berubah menjadi 11 cis retinal yang akan bergabung dengan skotopsin

untuk membentuk rodopsin baru.

Adaptasi gelap dan terang

Bila seseorang berada ditempat yang terang dalam waktu yang lama banyak

sekali fotokimiawi yang terdapat didalam sel batang diubah menjadi retinal dan

opsin. Selanjutnya sebagian besar retinal dubah menjadi vitamin A. oleh karena

itu bahan kimiawi fotosensitif yang menetap pada sel batang akan berkurang

akibatnya sensitivitas terhadap cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut

adaptasi terang.

Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat yang gelap utnuk waktu

yang lama, retinal dan opsin yang ada di sel kerucut diubah kembali menjadi

pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya vitamin A diubah kembali

menjadi retinal dan terus menyediakan lebih banyak pigmen peka cahaya. Batas

akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut

untuk bergabung dengan retinal. Keadaan ini disebut adaptasi gelap.

2. VITAMIN A

Vitamin A yang larut dalam lemak ini sebenarnya adalah sekelompok zat

kimia alami dan sintesis yang memilki fungsi atau aktifitas mirip hormone.

Retinol mungkin merupakan bentuk vitamin A terpeting, ini merupakan bentuk

transfor dan sebagai ester retinol, juga merupakan bentuk simpanan. Retinol

Page 23: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

23

dioksidasi di in vivo menjadi retinal dehida (bentuk yang digunakan pada pigmen

penglihatan). dan asam retinoat. Sumber penting vitamin A dalam makanan

adalah makanan hewani (misalnya hati, ikan, telur, susu, mentega). Sayuran yang

berwarna kuning dan berdaun hijau, seperti wortel, labu dan bayam mengandung

banyak karatenoid, banyak antara lain provitamin dan dapat dimetabolisasi

menjadi vitamin A aktif in vivo.yang peting dari karatenoid ini adalah

betakaroten. Retinoid mengacu pada zat kimia alami atau sintetis yang secara

structural berkaitan dengan vitamin A, tetapi tidak harus memiliki aktifasi vitamin

A. Sepeti semua lemak, pencernaan dan penyerapan karoten dan retinoid

memerlukan empedu, enzim pancreas dan aktifitas antioksidan didalam makanan.

Retinol baik yang berasal dari ester maupun betakaroten melalui tahap oksidasi

antara yang melibatkan retinal, diangkut dalam kilomikron ke hati, terutama sel

stelata (Ito) perisinusoi. Pada orang sehat yang mengkonsumsi diet adekuat,

cadangan tesebut memadai paling sedikit 6 bulan. Asam retinoat dipihak lain,

dapat diserap tanpa diubah. Zat ini merupakan sebagian kecil vitamin A dalam

darah dan aktif dalam diferensiasi dan pertumbuhan epitel tetapi tidak dalam

penglihatan.

Jika asupan vitamin A dari makanan kurang memadai, ester retinol di hati

dimobilisasi, dan retinol yang di lepaskan kemudian berikatan dengan protein

pengikat retinol (retinol binding protein) spesifik, yang disintesis di hati.

Penyerapan retinol oleh berbagai sel dalam tubuh begantung pada reseptor

permukaan RBP, dan bukan untuk retinol. retinol diangkut menembus mebran sel,

dan zat ini kemudian berikatan dengan protein pengikat retinol selular. Dan RBP

di lepaskan kembali kedalam darah.

Fungsi vitamin A:

1. Mempertahankan penglihtan normal pada keadaan cahaya kurang

2. Memperkuat diferensiasi sel epitel khusus, terutama sel penghasil mucus.

3. Meningkatkan imunitas terhadap infeksi, terutama pada anak dan

khususnya campak.

Page 24: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

24

Selain itu, retinoid, betakaroten, dan beberapa karatenoid terkait tebukti berfungsi

sebagai zat fotoprotektif dan antioksidan.

Proses penglihatan melibatkan 4 bentuk pigmen yang mengandung vitamin A:

rodopsin pada sel batang, pigmen paling peka cahaya sehingga penting dalam

kadaan temaram, dan 3 iodopsin pada sel kerucut yang masing-masing responsif

terhadap warna tertentu pada cahaya terang.sintsis rodopsin dari retinol ,libatkan

1. Oksidasi menjadi all trans retinal

2. Isomerasi menjadi 11 cis retinal

3. Dan intraksi dengan protein sel batang, opsin, untuk membentuk rodopsin.

Apabila satu foton cahaya yang jatuh keretina beradaptasi gelap, rodopsin

yang mengalami serangkaiaan perubahan konfigurasi untuk akhirnya

menghasilkan all trans retinal dan opsin. Dalam proses tersebut terbentuk impuls

saraf (oleh perubahan potensial membran) yang disalurkan melalui neuron dari

retina ke otak. Sewaktu adaptasi gelap sebagian all trans retinal diubah kembali

menjadi 11 cis retinal, tetapi sebagian besar direduksi menjadi retinol dan hilang

di retina, yang menegaskan perlunya asupan retinol terus-menerus.

Vitamin A berperan penting dalam diferensiasi epitel pengahasil mukus.

