skenario 1 urin pdf
DESCRIPTION
ggTRANSCRIPT
M.FADLI ILHAM AKBARI
1102013159
LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI GINJAL
LO 1.1 Makroskopik
1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi
peritoneum pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua
costa terakhir (11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus
lumborum dan psoas major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat
sekitar 130 gram.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11
atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-
kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra
L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia
renalis. Fascia renalis dibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior.
Kearah kiri dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang
diisi oleh lemak yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang
langsung membungkus ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-
lemak disebut capsula adipose.
Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada
A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal
terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan
kiri berbentuk bulan sabit.
Perdarahan Ginjal
a. Medulla : dari Aorta abdominalis bercabang A.renalis sinistra dan dekstra setinggi VL 1,
masuk melalui hilum renalis menjadi A.segmentalis (A.lobaris) lanjut menjadi A.
interlobaris terus A.arquata lanjut lagi menjadi A.interlobularis terus A.afferen dan
selanjutnya masuk ke bagian korteks renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman),
disini terjadi filtrasi darah.
b. Korteks : A.efferen berhubungan dengan V.interlobularis bermuara ke V.arcuata
bermuara ke V.interlobaris bermuara ke V.lobaris (V.segmentalis) bermuara ke V.renalis
sinistra dan dekstra dan selanjutnya bermuara ke V.cava inferior dan berakhir ke atrium
dekstra.
c. Ren Dextra
Anterior Posterior
Flexura coli dextra
Colon ascendens
Duodenum (II)
Hepar (lob. dextra)
Mesocolon transversum
M. psoas dextra
M. quadratus lumborum dextra
M. transversus abdominis dextra
N. subcostalis (VT XII) dextra
N. ileohypogastricus dextra
N. ileoinguinalis (VL I) dextra
Costae XII dextra
Ren Sinistra
Anterior Posterior
Flexura coli sinistra
Colon descendens
Pancreas
Pangkal mesocolon transversum
Lien
Gaster
M. psoas sinistra
M. quadratus lumborum sinistra
M. transversus abdominis sinistra
N. subcostalis (VT XII) sinistra
N. ileohypogastricus sinistra
N. ileoinguinalis (VL I) sinistra
Pertengahan costae XI & XII
sinistra
Persarafan Ginjal
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.
2. Ureter
Ureter adalah tabung/saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria. Merupakan
lanjutan dari pelvis renalis, menuju distal dan bermuara pada vesica urinaria. Memiliki
panjang sekitar 25-30 cm. ureter terbagi atas dua bagian yaitu Pars abdominalis (pada
cavum abdominalis) dan Pars pelvica (pada rongga panggul). Batas keduanya diambil suatu
bidang yang disebut aditus pelvis.
Pada pria ureter menyilang superficial di dekat ujungnya di dekat ductus defferen, sedangkan
pada wanita ureter lewat diatas fornix lateral vagina namun di bawah ligamentum cardinal
dan A.uterina.
Perdarahan Ureter
Ureter atas mendapat perdarahan dari A.renalis sedangkan ureter bawah mendapat
perdarahan dari A.vesicalis inferior.
Persarafan Ureter
Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11 – L2 melalui neuron-neuron
simpatis.
3. Vesica Urinaria
Disebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada
bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis).
Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian, yaitu :
a. Apex vesicale, dihubungkan ke cranial oleh urachus sampai ke umbilicus membentuk
ligamentum vesico umbilicale mediale.
b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus.
c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis.
d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai uretra dengan ostium uretra internum.
Lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica ureterica yang
menonjol. Ketika VU ini kosong maka plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal
melalui ureter, sedangkan ketika VU penuh maka plica ini akan tertutup karena terdorong
oleh urin sehingga urin tidak akan naik ke atas ureter.
Membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk lipatan yang sebagian
menghubungkan kedua ureter membentuk plica interureterica. Bila dihubungkan dengan
ostium uretra internum maka akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae
(litaudi). Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut
m.Destrusor vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae.
