scriber skenario 4

54
Skenario 4 Pak Sony istrinya Kecewa Pak Sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bus datang ke poliklinik dengan keluhan mengalami penurunan ketajaman pengelihatan sejak 3 hari yang lalu. Sudah ke optic tidak menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada riwayat memakai kacamata sebelumnya, mata merah, maupun trauma pada mata. Saat bekerja pak Sony sering merasa haus dan banyak minum serta kencing di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1 bulan yang lalu, kedua tangan dan kaki juga sering kesemutan. Bahkan akhir-akhir ini pak Sony sering minum jamu sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun sehingga istrinyaq selalu merasa kecewa. 1

Upload: almiranurarofah

Post on 06-Feb-2016

50 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ftuy

TRANSCRIPT

Page 1: Scriber Skenario 4

Skenario 4

Pak Sony istrinya Kecewa

Pak Sony seorang laki-laki yang bekerja sebagai sopir bus datang ke poliklinik dengan

keluhan mengalami penurunan ketajaman pengelihatan sejak 3 hari yang lalu. Sudah ke optic

tidak menemukan kacamata yang cocok. Tidak ada riwayat memakai kacamata sebelumnya,

mata merah, maupun trauma pada mata. Saat bekerja pak Sony sering merasa haus dan banyak

minum serta kencing di jalan raya. Setiap malam ia sering merasa lapar sehingga selalu masak

bungkus mie instan sebelum tidur. Berat badannya dirasakan menurun sejak 1 bulan yang lalu,

kedua tangan dan kaki juga sering kesemutan. Bahkan akhir-akhir ini pak Sony sering minum

jamu sehat lelaki karena merasa vitalitasnya menurun sehingga istrinyaq selalu merasa kecewa.

1

Page 2: Scriber Skenario 4

I. Klarifikasi istilah

1. Kesemutan

Sensasi abnormal yang dapat terjadi di bagian seluruh tubuh karena aliran darah

yang tidak lancar atau fungsi saraf lemah.

(IPD,Sudoyo Aru)

2. Optik

Optik adalah cabang fisika yang menggambarkan perilaku dan sifat cahaya dan

interaksi cahaya dengan materi. Optik dijelaskan dan ditandai dengan fenomena

optik. Kata berasal dari ὀπτική optik Latin, yang berarti tampilan.

(Giancoli, D.C. (Ed.). 2001)

3. Vitalitas

Vitalitas adalah kondisi tubuh seseorang dalam keadaan vit, bugar, sehat dan

perkasa. Vitalitas sangat penting bagi tiap orang yang mempunyai mobilitas tinggi.

(Sidarta I. Anatomi dan Fisiologi Mata) 

II. Identifikasi Masalah

1. Mengapa mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3 hari lalu ?

2. Mengapa pak sony tidak menemukan kaca mata yang cocok ?

3. Mengapa pak soni sering haus, banyak minum,sering kencing, sering lapar,

tangan dan kaki kesemutan dan berat badan menurun ?

2

Page 3: Scriber Skenario 4

III. Analisis Masalah

1. Mengapa mengalami penurunan ketajaman penglihatan sejak 3 hari lalu ?

Penyebab penurunan visus

Terjadi karena 3 hal :

a. Gangguan pada media refraksi

a) Miopi

b) Hipermetro

c) Astigmatisme

d) Presbiop

b. Refraksi anomali

Disebabkan karena ketidak seimbangan media penglihatan dengan panjang

bola mata sehingga sinar tidak focus pada retina.

c. Gangguan pada sistem saraf

Biasanya system saraf optikus mengalami gangguan sehingga membuat

penglihatan kabur.

(Sandhya, N, 2010)

1. Mata merah visus tidak turun

Prinsipnya: mengenai struktur yang bervaskuler (konjungtiva atau sklera) yang

tidak menghalangi media refraksi.

