skenario 4

54
BAB I SKENARIO Seorang penderita laki-laki 20 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari yang lalu. 1

Upload: eka-surya-mahendra

Post on 14-Sep-2015

81 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

skenario

TRANSCRIPT

BAB ISKENARIO

Seorang penderita laki-laki 20 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari yang lalu.

BAB IIKATA KUNCI

1. Laki-laki 20 tahun2. Nyeri perut sejak 1 hari yang lalu

BAB IIIPROBLEM

1. Apa penyebab adanya keluhan nyeri perut pada kasus diatas?2. Bagaimana cara mendiagnosa dari penyakit di atas ?3. Bagaimana prinsip penatalaksaannya dari kasus di atas ? 4. Apa saja komplikasi yang mungkin timbul pada pasien tersebut ?

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 BatasanNyeri PerutNyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di perut.Perut adalah area anatomis yang dibatasi oleh garis yang lebih rendah dari tulang rusuk dan diafragma di bagian atas, tulang panggul (ramus pubis) di bawah, dan panggul di setiap sisi.Meskipun nyeri perut dapat timbul dari jaringan dinding perut yang mengelilingi rongga perut (seperti kulit dan otot dinding perut), istilah sakit perut umumnya digunakan untuk menggambarkan nyeri yang berasal dari organ-organ dalam ronggaperut.Organ perut termasuk lambung, usus kecil, usus besar, hati, kandung empedu, limpa, dan pankreas.Kadang-kadang, nyeri dapat dirasakan di perut meskipun timbul dari organ yang dekat dengan, tetapi tidak di dalam rongga perut.Sebagai contoh, kondisi paru-paru yang lebih rendah, ginjal, dan rahim atau ovarium dapat menyebabkan nyeri perut.Di sisi lain, juga mungkin sakit dari organ dalam perut dirasakan di luar perut, misalnya, rasa sakit akibat peradangan pankreas dapat dirasakan di punggung.Jenis yang terakhir adalah nyeri atau rasa sakit yang tidak berasal di lokasi yang dirasa,tetapi penyebab rasa sakit terletak jauh dari tempat itu terasa.Nyeri perut bisa disebabkan oleh peradangan (misalnya,usus buntu, diverticulitis, colitis, Pelvic Inflammatory disease (PID)), bisa oleh peregangan atau distensi organ (misalnya, obstruksi penyumbatan, usus saluran empedu olehbatu empedu, pembengkakan pada hati denganhepatitis), atau oleh hilangnya pasokan darah ke organ (misalnya, kolitis iskemik).4.2 Anatomi / Histologi / Fisiologi / Patofisilogi / Patomekanisme4.2.1 Anatomi4.2.1.1Abdomen Regio abdomen terbagi oleh 2 pasang garis. Sepasang garis vertical (dari mid-clavicula menuju mid inguinal) dan sepasang garis horizontal (yang atas: tepi bawah arcus costa sebagai bidang Transpyloric dan yang bawah: tepi atas crista illiaca os.coxae sebagai bidang intertubercular) sehingga membentuk sembilan area

Gambar 01. Gambar pembagian 9 Regio Abdomen

1. Area hipokondrium dextra2. Area epigastrium3. Area hipokondrium sinistra4. Area lumbal dectra5. Area umbilicalis6. Area lumbal sinistra7. Area inguinal dextra8. Area suprapubis9. Area inguinal sinistra