Perdarahan Vesica Urinaria
Berasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna,
sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk
plexus dan akan bermuara ke V.iliaca interna
Persarafan Vesica Urinaria
VU dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :
a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2
b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S2,3,4 melalui N.splancnicus dan
plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria.
4.Uretra
Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter,
vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih
panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul.
Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.
Uretra pria dibagi atas :
a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.
b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.
c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa
intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa
naviculare uretra).
LO 1.2 Mikroskopis Ginjal
Ginjal tersusun dari unit individual yang disebut tubulus uriniferus, tubulus uriniferus terdiri
dari 2 bagian, yaitu nefron dan duktus koligens. Pangkal nefron berupa kantung buntu yang
disebut kapsula bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding 2 lapis. Bagian luar yaitu
pars parietalis dibentuk oleh epitel selapis gepeng dan pars viseralis yang dibentuk oleh sel
besar yang mempunyai banyak pedikel yaitu podosit.
Dalam masuk gulungan kapiler yang disebut glomerulus. Kapsula bowman bersama
glomerulus disebut korpus malpighi yang fungsi utamanya adalah filtrasi. Corpus renalis
terdiri atas berkas kapiler-kapiler glomerulus, dikelilingi oleh epitel berdinding ganda yang
disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam dari kapsula Bowman disebut lapisan visceral,
bagian luar disebut lapisan parietal,dan di antara kedua ruangan tersebut terdapat ruang
urinarius
Tiap korpuskel ginjal memiliki kutub vascular (polus vascularis),yakni tempat masuknya
arteriol afferent dan keluarnya arteriol efferent,sedangkan daerah persambungan antara
kapsula Bowman dengan tubulus proximal disebut polus urinarius. Kapsula Bowman pars
parietalis terdiri atas epitel selapis gepeng yang terletak di atas lamina basalis, sedangkan
kapsula Bowman pars visceralis dilapisi oleh sel-sel podosit. Sel podosit merupakan epitel
bercabang yang berbentuk pedikel dan berfungsi sebagai penyaring. Sel podosit bersama
dengan endotel kapiler berfungsi sebagai glomerular filtration barrier. Pada kutub
urinarius,epitelnya berubah menjadi epitel selapis kuboid/silindris rendah.
Apparatus Jugsta Glomerularis
Apparatus jugsta glomerularis berfungsi mengatur sekresi renin dan terletak di polus vascularis.
Apparatus jugsta glomerularis terdiri dari:
a) Macula Densa
Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferent dan vas efferent dan
menempel ke renal corpuscle
Sel dinding tubulus distal pada sisi yg menempel pada renal corpuscle,menjadi lebih tinggi
dan tersusun rapat
b) Sel Jugsta Glomerularis
Merupakan perubahan sel otot polos tunika media dinding arteriol afferen menjadi sel sekretorik
besar bergranula. Granula sel ini berisikan rennin
u
c) Sel Polkissen/Lacis/Mesangial Extra Glomerularis
Terdapat diantara makula densa, vas afferen dan vas efferen
Bentuk gepeng, panjang, banyak prosesus sitoplasma halus dg jalinan mesangial.
Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis
Hasil filtrasi darah tersebut disebut ultra filtrat kemudian di alirkan kedalam sistem tubulus.
Terbagi atas tiga bagian yaitu:
Tubulus Kontortus Proksimal :
• Dinding dibentuk oleh epitel selapis kubis
• Batas-batas sel tidak jelas
• Inti bulat, letak berjauhan
• Sitoplasma asidofil (merah)
• Mempunyai mikro vili pada permukaan sel
• Diameter kurang lebih 65 mm
• Microvili sel dinding tubulus proximal memberikan gambaran “brush border”
• Memperluas permukaan absorbsi
• Fungsi: reabsorbsi 75% ion dan air dari filtrat glomerulus.
Tubulus Kontortus Distal :
• Epitel selapis kubis
• Batas-batas sel lebih jelas
• Inti bulat, letak agak berdekatan
• Sitoplasma basofil (biru)
• Tidak mempunyai brush border
Reasorpsi ion Na dan sekresi K untuk pengaturan asam basa.