Apabila terjadi diferensiasi maka epitel mengalami metapasia skuamosa dan

berdiferensiasi menjadi epitel berkeratin. Dalam sistem biakan sel, asam retinoat

(retinol jauh lebih lemah) mengendalikan ekspresi gen sejumlah reseptor sel dan

protein sekresi, termasuk reseptor untuk pertumbuhan.

Vitamin A berperan dalam resistensi pejamu terhadap infeksi. efek bermanfaat

vitamin A ini sebagian tampaknya berasal dari kemampuan merangsang sel imun,

mungkin melalui pembentukan suatu metabolit yang disebut 14-hidroksi retinol.

Selain itu selama infeksi, kesediaan vitamin A berkurang. Respon fase akut yang

menyertai banyak infkesi mengurangi pembentukan RBP dalam hati sehingga

kadar retinol dalam darah berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan

penurunan vitamin A dalam jaringan.

Page 25: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

25

Keadaan defisiensi. Defisiensi vitamin A ditemukan diseluruh dunia baik

disebabkan oleh kekuranang gizi maupun sebagai defisiensi terkondisi pada orang

yang menderita kesulitan absorbsi lemak. Salah satu gejala dini pada defisiensi

vitamin A adala buta senja. Karena vitamin A dan retinoid berperan dalam

mempertahankan deferensiasi sel epitel, defisiensi yang berat mengakibatkan

perubahan pada mata. Secara kolektif kelainan mata disebut sebagi xeroflamia

(mata kering). Mula-mula terjadi kekeringan konjungtiva ( xerosis konjungtiva)

karena epitel penghasil mucus dan lakrimalitas normal diganti oleh epitel

berkeratin. Hal ini diikuti penumpukan depris keratin dalam plak-plak kecil

(bintik bitot) dan akhirnya erosi permukaan kornea yang kasar disertai perlunakan

dan destruksi kornea (keratomalasia) atau buta total.

Selain epitel mata, epitel yang melapisi saluran nafas atas dan saluran kemih

diganti oleh sel skuamos berkeratin (metaplasia skuamosa). Hilangnya sel epitel

mukosilia dalam saluran nafas mempermudah terjadinya infksi paru sekuneder,

dan deskuamasi debris keratin pada saluran kemih. Hiperplasia dan

hiperkratinisasi epidermis disertai penyumbatan duktus kelenjar adneksa dapat

menyebabkan dermatosis vitamin A.

Konsekunsi serius dari defisiensi vitamin A adalah defisieinsi imun.

Gangguan imunitas ini menyebabkan peningkatan angka kematia akibat infeksi

biasa seperti campak, pneumonia, dan diare infeksi.

Kelebihan vitamin A jangka pendek atau penjang dapat menimbulkan

toksisitas, akibat klinis dari hipervitaminosis A akut adalah nyeri kepala, muntah,

stupor, dan papildema yang mengisyaratkan tumor otak.

Sumber buku patologi robin kumar jilid 1 halam 330.

Metabolisme Vitamin A

Vitamin A dan β-karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar

disimpan di dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain β, adalah α, γ-

karoten serta kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses

Page 26: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

26

pencernaan, senyawa tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan asam

empedu (pembentukan micelle).

Vitamin A dan karoten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif,

kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik,

kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Di hati,

vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-

palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein

pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam

hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, yaitu “transthyretin” untuk diangkut ke

sel-sel jaringan.

Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein

pengikat retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke

hati dan bergabung dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus

halus, kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke

ginjal dan diekskresikan melalui urine dalam bentuk asam retinoat.

Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi

menjadi retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten

disimpan dalam jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh

diekskresikan bersama asam empedu melalui feses.

Pada diet nabati, di lumen usus, oleh enzim β- karoten 15,15-

deoksigenase, β- karoten tersebut dipecah menjadi retinal (retinaldehid), yang

kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehid reduktase. Pada

diet hewani, retinol ester dihidrolisis oleh esterase dari pankreas, selanjutnya

diabsorbsi dalam bentuk retinol, sehingga diperlukan garam empedu.

Proses di atas sangat terkontrol, sehingga tidak dimungkinkan produksi

vitamin A dari karoten secara berlebihan. Tidak seluruh karoten dapat dikonversi

menjadi vitamin A, sebagian diserap utuh dan masuk ke dalam sirkulasi, hal ini

akan digunakan tubuh sebagai antioksidan. Beberapa hal yang menyebabkan

karoten gagal dikonversi menjadi vitamin A, antara lain (1) penyerapan tidak

Page 27: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

27

sempurna ; (2) konversi tidak 100%, salah satu sebab adalah diantara karoten

lolos ke saluran limfe, dan (3) pemecahan yang kurang efisien.

Defisiensi Vitamin A

Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A, antara lain

rabun senja (night blindness)), katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya

daya tahan tubuh, keratinisasi (sel epithel kering), kulit yang tidak sehat, bersisik

dan mengelupas.

Hipervitaminosis A

Terutama pada anak-anak, kelebihan vitamin A ditandai dengan

kemunculan gejala-gejala, antara lain hilangnya napsu makan, mual, berat badan

menurun, pusing, luka di sudut mulut, bibir pecah-pecah, rambut rontok dan nyeri

tulang.

