skenario urin

60
TIDAK BISA BUANG AIR KECIL Kelompok : B 17 Ketua : Muhammad Andila 1102011172 Sekretaris : Tania Azhari 1102011275 Anggota : Mochamad Reza Ikhwanudin 1102010168 Yogie Nahara Saputra 1102010297 Zahra Astriantani Sulih 1102010307 Maulidya Annisa Sabilla 1102011156 Nurzanah C Primadani 1102011203 Ruri Gustiyanti 1102011248

Upload: cubillahh

Post on 09-Nov-2015

253 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

urin yarsi skenario

TRANSCRIPT

TIDAK BISA BUANG AIR KECIL

Kelompok: B 17

Ketua

: Muhammad Andila

1102011172

Sekretaris: Tania Azhari

1102011275

Anggota: Mochamad Reza Ikhwanudin

1102010168 Yogie Nahara Saputra

1102010297 Zahra Astriantani Sulih

1102010307

Maulidya Annisa Sabilla

1102011156

Nurzanah C Primadani

1102011203

Ruri Gustiyanti

1102011248

Salsa Fadhzillah Zamiah

1102011253

UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN PELAJARAN 2012-2013SKENARIOTIDAK BISA BUANG AIR KECIL

Laki-laki, 56 tahun dating berobat ke poliklinik bedah dengan keluhan tidak bias buang air kecil sejak 1 hari yang lalu, meskipun rasa ingin kencing ada. Sebelumnya riwayat LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome) seperti hesistensi, nokturia, urgensi, frekuensi, terminal dribbling sering dirasakan sebelumnya. IPSS (International Prostate Symptom Score) > 30 dan skor kualitas hidup (QoL) > 5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan region supra pubik bulging dan pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat membesar. Oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dipasang kateter urin dan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.

SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan menjelaskan anatomi prostat

LO1.1 Makroskopis Prostat

LO1.2 Mikroskopis Prostat

LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi prostat

LO2.1 Fungsi prostat

LO2.2 Mekanisme kerja prostatLI.3 Memahami dan menjelaskan Benign Prostat HiperplasiaLO3.1 Definisi Benign Prostat HiperplasiaLO3.2 Etiologi Benign Prostat HiperplasiaLO3.3 Epidemiologi Benign Prostat HiperplasiaLO3.4 Klasifikasi Benign Prostat HiperplasiaLO3.5 Patofisiologi Benign Prostat HiperplasiaLO3.6 Patogenesis Benign Prostat HiperplasiaLO3.7 Manifestasi Klinis Benign Prostat HiperplasiaLO3.8 Diagnosis dan diagnosis banding Benign Prostat HiperplasiaLO3.9 Penatalaksanaan Benign Prostat HiperplasiaLO3.10 Komplikasi Benign Prostat HiperplasiaLO3.11 Prognosis Benign Prostat HiperplasiaLO3.12 Pencegahan Benign Prostat HiperplasiaLI.4 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam tentang pemeriksaan colok duburSASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan menjelaskan anatomi prostat

LO1.1 Makroskopis Prostat

Prostat merupakan bagian sistem reprosuksi pria yang mengelilingi uretra. kelenjarnya berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.

Gambar 1.1.1 prostat

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus, yaitu :

Lobus medius

Lobus lateralis (2 lobus)

Lobus anterior

Lobus posterior

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul Anatomis

Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat.

2. Jaringan StromaTerdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.

3. Jaringan Kelenjar

Terbagi atas 3 kelompok bagian:

a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone.

c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian terkecil. Bagian ini sering membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. Kapsul anatomis

2. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul

3. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. (Anonim, 1997)

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:

1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar periurethral.

2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).

(A.T.K. Cockett dan K. Koshiba, 1979; Snell, 1992)

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. (A.T.K. Cockett dan K. Koshiba, 1979; Snell, 1992)

Persarafan

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis. (Snell, 1992)

LO1.2 Mikroskopis Prostat

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:

1. Zona Anterior atau VentralSesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona PeriferSesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.