Contoh:

a. Konjungtivitis Murni

b. Trakoma

c. Mata Kering

d. Xeroftalmia

e. Pterigium

f. Pinguekula

g. Episkleritis

h. Skleritis

3

Page 4: Scriber Skenario 4

2. Mata merah visus turun

Prinsipnya: mengenai struktur bervaskuler yang mengenai media refraksi (kornea,

uvea, atau seluruh mata).

Contoh:

a. Keratitis

b. Keratokonjungtivitis

c. Uveitis

d. Glaukoma Akut

e. Endoftalmitis

f. Panoftalmitis

3. Mata tenang visus turun mendadak

a. uveitis posterior

b. perdarahan vitreous

c. ablasio retina

d. oklusi arteri atau vena retinal

e. neuritis optik

f. neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol)

g. migrain

h. tumor otak

4. Mata tenang visus turun perlahan Pada skenario

a. Katarak

b. Glaukoma

c. Retinopati Penyakit Sistemik

d. Retinitis Pigmentosa

e. Kelainan Refraksi

5. Trauma mata

a. Trauma Fisik (Tumpul dan Tajam)

b. Trauma Kimia (Asam dan Basa)

4

Page 5: Scriber Skenario 4

c. Trauma Radiasi (Ultraviolet dan Infrared)

(Riordan-Eva P & Whitcher JP. 2007.)

Penurunan ketajaman pada pasien bisa diakibatkan karena adanya gangguan pada organ refraksi

yaitu kornea, lensam maupun organ fotoreseptor yaitu retina.

Pada organ kornea, kelainan yang menyebabkan gangguan penglihatan salah satunya adalah

adanya abrasi kornea, jaringan sikatrik maupun akibat trauma yang mengenai kornea, contohnya

trauma kimia.

Pada organ lensa, kelainan yang sering menyebabkan gangguan penglihatan yaitu pada

pengaturan akomodasi lensa yang menyebabkan terjadinya kelainan seperti miopi, hipermetropi,

astigmatisma, dan presbiopi. Sedangkan pada penyakit metabolisme yang sering menyebabkan

terjadinya penyakit katarak.

Pada organ retina, kelainan yang sering menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan yaitu

adanya retinopathy yaitu kelainan pada retina. pada skenario, pasien mengaku tidak cocok pada

semua kacamata, dan tidak ada gangguan pada kornea, hal ini menandakan adanya kelainan pada

retina. (Ilyas, Sidarta.2010 )

2. Mengapa pak sony tidak menemukan kaca mata yang cocok ?

Gangguan refraksi dapat disingkarkan karena tidak ada kaca mata yang cocok, dapat dikaitkan

dengan gangguan metabolik. Penyakit lain yang dialami pak sony yang mengakibatkan mata

menurun visusnya. Tidak ada inflamasi pada kasus ini dikarenakan tidak adanya tanda inflamasi

pada mata Pak sony. (Sylvia, Price.2009)

3. Mengapa pak soni sering haus, banyak minum,sering kencing, sering lapar, tangan dan kaki

kesemutan dan berat badan menurun ?

Pak sony mengalami DM dilihat dari kadar gula >200 hiperglikemi, gula puasa >126

hiperglikemi. kerja pankreas dari insulin tidak mampu mengikat atau karena kekurangan insulin.

pak sony DM tipe 2. glukogenesis berkurang karena insulin tidak berikatan. hati memproduksi

glukosa terus menerus. BB menurun karena ATP dalam tubuh digunakan terus menerus. haus

5

Page 6: Scriber Skenario 4

dan banyak kemih karena terjadi hiperosmolalitas ginjal tidak filtrasi dan filtrasi terjadi dehidrasi

ekstra sel, cairan intasel dipakai terus. Gula tidak bisa diangkut insulin mempengaruhi masa otot

akan timbul keton terjadi penurunan masa otot. kram terjadi karena keton meningkat.