Ansa Henle segmen tebal pars desendens :
• Mirip tubulus proksimal, tetapi diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis
• Selalu terpotong dalam berbagai bidang potongan
• Didaerah medula, disekitarnya tidak terlihat glomerulus
Ansa Henle segmen tipis :
– Diameter 12µ
– Dinding berupa epitel selapis gepeng
– Tersusun oleh 2 sampai 5 sel
– Mirip pembuluh kapiler darah, epitelnya lebih tebal, shg sitoplasma lebih jelas
terlihat
– Didalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah
– Untuk pemekatan urin
Ansa Henle segmen tebal pars asendens :
• Mirip tubulus kontortus distal, diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis
• Reabsorpsi Na, pemekatan urin terakhir
Duktus Koligens :
• Saluran besar, 40 - 200µ
• Kelanjutan tubulus distal
• Dinding dibentuk oleh sel kubis sampai torak rendah, jernih, hampir tidak mengambil
zat warna (clear cells)
• Permukaan sel menonjol ke lumen
LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi ginjal
LO.2.1.FUNGSI GINJAL
a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium,
kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan
ekskresinya melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion
hidrogen (H+), bikarbonat (HCO3
-), dan amonium (NH4
+) serta memproduksi urin asam
atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi
pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen
penting dalam mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan
tekanan darah dan retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah.
Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas
konsentrasi nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-
obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
Keseimbangan Asam Basa (pada gagal ginjal, dehidrasi, dll)
1) Sistem Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion asam
nonvolatil dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan asam-basa dengan sekresi
dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pengaturan oleh ginjal ini
berperan tiga sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan
amonia. Ion hidrogen, CO2 dan NH3 dieksresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi
yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut,
asam karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
2) Regenerasi Bikarbonat
Bikarbonat dipertahankan dengan cara reabsorbsi di tubulus proksimal agar konsentrasi ion
bikarbonat di tubulus sama dengan di plasma. Pembentukan HCO3- baru, merupakan hasil
eksresi H+ dengan buffer urin dan dari produksi dan eksresi NH4
+. Bikarbonat dengan ion
hidrogen membentuk asam karbonat. Asam karbonat kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan
air. Reaksi ini dipercepat oleh enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat.
Asam karbonat berdisosiasi menjadi ion bikkarbonat dan hidrogen. Bikarbonat kembali ke
aliran darah dan ion H+ kembali ke cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium.
Dengan cara ini bikarbonat di reabsorpsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal dapat
mengembalikan bikarbonat ke dalam darah atau membiarkannnya keluar melalui urin.
3) Sekresi Ion Hidrogen
Ginjal mengekresikan ion H+ dari tubulus proksimal dan distal sangat sedikit, hanya sekitar
0,025 mmol/L (pH 4,6) atau 0,1 meq/L pada pH urin 4,0. Kemampuan pengaturan (eliminasi)
ion H+ dalam keadaan normal sangat tergantung pada pH cairan yang berada di tubulus ginjal
(normal berada pada rerata 4,0 – 4,5). Proses eliminasi ini berlangsung di tubulus proksimal
dan distal serta pada duktus koligentes. Normalnya berkisar 100mEq ion H+ per hari, dan ini
setara dengan ion H+
yang diabsorpsi di usus. Ion H+ disekresikan melalui pertukaran dengan
ion Na+ dengan bantuan energi yang berasal dari pompa Na-K-ATPase yang berfungsi
memperthankan konsentrasi ion Na+. Ginjal mampu mengeluarkan ion H
+ melalui pompa
proton (H-K-ATPase dan H-ATP-ase) sampai pH urin turun menjadi 4,5.
4) Produksi dan Eksresi NH4+
Amonia dibuat di sel tubulus ginjal dari asam amino glutamin dengan bantuan enzim
glutaminase. Enzim ini berfungsi optimal pada pH rendah. Amonia bergabung dengan ion H+
membentuk ion amonium yang tidak kembali ke sel tubulus dan keluar melalui urin
bersamaan dengan ion H+. Produksi dan eksresi NH4
+ diatur ginjal sebagai respons perubahan
keseimbangan asam basa. Anion asam nonvolatil kembali ke dalam darah.