Organ-organ abdomen1. Organ parenkima. HeparBerada pada region hipochondrium dextra sampai region epigatrica terlindungi oleh costa cartilagocosta dan diaphragm. Memiliki erat laki-laki: 1400-1800 gr, wanita 1200 gr. Berwarna merah tua, konsistensi padat kenyal, dengan tepi antero-inferior tajam, permukaan rata. Terbagi atas beberapa lobus.i. Lobus dextra merupakan lobus terbesar. ii. Lobus centralis, dibatasi dengan lobus dextra oleh fisura sagitalis dextra, dengan lobus sinistra leh fissure sagitalis sinistra, terdiri dari lobus caudatus dan processus caudatus. Lobus quadratus dan processus papilarisb. Vesica velea/ gall bladder. Kelenjar empeduTerletak di fossa vesika felea yang merupakan organ intraperitoneal yang terdiri dari tiga bagian: fundus, forpus, dan collum. Bermuara pada ductus cysticus. Berfungsi sebagai produksi garam empedu, berperan pada metabolism lipidc. Ductus choledocusBerjalan dari penggabungan ductus hepaticus dan ductus cysticus melanjutkan ke omentum minus pada sis duodenum pars cranialis-caput pancreas.d. Lien/limpaMerupakan organ intraperitonea dengan berat 100-175 gr. Berada pada costa IX,X,XI. Berfungsi sebagai system penyaringan darah, jaringan RES (menghasilkan antibody dan lymfosit)e. Pancreas Terdiri dari caput, processus uncinatus, collum, corpus dan cauda. Terletak dalam lengkug duodenum pars desendens. Memiliki berat 75-125 mg. berfungsi sebagai organ endokrin (menyalurkan langsung pembuluh darah balik, tanpa saliran khusus seperti: hormone insulin) dan organ eksokrin 2. Hollow organ a. Esophagus Merupakan kelanjtan dari oropharynx dan berhubungan dengan gasterb. Gaster Merupakan organ pencernaan awal terjadinya absorbsi.Terletak pada region epigastrium, region hipochondrium sinistra, region umbilicalis. Berperan dalam proses pencernaan secara mekanik ataupun enzimatik.c. Intestinum tinue/ usus halusTerdiri dari duodenum, jejunum dan illiumi. Duodenum Memiliki panjang 25-30 cm, berbentuk seperti huruf C karena berhubungan dengan caput pancreas. Terdiri dari 4 pars: pars cranialis, pars descendens, pars horizontal, pars ascemdemsii. Jejunum Dimulai dari flexura duodenojejunalis, menuju illiumiii. Illium Berasal dari jejunum, menuju caecum. Memiliki sedikit plica semicircularis kerking pada segmen cranial dan banyak terdapat plaque of payers pada bagian distald. Intestinum crissum/ usus besarTerdiri dari: caecum, appendix, colon ascendens, colon transversum, colon descendens, colon sigmoid, rectumi. CaecumMemiliki vulvula bauhinia. Vascularisasi oleh a.colica dextraii. AppendixMerupakan usus buntu/ tanpa ada kelanjutannya. Posisi bervariasi tiap individu, misalnya: retro-rectal, antero-caecal. Mucosa banyak mengandung jaringan limfoid.Vaskularisasi oleh vasa appendicularis. Tidak bertanea memiliki panjang 5-10 cm, merupakan organ intra abdominal sehingga bila terjadi keradangan akan timbul resiko peritonitis.

Gambar 02. Gambar appendix vermiformisiii. Colon ascendens Merupakan organ mid-gut. Memiliki tiga jenis taneia (taenia libera, taenia mesocolica, taneia anterior)iv. Colon transversumv. Colon descendensvi. Colon sigmoidvii. Rectum

4.2.2 Histologi4.2.2.1 Appendix vermiformisHistologi appendiks terdiri dari mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan melingkar bagian dalam dan lapisan longitudinal yang luar externa muskularis.Mukosa appendiks, ditandai dengan kriptus lurus tanpa vili.Terdapat beberapa persamaan antara mukosa appendix dan kolon: epitel pelapis dengan banyak sel goblet; lamina propria di bawahnya yang mengandung kelenjar intestinal (kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada appendix kurang berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat berjauhan letaknya.Jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan, di sini terdapat sangat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas untuk appendix.Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa.Di tunika muskularis terdapat tempat pertemuan gabungan dari taenia coli.Submukosanya sangat vaskular dengan banyak pembuluh darah.Muskularis eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar.Ketebalan lapisan otot ini bervariasi. Ganglia parasimpatis pleksus meienterikus Auerbach terlihat di antara lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar

Gambar 03. Histologi Appendix Vermiformis

4.2.3 Fisiologiappendix fermiformisFungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti.Diduga berhubungan dengan system kekebalan tubuh.Lapisan dalam appendix menghasilkan lender.Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagisan dari system imun dalam pembuatan antibody.Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingka n dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

4.2.4 PatofisiologiPatologi apendicitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendicitis berada dalam keadaan perforasi. Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah (Rudi Haryono, 2012).

4.2.5 Etiologi appendicitisApendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendicitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria.Pembuluh subserosa mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran yang merah, granular, dan suram.Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini bagi dokter bedah.Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik muskularis propria.Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat di dalam mukosa (Crawford, Kumar, 2007).Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendicitis. (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

4.3 Jenis-jenis penyakit yang berhubungan1. Apendisitis akutApendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.2. Divertikilum MeckelDivertikulum meckel adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum. Hal ini terjadi ketika hubungan antara usus dan tali pusar tidak sepenuhnya menutup selama perkembangan janin. Hal ini menghasilkan kantong kecil dari usus halus, yang dikenal sebagai divertikulum Meckel.pada sebagian kecil pasien, divertikulum ini dapat mengalami infeksi (divertikulitis) yang menyebabkan obstruksi atau perdarahan pada usus halus.3. Penyakit Crohn, ulcerative colitis atau diverticulitisGejala: nyeri mendadak dengan rasa nyeri di perut bagian kiri bawah dapat disertai dengan demam , mual atau muntah.

4.4 Gejala Klinis1. Demam2. Mual3. Muntah4. Penurunan nafsu makan5. Nyeri sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah

4.5 Pemeriksaan fisik penyakit1. Inspeksi, pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.2. Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).3. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.4. Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

4.6 Pemeriksaan penunjang penyakit1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

2. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

BAB VHIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)Berdasarkan skema dari pembahasan tentang anatomi, histologi, fisiologi, patofisiologi, dan patomekanisme diatas, kami dapat menyusun differential diagnosis atau hipotesis awal dalam permasalahan ini adalah1. Appendisitis akut2. Divertikilum Meckel3. Kolitis Ulseratif

BAB VIANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Apendisitis akut a. DefinisiUsus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Pada awalnya organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) di mana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Seperti organ tubuh yang lainnya, usus buntu tentu dapat mengalami gangguan dan penyakit tersebut dikenal sebagai Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis).b. PenyebabApendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendicitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. c. Gejala1) Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan 2) Mual, muntah 3) Anoreksia, malaise 4) Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney 5) Spasme otot 6) Konstipasi, diare (Brunner & Suddart, 1997) d. PatofisiologiPatologi apendicitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendicitis berada dalam keadaan perforasi. Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.e. Pemeriksaan fisik Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan.Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010).Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah: Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.a. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.b. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.c. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakuka n penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.d. Psoas sign (+). Psoas signterjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.e. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium. Departemen Bedah UGM, 2010)Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).

f. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih).Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih.Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007).Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007).

6.2 Divertikilum Meckela. DefinisiDivertikulum meckel adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum.Hal ini terjadi ketika hubungan antara usus dan tali pusar tidak sepenuhnya menutup selama perkembangan janin.Hal ini menghasilkan kantong kecil dari usus halus, yang dikenal sebagai divertikulum Meckel.Dalam kebanyakan kasus, divertikulum Meckel tidak menyebabkan masalah.Namun, pada sebagian kecil pasien, divertikulum ini dapat mengalami infeksi (divertikulitis) yang menyebabkan obstruksi atau perdarahan pada usus halus.b. PenyebabMerupakan kelainan kongenitalc. Gejala Kebanyakan pasien dengan divertikulum meckel tidak menunjukkan gejala yang khas.Gejala biasanya muncul pada umur dua tahun pertama.Baru bila ada divertikulitis timbul, keluhan dan tanda yang mirip sekali dengan appendisitis akut walaupun letak nyeri dapat berbeda.1. PerdarahanMelena atau tinja khas tampak berwarna merah jernih disebut current jelly atau brick red appearance.Perdarahan dapat menyebabkan anemia yang berat dan tidak nyeri karena ulserasi mukosa ileum normal didekatnya.Tinja berwarna kehitaman disebut tarry stools.Jadi, jika seorang bayi/anak datang dengan perdarahan rectum tanpa nyeri berat, adanya divertikulum Meckel harus dicurigai.1. Obtruksi UsusKarena divertikulum berperan sebagai titik awal suatu invaginasi dan karena pita-pita intraperitoneum menyebabkan obstruksi dan herniasi interna atau volvulus usus halus disekeliling pita tersebut.1. Divertikulitis Meckel AkutTerjadi pada 20% pasien yang bergejala dan sering salah diagnosis dengan appendiks akut.Hal ini terjadi karena adanya obstruksi intraluminal oleh divertikulum, yang menyebabkan terjadi inflamasi, edema, iskemia, nekrosis dan perforasi.d. PatofisiologiDuktus omphalomesenterik atau vitelline merupakan duktus yangmenghubungkan menghubungkan yolk sac dengan midgut yang sedang berkembang.Pada minggu keenam perkembangan embrio, midgut memanjang dan herniasi menuju korda umbilikus. Di dalam korda umbilikus, midgut kemudian berotasi 900berlawananarah jarum jam di sekitar axis dari arteri mesenterik superior. Pada waktu yangbersamaan midgut juga memanjang untuk membentuk jejunum dan ileum dan lumen dari duktus omphalomesenterik akan menutup. Pada minggu ke-5 sampai ke-8perkembangan embrio, midgut kembali menuju kavum abdomen dan duktusomphalomesenterik akan menjadi pita fibrosis, yang mana akan mengalami disintegrasi dan absorpsi.3,4Jika duktus omphalomesenterik mengalami kegagalan atrofi total dandisintegrasi, maka duktus ini akan terus tumbuh. Karena kegagalan ini akanmenyebabkan berbagai kelainan kongenital, yaitu:1) Fistula umbilikoileal; dikarenakan patensi komplit dari duktus omphalomesenterik dengan lumen yang masih utuh terbuka sepanjang duktus. Secara klinis akan ditemukan feses yang keluar dari umbilikus. Intususepsi juga bisa ditemukan pada keadaan ini, dengan temuan klinis berupa prolapse ileum pada umbilikus.2) Sinus duktus omphalomesenterik; dikarenakan oleh kegagalan dari penutupan bagian distal-end (umbilikus), yang mana ukurannya dapat bervariasi. Ileum masih terhubung oleh pita fibrosis. Secara klinis pada bayi akan ditemukan duh mucus yang keluar dari umbilikus.3) Kista duktus omphalomesenterik; dikarenakan oleh bagian tengah dari duktus masih paten sedangkan sekitarnya sudah mengalami obliterasi. Di dalam kista akan ditemukan akumulasi mukus, sebab di dalamnya terdapat lapisan mukosa intestinal.4) Pita fibrosis dari ileum ke umbilikus; dikarenakan oleh duktus omphalomesenterik yang atrofi tidak secara sempurna mengalami obliterasi dan absorpsi. Secara klinis dapat menyebabkan obstruksi intestinal dan volvulus.5) Divertikulum Meckel (98%); dikarenakan oleh obliterasi fibrous dari umbilikal-end dan patensi komplit ileal-end dari duktus omphalomesenterik. Divertikulum Meckel terletak pada sisi antimesenterik dari ileum dan bisa ditemukan pita fibrous, jika bagian fibrosisnya tidak terobliterasi secara penuh. Divertikulum ini umumnya ditemukan 40-100 cm dari klep ileocecal dengan panjang dapat mencapai 5 cm dan diameter 2 cm. Suplai darah dan venanya berasal dari pembuluh darah omphalomesenterik yang masih utuh (arterinya berasal dari cabang ileal dari arteri mesenteric superior) dan terletak di dalam lipatan terpisah dari mesenterik usus halus atau sepanjang permukaan divertikulum.e. Pemeriksaan fisik i. Nyeri abdomenii. Vomitas biliousiii. Tegang abdomeniv. Distensiv. Suara peristaltic yang hiperaktifvi. Masa abdomen yang terpalpasivii. Jika berlanjut bisa terjadi iskemia atau infark dan terjadilan tanda peritoneal akut dan perdarahan gastrointestinal bawah.