Kadar insulin yang menurun menyebabkan tidak terurainya glukosa menjadi ATP, sehingga

terjadi jalur poliol yang menyebabkan penumpukan glukosa sorbitol fruktosa. Penimbunan

ini akan menyerang jaringan saraf dan mengganggu aktivitas kerja sel schwann sehingga terjadi

defisit pada sel akson, hal ini menyebabkan terjadinya pengurangan kecepatak konduksi motorik,

hilangnya reflex tendon dalam, kelemahan otot dan tremor serta kesemutan.

(Sylvia, Price.2009)

6

Page 7: Scriber Skenario 4

MalnutrisiKelainan genetik ObesitasGaya hidup stres

Infeksi

Penyampaian kelainan pankreas

Meningkatkan beban metabolik

pankreas

Penurunan produksi insulin

Peningkatankebutuhan insulin

Merusak pankrean

Penurunan insulin (berakibat penyakit diabetes melitus)

Penurunan fasilitas glukosa dalam sel

Glukosa menumpuk di darah Sel tidak memperoleh nutrisi

Peningkatan tekanan osmolalitas plasma

Starvasi seluler

Pembongkaran glikogen, asam lemak, keton untuk

energiKelebihan ambang glukosa pada ginjal

Pembongkaran protein &asam

amino

Diuresis Osmotik

Penurunanmassa otot

Penumpukanbenda keton

Penurunanantibodi

Penurunan perbaikan jaringan

Poliuria

Defisit volume cairan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Asidosis

Polanafastidakefektif

Resiko perlukaan

Resisten infeksi

7

Page 8: Scriber Skenario 4

DIABETES TIPE I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pancreas telah dihancurkan

oleh proses autoimun.Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah

makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria).

Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini

dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsi).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan

penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat

menurunnya simpanan kalori . Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang

disimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam – asam amino serta

substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan

dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak

yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak.

DIABETES TIPE II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu :

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi

suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

8

Page 9: Scriber Skenario 4

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel

beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas diabetes mellitus tipe II,

namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak

dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada

diabetes tipe II. (Zing-Ma J, Sarah X-hang. 2006)

9

Page 10: Scriber Skenario 4

IV. Skema

10

Page 11: Scriber Skenario 4

V. Learning Objective

1. Mampu menjelaskan derajat-derajat retinopati hipertensi.

2. Mampu menjelaskan patofisiologi Poliuri, Polidipsi, Polifagi dan kesemutan.

3. Mampu menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus sampai terjadinya retinopati.

4. Mampu menyebutkan dan menjelaskan diagnosis banding dari skenario.

5. Mampu menjelaskan cara penegakan diagnosis dini retinopati diabetikum.

VI. Belajar Mandiri

VII. Berbagi Informasi

1. Mampu menjelaskan derajat-derajat retinopati hipertensi.

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) :

Stadium Karakteristik

Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;

hipertensi ringan, asimptomatis

Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking

arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa

gejala dari hipertensi

Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan

darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,

vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi

ginjal

Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;

peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,

asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,

kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

11

Page 12: Scriber Skenario 4

WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan

stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

Retinopati Deskripsi Asosiasisistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda

berikut :

Penyempitan arteioler

menyeluruh atau fokal, AV

nicking, dinding arterioler

lebih padat (silver-wire)

Asosiasi ringan dengan penyakit stroke,

penyakit jantung koroner dan mortalitas

kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu

atau lebih tanda berikut :

Perdarahan retina (blot, dot

atau flame-shape),

microaneurysme, cotton-

wool, hard exudates

Asosiasi berat denganpenyakit stroke,

gagaljantung, disfungsi renal

dan mortalitaskardiovaskuler

Accelerated Tanda-tandaretinopati

moderate dengan edema

papil :

dapatdisertaidengankebutaa

n

Asosiasi berat denganmortalitas dan gagalginjal

Gambar 3.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan

focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran

copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 3)

12

Page 13: Scriber Skenario 4

Gambar 4.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool

spot (panahhitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot

(panah putih) (B). (dikutipdari kepustakaan 3)

Gambar 5.Multipel cotton wool spot (panahputih) danperdarahan retina (panahhitam)

danpapiledema. (dikutipdarikepustakaan 3)