LO.2.2 PEMBENTUKAN URIN
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur komposisi
cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi
tubulus.
a. Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerulus, dalam
gradien tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman.
Filtrasi ini dibantu oleh faktor berikut:
Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibanding kapiler lain dalam tubuh
sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.
Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibanding tekanan darah dalam
kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibanding diameter arteriol aferen.
b. Reabsorpsi tubulus
Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui
difusi pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut, atau
difusi terfasilitasi. Sekitar 85% NaCl dan air serta semua glukosa dan asam amino pada
filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proximal, walaupun reabsorpsi
berlangsung pada semua bagian nefron.
c. Sekresi tubulus
Mekanisme sekresi tubulus adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar dari darah
dalam kapiler peritubulus melewati sel-sel tubulus menuju cairan tubulus untuk
dikeluarkan dalam urin.
▼Tabel 2-1. Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal
nefron
Tubulus Kontortus Proximal
Reabsorpsi Sekresi
67% Na+ yang difiltrasi secara aktif
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara pasif
Semua glukosa dan asam amino yang
difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif
sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang difiltrasi
direabsorpsi dalam jumlah yang bervariasi;
65% H2O yang difiltrasi secara osmosis
direabsorpsi
Semua K+ yang difiltrasi direabsorpsi
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
asam-basa tubuh
Sekresi ion organik
Tubulus Kontortus Distal
Reabsorpsi Sekresi
Rebasorpsi Na+ bervariasi, dikontrol oleh
aldosteron; Cl- mengikuti secara pasif
Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh
vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
asam-basa tubuh
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh
aldosteron
Duktus Koligen
Reabsorpsi Sekresi
Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh
vasopresin
Sekresi H+ bervariasi, bergantung pada status
asam-basa tubuh
LI.3. Pemeriksaan Fungsi Ginjal secara umum
Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan
mengikuti perjalanan klinik.
Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam
melaksanakan fungsi ekskresinya.
Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan:
BUN
Kreatinin
Kreatinin Klirens
Blood Urea Nitrogen (BUN)
Urea merupakan produk buangan, merupakan degradasi asam amino menjadi CO2
dan amonia.
Makna pemeriksaan BUN
a. Menggambarkan produksi dan clearance
b. BUN Meningkat disebabkan produksi meningkat atau ekskresi menurun
2 metode yang umum digunakan dalam menentukan kadar urea darah
a. metode enzimatis
b. metode kolorimetri
Nilai normal : 6 – 20 mg/dL
Kreatinin
Kreatin disintesis di hati, pankreas dan ginjal dari asam amino : arginin, glisin,
metionin.
Kreatinin adalah produk buangan dari kreatin.
Sebagai produk buangan kreatinin masuk keperedaran darah untuk di ekskresikan
melalui urin.
Dapat dilakukan dengan 2 metode :
1. metode kimia
2. metode enzimatis
Kreatinin Klirens
Kreatinin klirens diukur untuk mengestimasi kecepatan filtrasi glomerulus (GFR).
Asumsi :
a. Kreatinin difiltrasi di glomerulus
b. Jumlah kreatinin yang direabsorbsi relatif sedikit.
c. Produksi kreatinin konstan sepanjang waktu.
Nilai normal :
a. Pria : 95 – 130 mL/min
b. Wanita : 80 – 120 mL/min
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik
LO.4.1. DEFINISI
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema.
LI.4.2. ETIOLOGI
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau toksin
dan akibat penyakit sistemik seperti yang tercantum pada tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik: Glomerulonefritis Primer:
- GN lesi minimal (GNLM)
- Glomerulosklerosis fokal (GSF)
- GN Membranosa (GNMN)
- GN Membranoploriferatif (GNMP)
- GN Proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat :
1. Infeksi :
- HIV, hepatitis virus B dan C
- Sifilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
2. Keganasan :
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, dan
karsinoma ginjal.
