sirhep referat

Upload: lissa-ang

Post on 20-Jul-2015

252 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.1,2 Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi.1 Pasien sirosis kebanyakan datang berobat karena perdarahan saluran cerna, seperti muntah darah atau buang air besar berwarna hitam. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan saluran cerna bagian atas karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%. Mortalitas karena perdarahan saluran cerna bagian atas masih tinggi, mortalitas karena pecahnya varies esophagus menca[ai angka 60% dari seluruh kejadian pecahnya varises esophagus.1,3,4

1

BAB II ISI II.I. DEFINISI Sirosis hati adalah istilah yang dikemukakan oleh Laence pada tahun 1819, kata sirosis hati merupakan bahasa Khirros yang berarti kuning orange, karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Sirosis hati merupakan suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan fibrosis disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.1,4

II.II. EPIDEMIOLOGI Sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan sekitar 1,6 : 1 dan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. Kurang lebih 40 % pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan seperti ini sirosis umumnya ditemukan saat pasien melakukan pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Insidensi sirosis hati di Amerika diperkirakan berjumlah 360 : 100.000 penduduk. Penyebab sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan dari pusat-pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis berkisar antara 4,1 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun.1,4

II.III. KLASIFIKASI Klasifikasi sirosis hati terbagi menjadi 2 macam, yaitu klasifikasi dengan pembagian bedasarkan morfologi dan pembagian bedasarkan fungsional.

Berdasarkan morfologinya, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata. Besar nodul kurang dari 3 mm. 2. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, terdiri dari nodul dengan ukuran bervariasi, ada nodul besar, ada daerah

2

luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. Besar nodul lebih dari 3 mm. 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular) Pada sirosis makronodular ada yang berubah menjadi mikronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.1,3,4

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejalagejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.1 2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya, ascites, edema dan ikterus.1,4

II.IV. ETIOLOGI Hati dapat terluka oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis. Berikut ini adalah beberapa penyebab gangguan pada hati yang akan menyebabkan sirosis pada hati. 1. Virus hepatitis (B,C,dan D)1,2,4 2. Alkohol1,2,4 3. Kelainan metabolic : Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) Defisiensi Alphal-antitripsin Glikonosis type-IV Galaktosemia Tirosinemia Sindroma Fanconi Intoleransi fruktosa herediter Penyakit Wilson1,4

4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat3

tersumbatnya saluran empedu yang disebut atresia biliar. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita atresia biliar berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka.1,2,4 5. Sumbatan saluran vena hepatica Sindroma Budd-Chiari Payah jantung1,4

6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)1 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, jamur aflatoxin pada jamu, dan arsenik)1,4 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis1

II.V. PATOGENESIS Kerusakan hati dapat terjadi karena berbagai penyebab seperti yang telah dijelaskan di atas. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa paracrine factor yang menyebabkan sel stelata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis.3,5,6

4

Gambar 1. Perbedaan hati yang sirosis (sebelah kiri) dengan hati yang sehat (sebelah kanan).3

II.VI. GEJALA KLINIS Pasien dengan sirosis hepatis akan memiliki hanya sedikit gejala atau sana sekali tidak ada gejala dari penyakit hati. Beberapa gejala yang sering terlihat pada pasien dengan sirosis hepatis adalah: Jaundice (kulit berwarna kuning) karena penumpukan bilirubin dalam darah Fatigue Lemah Penurunaan berat badan Gatal Gejala gastrointestinal: mual, muntah, dan anoreksia. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi malabsorpsi, defisiensi asam empedu atau akibat malnutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hematoskezia dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus ataupun rektal akibat hipertensi porta. Gejala hematologi: anemia dan gangguan pembekuan darah. Gejala kardiovaskular: manifestasinya sering berupa peningkatan cardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik.

5

Gejala endokrin, kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam metabolisme hormon. Serperti tanda klinis spider telangiektasi, yang merupukan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, namun ada pendapat dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda lain seperti eritema palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan akibat perubahan metabolisme estrogen. Namun tanda ini tidak spesifik untuk sirosis hati, karena dapat ditemukan pada kehamilan, artritirs reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. Untuk ginekomastia kemungkinan akibat penurunan androstenedion. Selain itu juga ditemukan hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Sebaliknya pada perempuan menstruasi akan lebih cepat berhenti, sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadism menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Kelainan akibat peningkatan rasio estradiol dan testosteron bebas.1,2,8

Gangguan sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, di antaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterial spontan. Kelainan yang ditemukan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistemm retikulo endotelial, oposinisasi, kadar komplemen C2, C3, dan C4 serta aktivitas proliferatif monosit. Sepertiga dari kasus dekompensata menunjukkan demam tetapi jarang yang lebih dari 38 C dan tidakdipengaruhi oleh pemberian antibiotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti TNF yang dibebaskan oleh proses inflamasi.