3. Zona Sentralis.Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

4. Zona Transisional.Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar PeriuretraBagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat di tengah, bulat, dan kecilPROSTATE GLAND

Gambar 1.2.1. Keterangan:

Diwarnai dengan hematoksilin dan eosin1 - utama kelenjar prostat2 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat3 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat4 - kapsul FIBRO-elastis5 - prostat bagian dari uretraPada kelenjar prostat, asini sekretorisnya merupakan bagian kelenjar tubuloasinar dengan banyak cabang kecil yang tidak teratur; ukuran asini ini bermacam-macam. Asini yang lebih besar memiliki lumen lebar yang tidak teratur dan epitel yang bervariasi. Kelenjar itu terbenam didalam stroma fibromuskular khas dengan berkas otot polos, serat-serat kolagen dan elastin yang terorientasi di berbagai arah. Meskipun epitel kelenjar umumnya selapis atau bertingkat atau bertingkat silindris dan sel-selnya pucat dibagian distal, namun dapat sangat bervariasi. Pada daerah tertentu, epitel ini dapat berbentuk gepeng atau kuboid tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.

PROSTATE GLAND

Gambar 1.2.2. Keterangan :

epitel transisi dari bagian prostat dari uretraDiwarnai dengan hematoksilin dan eosin1 - epitel transisi2 - tunika propria dari mukosa prostat bagian dari uretra(Eroschenko,2003)

LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi prostat

LO2.1 Fungsi prostat

Sebuah kantung kulit yang menggantung dibawah penis. Tugasnya adalah menyanggah dan melindungi testis. Karena menggantung diluar tubuh, Skrotum juga membuat suhu testis lebih rendah dari suhu tubuh. Kondisi ini menguntungkan karena testis dapat membuat sperma pada kondisi terbaik dalam menjalankan fungsinya, skrotum dapat merubah ukuranya. Bila suhu udara dingin, skrotum akan mengerut dan menyebabkan testis lebih dekat dengan tubuh dan dengan demikian lebih hangat sebaliknya pada cuaca panas, skrotum akan membesar dan mengendur akibatnya luas permukaan skrotum meningkat dan panas dapat di keluarkan.

LO2.2 Mekanisme kerja prostat

Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, dan ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisis. Selama pengisian, sampai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Sekret vagina juga bersifat asam (ph 3.5 4). Sperma tidak dapat bergerak optumal sampai pH sekitarnya meningkat kira kira 6 6.5. sehingga merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan moyilitas dan fertilisasi sperma.

Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang masa kanak kanak dan mulai tumbuh pada masa pubertas di bawah rangsangan testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran hampir tetap pada usia 20 tahun dan tetap dalam ukuran itu sampai pada usia kira kira 50 tahun. Pada waktu tersebut, beberaoa orua kelenjarnya mulai berinvolusi, bersamaan dengan oenurunan pembentukan testosteron oleh testis. Sekali kelenjar prostat terjadi, sel sel karsinogen biasanya dirangsang untuk tumbuh lebih cepat oleh testosteron, dan diambat dengan pengangkatan testis, sehingga testosteron tidak dapat dibentuk lagi.

LI.3 Memahami dan menjelaskan Benign Prostat Hiperplasia

LO3.1 Definisi Benign Prostat HiperplasiaBenign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.

Benign Prostatic Hyperplasia adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang arah ke perifer dan menjadi simpai bedah. Merupakan proliferasi elemen epitel dan stroma, yang menyebabkan kelenjar membesar dan pada sebagian kasar, obstruksi aliran kemih.

LO3.2 Etiologi Benign Prostat Hiperplasia

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah:1. Teori Hormonal

Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu basic transforming growth factor, transforming growth factor F1, transforming growth factor F2, dan epidermal growth factor.3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

( De Jong. 2004)

LO3.3 Epidemiologi Benign Prostat Hiperplasia

Merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya berhubungan dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas.Beberapa penelitian menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia51-60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun.

LO3.4 Klasifikasi Benign Prostat Hiperplasia

Menurut Rumahorbo (2000 : 71), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu sebagai berikut :

a. Derajat Rektal

Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35 gram.

Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut :

1). Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm

2). Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm

3). Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm

4). Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm

5). Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm

Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang dengan rectal toucher tidak teraba menonjol tetapi telah ada gejala, hal ini dapat terjadi bila bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus lateralis. Pada derajat ini klien mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine lemah, harus mengedan saat BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine.

b. Derajat Klinik

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut :

1). Normal sisa urine adalah nol

2). Derajat I sisa urine 0-50 ml

3). Derajat II sisa urine 50-100 ml

4). Derajat III sisa urine 100-150 ml

5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali.

Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.

c. Derajat Intra Vesikal

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.

d. Derajat Intra Uretral

Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensio urine total.

LO3.5 Patofisiologi Benign Prostat Hiperplasia

Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa. Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal ini mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil.

BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan perbesaran ini bersifat lunak dan tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun komplit.

LO3.6 Patogenesis Benign Prostat Hiperplasia

Patogenesis BPH disebabkan oleh faktor statik dan faktor dinamik. Faktor statik berhubungan dengan pembesaran anatomis kelenjar prostat yang akan menyebabkan penyumbatan fisik pada leher kandung kemih sehingga nantinya akan menyumbat aliran urin. Pembesaran kelenjar prostat ini tergantung dari stimulasi androgen pada jaringan epitel dan stromal yang terdapat pada kelenjar prostat. Testosterone adalah hormon androgen testicular utama pada pria sedangkan androstenedion adalah hormone androgen adrenal utama. Kedua hormon ini bertanggungjawab terhadap pembesaran penis dan skrotum, meningkatkan massa otot dan menjaga libido normal pria. Androgen ini akan diubah menjadi metabolit aktifnya yaitu dihydrotestosterone (DHT) yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat. Sedangkan faktor dinamik berhubungan dengan peningkatan tonus -adrenergik pada komponen stromal kelenjar prostat, leher kandung kemih dan uretra posterior yang akan menghasilkan kontraksi kelenjar prostat di sekeliling uretra dan mempersempit lumen uretra (Lee, 2008).

LO3.7 Manifestasi Klinis Benign Prostat Hiperplasia

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawahKeluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3-2. Gejala Obstruksi dan Iritasi

ObstruksiIritasi

Hesitansi

Pancaran miksi lemah

Intermitensi

Miksi tidak puas

Menetes setelah miksiFrekuensi

Nokturia

Urgensi

Disuria

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan LUTS, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom Score).

Sistem skoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0-5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7. Dari skor IPSS itu, dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam tiga derajat, yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot vesica urinaria mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria yang tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain golongan antikolinergik atau -adrenergik.

b. Keluhan pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi, antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam (yang merupakan tanda adanya infeksi atau urosepsis).

LO3.8 Diagnosis dan diagnosis banding Benign Prostat Hiperplasia

Anamnesis Riwayat pasien : keluhan yang dirasakan, riwayat penyakit lain, riwayat kesehatan secara umum, tingkat kebugaran

International Prostate Symptom Score (IPSS)

Merupakan 7 pertanyaan yang ditanyakan dokter kepada pasien sebagai alat screening untuk mendiagnosis BPH dan mengetahui tingkat keparahannya. Selain untuk mendiagnosis, IPSS digunakan untuk menentukan terapi untuk pasien. Setiap pertanyaan punya score 1-5, dimana pertanyaannya meliputi incomplete emptying, frequency, intermittency, urgensi, weak stream, straining, nokturia.Apabila total score 0-7 berarti mild condition, 8-19 moderate condition, 20-35 severe urinary problem.

Gambar 3-3. Skor internasional gejala prostatPemeriksaan

A. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

Adakah asimetris

Adakah nodul pada prostate

Apakah batas atas dapat diraba

Sulcus medianus prostate

Adakah krepitasi

Gambar 3.5.2. Colok dubur

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

B. Pemeriksaan laboratoriuma. Darah :

Ureum dan Kreatinin normal ( fungsi ginjal dan VU normal ( tidak ada urolithiasis, Ca atau hiperplasia prostat berat

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

merupakan suatu glikoprotein protease yang diproduksi dan disekresi oleh sel epitel prostat, yang merupakan tanda paling efektif untuk mengetahui adanya kanker prostat dan keadaanya meningkat pada BPH.peningkatan PSA juga sebagai dari akibat colok dubur (DRE = Digital Rectal Examination), pemasangan kateter, sistoskopi, biospsi jarum, ultrasonografi trasnrectal Transrectal Ultrasound), reseksi prostat transuretra (TURP, Transurethral Resection of the Prostate), bertambahnya umur dan retensi urin serta besarnya volume