13

Page 14: Scriber Skenario 4

2. Mampu menjelaskan patofisiologi Poliuri, Polidipsi, Polifagi dan kesemutan.

3. Mampu menjelaskan patofisiologi diabetes mellitus sampai terjadinya retinopati.

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang berhubungan

dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:

1)  Akumulasi Sorbitol

14

Page 15: Scriber Skenario 4

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)

3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

15

Page 16: Scriber Skenario 4

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

(Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. 2000)

16

Page 17: Scriber Skenario 4

1. Retinopatidiabetik ada 2 :

a. Nonproliferatif

Pembuluh darah dimata menjadi rusak dan terjadi kebocoran cairan keratin.

b. Poliferatif

Pertumbuhan pembuluh darah baru didalam bola mata sebagai usaha untuk

menggangapi kehilangan pembuluh darah . pembuluh darah yang baru rapuh dan

mudah berdarah menyebabkan terjadinya jaringan parut dalam bola mata.

2. Tahapan Retinopatidiabetik

1) Tidak ada retinopati

Tidak ada tanda abnormal yang ditemukan.

2) Makulopati

Eksudat dan pembuluh darah dalam macula lutea mengalami edema.

3) Praproliferatif

Timbul catton wall spot vena menjadi ireguler.

4) Proliferative

Pelepasan substansi vasoproliferatif dari retina.

5) Lanjut

Perdarahan kedalam vitreus atau antara vitreus dan retina.

3. Terapi fotokoagulan ada 3 :

a. Seatter (panretinal) photocoagulation

Menghilangkan dan mencegah neovaskularisasi dengan cara menyinari 1000-2000

sinar laser kedaerah retina.

b. Grid photocoagulantion

Pembakaran pada daerah edema dan difus menggunakan laser.

c. Focal photocoagulantion

Untuk menghilangkan mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular.(Ilyas, Sidarta, Tanzil,

Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal.2000)

4. Mampu menyebutkan dan menjelaskan diagnosis banding dari skenario.

1) Retinopati Hipertensi

17

Page 18: Scriber Skenario 4

Definisi

Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina

akibat tekanan darah tinggi.  Hipertensi atau  tekanan darah tinggi memberikan

kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya

tidak teratur, eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina. 

Epidemiologi

Pada retinopati hipertensi kebanyakan yang mengalami lebih banyak laki-laki

dibandingkan dengan perempuan, akan tetapi pada usia >50 tahun angka

kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Frekuensi

tertinggi pada pasien hipertensi tidak terkontrol. 

Etiologi

Penyebab terjadi retinopati hipertensi adalah akibat tekanan darah tinggi. Kelainan

pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan

pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.

Pada gangguan pembuluh darah, seperti spasme dan arteriosclerosis, faktor-faktor

yang berperan terjadinya arteriosclerosis ini adalah hiperlipidemia dan obesitas.

Faktor-faktor ini nanti akan muncul pada dekade kedua, berupa guratan-guratan

lemak di pembuluh-pembuluh darah besar dan kemudian berkembang menjadi

suatu plak fibrosa pada dekade ketiga, sehingga mengakibatkan hilangnya

elastisitas pembuluh darah dan terjadi pengurangan diameter pembuluh darah

akibat tertimbunnya plak tersebut ( arteriosclerosis ). Keadaan ini akan

menimbulkan peningkatan tahanan aliran darah ( hipertensi ). Pada retina, juga

akan terjadi peningkatan tekanan darah pada arteriole-arteriole di retina

( retinopati hipertensi ). 

18

Page 19: Scriber Skenario 4

Klasifikasi

Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh

Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari

sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem

klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat

tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan.

