sken
DESCRIPTION
aaTRANSCRIPT
A. Analisis Masalah
1. Seorang anak laki-laki, 9 tahun datang berobat ke poliklinik IKKK RSMP dengan
keluhan kulit kepala bersisik dan rambut rontok disertai rasa gatal sejak 2 bulan yang
lalu.
a. Apa penyebab dan mekanisme rambut rontok pada kasus? bayu, yeni
Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum,
kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan
hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks
rambut, sehingga warna rambut akan mulai berubah dan rambut kehilangan
kekuatannya/
Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan
mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan
dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh dermatofita , terutama
M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) , M. canis
( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T.
tonsurans.
2. Kisaran 2 minggu bintil menjadi bercak tebal warna putih keabuan dan bersisik
sebesar uang logam, rambut di atasnya patah dan rontok.
a. Mengapa rambut di atas lesi mengalami patah dan rontok?
Karena jamur yang menyebabkan lesi pada kulit kepala juga akan merusak bagian
korteks dari rambut sehingga rambut menjadi rontok.
3. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,00C
Keadaan spesifik: dalam batas normal
Status dermatologikus:
Regio oksipitalis
Plak hiperkeratotik disertai alopesia, bulat, soliter, ukuran diameter 5 cm, ditutupi
skuama kering, putih, selapis. Tampak rambut patah beberapa mm daari kulit kepala,
berwarna abu-abu, tidak berkilat lagi. Daerah sekitar dalam batas normal.
a. Bagaimana gambaran dari effloresensi pada kasus? bayu, yeni
Analisis Masalah Aspek klinis
1. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?
Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalahkesehatan
yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anakusia antara 3
sampai 14 tahun.
Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal initerjadi akibat perubahan pada pH
kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai
jamurstatik.
Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat
denganhigienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi
yangrendah.
Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanitadibandingkan
laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orangyang berkulit
hitam dibandingkan kulit putih.
2. Apa prognosis pada kasus? bayu, yeni
B. Hipotesis
Seorang anak laki-laki 9 tahun dengan keluhan kulit kepala bersisik dan rambut rontok
disertai rasa gatal karena menderita tinea kapitis tipe gray patch ringworm.
C. Learning Issue
1. Tinea Kapitis
LEARNING ISSUE
Tinea Kapitis
Definisi
Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.
Epidemiologi
Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah kesehatan yang
serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak usia antara 3 sampai 14 tahun.
Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala
dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.
Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan higienitas
yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Kejadian pada orang
dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, pada orang dengan
imunitas yang rendah, dan pada orang yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Ada tiga
cara penularan dermatofita yaitu :
Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir sebagai
kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui penyebaran
udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari benda-benda
seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya.
Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak langsung
maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti karpet, pakaian,
furnitur dan lain sebagainya.
Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang terjadi.
Etiologi
Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan
Trichophyton. Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies penyebab tinea kapitis
misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus tinea kapitis yang disebabkan oleh T.
tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis, sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika
Utara disebabkan oleh T. violaceum. Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis
yang di dapatkan dari kucing. Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah
microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan oleh Tricophyton
tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab utama tinea kapitis kerion adalah
Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T. violaceum. Sedangkan pada tinea favus
disebabkan oleh spesies T. schoenleinii, T. violaceum, dan M. Gypseum.
Klasifikasi
- Infeksi Ektothrix
Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia , menyebabkan
kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum spp. (M. audouinii dan M.
canis)
- Infeksi Endothrix
Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula. Arthroconidia
ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh Trichophyton spp. (T. tonsurans
di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa , Asia , sebagian Afrika).
"Black Dot " Tinea capitis
Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.
Kerion
Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.
Favus
Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut. Sangat jarang di
Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian dunia (Timur Tengah, Afrika
Selatan) masih endemik .
Gambar 1. Gambaran Ektothrix dan Endothrix
Patogenesis
Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu :
1. Perlekatan pada keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora
normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang
diproduksi oleh glandulasebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi melewati dan di antara sel
Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum
dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur
kejaringan. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari
epidermis.
3. Pembentukan respon penjamu
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang
belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan
skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus
limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal
menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang
dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum, kemudian
menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut
sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai
korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan
ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh
dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) ,
M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T. tonsurans.
Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya menyerang
stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada batang rambut namun
arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan
korteks yang intak. Hal ini yang menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada
permukaan kulit kepala akan ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil
“black dot” serta inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.
Manifestasi klinis
Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.
Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam, rambut patah
dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat
yang disebut kerion, limfadenopati servical dan oksipital.
Non-inflamasi atau gray patch
Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M. Ferrigineum yang sering
ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari
papul eritematosa yang kecil disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk
bercak yang menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya menyebar
secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya. Keluhan penderita adalah
rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau. Rambut mudah patah dan
terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yang
menyebabkan alopesia setempat.
Gambar 2. Tinea Kapitis “Gray Patch”
Black dot
Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi arthrospores
berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi lebih rapuh. Pada permulaan
penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum.
Rambut yang terinfeksi akan patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung
rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran “black
dot” pada pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang minimal dan
peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis. Pada infeksi black dot sering
terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea
kapitis black dot juga dapat ditemukan gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.
Gambar 3. Tinea Kapitis “Black Dot”
Kerion
Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan merupakan tinea kapitis
dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan oleh organisme zoofilik seperti T. verrucosum
dan T. mentogrophyte atau dermatofit geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan
berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat
disekitarnya sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-
kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut (sikatriks) dan
berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.
Tinea kapitis anthropophilik dapat tiba-tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion
akibat hipersensitivitas yang tinggi.
Favus
Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T. schoenleinii. Organisme
dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di tandai dengan warna krusta kekuningan yang
dikenal sebagai skutula disekitar rambut. Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tikus
“moussy odor” dan rambut secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan atrofi.
Tatalaksana
Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik, pengobatan
topikal dan tindakan preventif. Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai klinis dan
kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.
Terapi Topikal
Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam pengobatan
tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dengan
menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo
povidone iodine digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas.
Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum dibilas.
Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat 2-4%, asam
benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian
1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya
tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine
masing-masing 1%.
Terapi Oral
Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.
GriseofulvinMerupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik
dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular
assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah
20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1
g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12
minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin
memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek
samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % .
Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan
absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat
dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung
lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun
keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa
gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat
fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Antijamur Golongan Azole
Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole.
Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan inhibitor
sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel.
Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama
empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang
sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien
dengan gagal jantung kongestif.
Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat
sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Kontraindikasi
ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar.
Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda
termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur azol
lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis
flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan kontraindikasi dalam
kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit
hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin.
TerbinafineTerbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp.
Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan
memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene
epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan
diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk tablet
(250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis 62,5 mg-250 mg sehari
tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak
digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40 kg (125 mg/
hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu, namun jika
penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan. Efek samping
terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal seperti nausea,
vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Sefalgia ringan dan dilaporkan 3,3-
7% gangguan fungsi hepar.