sken

16
A. Analisis Masalah 1. Seorang anak laki-laki, 9 tahun datang berobat ke poliklinik IKKK RSMP dengan keluhan kulit kepala bersisik dan rambut rontok disertai rasa gatal sejak 2 bulan yang lalu. a. Apa penyebab dan mekanisme rambut rontok pada kasus? bayu, yeni Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut, sehingga warna rambut akan mulai berubah dan rambut kehilangan kekuatannya/ Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T. tonsurans. 2. Kisaran 2 minggu bintil menjadi bercak tebal warna putih keabuan dan bersisik sebesar uang logam, rambut di atasnya patah dan rontok. a. Mengapa rambut di atas lesi mengalami patah dan rontok?

Upload: bayuardianto

Post on 07-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

A. Analisis Masalah

1. Seorang anak laki-laki, 9 tahun datang berobat ke poliklinik IKKK RSMP dengan

keluhan kulit kepala bersisik dan rambut rontok disertai rasa gatal sejak 2 bulan yang

lalu.

a. Apa penyebab dan mekanisme rambut rontok pada kasus? bayu, yeni

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum,

kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan

hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks

rambut, sehingga warna rambut akan mulai berubah dan rambut kehilangan

kekuatannya/

Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan

mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan

dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh dermatofita , terutama

M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) , M. canis

( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T.

tonsurans.

2. Kisaran 2 minggu bintil menjadi bercak tebal warna putih keabuan dan bersisik

sebesar uang logam, rambut di atasnya patah dan rontok.

a. Mengapa rambut di atas lesi mengalami patah dan rontok?

Karena jamur yang menyebabkan lesi pada kulit kepala juga akan merusak bagian

korteks dari rambut sehingga rambut menjadi rontok.

3. Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum: sadar dan kooperatif

Vital sign: Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,00C

Keadaan spesifik: dalam batas normal

Status dermatologikus:

Regio oksipitalis

Plak hiperkeratotik disertai alopesia, bulat, soliter, ukuran diameter 5 cm, ditutupi

skuama kering, putih, selapis. Tampak rambut patah beberapa mm daari kulit kepala,

berwarna abu-abu, tidak berkilat lagi. Daerah sekitar dalam batas normal.

a. Bagaimana gambaran dari effloresensi pada kasus? bayu, yeni

Analisis Masalah Aspek klinis

1. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?

Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalahkesehatan

yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anakusia antara 3

sampai 14 tahun.

Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal initerjadi akibat perubahan pada pH

kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai

jamurstatik.

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat

denganhigienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi

yangrendah.

Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanitadibandingkan

laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orangyang berkulit

hitam dibandingkan kulit putih.

2. Apa prognosis pada kasus? bayu, yeni

B. Hipotesis

Seorang anak laki-laki 9 tahun dengan keluhan kulit kepala bersisik dan rambut rontok

disertai rasa gatal karena menderita tinea kapitis tipe gray patch ringworm.

C. Learning Issue

1. Tinea Kapitis

LEARNING ISSUE

Tinea Kapitis

Definisi

Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.

Epidemiologi

Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah kesehatan yang

serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak usia antara 3 sampai 14 tahun.

Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala

dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan higienitas

yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Kejadian pada orang

dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, pada orang dengan

imunitas yang rendah, dan pada orang yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Ada tiga

cara penularan dermatofita yaitu :

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir sebagai

kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui penyebaran

udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari benda-benda

seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak langsung

maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti karpet, pakaian,

furnitur dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang terjadi.

Etiologi

Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan

Trichophyton. Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies penyebab tinea kapitis

misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus tinea kapitis yang disebabkan oleh T.

tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis, sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika

Utara disebabkan oleh T. violaceum. Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis

yang di dapatkan dari kucing. Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah

microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan oleh Tricophyton

tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab utama tinea kapitis kerion adalah

Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T. violaceum. Sedangkan pada tinea favus

disebabkan oleh spesies T. schoenleinii, T. violaceum, dan M. Gypseum.

Klasifikasi

- Infeksi Ektothrix

Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia , menyebabkan

kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum spp. (M. audouinii dan M.

canis)

- Infeksi Endothrix

Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula. Arthroconidia

ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh Trichophyton spp. (T. tonsurans

di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa , Asia , sebagian Afrika).

"Black Dot " Tinea capitis

Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.

Kerion

Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.

Favus

Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut. Sangat jarang di

Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian dunia (Timur Tengah, Afrika

Selatan) masih endemik .

Gambar 1. Gambaran Ektothrix dan Endothrix

Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :

1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada

jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora

normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang

diproduksi oleh glandulasebasea juga bersifat fungistatik

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum

dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu

oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi

untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur

kejaringan. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari

epidermis.

3. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang

terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT)

memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang

belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi

minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan

skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Antigen dermatofita

diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus

limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk

menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal

menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang

dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum, kemudian

menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut

sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai

korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan

ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh

dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) ,

M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T. tonsurans.

Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya menyerang

stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada batang rambut namun

arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan

korteks yang intak. Hal ini yang menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada

permukaan kulit kepala akan ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil

“black dot” serta inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.

Manifestasi klinis

Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.

Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam, rambut patah

dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai

dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat

yang disebut kerion, limfadenopati servical dan oksipital.

Non-inflamasi atau gray patch

Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M. Ferrigineum yang sering

ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari

papul eritematosa yang kecil disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk

bercak yang menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya menyebar

secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya. Keluhan penderita adalah

rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau. Rambut mudah patah dan

terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yang

menyebabkan alopesia setempat.

Gambar 2. Tinea Kapitis “Gray Patch”

Black dot

Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi arthrospores

berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi lebih rapuh. Pada permulaan

penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum.

Rambut yang terinfeksi akan patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung

rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran “black

dot” pada pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang minimal dan

peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis. Pada infeksi black dot sering

terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea

kapitis black dot juga dapat ditemukan gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.

Gambar 3. Tinea Kapitis “Black Dot”

Kerion

Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan merupakan tinea kapitis

dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan oleh organisme zoofilik seperti T. verrucosum

dan T. mentogrophyte atau dermatofit geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan

berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat

disekitarnya sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-

kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut (sikatriks) dan

berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.

Tinea kapitis anthropophilik dapat tiba-tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion

akibat hipersensitivitas yang tinggi.

Favus

Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T. schoenleinii. Organisme

dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di tandai dengan warna krusta kekuningan yang

dikenal sebagai skutula disekitar rambut. Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tikus

“moussy odor” dan rambut secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan atrofi.

Tatalaksana

Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik, pengobatan

topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai klinis dan

kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.

Terapi Topikal

Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam pengobatan

tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dengan

menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo

povidone iodine digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas.

Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum dibilas.

Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat 2-4%, asam

benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian

1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya

tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine

masing-masing 1%.

Terapi Oral

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.

GriseofulvinMerupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik

dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular

assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah

20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1

g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12

minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin

memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek

samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % .

Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan

absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat

dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung

lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun

keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa

gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat

fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Antijamur Golongan Azole

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole.

Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan inhibitor

sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel.

Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama

empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang

sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien

dengan gagal jantung kongestif.

Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat

sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Kontraindikasi

ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar.

Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda

termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur azol

lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis

flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan kontraindikasi dalam

kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit

hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin.

TerbinafineTerbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp.

Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan

memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene

epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan

diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk tablet

(250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis 62,5 mg-250 mg sehari

tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak

digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40 kg (125 mg/

hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu, namun jika

penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan. Efek samping

terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal seperti nausea,

vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Sefalgia ringan dan dilaporkan 3,3-

7% gangguan fungsi hepar.