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) :

Stadiu

m

Karakteristik

Stadium

I

Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles

retina; hipertensi ringan, asimptomatis

Stadium

II

Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan

nicking arteriovenous; ekanan darah semakin

meninggi, timbul beberapa gejala dari hipertensi

Stadium

III

Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);

tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul

gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan

ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

Stadium

IV

Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,

Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara

persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan

berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,

kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi

dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

19

Page 20: Scriber Skenario 4

Retinop

ati

Deskripsi Asosiasisistemik

Mild Satu atau lebih

dari tanda

berikut :

Penyempitan

arteioler

menyelur

uh atau

fokal, AV

nicking,

dinding

arterioler

lebih

padat

(silver-

wire)

Asosiasi ringan dengan penyakit

stroke, penyakit jantung

koroner dan mortalitas

kardiovaskuler

Moderat

e

Retinopati mild

dengan

satu atau

lebih

tanda

berikut :

Perdarahan

retina

(blot, dot

atau

flame-

shape),

microane

Asosiasi berat denganpenyakit

stroke, gagaljantung,

disfungsi renal

dan mortalitaskardiovaskul

er

20

Page 21: Scriber Skenario 4

urysme,

cotton-

wool,

hard

exudates

Accelera

ted

Tanda-

tandaretin

opati

moderate

dengan

edema

papil :

dapatdiser

taidengan

kebutaan

Asosiasi berat denganmortalitas 

dan gagalginjal

Gambar 3.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih)

dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing

(panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

(dikutip dari kepustakaan 3)

21

Page 22: Scriber Skenario 4

Gambar 4.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton

wool spot (panahhitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran

cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutipdari kepustakaan 3)

Gambar 5.Multipel cotton wool spot (panahputih) danperdarahan retina

(panahhitam) danpapiledema. (dikutipdarikepustakaan 3)

Patogenesis

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri

perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.

Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada

tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang

menyebabkan berkurangny aelastisitas pembuluh darah.

Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara

generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arterioles dari

mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada

pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara

generalisata. 

22

Page 23: Scriber Skenario 4

Peningkatan tekanan darah secara  persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan

intima pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika media dan degenerasi

hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan

perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous

nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi

pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai

”copper wiring”.

Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan

kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel,

eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini

bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard

exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool

spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya

meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat

berat. 3,4,11,12

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,

karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang

lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya

perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan

hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu. 

Pada dinding arteriol yang terinfiltrasi lemak dan kolesterol akan menyebabkan

pembuluh darah menjadi sklerotik sehingga pembuluh darah secara bertahap

kehilangan transparansinya, pembuluh darah tampak lebih lebar daripada

normalnya dan refleksi cahaya yang tipis menjadi lebih lebar. Produk-produk

lemak kuning keabu-abuan di dinding pembuluh darah bercampur dengan warna

darah sehingga menimbulkan gambaran khas “kawat tembaga” (copper wire).

Sklerosis berlanjut menyebabkan refleksi cahaya dinding pembuluh darah mirip

23

Page 24: Scriber Skenario 4

dengan “kawat perak” (silver wire). Dapat terjadi sumbatan suatu cabang

arteriol. Oklusi arteri primer atau sekunder akibat aterosklerosis yang

mengakibatkan oklusi vena dapat menyebabkan perdarahan retina. 

Manifestasi klinis

Perubahan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh hipertensi kronik biasanya

asimtomatik. Kadang-kadang pasien dengan hipertensi maligna mengalami

gangguan penglihatan akut, tetapi kemungkinan disebabkan oleh edeme diskus

optikus. 

1.      Penyempitan ( spasme ) pembuluh darah tampak sebagai :

a. Pembuluh darah ( terutama arteriole retina ) yang berwarna lebih pucat

b. Kalliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler ( karena spasme lokal)

c. Percabangan arteriol yang tajam

2.      Bila kelainan yang terjadi adalah sklerosis dapat tampak sebagai :

a. Reflex copper wire

b. Reflex silver wire

c. Sheating

3.       Pembuluh darah yang irregular

4.      Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :

a. Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya

b. Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena

tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil

c. Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan

vena.