Gangguan nutrisi yang dapat terjadi dapat berupa malnutrisi, anoreksia, malabsorpsi, hipoalbuminemia, serta defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering juga terjadi hipokalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare, atau karena pengaruh pemberian diuretik.1-3

Gejala dari komplikasi-komplikasi sirosis: Hipertensi porta

Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran

6

darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.2,3,7-9 Edema dan asites

Bila sirosis semakin berat, hati akan memberikan signal kepada ginjal untuk menahan air dan garam di dalam tubuh. Dimana akiran sistemik menurun, aliran sistemik yang menurun memberikan signal kepada hipotalamus dan hipofisa, sehingga memerintahkan korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron akan meretensi garam dan air pada tubulus distal ginjal. Pada mulanya cairan akan tertahan pada kaki karena efek gravitasi. Penumpukan cairan ini disebut pitting edema (pitting edema adalah edema dimana saat dilakukan penekanan daerah tersebut membutuhkan beberapa saat untuk dapat kembali). Selain itu hati juga mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, dan keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotik dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema. Akibat dari berubahnya tekanan osmotik di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal. Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus thorasis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal7

merupakan salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien. Bila kerusakan hati semakin berat dan retensi air > 500 cc maka penumpukan cairan akan terakumulasi pada rongga abdomen yaitu di antara dinding perut dan organ intra abdomen. Penumpukan cairan pada rongga intra abdomen akan menimbulkan perut membesar, rasa tidak nyaman di perut, kenaikan berat badan, kesulitan bernafas karena diafragma naik.2,3,7,8,10,11 PBS (Peritonitis Bakterial Spontan)

Cairan pada rongga abdomen merupakan tempat yang baik untuk bakteri dapat berkembang biak. Pada keadaan normal, rongga perut hanya mengandung sedikit cairan yang dapat melindungi abdomen dari terjadinya infeksi dan masuknya bakteri pada abdomen, biasanya bakteri dari usus. Pada sirosis, cairan yang ada tidak dapat menghindari abdomen dari infeksi, bahkan beberapa bakteri dapat menginfeksi cairan asites. Infeksi pada abdomen dan asites ini disebut Peritonitis Bakterial Spontan (PBS). PBS merupakan komplikasi yang mengancam nyawa. Pada beberapa pasien tidak bergejala, namun ada yang menunjukan gejala demam, menggigil, nyeri pada perut, diare, dan asites yang semakin memburuk.12-14 Pecah varises esofagus

Obstruksi pada sistem porta meningkatkan tekanan pada vena porta. Tekanan normal pada vena porta adalah 5-10 mmHg karena resistensi sinusoid hati rendah. Peningkatan tekanan vena porta > 12 mmHg akan meningkatkan tekanan pada organ yang berhubungan dengan vena porta, sehingga terjadi hambatan aliran darah kepada organ yang bersangkutan. Anastomosis yang menghubungkan aliran vena porta pada sirkulasi sistemik akan membesar untuk mengalirkan darah ke sirkulasi sistemik. Studi menyatakan bahwa hipertensi porta dan varises esophagus terjadi karena endothelien-1 (ET-1) dan nitrit oxide (NO). ET-1 merupakan vasokonstriktor kuat yang diproduksi oleh sinusoid hati dan meningkat dalam keadaan sirosis hati. Sedangkan NO adalah vasodilator kuat yang juga diseintesis oleh sinusoid hati. Pada keadaan sirosis, produksi NO menurun dan produksi ET-1 meningkat. Akibat pecahnya varises esofagus dapat timbul gejala anemia, hematemesis, dan melena.2,15 Faktor-faktor yang memicu perdarahan varises masih belum jelas, dugaan esofagitis telah ditinggalkan. Saat ini faktor-faktor yang diyakini bertanggung jawab atas terjadinya varises adalah:8

1. Tekanan vena porta Tekanan vena porta mencerminkan tekanan intravarises. Tekanan vena hepatik 12 mmHg akan menimbulkan perdarahan varises esofagus dan perkembangan varises. Namun tidak ada hubungan linier antara tingkat keparahan hipertensi porta dengan resiko perdarahan varises esofagus. Gradient tekanan vena hepatik atau Hepatic Venous Pressure Gradient (HVPG) cenderung lebih tinggi pada penderita yang mengalami perdarahan varises esofagus. 2. Ukuran varises Ukuran varises paling baik dinilai dengan menggunakan endoskopi, namun tidak ada nilai pasti mengenai varises esofagus yang besar dan kecil. 3. Dinding varises dan tegangannya Polio dan Groszmann denganmenggunakan model in vitro memperlihatkan bahwa ruptur varises berkaitan dengan tegangan pada dinding varises. Tegangan tersebut tergantung pada radius varises. Pada model ini, peningkatan ukuran varises dan penurunan ketebalan dinding varises menyebabkan ruptur varises. Dagradi menjelaskan mengenai gambaran endoskopi red spots dan wale. Gambaran ini penting karena menjelaskan mengenai perubahan pada struktur dinding varises dan tegangan yang berkaitan dengan terbentuknya mikroteleangiektasis. Suatu studi retrospektif oleh Japanese Research Society for Portal Hypertension memperlihatkan bahwa 80% pasien yang memperlihatkan varises biru atau cherry red spots mengalami perdarahan varises. Hal ini meberi kesan bahwa tanda tersebut merupakan prediktor penting terjadinya varises pada sirosis. 4. Tingkat keparahan penyakit hati The North Italian Endoscopic Club (NIEC) dan kelompok independen dari Jepang melaporkan bahwa risiko perdarahan didasarkan pada 3 faktor yaitu keparahan penyakit hati yang diukur dengan kriteria Child, ukuran varises, dan tanda red wale.16 Selain perdarahan karena pecah varises esofagus, beberapa pasien dengan sirosis hepatis dapat mengalami perdarahan karena gastropati hipertensi portal. Kondisi ini dibedakan dengan perdarahan dari pecah varises esofagus dengan pemeriksaan endoskopi. Dapat diberikan propanolol (menurunkan tekanan pada arteri splanikus). H2-reseptor antagonis atau agent lain yang berguna untuk pengobatan ulkus peptik tidak terlalu berguna untuk pengobatan gastropati hipertensi portal.2,17 Sindrom hepatorenal9

Sindrom ini terjadi dimana fungsi ginjal menurun. Tidak ada kerusakan fisik pada ginjal, namun kerusakan terjadi karena perubahan aliran darah ke ginjal dimana terjadi vasokonstriksi arteri ginjal karena berkurangnya perfusi ke ginjal. Kadar dari agen vasokonstriktor juga meningkat pada pasien dengan sirosis, temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine. Sindrom hepatorenal adalah kegagalan progresif dari ginjal untuk menghilangkan zat toksin dari darah dan memproduksi urin. Bila dilakukan transplantasi hati, maka fungsi ginjal akan kembali normal. Terdapat 2 tipe dari sindrom hepatorenal, yaitu tipe yang muncul lambat sampai beberapa bulan, dan tipe yang muncul cepat, yaitu 1-2 minggu.2,7 Sindrom hepatopulmonari

Pada siroris hepatis yang berat dapat terjadi sindrom hepatopulmonari, gejala yang tampak adalah pasien akan sulit bernafas, karena pada sirosis hepatis yang berat terjadi sekresi hormon yang menyebabkan fungsi paru abnormal. Persoalan pada paru yang gterjadi adalah, tidak cukupnya aliran darah yang mengalir pada pembuluh darah kecil yang berhubungan dengan alveoli, hal ini disebabkan karena aliran darah yang ada membuat jalan pintas dan tidak dapat mengangkut oksigen yang cukup dari alveoli, sehingga pasien akan mengalami napas yang pendek.2,7,15 Hipersplenisme

Pada keadaan normal, limpa berfungsi untuk menghancurkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Bila tekanan pada vena porta meningkat (pada sirosis), maka akan terjadi hambatan darah yang mengalir dari limpa, sehingga darah akan terkumpull pada limpa. Limpa akan membesar sehingga mengakibatkan nyeri perut. Bila limpa membesar, maka limpa akan lebih banyak menghancurkan sel darah merah, putihm dan trombosit. Maka hipersplenisme akan mengakibatkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia.2,4,7 Ensefalopati hepatik

Terdapat 2 teori yang menyebutkan bagaimana terjadinya ensefalopati hepatik pada pasien sirosis sirosis hepatis, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino, teori kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak.Pada keadaan normal, amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti amino, asam amino, purin dan urea. Amonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati. Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar ammonia pada pembuluh10

darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea, karena gangguan fungsi hati dan karena terdapat colateral dari vena porta sehingga amonia tersebar ke darah di seluruh tubuh. Amonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Amonia juga dapat mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita, gangguan berhitung, gangguan pola tidur, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami penurunan kesadaran, koma, bahkan sampai meninggal. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan flaping tremor yang khas pada ensefalopati hepatikum.7,18 Gejala ensefalopati hati bisa berkisar dari ringan sampai berat dan dapat diamati di sebanyak 70% dari pasien dengan sirosis. Gejala yang dinilai pada skala berikut:

Grade 0 - subklinis; status mental normal, tapi perubahan minimal dalam memori, konsentrasi, fungsi intelektual, koordinasi Grade 1 - euforia kebingungan, ringan atau depresi, penurunan perhatian, memperlambat kemampuan untuk melakukan tugas-tugas mental, lekas marah, gangguan pola tidur (yaitu, siklus tidur terbalik)