3. Penyakit jaringan penghubung
Lupus Eritematosus Sistemik, Artritia Reumatoid, MCTD (mixed connective tissue
disease)
4. Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa,
kaptpril, heroin.
5. Lain-lain :
Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks
vesikoureter, atau sengatan lebah.
Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering.
Dalam kelompok GN primer, terbagi atas:
1. GN lesi minimal (GNLM) sering pada anak – anak
2. Glomerulosklerosis fokal (GSF),
3. GN membranosa (GNMN) sering pada orang dewasa
4. GN membranoproliferatif (GNMP).
Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada :
1. GN pasca infeksi Streptokokus atau infeksi virus hepatitis virus B, akibat obat
misalnya obat anti inflamasi non steroid atau preparat emas organic, dan akibat
2. penyakit sistemik misalnya pada lupus eritematosus sistemik dan diabetes mellitus.
LO.4.3. EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada
anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien
dibawah umur 6 tahun. Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
Pada penelitian di Jakarta, ditemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang diadopsi,
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah umur 18 tahun diperkirakan 2-
7 kasus per 100.000 anak per tahun. Dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun.
Hampir 50% penderita mulai sakit pada usia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum
berusia 10 tahun.
LO.4.4.KLASIFIKASI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
LO.4.5. PATOGENESIS
Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa
SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi
antigen dan antibody yang larut (“soluble”) dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan
bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel
kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut
HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg
terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat
dijumpai dalam urine.3
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga
mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting
pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus
terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan
sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg
terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
keluar bersama urine.3
LO.4.6.PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang
hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan
turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma
ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50
mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++.
Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai
sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang
diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara
mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.
ISP = Clearance IgG
Clearance Transferin
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila
ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik
menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap
kortikosteroid.3,5
HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang
lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan
hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250
mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen
lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density
Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL.
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-
banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat
VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase.
Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan
tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase
ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh
produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul
sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini
dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin
plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua
penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom
nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin
plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill.
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer
dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema
terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill
ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik
dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada
waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula
nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca
sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah
< 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak
dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas
dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa
gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan
kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya
:
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat
bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan
biopsi ginjal.
LO.4.7. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak
pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara
lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema
mukosa usus.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-
steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis.
Hipertensi
Diare
Pucat
Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau
> 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-
3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
LO.4.8.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.
Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada
sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen
C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah
yang meningkat.
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau
pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi
tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.
DIAGNOSIS BANDING
1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.
LO.4.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan
pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan diberi terapi, da obat-
obatan yang menjadi penyebabnya disingkirkan.
a). Diuretik
Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton) digunakan untuk mengobati edema dan hipertensi. Penurunan berat badan
tidak boleh melebihi 0,5 kg/hari.
b). Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Diet
rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman,
dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan
menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada
pasien yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan
asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D
dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin ini.
c) Terapi antikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan dengan heparin
harus dimulai. JUmlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial
(PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III.
Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
d) Terapi Obat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu prednisone 1 –
1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5
mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang
sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan penderita
memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu
kemudian tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani
sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati
membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang
menyebabkan dilatasi. Ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh yang
berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan
lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3*12,5 mg), kalsium antagonis
(Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi angiotensin
(angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat
menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam
menurunkan proteinuria.
LO.4.10. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi
di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
LO.4.11. PENCEGAHAN
Pencegahan
Primer : Tidak ada yang dapat mencegah sindrom nefrotik karena sindrom
nefrotik merupakan salah satu penyakit autoimun.
Sekunder : Minum obat teratur
Tersier : Hemodialisis jika sudah terjadi gagal ginjal atau transplantasi ginjal
LO.4.12.PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena
sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
DAFTAR PUSTAKA :
Achmad sofwan. 2015. Apparatus urogenitalis.Jakarta: FK YARSI
Sudoyo, Aru W. 2009.Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID V, EDISI II Jakarta :
Interna Publishing.
Dorland, W.A Newman. 2010.Kamus Kedokteran Dorland Ed.31. Jakarta : EGC
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus, , EGC, Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC