sick building syndrome

47
Sick Building Syndrome Joshua Peterson 102009326

Upload: joshua-pattinson-legi

Post on 04-Aug-2015

29 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Joshua Peterson 102009326

Kasus B A ,seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke klinik anda

dengan keluhan utama batuk pilek berulang sejak 3 minggu yang lalu. Ini adalah kedatangannya yang ke-3 kedokter; kunjungan pertama dan kedua ke dokter B, tetapi kambuh lagi padahal sudah mendapat antibiotika untuk keluhan yang sama. Keluhan lain yang dialami adalah demam yang hilang timbul, mata sering panas, mual, nyeri di seluruh badan dan kadangkadang gatal, sejak 3 minggu yang lalu juga. A bekerja sebagai karyawati bagian administrasi, di gedung X lantai 5, di jalan Sudirman, Jakarta. A sudah bekerja selama 1 tahun, jam kerja jam 8.00 sampai jam 17.00 dan banyak bekerja di depan komputer. A baru lulus dan langsung bekerja di sini, serta tidak mempunyai riwayat alergi.Beberapa orang di tempat kerja ini mengalami hal serupa A.

Sick Building Syndrome adanya gejala-gejala ketika bekerja atau tinggal di

dalam gedung kejelasan berkurangnya gejala-gejala ketika meninggalkan gedung atau bekerja di tempat lain untuk sementara munculnya gejala-gejala ketika kembali ke gedung adanya gejala-gejala yang dialami oleh banyak orang.

7 langkah diagnosis okupasiDiagnosa klinis Pajanan Hubungan pajanan

Faktor lain

Faktor individu

Cukup besar pajanan

Diagnosis okupasi

Langkah 1 (diagnosa klinis) Anamnesis Identitas pasien-nama,umur, alamat RPS-keluhan utama, tambahan

RPD-penyakit infeksi/kronik, trauma, operasi,

pengobatan Riwayat pekerjaan-waktu bekerja, alat/bahan/proses kerja, hubungan gejala dan waktu bekerja

Pemeriksaan fisik Tanda-tanda vital Pemeriksaan fisik paru Inspeksi-bentuk throrax, simetris, ritme nafas

Palpasi-taktil fremitus Perkusi-batas paru, sonor Auskultasi-bunyi patologis ( wheezing, ronki basah,

ronki kering)

Pemeriksaan THT Rinoskopi anterior-cavum nasi, mukosa hidung, konka

nasalis medius/inferior Rinoskopi posterior Otoskopi Pemeriksaan faring dan laring Tes weber, tes schwabach , tes rinne

Pemeriksaan penunjang Radiografi Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan faal paru-spirometri, kapasitas difusi,

plestimografi Skin prick test, patch test

Pemeriksaan tempat kerja Pajanan fisik-suhu, pencahayaan, bising, vibrasi,

radiasi elektromagnetik Pajanan biologis-mikroorganisme Pajanan kimiawi-bahan kimia Pajanan ergonomi-posisi bekerja/biomekanik Psikososial-stressor

Working diagnosis Sick building syndrome 2 komponen penting: Beberapa pekerja mengalami gejala sama

Gejala muncul sewaktu dalam tempat bekerja Keluhan menetap 2 minggu-produktivitas kerja >20% terkena gejala sama

Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah

dan berair. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk kering. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum), seperti sakit kepala, lemah, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi. Gangguan paru dan pernapasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa berat di dada. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal. Gangguan saluran cerna Gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku

Diagnosis Sick Building Syndrome apabila memiliki

keluhan sejumlah 2/3 dari sekumpulan gejala lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit kepala, mata gatal-gatal, mata pedih, mata kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal-pegal, sakit leher atau punggung, dalam kurun waktu yang bersamaan.

Efek Gejala Iritasi hidung kemerahan

MetodeAnamnesis Acoustic rhinometry Anterior dan posterior rhinomanometry

Iritasi mata

Conjunctival photography Tear film break-up time

Reaktiviti bronkus

Peak flow meter Spirometri Uji metakolin

Sistem saraf pusat

Tes neurofisiologik Pemeriksaan vestibular

Respons imunologi

Pengukuran Ig E spesifik

Differential diagnosis Influenza/ common cold Rhinitis alergi

Influenza/common cold Gejala mulai cepat 1-2 stlh infeksi Demam (38-39 oC) dan perasaan dingin yang ekstrem

(menggigil, gemetar) Batuk Hidung tersumbat Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok Kelelahan Nyeri kepala Iritasi mata, mata berair Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung Ruam petechiae

Rhinitis alergi

Akibat terkena paparan (debu) Runny nose/rhinore Gatal pada mata, edema, allergic shiner Allergic salute Allergic crease Rinoskopi anterior-mukosa edem, basah, pucat/livid secret encer yang banyak Saat bangun pagi hari/sepanjang hari. Sulit konsentrasi, sakit kepala, gangguan tidur, emosi dan membuang ingus-produktivitas kerja

Langkah 2 ( pajanan) 5 pajanan Lingkungan tempat kerja-fisis & sosial Ventilasi gedung dan sumber polusi

Suhu dan kelembapan udara dalam gedung

Lingkungan tempat kerja Kombinasi antara penerangan, suhu, kelembaban,

kualitas udara dan tata ruang. SBS- multifaktor termasuk faktor fisik, kimia, biologis dan fisiologis. Sistim pendingin merupakan penyebab terbanyak SBS karena tidak terjadi pertukaran udara optimal dan menjadi sumber infeksi mikroorganisme serta menambah kontaminasi tempat kerja. Melius (1984), Collet dan Sterling (1988) mendapatkan SBS 50-68 % berhubungan dengan kondisi ventilasi buruk dan polusi udara.