Grade 2 - Mengantuk, lesu, defisit kotor pada kemampuan untuk melakukan tugastugas mental, perubahan kepribadian yang jelas, perilaku tidak pantas, disorientasi intermiten (biasanya untuk waktu)

Grade 3 mengantuk, tidak dapat melakukan tugas-tugas mental, disorientasi waktu dan tempat, ditandai kebingungan, amnesia, cocok sesekali marah, pidato hadir tapi tidak bisa dimengerti

Grade 4 - Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsangan yang menyakitkan15

II.VII. DIAGNOSIS II.VII.I. Diagnosis sirosis hepatis Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya gejala seperti asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, eritema palmaris. Anamnesis

11

Mencari ada atau tidaknya riwayat minum alcohol dengan jumlah 40 gram per hari untuk laki-laki dan 20 gram per hari untuk perempuan selama 15-20 tahun. Mencari ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat dengan jarum suntik. Mencari ada atau tidaknya riwayat penyakit hepatitis B dan C.2,7

Pemeriksaan fisik Beberapa pasien dengan sirosis menunjukan pembesaran hati dan / atau limpa. Seorang dokter sering dapat merasakan (meraba) tepi bawah hati yang membesar di bawah tulang rusuk kanan dan merasakan ujung limpa membesar di bawah tulang rusuk kiri. Hati dengan sirosis terasa lebih keras dan lebih ireguler dari hati yang normal. Beberapa pasien dengan sirosis, khususnya sirosis alkoholik, memiliki tanda-tanda kecil seperti laba-laba merah (telangiectasias) pada kulit, terutama pada dada, yang terdiri dari diperbesar, memancarkan pembuluh darah. Laba-laba telangiectasias ini juga dapat dilihat pada orang tanpa penyakit hati. Jaundice (kekuningan pada kulit dan bagian putih mata karena peningkatan bilirubin dalam darah) sering ditemukan pada pasien dengan sirosis, namun penyakit kuning dapat terjadi pada pasien dengan penyakit hati tanpa sirosis dan kondisi lain seperti hemolisis (break down yang berlebihan sel darah merah). Pembengkakan pada perut (asites) dan / atau bagian bawah kaki (edema) karena retensi cairan adalah umum di antara pasien dengan sirosis meskipun penyakit lainnya dapat menyebabkan mereka umumnya, misalnya gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan shifting dullness dan undulasi yang positif.2,4,15

Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap Memperlihatkan anemia, trombositipenia, dan leukopenia pada psien sirosis. Namun anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan, intake kurang, atau supresi sumsum tulang oada pecandu alcohol. Biasanya pasien dengan hipertensi portal akan menunjukan hipersplenisme. Pasien dengab perdarahan SCBA akan menunjukan nilai hematokrit yang rendah. Pemeriksaan masa protombin dengan INR (International Normalized Ratio)

12

Protombin merupakan factor pembekuan yang diproduksi di hati, gangguan fungsi hati akan menurunkan produksi masa protombin Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan meliputi SGOT dan SGPT Serologi penyakit hati Dilakukan untuk mengetahui penyebab yang mendasari sirosis Auto-antibodi Auto-antibodi misalnya antibodi antinuclear, antibodi anti-smooth muscle dan antibodi anti-mitokondria terkadang terdeteksi dalam darah dan mungkin merupakan petunjuk adanya hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer, yang keduanya dapat menyebabkansirosis.

BUN dan kreatinin serum, pada perdarahan SCBA akan terjadi pemecahan darah oleh kuman usus dan meningkatkan absorpsi protein darah sehingga terjadi peningkatan BUN, sedangkan kreatinin tetap normal atau sedikit meningkat, peningkatan BUN juga terjadi karena volume deplesi

Elektrolit (Na, K, Cl), perubahan elektrolit dapat terjadi karena perdarahan, transfusi, pengobatan, sirosis, asites, atau kumbah lambung.2,4

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. Pemeriksaan scanning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parenkimnya. Diagnosa pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang didapat dari biopsi.2,4,7

13

Gambar 2. Ultrasonografi sirosis hepatis.15 II.VII.II. Diagnosis perdarahan saluran cerna bagian atas Langkah awal pemeriksaan pada kasus perdarahan saluran cerna adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaan meliputi: Tekanan darah dan nadi posisi baring Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin) Kelayakan napas Tingkat kesadaran Produksi urin19

Perdarahan akut dalam jumlah besar (melebihi 20% volume intravaskular) akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda-tanda: Hipotensi ( 10mmHg atau sistolik turun >20mmHg Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15x/menit Akral dingin Kesadaran menurun Anuria atau oliguria (produksi urin