Gula darah

b. Urin :

Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

C. Pemeriksaan pencitraan

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

b. Pielografi Intravena (IVP)

pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urinIVP memerlukan persiapan yaitu :

Malam sebeleum pemeriksaan diberi pencahar untuk membersihakan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal

Pasien tidak diberi cairan mulai dari jam 10 sebelum pemeriksaan ( untuk mendapatkan kondisi dehidrasi

Keesokan hari pasien diminta untuk berpuasa

Sebelum pasien disuntukian urografin 60 mg%, terlebih dahulu dilakukan penngujian subkutan atau intravena kontras (conray/ meglumineiothalamat 60%) jika pasien alergi terhadap kontras, maka IVP dibatalkan

Perbedaan IVP normal dan abnormal

Gambar 3.5.3.Rontgen IVP normal

Gambar 3.5.4 Foto rontgen IVP pada 5 menit

Gambar 3.5.5. Foto rontgen IVP pada 10 menit

Gambar 3.5.6.Foto rontgen IVP pada 20 menit

Gambar 3.5.7.Keuntungan dan kerugiaan IVP

Yang dapat mempengaruhi pemeriksaan IVP

Pasien yang tidak bisa diam

Masih terdapat fese, gas dalam kolon

Pasien belum lama melakukan tes enema barium tes untuk pemeriksaan kolon

c. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

deteksi pembesaran prostat mengukur volume residu urine. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.

D. Pemeriksaan lain

UroflowmetriUntuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh: daya kontraksi otot detrusor tekanan intravesica resistensi uretraAngka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

Gambar 3.5.8. laju pancaran urin

Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.

Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :

1) Rektal grading

Berdasarkan penonjolan p1rostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2) Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : < 50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3) Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4) Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm8Diagnosis Banding

A. Kelemahan Detrusor Kandung Kemih Kelainan medula spinalis Neuropatia diabetes mellitus Pasca bedah radikal di pelvis FarmakologikB. Kandung Kemih Neuropati, disebabkan oleh : Kelainan neurologik Neuropati perifer Diabetes mellitus Alkoholisme Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)C. Obstruksi Fungsional Dissinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter Ketidakstabilan detrusorD. Kekakuan Leher Kandung Kemih FibrosisE. Resistensi Urethra yang Meningkat, disebabkan oleh : Hiperplasia prostat jinak atau ganas Kelainan yang menyumbatkan uretra Uretralitiasis Uretritis akut atau kronik Striktur uretra Prostatitis akut atau kronis LO3.9 Penatalaksanaan Benign Prostat Hiperplasia

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin.

DerajatColok DuburSisa Volume Urin

IPenonjolan prostat, batas atas mudah diraba< 50 ml

IIPenonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai50- 100 ml

IIIBatas atas prostat tidak dapat diraba>100 ml

IVRetensi urin total

Tabel 3.6.1 derajat gejala klinik BPH

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate symptom score).

Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor

Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat

Benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :

1. Observasi (Watchful waiting)

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.

2. Medikamentosa

A. Penghambat adrenergik

Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan biasanya cepat teratasi.

Contoh obat yang dipakai:

Fenoksibenzamin (- bloker non selektif)

Farmokodinamik : karena sifat hambatan yang praktis irreversibel. Fenoksibenzamin dapat dianggap bekerja dengan cara mengurangi jumlah adrenoreseptor yang tersedia untuk dirangsang. Fenoksibenzamin memblok reseptor 1 maupun 2 pada otot polos arteriol dan vena sehingga menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi.

Farmakokinetik : absorpsi dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruhnya kurang dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sintesis reseptor .

Intoksikasi dan efek samping : yang utama adalah hipotensi ortostatik. Hambatan ejakulasi yang reversibel dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas deferens dan saluran ejakulasi.

Penggunaan terapi : sebagai kompensasi berkurangnya produksi testoteron, dibentuk lebih banyak enzim 5 reduktase yang mereduksi testoteron menjadi dihidrotestoteron (DHT) yang lebih aktif. Tetapi DHT merangsang pertumbuhan prostat. Obat ini dapat memperbaiki aliran urin dan mengurangi gejala-gejala akibat obstruksi prostat. Dosis 2x10 mg/hari. Pengobatan ini efektif untuk BPH tetapi karena efek samping yang ditimbulkan obat ini tidak lagi digunakan.