f. Pemeriksaan penunjangi. Foto Polos AbdomenFoto polos dapat menunjukkan gambaran ileus obstruktif.Jika divertikulum distensi, terlihat adanya udara di fossa ilaka kanan atau di tengah abdomen dapat menjadi kunci diagnosis.Jika perforasi terjadi, maka foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya pneumoperitoneum.ii. AngiografiDapat membantu mendeteksi bagian yang mengalami perdarahan selama perdarahan aktif berlangsung. Pengenalan terhadap vaskularisasi embrionik divertikulum Meckel dapat membantu mengidentifikasi selama proses angiografi berlangsung.iii. CT-ScanDivertikulum Meckel yang inflamasi tampak sebagai lesi kantung pemisah, berisi udara, cairan atau kontras oral dan berhubungan dengan bagian distal usus halus.Inflitrasi lemak mengelilingi lesi.Diagnosis divertikulum Meckel dapat dicurigai bila gambaran ini terlihat.

6.3 Kolitis UlseratifKolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam.Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas (tabel 1) sehingga untuk menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain (terutama penyebab infeksi) dan dengan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsi.a.Gejala KlinisGejala utama colitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik. Derajat klinik colitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit colitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Pada colitis ulseratif, terdapat reksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik,, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal.Perjalanan klinis colitis ulseratif bervariasi. Mayoritas pasien akan mendertia relaps dalam waktu 1 tahun dari serangan pertama, mencerminkan sifat rekuren dari penyakit. Namun demikian, bisa terdapat periode remisi yang berkepanjangan hanya dengan gejala minimal. Pada umumnya, beratnya gejala mencerminkan luasnya keterlibatan kolon dan intensitas radang (Ariestine, 2008).

b.Pemeriksaan FisikTemuan fisik pada colitis ulseratif biasanya nonspesifik, bisa terdapat distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisik umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih berat. Pada pemeriksaan perut kadang di dapat nyeri tekan dan pada colok dubur mungkin terasa nyeri karena adanya fisura.