Gambaran fundus pada retinopati hipertensi juga ditentukan oleh derajat peningkatan

tekanan darah dan keadaan arteriol retina. Pada pasien muda : retinopati

ekstensif dengan perdarahan, infark retina ( cotton wool patches), infark koroid

( elschnig patches), kadang ablasio retina, dan edema berat pada discus optic

adalah gambaran yang menonjol dan dapat disertai dengan eksudat keras

berbentuk macular star. Penglihatan mungkin terganggu dan bias makin

24

Page 25: Scriber Skenario 4

memburuk bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat.Sebaliknya pada pasien

usia lanjut yang arteriosklerotik tidak dapat berespons seperti pada pasien muda,

dan pembuluh-pembuluh darah mereka terlindung oleh arteriosklerosis. Karena

itu pasien lansia jarang meemperlihatkan gambaran retinopati hipertensif yang

jelas. 

Tatalaksana

1. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding

arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun

terhadap pembuluh darah retina.

2. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan.

3. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar

berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh

harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan

darah.

4. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan

olahraga yang teratur.

5. Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien

hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan

dalam gambar dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan

hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ

yang lain. 

- Terapi kausa ( hipertensi)

Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri

retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap

pembuluh darah retina.

Prinsip penatalaksanaan menurunkan tekanan darah untuk meminimalkan kerusakan

target organ. Hindari penurunan terlalu tajam (dapat menyebabkan iskemia).

Dapat memperlambat perubahan pada retina, tapi penyempitan arteriol dan

crossing arteri-vena sudah menjadi permanen.

25

Page 26: Scriber Skenario 4

-   Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk

menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal

seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi

sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi

alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga

yang teratur. (Ghozi, M. 2002) 

2) Retinopati Diabetikum

Definisi

Kelainan pada retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus

Epidemiologi

Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada usia

produktif di negara barat (20 – 65 tahun)

Di Amerika Serikat, sekitar 5000 orang terkena retinopati diabetis dan sebabkan

kebutaan

Patogenesis

Adanya penumpukan glukosa dalam darah menyebabkan terjadinya perubahan

glukosa menjadi sorbitol, hal ini menyebabkan penumpukan sorbitol pada pembuluh

retina, dan sebabkan perubahan osmotik dan permeabilitas membran pembuluh darah

sehingga terjadi peristiwa mikroaneurisma yaitu penonjolan dinding kapiler,

penonjolan ini bisa menyebabkan rembesan darah dalam bentuk bercak bercak dan

infiltrasi lipid ke dalam retina dan membentuk hard exudat sebabkan iskemia retina,

proses selanjutnya terjadi neovaskularisasi baru pada retina dan sebabkan edema pada

makula lutea, sehingga cahaya yang masuk tidak dapat difokuskan kedalam makula

lutea dan terjadilah penurunan ketajaman.

Klasifikasi

a. Retinopathy Non-proliferatif

Merupakan suatu mikroangiopati progresif kerusakan dan sumbatan

pembuluh-pembuluh darah kecil.

Kelainan awal : penebalan membran basal endotel dan berkurangnya jumlah

perisit terbentuknya kantung mikroaneurisma.

26

Page 27: Scriber Skenario 4

b. Retinopathy Proliferatif

Neovaskularisasi yang terbentuk berproliferasi ke permukaan posterior vitreous

rapuh rusak perdarahan viterous penurunan penglihatan mendadak

Neovaskularisasi perubahan menjadi fibrosa fibrovaskular rapat traksi

vitreoretina ablasio retina

c. Advance diabetic eye diseased

Bentuk akhir dimana terjadi mikroaneurisma, perdarahan pada retina dan corpus

vitreum dan berakhir pada kebutaan.

Derajat keparahan

27

Page 28: Scriber Skenario 4

Penatalaksanaan

• Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun

sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema

makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.

• Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula

signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah

perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi

setiap 2-4 bulan.

• Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani

panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi

untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi

setiap 3-4 bulan pascatindakan.