Prazosine, Terazosin, Tamzulosin dan Doxazosin (1- bloker selektif)

Farmakodinamik : efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor 1 pada otot polos arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga menurunkan resistensi perifer dan alir balik vena. Kelompok obat ini cenderung mempunyai efek yang baik terhadap lipid serum pada manusia, menurunkan kolesterol LDL dan trigliserid serta meningkatkan kadar kolesterol HDL.

Farmakokinetik : diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein plasma (terutama 1-glikoprotein), mengalami metabolisme yang ekstensif di hati, dan hanya sedikit yang dieksresi utuh melalui ginjal.

ObatWaktu paruhWaktu diberikan

Prazosine2-3 jam2-3 x/hari

Terazosin12 jam 1-2 x /hari

Doxazosin20-22 jam1x/hari

Tamzulosin5-10 jam

Efek samping : yang utama adalah fenomena dosis pertama, yakni hipotensi posturnal yang hebat dan sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian dosis pertama. Efek samping yang paling sering berupa pusing (hipotensi postural), sakit kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan mual.

Penggunaan terapi : pemberian obat ini menyebabkan relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar, sehingga memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain yang menyertai obstruksi prostat tersebut adalah 1-5 mg/hari. (Gunawan,2007)

B. Fitoterapi

Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini juga disebut dengan obat modern. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas dengan kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme, dan penuaan yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi, rematik, dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang.

Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk pengobatan BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prosatisme BPH dalam kontek watchfull waiting strategy. Di Jerman 90% kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.

Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang kondusif bagi pemakaian obat ini.

Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001) dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized Clinical Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan perbaikan klinis dalam hal :

Frekuensi nokturia berkurang

Aliran kencing bertambah lancar

Volume residu dikandung kencing berkurang

Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang

Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :

Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitasenzim cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.

Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen)

Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16 untuk gangguan urinoir dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks serenoa repens.

Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa

depan.

Hormonal

Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi LH-RH, sehingga obat ini akan menghabiskan reseptor dengan membentuk LH-RH super agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH super agonist yang menangkap reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH oleh hypofisis. Tetapi setelah reseptor habismaka LH-RH tidak dapat lagi mencari reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan dosis minggu I 3dd 500 mg s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200 mg, 3 kali sehari.

Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang menyebabkan produksi testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan kadar testosteron darah. Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan balik dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron juga menurun. Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari.

Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat jinak hanya dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk hiperplasia prostat telah ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh karena pertimbangan kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua.

Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanisme kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara menghambat 5 alpha reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon androgen yang mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak menurun. Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan mengecilnya ukuran prostat. Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride mengurangi volume prostat sampai 30%. Penelitian lain di Kanada menyatakan bahwa Finasteride mengurangi volume prostat pada 613 pria dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala dan memperbaiki laju pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan tidak mempunyai efek samping yang bermakna.

Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT-Reseptor.

Contoh obatnya ialah :

Cyproterone acetate 100 mg 2 kali/hari

Flutamide

medrogestone 15 mg2 kali/hari

Anandron

Obat ini juga tidak menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun. Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat :

mengurangi enzim dehidrogenase dan isomerase yang berguna untuk metabolisme steroid

menekan LH dan FSH,

menjadi saingan testosteron untuk 5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk.

Contoh obatnya adalah Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari. Kesulitan pengobatan konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping dari obat.

4. Operatif

a) Prostatektomi terbuka Retropubic infravesika (Terence millin)Keuntungan : Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal Mortaliti rate rendah Langsung melihat fossa prostat Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli Perdarahan lebih mudah dirawat Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesikaKerugian : Dapat memotong pleksus santorini Mudah berdarah Dapat terjadi osteitis pubis Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesikaKomplikasi :

Perdarahan Infeksi Osteitis pubis Trombosis Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)Keuntungan : Baik untuk kelenjar besar Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : Batu buli Batu ureter distal Divertikel Uretrokel Adanya sistsostomi Retropubik sulit karena kelainan os pubis Kerusakan spingter eksterna minimalKerugian : Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh Sulit pada orang gemuk Sulit untuk kontrol perdarahan Merusak mukosa kulit Mortality rate 1 -5 %Komplikasi : Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)

Inkontinensia (