c.Pemeriksaan Penunjang1.Gambaran LaboratoriumTemuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang ulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.Pemeriksaan kultur feses (pathogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli (O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negative.Pemeriksaan antibody p-ANCA dan ASCA (antibody Saccharomyces cerevisae mannan) berguna untuk membedakan penyakit colitis ulseratif dengan penyakit Crohn.2.Gambaran Radiologia. Foto polos abdomenPada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu ginjal, sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada, sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak. Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra indikasi.b.Barium enemaGambaran foto barium enema pada kasus dengan colitis ulseratif adalah mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta kolon ttampak menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka rectum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya colitis ulseratif ini mulai terjadi di rectum dan menyebar kea rah proksimal secara kontinu. Jadi rectum selalu terlibat, walaupun rectum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian proksimalnya. Pasien dengan colitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi adenokarsinoma kolon.c. Ultrasonografi (USG)Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran cernanya dengan menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu dan banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama 24 jam sebelum pemeriksaan. Sesaat sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan air. Pada pemeriksaan USG, kasus dengan colitis ulseratif didapatkan penebalan dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau pseudo-kidney sign pada potongn transversal atau cross-sectional. Dengan USG Doppler, pada colitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan dindng usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus tersebut.d. CT Scan dan MRIKelebihan CT Scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung keadaan intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh mana komlikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI terhadap CT Scan adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara jaringan lunak satu dengan yang lain. Gambaran CT Scan pada colitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal secara simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka terlihat gambaran target sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan baik, seperti adanya abses atau fistula atau keadaan abnormalitas yang melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan fistula dan sinus tract-nya (Ariestine, 2008).3.Gambaran EndoskopiPada dasarnya colitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rectum dan menyebar /progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi colitis ulseratif adalah 80% pada rectum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).Pada colitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa, eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas mucus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang seragam adalah karakteristik. Sekali mukosa yang sakit ditemukan (biasanya di rectum), tidak ada daerah mukosa normal yang menyela sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen dengan colitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon pada colitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biposi rectal bisa memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan granuler dan bisa terdapat pseudopolip (Ariestine, 2008).4.Gambaran HistopatologiPada kolon normal, permukaan datar, kripta tegak, sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta sama, dan dasar dekat muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi, predominan terletak di bagian atas lamina propria.Perubahan epitel seperti berkurangnya musin dan metaplasia sel Paneth serta permukaan viliform juga diperhatikan. Perubahan lamina propria meliputi penambahan dan perubahan distribusi sel radang. Granuloma dan sel-sel berinti banyak biasanya ditemukan. Gambaran mikroskopik ini berhubungan dengan stadium penyakit, apakah stadium akut, resolving atau kronik/menyembuh (Ariestine, 2008). Gambaran khas untuk colitis ulseratif adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel mononuclear dan polimorfonuklear di lamina propriaBerdasarkan gambaran histologik, penyakit colitis ulseratif menjadi kriteria mayor dan minor. Sekurang-kurangnya dua kriteria mayor harus dipenuhi untuk diagnosis colitis ulseratif. Kriteria mayor colitis ulseratif :1.Infiltrasi sel radang yang difus pada mukosa2.Basal plasmositosis3.Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa4.Abses kripta5.Kriptitis6.Distorsi kripta7.Permukaan viliformis Kriteria minor colitis ulseratif :0. Jumlah sel goblet berkurang0. Metaplasia sel Paneth

BAB VIIHIPOTESIS AKHIRIDENTITASNama: Tn.BobbyJenis kelamin:laki-lakiUmur: 20 tahunAlamat: Jl.Dukuh Kupang, SurabayaPekerjaan: MahasiswaAgama:KristenStatus: Belum Menikah

ANAMNESISKeluhan utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang:1. Nyeri perut kanan bawah sudah dirasakan sejak 1 hari yang lalu.1. Mula-mula nyeri dirasakan dibagian perut tengah atas, kemudian 1 hari yang lalu berpindah ke kanan bawah.1. Mual (+), Perut kembung, nafsu makan menurun, 1. Nyeri dirasakan semakin memberat jika di bawa bergerak, berjalan, 1. Sulit BAB 2 hari yang lalu1. Demam dirasakan tadi pagi.

Riwayat penyakit dahulu: Penderita menyukai makanan pedas, jarang makan sayur dan minum air putih, kadang-kadang BAB tidak teratur. Tidak menderita Diabetes atau penyakit berat lainnya.

Riwayat pengobatan: Selama timbul keluhan sudah pernah ke dokter sebelumnya, diberi obat antibiotika untuk penghilang rasa sakit.

Riwayat penyakit keluarga: Keluarga tidak ada yang menderita penyakit ini sebelumnya. Tidak ada riwayat DM ataupun HT.