Hubungan Seng dan Vitamin A

Kekurangan seng diduga mengganggu metabolisme vitamin A dalam beberapa

cara:

1. seng dibutuhkan untuk reaksi enzimatik pelepasan retinol dari bentuk

penyimpanannya di hati, yaitu palmitat retinyl. Defisiensi Zn

menyebabkan stok vitamin A di hati tak bisa dimobilisasi di bagian yang

membutuhkan karena vitamin A tersebut belum diaktivasi

2. seng dibutuhkan untuk enzim yang mengubah retinol menjadi retinal,

yakni enzim retinol dehidrogenase. Defisiensi enzim ini mengakibatkan

kerja enzim menurun dan terjadi defisiensi vitamin A.

3. seng dibutuhkan untuk mengangkut retinol melalui sirkulasi ke jaringan

(misalnya, retina) dan juga melindungi organisme terhadap potensi

toksisitas retinol. Sehingga defisiensi seng mengakibatkan meningkatnya

potensi toksisitas retinol yang mengganggu kestabilan sistem dalam tubuh.

o Vitamin A dan respons imun

Page 28: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

28

Vitamin A dikenal sebagai vitamin antiinfeksi, defisiensi vitamin A dapat

menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Karotenoid mempunyai

fungsi imunoregulator limfosit T dan limfosit B, sel Natural Killer dan makrofag.

Vitamin A merupakan mikronutrien penting yang diperlukan untuk fungsi

kekebalan tubuh spesifik maupun nonspesifik. Defisiensi vitamin A dilaporkan

dapat menyebabkan gangguan kekebalan humoral serta selular. Efek antioksidan

karenoid ini secara tidak langsung dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh

dengan jalan menurunkan konsentrasi partikel bebas beserta produknya yang

bersifat imunosupresif.

Dengan pencegahan oksidasi leukosit, dapat menurunkan kadar

prostaglandin yang bersifat imunosupresif. Peningkatan asupan diet antioksidan

dapat menurunkan konsentrasi peroksidase lipid, konsentrasi prostaglandin yang

diproduksi oleh makrofag yang selanjutnya meningkatkan respons

hipersensitivitas tipe lambat dan proliferasi limfosit.

Vitamin A juga bersifat sebagai ajuvan dengan jalan merusak membran

lisosom yang dapat merangsang pembelahan sel pada saat antigen berada dalam

sel. Lisosom ini mempunyai peranan dalam memulai terjadinya pembelahan sel.

Kerusakan lisosom ini akan merangsang sistim imun. Pembelahan sel akibat

pemberian ajuvan terjadi hanya sebatas pada sel imunokompeten yang dirangsang

oleh ajuvan. Vitamin A berperan pada proses epitelisasi. Dengan peningkatan

proses ini, maka akan terjadi perbaikan fungsi pertahanan fisik nonspesifik

terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh.

Defisiensi vitamin A mengakibatkan berat kelenjar timus sedikit

berkurang, respons proliferasi limfosit terhadap mitogen menurun, produksi

antibodi spesifik dan proliferasi limfosit T invitro juga menurun serta peningkatan

aderen bakteri pada sel epitel saluran napas. Retina mengandung 2 jenis sel, yaitu

sel batang dan sel kerucut. Sel batang 30 kali lebih banyak daripada sel kerucut

(100 juta sel batang dibandingkan dengan 3 juta sel kerucut per mata). Sel kerucur

terutama ditemukan di bagian tengah retina di macula. Dari titik ini kearah luar,

Page 29: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

29

konsentrasi sel kerucut menurun dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang

paling banyak ditemukan di bagian perifer. Karena perbedaan penyerapan

berbagai panjang gelombang cahaya, sel kerucut menghasilkan penglihatan

warna, sedangkan sel batang hanya menghasilkan penglihatan rona abu-abu.

3. ZINK

Penyerapan Zn terjadi pada bagian atas usus halus. Dalam plasma, sekitar 30%

Zn berikatan dengan 2 alfa makroglobulin, sekitar 66% berikatan dengan albumin

dan sekitar 2% membentuk senyawa kompleks dengan histidin dan sistein.

Komplek Zn-albumin disebut ligan Zn makromolekul utama sedangkan ligan

mikromolekul adalah kompleks Zn-histidin dan Zn-sistein yang berfungsi untuk

menstransport Zn ke seluruh jaringan termasuk kehati, otak, dan sel-sel darah

merah (Hsu & Hsich, 1981).

Zinc diangkut oleh albumin dan transferin masuk kealiran darah dan dibawa

ke hati. Kelebihan Zn akan disimpan dalam hati dalam bentuk metalotionein,

sedangkan yang lainnya dibawa kepancreas dan jaringan tubuh lain. Didalam

pancreas, Zn digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu

makan dikeluarkan kedalam saluran pencernaan. Dengan demikian saluran cerna

memiliki dua sumber Zn, yaitu dari makanan dan cairan pencernaan pancreas.

Absorbsi Zn diatur oleh metalotionein yang disintesis didalam sel dinding

saluran pencernaan. Bila konsumsi Zn tinggi, didalam sel dinding cerna akan

diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga absorbsi berkurang.

Metalotionein didalam hati mengikat Zn hingga dibutuhkan oleh tubuh.

Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam mengatur kandungan Zn

didalam cairan intraseluler (Almatsir, 2001).

Metalotionein sangat kaya akan asam amino sistein dan dapat mengikat 9

gram atom logam untuk setiap protein. Protein ini sangat terikat erat dengan

mineral-mineral Zn. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sintesis

thioneindirangsang oleh adanya mineral Zn ( Piliang, 2001). Metalotionein-III

(MT-III) merupakan bagian yang spesifik dari metalonein yang terdapat pada otak

Page 30: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

30

yang mengikat Zn dan berfungsi sebagai simpanan (cadangan) Zn dalam otak.

Metalonein-III merupakan senyawa kompleks Zn yang kemungkinan berperan

dalam utilisasi Zn sebagai neuromodulator (Master, et. al., 1994).

Banyaknya Zn yang diserap berkisar antara 15-40%. Absorbsi Zn dipengaruhi

oleh status Zn dalam tubuh. Bila lebih banyak Zn yang dibutuhkan, lebih banyak

pula Zn yang diserap. Begitu pula jenis makanan mempengaruhi absorbsi. Serat

dan fitat menghambat ketersediaan biologik Zn, sebaliknya protein histidin,

metionin dan sistein dapat meningkatkan penyerapan. Tembaga dalam jumlah

melebihi kebutuhan faal menghambat penyerapan Zn. Nilai albumin dalam

plasma merupakan penentu utama penyerapan Zn. Albumin merupakan alat

transpor utama Zn. Penyerapan Zn menurun bila nilai albumin darah menurun,

misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan. Sebagian Zn menggunakan

alat transpor transferin, yang juga merupakan alat transportasi besi. Bila

perbandingan antara besi dan Zn lebih dari 2 :1, transferin yang tersedia untuk Zn

berkurang, sehingga menghambat Zn. Sebaliknya, dosis tinggi Zn menghambat

penyerapan besi (Almatsier, 2001).

Zinc diekskresikan melalui feses. Disamping itu Zn dikeluarkan melalui urine

dan keringat serta jaringan tubuh yang dibuang, seperti kulit, sel dinding usus,

cairan haid dan mani (Almatsier, 2001). Jumlah Zn yang dibuang melalui urine

berkisar antara 0.3-0.7 mg sedangkan melalui keringat antara 1 sampai 3 mg

(Guthrie, 1983).

Fungsi Zinc (Zn)

Zinc terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam tubuh. Sebagai

contoh, Zn terlibat dalam keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino,

sintesa protein, sintesa asam nukleat, ketersediaan folat, penglihatan, system

kekebalan tubuh, reproduksi, perkembangan dan berfungsinya system saraf. Lebih

dari 200 enzim bergantung pada Zn, termasuk didalamnya carbonic anhydrase,

alcohol dehidrogenase, alkaline phosphatase, RNA polymerase, DNA polymerase,

Page 31: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

31

nukleosida phosphorilase, protein kinase, seperoksida dismutase dan peroylpoly

glutamat hydrolase (Guthrie, 1983).

Enzim superperoksida dismutase didalam sitosol semua sel, berperan

dalam memunahkan anion superoksida yang merusak. Sebagai bagian dari enzim

dehidrogenase, Zn berperan dalam detosifikasi alcohol dan metabolisme vitamin

A. Retinol dehidrogenase didalam retina yang mengandung Zn berperan dalam

metabolism pigmen visual yang mengandung vitamin A. Disamping itu Zn

diperlukan untuk sintesis alat angkut vitamin A protein sebagai pengikat retinal

didalam hati. Zn tampaknya juga berperan dalam metabolisme tulang, transpor

oksigen dan pemunahan radikal bebas pembentukan struktur dan fungsi membran

serta proses pengumpalan darah (Almatsier, 2001). Penelitian lain menunjukkan

bahwa Zn juga berperan dalam perkembangan neurocognitive dan produk

neurosecretori atau kofaktor dalam system saraf pusat (Hambidge, 1997;

Fredickson, 2000).

Zinc atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan seng atau dalam

bahasa kimianya dilambangkan dengan Zn, sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk

membantu pertumbuhan dan meningkatkan imunitas tubuh.

Ratusan enzim dalam tubuh bisa bekerja hanya jika tercukupinya

kebutuhan Zinc dalam tubuh kita. Bersama-sama dengan zat besi (Fe), Zinc

bertugas untuk membangun jaringan tubuh. Dan telah diteliti bahwa kecepatan

penyembuhan luka lebih tinggi pada pasien yang tercukupi kebutuhan zinc-nya.

Luka setelah operasi, sunat/khitan, luka bakar dan sebagainya, akan lebih cepat

sembuh jika kita cukup mengkonsumsi zinc.

Zinc juga diperlukan untuk system pertahanan tubuh, membantu indera

perasa dan penciuman, dan diperlukan untuk sintesis DNA.

Defesisensi ZINC

Defisiensi Zn diklasifikasikan menjadi buruk, moderat dan marginal.

Defesiensi Zn yang buruk disebabkan karena adanya gangguan penyerapan dalam

Page 32: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

32

tubuh yang ditandai dengan gejala dermatitis dan anorexia. Defesiensi Zn moderat

ditandai dengan adanya penurunan Zn plasma, retardasi pertumbuhan dan

penurunan tingkat imunitas. Defisiensi Zn marginal/ringan merupakan batas

bawah dimana gejala defisiensi seng terjadi bila berkaitan dengan stressor lain

(misalnya fase pertumbuhan cepat) (Golub, et.al.,1995).Selanjutnya Penland

(2000) menyatakan bahwa stress yang ditimbulkan karena defesiensi Zn sebagai

manisfestasi dari fungsi neuropsikologi yang tidak baik.

Defisiensi Zn dapat terjadi pada saat kurang gizi dan makanan yang

dikonsumsi berkualitas rendah atau mempunyai tingkat ketersediaan Zn yang

terbatas. Defisiensi Zn pada bayi dan anak-anak berhubungan dengan pola

pemberian makan, gangguanpenyerapan, genetic, enterohepatika acrodermatitis

(Golub, et.al.,1995). Defisiensi Zn dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-

anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan Zn adalah

gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu,

karena gangguan fungsi pancreas, gangguan pembentukan khilomikron dan

kerusakan permukaan saluran cerna. Disamping itu dapat juga terjadi diare dan

gangguan fungsi kekebalan. Kekurangan Zn kronis mengganggu system pusat

syaraf dan fungsi otak. Kekurangan Zn juga dapat mengganggu fungsi kelenjar

tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra

rasa serta memperlambat penyembuhan luka (Almatsier, 2001).

Studi pada manusia menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kadar Zn yang rendah

dalam darah dapat menyebabkan bayi lahir premature, persalinan abnormal,

pendarahan waktu melahirkan dan partus lama. Penelitian lain membuktikan

bahwa keterlibatan Zn dalam pembentukan dan penggunaan enzim-enzim yang

berkaitan dengan perbanyakan sel otak. Selanjutnya dikatakan bahwa

konsekwensi defesiensi Zn ditandai dengan menurunnya produksi dan aktivitas

hormon thymic (King & Keen, 1999).

Bentley, et.al., (1997) menemukan bahwa bayi usia 6 sampai 9 bulan yang

diberi suplemen Zn 10 mg/hari mengalami peningkatan aktivitas disbandingkan

Page 33: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

33

dengan control (tanpa suplementasi). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian

Sazawal (1996) dalam Penland (2000) menemukan peningkatan aktivitas pada

bayi usia 6 bulan yang diberi suplementasi Zn. Selanjutnya Penland (1991) dalam

Penland (2000) menemukan kemampuan kognitif dan fsikomotorik yang kurang

baik pada laki-laki yang diberi Zn 1, 2, 3, atau 4 mg/hari dibandingkan pada

waktu mereka diberi diet yang mengandung Zn 10 mg/hari. Collip et.al., (1982)

menemukan bahwa pada anak yang menderita defisiensi Zn terbukti hormon

pertumbuhannya juga rendah, dan perbaikan kadar seng serum dapat

meningkatkan kadar hormon pertumbuhan, sehingga pertumbuhan anak menjadi

lebih cepat.

4. AIR TADAH HUJAN

Air tadah hujan adalah air hujan yang dimasukkan dalam suatu wadah yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Air ini didapat dengan melewati sistem penyulingan secara alami yang terkait dengan siklus air dalam daur biogeokimia. Pemanfaatan air hujan untuk air minum dan air bersih untuk kebutuhan sehari hari adalah hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Apalagi di daerah pedalaman dan daerah yang belum dijangkau oleh jalur pipa distribusi PDAM.

Kandungan Air Tadah HujanPemanfaatan air hujan untuk air bersih untuk keperluan Mandi, Cuci dan

Kakus (MCK) sebenarnya tidak ada masalah, hanya yang perlu diperhatikan adalah penggunaan air hujan untuk air minum, karena kandungan rata rata air hujan di Indonesia :

Mineral rendah Kesadahan rendah pH rendah ( antara 3,0 s/d 6,0 ) Kandungan Organik tinggi ( > 10 ) Zat besi tinggi ( > 0,3 ) Tidak mengandung Zn 2+ dan K + Mengandung ion-ion berupa H + , Cl - , PO 4

3- , dan Br - Penggunaan air hujan untuk air minum dalam jangka panjang dikhawatirkan

akan menyebabkan rapuhnya tulang dan gigi. Ini terkait dengan rendahnya tingkat kesadahan air tadah hujan. Sebagaimana diketahui, air sadah adalah air yang mengandung ion Ca2+ (kalsium) yang penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tulang maupun gigi.

Page 34: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

34

5. PARASETAMOL

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen

(parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama

dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus

amonienzen. asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol,

dan tersedia sebagai obat bebas.

farmakodinamik : efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau

mengurangi nyeri ringan sampai sedang, menurunkan suhu

tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek

sentral. efek anti-inflamasi sangat lemah, oleh karena itu

parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. parasetamol

merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. efek iritasi

dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,

demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam

basa.

farmakokinetik : parasetamol diabsorbsi dengan cepat dan sempurna melalui

saluran cerna. konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam

waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. obat ini

tersebar dalam tubuh, sebesar 25% parasetamol (dalam plasma).

sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam

glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.

parasetamol ini mengalami hidroksilasi dengan hasil

metabolitnya dapat menimbulkan methemoglobinemia dan

hemolisis eritrosit. parasetamol dieksresikan melalui ginjal,.

sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar

dalam bentuk terkonjugasi.

indikasi : di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan

antipiretik, telah mengantikan penggunaan salisilat. sebagai

analgesik lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu

Page 35: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

35

lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. jika

dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar

tidak menolong. karena hampir tidak mengiritasi lambung,

parasetomal sering dikombinasi dengan AINS untuk efek

analgesik.

efek samping : reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi.

manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih

berat berupa demam dan lesi pada mukosa. fenasetin dapat

menyebabkan anemia hemolitik terutama pada pemakaian kronik.

Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme

autoimun, defisiensi enzim G6PD, dan adanya metabolit yang

abnormal.

Dosis : Nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325-500 mg empat

kali sehari dan secara proposional dikurangi untuk anak-anak.

Keadaan tunak (steady state) dicapai dalam sehari (Katzung,

1989). Untuk nyeri dan demam oral 2-3 sehari 0,5-1 g,

maksimum 4 g / hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5

g/hari. Anak-anak 4-6 tiap hari 10 mg / kg, yakni rata-rata usia 3-

1 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12

tahun 240-360 mg, 3-6 kali sehari. Rektal 20 mg / kg setiap kali,

dewasa 4 tiap hari 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120

mg, 1-4 tahun 2-3 sehari 240 mg, 4-6 tahun 4 sehari 240 mg, dan

7-12 tahun 2-3 tiap hari 0,5 g

toksisitas : akibat dosis toksis yang paling serius ialah nekrosis hati.

nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemi dapat juga terjadi.

hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15

gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol.

Page 36: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

36

- gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum

mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia, mual dan

muntah serta sakid perut terjadi dalam 24 jam pertama dan

dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. masa paruh

lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya nekrosis

hati dam masa paruh leih dari 12 jam meramalkan akan

terjadinya koma hepatik.

- gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala

peningkatan aktivitass serum transaminase, laktat

dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa

protrombin. aktivitasa alkali fosfatasem dan kadar albumin

serum tetap normal. kerusakan hati dapat mengakibatkan

ensefalopi, koma dan kematian. kerusakan hati yang tidak

berat pulih dalam beberapa minggu atau bulan. pada kerusakan

hati dapat disebabkan oleh parasetamol, tetapi juga oleh

radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berikatan

secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu

hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga

mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkohol yang

kronis. kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis.

keracunan akut ini biasanya diobati secara simtomatik dan

suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya

bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation

hati. N-asetilsistein cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam

setelah minum dosis toksik parasetamol.

6. KONTRIMOKSAZOL

Trimpetropin dan sulfametoksazol menghambat reaksi obligat pada dua tahap

yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat ini memberikan

efek sinergik, kombinasi ini lebih dikenal sebagai Kortimoksazol.

Page 37: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

37

farmakokinetik : rasio kadar sulfametoksazol dan trimeptoprim dalam darah yang

ingin dicapai dalam darah ialah sekitar 20 : 1. karena sifatnya

lipofilik, trimeptoprim mempunyai volume distribusi yang lebih

besar daripada sulfametoksazol. trimeptoprim cepat

didistribusikan kedalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada

protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. volume

didistribusi trimeptoprim hampir 9 kali lebih besar daripada

sulfametoksazol. 65% sulfametoksazol terikat pada protein

plasma. 60% trimeptoprim dan 25-50% sulfametoksazol

dieksresikan melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian.

mekanisme kerja : aktivitas antibakteri kortimoksazol berdasarkan atas kerjanya

pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk

membentuk asam tetrahidrofolat. sulfonamid menghambat

masuknya molekul PABA kedalam molekul asam folat dan

trimetropim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari

dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. tetrahidrofolat penting

untuk pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin

dan beberapa asam amino.

untuk perlu mendapatkan efek sinergik diperlukan perbandingan

kadar yang optimal dari kedua obat. untuk rasio kadar

sulfametoksazol : trimetoprim yang optimal ialah 20 : 1.

resistensi bakteri : frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih

rendah daripada terhadap masing-masing obat, karena mikroba

yang resistensi terhadap salah satu komponen masih peka

terhadap komponen lainnya. resistensi mikroba terhadap

trimeptoprim dapat juga terjadi karena mutasi. resistensi yang

terjadi pada bakteri gram- negatif disebabkan oleh adanya

plasmid yang membawa sifat menghambat kerja obat terhadap

enzim dihidrofolat reduktase. resistensi S.aureus terhadap

Page 38: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

38

trimetoprim ditentukan oleh gen kromosom, bukan oleh

plasmid. resistensi terhadap E.coli dan S.aureus terhadap

kortimoksazol meningkat pada pasien yang diberi pengobatan

dengan sediaan kombinasi tersebut.

Sediaan : Antimikroba kombinasi Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk

tablet oral, mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg

Trimetropim. Untuk anak tersedia juga bentuk suspensi oral yang

mengandung 100 mg Sulfametoksazol dan 20 mg Trimetropim.

Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang

mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetropim

per 5 ml.

Penggunaan klinik :

a. Infeksi saluran kemih

Infeksi ringan saluran kemih bagian bawah. Sediaan kombinasi antimikroba

Kotrimoksazol efektif untuk infeksi kronik dan berulang saluran kemih.

b. Infeksi saluran nafas

Antimikroba kombinasi Kotrimoksazol efektif untuk pengobatan otitis

media akut pada anak dan sinusitis maksilaris akut pada orang dewasa

yang disebabkan strain H. influenzae dan Str. pneumoniae yang masih

sensitif.

c. Infeksi saluran cerna

Sediaan antimikroba kombinasi Kotrimoksazol ini berguna untuk

pengobatan Shigellosis karena beberapa strain mikroba penyebabnya telah

resisten terhadap Smpisilin. Namun akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya

Page 39: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

39

resistensi mikroba terhadap Sulfametoksazol. Obat ini juga efektif untuk

demam Tifoid dan carrier S. typhi dan Salmonella spesies lain.

d. Infeksi oleh Pneumocystis carini

Dengan dosis tinggi efektif untuk infeksi yang berat oleh Pneumocystis

carini pada penderita AIDS. Dengan dosis rendah pada penderita

Neutropeni.

e. Infeksi genitalia

Digunakan untuk pengobatan Chancroid.

f. Infeksi lainnya

Infeksi oleh jamur Norkadia, untuk pengobatan Bruselosis. Juga untuk

infeksi berat pada anak.

Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat diartikan sebagai nasib obat didalam tubuh atau hal-hal

yang dialami obat hingga mencapai cairan plasma. Interaksi secara

farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,

biotransformasi/metabolisme, atau ekskresi obat lain. Secara fisiologi interaksi

terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah

dari tempat aksinya. Farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi obat,

distribusi, dan eliminasi (yakni eksresi dan metabolisme).

Proses perjalanan obat yang terjadi di dalam tubuh meliputi :

1. Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian

sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi,

salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung. Obat yang

absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu

Page 40: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

40

diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka

dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan

setelah makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi yaitu :

1. Kelarutan obat

2. Kemampuan obat difusi melintasi membran

3. Kadar obat

4. Sirkulasi darah pada tempat absorpsi

5. Luas permukaan kontak obat

6. Bentuk sediaan obat

7. Rute penggunaan obat.

1. Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat

aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka

kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi

akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka

dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi prses distribusi, yaitu :

1. Perfusi darah melalui jaringan

2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul

3. Partisi ke dalam lemak

4. Transport aktif

5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah

cairan cerebrospinal

6. Ikatan obat dan protein plasma.

2. Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya

(aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan

metabolit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan

semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme :

1. Metabolisme prasistemik, yang sangat berpengaruh pada

ketersediaan hayati obat.

Page 41: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

41

2. Bentuk stereoisomer, obat yang mempunyai bentuk isomer

mengalami rute dan kecepatan metabolisme obat di antara bentuk-

bentuk isomernya.

3. Dosis

4. Umur

5. Inhibisi dan induksi metabolisme, adanya interaksi bersaing dua

substrat untuk enzim menimbulkan hambatan enzim

6. kadar relatif dari dua macam substrat dan afinitasnya pada letak

aktifnya.

3. Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi

suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka

frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam

jendela terapi.

7. DEMAM

Pengertian Demam

Demam atau febris adalah suatu keadaan yang ditandai peningkatan suhu

badan suhu badan melebihi 370C yang disebabkan oleh penyakit atau peradangan.

Demam merupakan respon fisiologis dimana suhu tubuh meningkat akibat

pengaturan tulang pada set point di hipotalamus.

Etiologi Demam

Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5o-37,2oC. Suhu subnormal di

bawah 36oC. Demam diartikan suhu tubuh diatas 37,2oC. Istilah lain yakni

hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2oC

atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35oC.

Dalam keadaan biasa perbedaan suhu ini berkisar sekitar 0,5oC, suhu rektal lebih

tinggi daripada suhu oral.

Pada anak-anak, demam yang terjadi dapat dibedakan menjadi 3 jenis:

Page 42: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

42

1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari

38°C. Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (seperti flu,

cacar, campak, SARS, flu burung, demam berdarah, dan lain-

lain) dan bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).

2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit

autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).

3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu

udara yang terlalu panas, dan lain-lain.

Dari ketiga jenis demam tersebut hanya demam yang disebabkan oleh

infeksi dan noninfeksi sajalah yang memerlukan obat penurun panas. Untuk

mempercepat proses penurunan panasnya, selain ramuan tradisional yang

diminum, dapat juga diberikan baluran atau kompres untuk membantu.

Patofisiologi Demam

Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki

suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya

MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan

memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag,

dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).

Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan

mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen

(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang

keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk

mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat

keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang

dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX).

Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat

hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik

Page 43: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

43

patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini

dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang

dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya

proses mengigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas

tubuh yang lebih banyak.

Mekanisme lebih rinci mengenai proses demam akan menspesifikkan pada

substansi yang terkandung dalam pirogen endogen, yakni IL-1, IL-6 dan TNF.

Tiga senyawa tersebut merupakan mediator-mediator penting dari reaksi ini yang

dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme

infeksi atau reaksi-reaksi imunologis dan toksik dan dilepaskan dalam sirkulasi.

IL-1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan reaksi fase

akut, keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan reseptor-reseptor

vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan aksi langsung dari

sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin lokal (PGE).

Informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke

pusat vasomotor, menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi

pembuluh-pembuluh kulit, mengurangi perspirasi dan timbul panas demam.

8. DIARE

Etiologi Diare

disebabkan oleh banyak penyebab antara lain : (1) infeksi (bakteri, parasit, virus),

(2) keracunan makanan, (3) efek obat-obat dan lain-lain. Menurut WHO, etiologi

Page 44: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

44

diare akut dapat dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit, dan non

infeksi.

Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :

1. Osmolaritas intraluminal yang tinggi, disebut diare osmotik, 2. Sekresi cairan

dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3. Malabsorbsi asam empedu,

malabsorbsi lemak, 4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di

enterosit, 5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6. Gangguan permeabilitas

usus, 7. Inflamasi dinding usus, diare inflamatorik, 8. Infeksi dinding usus, diare

infeksi.

Mekanisme terjadinya diare dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Lewis

et al, 1992) :

1. Perubahan motilitas usus

Perubahan motilitas usus dapat terjadi sebagai akibat adanya radang usus,

sehingga usus (terutama usus besar) tidak mampu menahan laju isi usus dan

terjadi diare.

2. Sekresi aktif

Sekresi aktif dapat disebabkan karena kerusakan usus atau karena penyakit

sistemik seperti congestive heart failure ataupun hepatic congestion. Kedua

penyakit tersebut menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada vena

mesenterica sehingga mendorong keluarnya cairan ke lumen usus.

3. Sekresi pasif / peningkatan osmolalitas

Peningkatan osmolalitas dapat disebabkan oleh maldigesti akibat kekurangan

enzim pancreatik, garam empedu ataupun enzim disakaridase. Kekurangan enzim-

enzim tersebut akan menyebabkan karbohidrat, lemak, protein tidak terabsorbsi

Page 45: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

45

dengan baik. Pakan yang tidak terabsorbsi tersebut akan diubah menjadi asam

laktat dan asam lemak volatil oleh bakteri di kolon. Ini akan menyebabkan

penurunan pH (asam) dan peningkatan osmolalitas, yang akhirnya menimbulkan

watery diare.

4. Peningkatan permeabilitas (exudatif)

Peningkatan permeabilitas dapat disebabkan karena adanya toxin bakteri yang

menyerang sel epitel gastrointestinal. Rusaknya epitel akan menyebabkan aktivasi

enzim adenylcyclase yang akan mengkatalis perubahan ATP menjadi cyclic AMP.

Cyclic AMP ini akan meningkatkan permeabilitas sel.

Transimisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosisi infeksius 10 virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).

Hubungan Vitamin A dan Diare

Beberapa literatur menyebutkan diare menyebabkan penyerapan vitamin A

terhambat sehingga mengakibatkan defisiensi. Hal tersebut tidak dibenarkan

karena berdasarkan belasan literatur lainnya, proses fisiologis yang terjadi di

dalam usus besar hanyalah absorpsi air dan elektrolit.Vitamin, yang merupakan

senyawa organik mengalami tahap absorpsi ketika berada di usus halus, bersama

dengan absorpsi substansi organik lainnya. Oleh karena itu, disimpulkan diare

tidak dapat menyebabkan defisiensi vitamin A

9. INFLUENZA

Page 46: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

46

Pengenalan Virus Influenza

Virus influenza digolongkan dalam kelompok virus RNA (Ribose Nucleic

Acid) dan dibagi atas tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Virus dengan tipe A dan B bisa

menyebabkan epidemik, khususnya saat musim salju di negara dengan empat

musim.

Patogenesis Influenza

Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian

menempel dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi

dapat terjadi bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan

terhindar dari inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah

yang diserang adalah sel epitel silindris bersilia.

Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel limfosit, histiosit, sel

plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi pada hari pertama

setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan ke-5 dengan

terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik dari

epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke–9 sampai

ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan silia

kembali seperti sediakala.

Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih

luas dan kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang

akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia. Kemudian virus

bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu.

Viremia tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama

5-10 hari.

KESIMPULAN :

Berdasarkan sintesis dan analisis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

bahwa Udin mengalami berbagai gejala dan penyakit dikarenakan defisiensi

asupan seng. Adapun rendahnya kadar seng ini disebabkan oleh konsumsi air

Page 47: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

47

tadah. Seng, yang merupakan mikronutrien penting dalam tubuh terlibat aktif

dalam proses enzimatik yang berhubungan dengan berbagai senyawa, salah

satunya adalah vitamin A. Inilah yang menyebabkan Udin mengalami rabun senja.

Selain itu, seng dan vitamin A terlibat dalam proses imunitas yang mengakibatkan

mudahnya terjangkit penyakit seperti demam, influenza dan diare karena

defisiensi seng dan vitamin A.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed : Hartanto,

Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Kee, Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak 1. Jakarta : Info Medika Jakarta.

Page 48: LAPORAN SKENARIO B BLOK 6

48

Mardjono, Mahar. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit

FK UI.

Sudoyo, Aru dkk.2009. Ilmu Penyakit Dalam jilid I.Jakarta: Interna Publishing

Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia 2007.

Buku Patologi Robin Kumar jilid 1 halaman 330.