(Kanski JJ, Bowling B.2011)

3) Retinopati Premature

Definisi

Suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi

prematur.

Etiologi

Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan

terhadap oksigen konsentrasi tinggi.

Patofisiologi

Vasokontriksi pada retina + hiperfusi + hipoksemia

Merangsang poliferasi PD baru ( neovaskular)

Perdarahan masuk ke badan kaca & retina

28

Page 29: Scriber Skenario 4

Poliferasi fibrosa, retraksi parut

Ablasi retina dan kebutaan

Manifestasi Klinis

Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :

Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari 1250 gr

Faktor risiko lainnya yang mungkin ( misalnya terapi oksigen, hipoksemia, hipercarbia,

dan penyakit penyerta lainnya)

Pemeriksaan Fisik.

ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang menggambarkan tingkat

keparahan penyakit.

Zona 1

Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus. Area ini

memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula dalam bentuk lingkaran.

ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur) dianggap kondisi

yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat.

Zona 2

ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului

dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya perburukan

dalam 1-2 minggu.

Tanda bahaya tersebut antara lain : (1) tampak vaskularisasi yang meningkat pada

ridge (percabangan vaskular meningkat. (2) Dilatasi vaskular yang meningkat. (3)

tampak tanda ‘hot dog’ pada ridge; merupakan penebalan vaskular pada ridge;

merupakan indikator prognosis yang buruk.

29

Page 30: Scriber Skenario 4

Zona 3

Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian

temporal.

Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini mengalami

vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap beberapa minggu.

ROP diklasifikasikan menjadi :

Derajat 1   : pertumbuhan pembuluh darah abnormal ringan

Derajat 2   : pertumbuhan pembuluh darah abnormal sedang

Derajat 3   : pertumbuhan pembuluh darah abnormal berat

30

Page 31: Scriber Skenario 4

Derajat 4   : pertumbuhan pembuluh darah abnormal berat ditambah robekan lapisan

retina sebagian.

Derajat 5   : robekan retina total

Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis

terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Terapi –terapi lainnya yang pernah

dicoba dapat berupa mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-

3-polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang

berkembang.

31

Page 32: Scriber Skenario 4

Terapi Bedah

Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan .Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi

atau terapi laser untuk menghancurkan area retina yang avaskular. Biasanya dilakukan pada usia

gestasi 37-40 minggu

Krioterapi

Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat

stress prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur

ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler, hematom

konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia.

Terapi Bedah Laser

Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama

dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data

mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan

dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser lebih mudah dilakukan

dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.

Komplikasi

Myopia, strabismus, anisometropia dan amblyopia berkaitan dengan kondisi ROP akut.

Menyebabkan peningkatan risiko ablasi retina. (Ilyas, Sidarta.2010.)

4) Katarak Diabetikum

32

Page 33: Scriber Skenario 4

Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, atau akibat denaturasi protein lensa, biasanya kekeruhan mengenai

kedua mata dan berjalan progesif ataupun mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Umumnya terjadi pada usia lanjut, kelainan kongenital, kelainan sistemik atau metabolik yang

dapat menimbulkan katarak adalah galaktosemi, distrofi miotonik dan DM.

Katarak diabetik adalah katarak yang terjadi akibat adanya penyakit DM

Katarak diabetik merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan yang utama pada pasien

diabetes melitus selain retinopati diabetik. Katarak pada pasien DM dapat terbagi dalam 3 bentuk

:

1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata pada lensa akan terlihat

kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa mengkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi

kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang jika rehidrasi dan kadar glukosa normal kembali.

2. Pasien diabetes juvenil dan tua yg tidak terkontrol, di mana terjadi katarak serentak pada

kedua mata dalam 48jam, bentuknya dapat snow flake atau berbentuk piring subkapsular.

3. Katarak pada pasien diabetes dewasa di mana gambaran secara histologik dan biokimia

sama dengan katarak nondiabetik.

33

Page 34: Scriber Skenario 4

Pada saat keadaan hiperglikemi terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di

dalam lensa. Pada diabetes melitus terjadi akumulasi sorbitol pada lensa yang akan

meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan cairan bertambah dalam lensa.

Sedangkan denaturasi protein terjadi karena stres oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi

protein lensa (kristalin). 

(vaugan,2010)

5. Mampu menjelaskan cara penegakan diagnosis dini retinopati diabetikum.

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui:

a. Pemeriksaan funduskopi direk

b. Pemeriksaan funduskopi indirek.

Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode

diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO)

adalah fundus photography.

Keunggulan pemeriksaan tersebut:

- Interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di

pelayanan kesehatan primer.

- Mudah dilaksanakan

- Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment

Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) yang tampak pada Tabel.

- Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan

penapis.

- Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif

derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan

mata lengkap oleh dokter spesialis mata

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari :

a. pemeriksaan visus

b. tekanan bola mata

c. slit-lamp biomicroscopy

34

Page 35: Scriber Skenario 4

d. gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian

midriatikum sebelum pemeriksaan.

Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan

ocular ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit

terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap

terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya

terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraks(Artikel Pengembangan

Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. 2011)

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa

rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM.

Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe

I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu

lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.

Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter

spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.

Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin

setiap tahun oleh dokter spesialis mata.

Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil

pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan

tanda retinopati progresif.

Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak

trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko

terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima

penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena

penyakit diabetes mellitus.

Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan

angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan

pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras,

35

Page 36: Scriber Skenario 4

abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai

penyebab perubahan-perubahan tersebut.(Daniel W. Foster. 2000)

36

Page 37: Scriber Skenario 4

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari skenario ini adalah pak Sony kemungkinan

mengalami retinopati yang disebabkan oleh penyakit lainnya yaitu Diabetes Mellitus. Dimana

dalam skenario sudah dijelaskan bahwa pak Sony mengalami 3P (poliuri, polifagi, polidipsi)

yang merupakan tanda khas dari penyakit diabetes mellitus. Diabetes ini menimbulkan

komplikasi salahsatunya mikroangiopati atau kerusakan pada pembuluh darah perifer. Mata pak

sony yang mengalami penurunan ketajaman disebabkan karena adanya penumpukan sorbitol

pada arteri mata yang menyebabkan retinopati, begitu juga dengan keluhan kesemutan yang

dirasakan pak Sony disebabkan karena terhambatnya aliran darah yang menuju ke perifer tubuh.

37

Page 38: Scriber Skenario 4

SARAN

Hambatan

1. Mahasiswa kurang termotivasi dalam mencari informasi sehingga referensi yang didapat pun

tidak bervariasi.

2. Mahasiswa kurang aktif dalam menyampaikan informasi sehingga walaupun sudah mencari

dengan sumber yang valid belum bisa mengungkapkan.

Harapan

1. Mahasiswa harus meningkatkan motivasinya dalam mencari informasi yang lebih banyak.

2. Mahasiswa harus aktif dalam menyampaikan pemikiran yang akan didiskusikan.

38

Page 39: Scriber Skenario 4

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. 2011.Retinopati

Diabetik.Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta

Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5,

EGC. Hal. 2212.

 Ghozi, M. 2002 Handbook of Ophthalmology A Guide to Medical Examination. Yogyakarta: GTA

Press.

Giancoli, D.C. (Ed.). (2001). Fisika Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Ilyas, Sidarta.2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC

Kanski JJ, Bowling B.2011.Clinical Ophthalmology: A Systemic Approach [ebook]. 7th ed. USA:

Saunders Elsevier

Riordan-Eva P & Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 17th edition. New

York: McGraw-Hill, 2007.

Sandhya, N, Approach to a Case of Transient Visual Loss, 2010

Sidarta I. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta

Sylvia, Price.2009.Patofisiologi Konsep Konsep Klinis.Jakarta:EGC

Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In: Ocular

Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-35.

.     

39

Page 40: Scriber Skenario 4

40