Riwayat sosial: Mahasiswa perguruan tinggi swasta.

PEMERIKSAAN FISIK & VITAL SIGNKeadaan umum:BaikTB:-Kesadaran : Compos Mentis (GCS: 456) BB:-Tekanan darah: mmHgNadi: kali/menitRR: kali/menitSuhu: oCKepala:Kesan umum: Benjolan (-); Jejas (-); Bentuk: Simetris; Lain- lain: DBNMata: Anemia (-); Ikterus (-); Lain-lain: DBNHidung: Dsypneu (-); Lain-lain: DBN Mulut: Cyanosis (-); Lain-lain: DBNTelinga: DBNLeher:Kesan umum: Bentuk: Simetris; Jejas (-); Lain-lain: DBNTiroid: DBNKGB: DBNTrachea : DitengahVena jugularis : DBN

Toraks: Kesan umum: Benjolan (-); Jejas (-); Bentuk: Simetris; Lain- lain: DBNJantung: Inspeksi: Bentuk simetris - , lain : DBNPalpasi: batas jantung DBNPerkusi: Redup Auskultasi: S1 dan S2 tunggal normal, murmur - Pulmo:Inspeksi: Bentuk simetris, lain-lain DBNPalpasi: Gerak napas simetris lain-lain DBNPerkusi: SonorAuskultasi: Vesikuler, ronchi -, wheezing - Abdomen: Kesan umum: Jejas (-) Lain- lain: DBN

Inspeksi: DBNPalpasi: Nyeri tekan abdomen kanan bawah +.Perkusi: TimpaniAuskultasi: Bisinng usus normalHepar: DBNLien: DBNGinjal: DBNUterus dan aneksa : membesarEkstremitas: Kesan umum: DBNEkstremitas superior: DBNEkstremitas inferior: DBNRovsing Sign : (+)Obturator Sign: (+)Psoas Sign : (+)RT: Tidak teraba masa

HASIL LABORATORIUM peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih). Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tn.Bobby terserang Appendicitis Akut.

BAB VIIIMEKANISME DIAOGNOSIS

Keadaan umum : sadarGCS : 4-5-6 (Composmentis)Nyeri perut kanan bawah

Vital Sign:Tekanan Darah: 120/80 mmHgNadi: 82 x/menitSuhu: 38 CRespiratory Rate : 20 x/menitAkral : hangat kering

Pemeriksaan Penunjang :Tn. Boby melakukan pemeriksaan penunjang seperti :Pemeriksaan darahAppendicogramPemeriksaan ultrasonografi (USG) CT scanPemeriksaan Fisik :Pemeriksaan Kepala dan leher :Kepala : a/i/c/d : (-)/(-)/(-)/(-)Lidah/hidung/telinga : dalam batas normal Leher : dalam batas normal Pemeriksaan Kulit : tidak nampak kelainan Pemeriksaan Dada: Thorax Inspeksi: Bentuk simetris, lain-lain dalam batas normalPalpasi: dalam batas normalCorInspeksi : ictus kordis tidak terlihatPalpasi: dalam batas normalPerkusi : tidak ada pembesaran jantungAuskultasi : suara jantung normal, tidak ada bunyi tambahan, suara S1/S2 tunggal, murmur (-)PulmoInspeksi : bentuk dan gerakan dada simetris kanan-kiri, penggunaan otot bantu pernapasan (-)Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama Perkusi : sonor Auskultasi: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Pemeriksaan AbdomenInspeksi : pembesaran normal, jejas (-)Palpasi : nyeri tekan abdomen kanan bawah (+)Perkusi: timpaniAuskultasi : bising usus normalPemeriksaan Ekstremitas Inspeksi: tidak nampak kelainan (benjolan, memar)Palpasi: tidak nampak kelainanPemeriksaan TambahanRovsing sign: (+)Obturator sign: (+)Psoas sign: (+)Rectal toucher: tidak teraba masa, nyeri pada arah jam 11