Ventilasi gedung & sumber polusi Tidak ada udara luar ke dalam gedung, hal ini

menyebabkan kualitas udara dalam gedung menjadi buruk. Buruknya ventilasi dapat juga terjadi jika heating, ventilasi dan air conditioning (HVAC) tidak efektif mendistribusikan udara dan menjadi sumber polusi udara dalam ruangan, menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan para pekerja.

American Society of Heating, Refrigerating and Air-

conditioning Engineers (ASHRAE) menganjurkan ventilasi dalam gedung min. 15 m3/menit -20 m3/menit Sumber polusi -karpet, perekat (lem), mesin fotokopi dan bahan pembersih yang mengandung gas toksik dan mudah menguap seperti formaldehid atau volatile organic compounds (VOCs). Virus, bakteri, karbon dioksida, karbon monoksida, aseton, alkohol, dan gas organik dikeluarkan oleh pekerja kantor melalui pernapasan dan keringat. Partikel yang melekat pada pakaian yang berasal dari luar dapat disebarkan ke dalam lingkungan kantor.

Suhu & kelembapan udara 20-26oc, kelembapan 40-60% optimum

Polutan kimia dan partikel pada kelembapan rendah dapat

menimbulkan kekeringan, iritasi mata serta saluran napas kelembapan>60%-kelelahan dan sesak. Perubahan tingkat kelembapan dan suhu mempengaruhi emisi dan absorpsi VOCs.( volatile organic compound) Akumulasi uap pada konstruksi gedung menyebabkan kelembapan dan pertumbuhan mikroba. Perubahan warna, pengelupasan permukaan material, perlekatan dan bau jamur merupakan tanda kelembapan.

Asal polusi Polusi dari luar gedung

Polutan

Lalu lintas Industri

NOX, CO,SO2, partikel NOX, CO, SO2, partikel

Polusi dari dalam gedung formaldehid (VOCs) formaldehid (VOCs) jamur mempengaruhi penetrasi dan dilusi dari luar ke dalam gedung

Alat tulis kantor Pembersih Bahan lembab jamur Konstruksi gedung

Sistim HVaC mempengaruhi distribusi dan dilusi polutan mempunyai efek pada suhu berpotensi sebagai sumber mikroba virus, bakteri, asap rokok

Ventilasi Pemanas Pelembab Penghuni gedung

Langkah 3 Hubungan kualitas udara AC sentral(pajanan) dan

SBS Keluhan mulai saat kerja/ menghilang setelah pulang ke rumah Lama terkena pajanan-timbulnya penyakit Hubungan gejala dengan pekerjaan

Langkah 4 Iritasi saluran napas-asma dan rinitis melalui interaksi

radikal bebas Sekresi histamin, degradasi sel mast mediator inflamasi yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pergerakan silia melambat sehingga tidak dapat membersihkan saluran napas, Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar Reaksi inflamasi membengkaknya saluran napas dan merangsang pertumbuhan sel. Akibatnya terjadi kesulitan bernapas, sehingga bakteri atau mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dan memudahkan terjadinya infeksi saluran napas.

Hipotesis kedua adalah berkenaan hipotesis

bioaerosol menerusi penelitian cross sectional yang menunjukkan bahwa individu yang mempunyai riwayat atopi akan memberikan reaksi terhadap VOCs konsentrasi rendah dibandingkan individu tanpa atopi. Hipotesis ketiga ialah faktor pejamu, yaitu kerentanan individu akan mempengaruhi timbulnya gejala. Stres karena pekerjaan dan faktor fisikososial juga mempengaruhi timbulnya gejala SBS.

Polusi fisik Suhu/temperatur udara Kelembapan udara Kecepatan aliran udara

Bau Kualitas ventilasi Pencahayaan Kadar debu/ Respirable Suspended Particle

Legionnaire disease berhubungan dengan system pendingin dalam ruang

namun disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri legionella pneumophila. Lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut. Reaksi legionella memang sering tidak spesifik Demam, menggigil, pusing,batuk berdahak, badan lemas, tulang ngilu dan hilang selera makan.

Suhu udara Variasi suhu udara tubuh dengan ruangan memungkinkan

terjadinya pelepasan suhu tubuh, sehingga tubuh merasa nyaman. Penilaian suhu udara ruangan umumnya dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu suhu basah udara mengandung uap air, dan suhu kering Bagi pekerja dengan beban kerja ringan kisaran suhu dapat lebih luas yaitu 20-25C. Perubahan suhu>7C secara tiba-tiba dapat menyebabkan vasokonstriksi saluran darah Penetapan suhu kota Jakarta 21,7C - 26,2C (musim hujan ) dan suhu tertinggi 27,3C - 32C ( musim kemarau).

Kelembapan udara Perbandingan suhu basah dan suhu kering (persen) Kelembaban relative rendah,