Apendisitis Akut

BAB IXSTRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan9.1.1 Sebelum operasiA. ObservasiDalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.B. Antibiotik.Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.9.1.2 OperatifA. Appendiktomi terbukaDilakukan dengan insisi transversal ada kuadran kanan bawah (Daviz-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis yang belum jelas dapat dilakuan insisi subumbilikal pada garis tengahB. Laparoskopi apendektomi Teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil9.1.3 PascaoperasiPerlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit.Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

BAB XPROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 PrognosisTingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yag akurat serta pembedahan tingat mortalias keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8% dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak angka ini berkisar antara 0,1-1%, sedangkan pada pasien di atas 70 tahun angka ini meningkat di atas 20% terutama karena keterlambatan diagnose dan terapi

10.2 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga PasienPenyampaian prognosis kepada pasien/ keluarga pasien dimulai dari memberikan penjelasan tentang definisi, penyebab serta berbagai metode penyembuhan tentang Karsinoma tiroid kepada pasien maupun keluarga pasien merupakan hal yang perlu dilakukan petugas medis. Tujuan yang ingin dicapai yaitu :A. Pasien apendisitis akutdapat memilih tindakan medis apa yang perlu dilakukan untuk dirinya.

10.3 Peran Pasien / keluarga untuk PenyembuhanPasien kanker bukan saja menderita kerugian sakit fisik, tapi juga di bawah tekanan psikologis yang besar, sehingga anggota keluarga dari pasien dalam perawatan pasien kanker seharusnya tidak hanya memperhatikan terapi obat, tetapi juga memperhatikan perawatan psikologi pasien kanker, termasuk tiga prinsip penting yaitu perawatan psikologis, perawatan pola makan dan dan perawatan sakit nyeri.

10.4 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:1. AbsesAbses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.Hal ini terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.2. PerforasiPerforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.3. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

BAB XIPENUTUP

11.1KesimpulanJadi dari data-data dan skema yang kami buat diatas, dapat kami simpulkan bahwa Tn Bobyini terkena penyakit Apendisitis Akut.Penegakkan diagnosis Apendisitis Akut tersebut juga didukung dengananamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang sesuai dengan hasil-hasil pemeriksaan fisik penderita.

11.2 PenutupDemikianlah makalah yang berdasarkan pada Skenario IV Buku Modul Mahasiswa Kedokteran Klinis 2yang telah kami buat bersama.Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Dan, dapat mengerti serta menerapkan bagian-bagian dari kata kunci yang mengandung nilai positif untuk masa depan nanti. Serta dalam berprestasi untuk menggapai karir dan cita-cita kita sebagai seorang dokter.Pada akhirnya, atas keterlibatan Anda dalam membaca tugas makalah ini, kami uacapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Arisetine, Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek Etiologi, Klinik dan Patogenesa. Universitas Sumatera Utara-Fakultas Kedokteran Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3381/1/08E00077.pdf . Diakses tanggal 5 Juni 2015 pukul 10.00 WIB

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC.Diagnosis dan Tatalaksana Divertikulum Meckeldownload.portalgaruda.org/article.php?article=82603&val=970 (dibuka pada 13 Juni 2015 pukul 18.00 WIB)Divertikulum Meckel. http://ashshihhahcorner.blogspot.com/2011/06/divertikulum-meckel.html (dibuka pada 13 Juni 2015 pukul 18.30 WIB)Emedicine.Kuwajerwala NK. Meckel Diverticulum. 2008. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/194776 (akses: 30 Agustus 2011)Henry MM, Thompson JN. Acute appendicitis.Dalam Clinical Surgery. Edisi ke-3 Philadelphia: Elsevier Saunders 2012http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3381/1/08E00077.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40470/4/Chapter%20II.pdf

Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2004. Apendiks Vermiformis. Dalam: Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, 755-759

28