syndrome bechets
DESCRIPTION
Syndrome BechetsTRANSCRIPT
A. Tahap perkembangan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
Menurut Stanley, tahap perkembangan SAR dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada
waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat
dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan
menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.
2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR.
Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.
Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada
tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh
lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang
berkurang.
4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan
ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak
meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR
menyembuh dan lesi baru berkembang
B. Diagnosa Banding
1. Bechet’s syndrom
Yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari uveitis yang berulang , ulkus
aphtous, dan ulkus pada daerah genital yang disebabkan oleh vaskulitis
sebagai akibat dari proses autoimun multisistim.
Vaskulitis adalah inflamasi pada pembuluh darah. Pada keadaan ini
biasanya lumen pembuluh darah kita mengalami penyempitan, sehingga dapat
menyebabkan iskemia jaringan.
Syndrom bechet ini memiliki 3 gejala (triad ulserasi) yaitu di ruang
anterior mata, rongga mulut (oral apthae), genital.
Tanda klinik :
- Ulkus
- Oval
- Diameter bervariasi
- Eksudat serebrinosa menutupi permukaan
- Rata
- Tepi merah
- Sakit
- Dangkal
- Batas jelas
- Kambuhan
DD : SAR
Persamaan dengan SAR
- Sama- sama ulser
- Sama – sama sakit
- Sama – sama oval
- Sama – sama etiologi idiopatik
- Sama – sama tepi kemerahan
- Sama – sama tidak ada peninggian
- Sama- sama rekuren
- Sama – sama bisa diterapi kortikosteroid
Perbedaan SAR dengan syndrome bechet’s
PERBEDAAN BECHET’S
SYNDROME
SAR
Jumlah single Sigle / multiple
Lokasi Ada 3 tempat Lokasi di mukosa
mulut
PENGOBATAN
- Kortikosteroid sistemik
- Steroid sistemik
- Imunosupresif drug
- Dapsone
Pemeriksaan penunjang
a. Biopsi adalah mengambil sepotong jaringan hidup dan memeriksa
secara mikroskopis. Tujuan biopsi terutama adalah menegakkan
diagnosis, selain itu dapat pula digunakan untuk mengevaluasi
perjalanan penyakit dan pengobatan. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan pada tindakan biopsi, yaitu persiapan prebiopsi termasuk
di dalamnya persiapan alat dan pasien; berbagai teknik biopsi ;
perlakuan terhadap jaringan hasil biopsi dan komplikasi post biopsi.
b. Serologi merupakan cabang imunologi yang mempelajari reaksi
antigen-antibodi secara invitro.Reaksi serologis dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa agen infeksius memicu host untuk
menghasilkanantibodi spesifik, yang akan bereaksi dengan agen
infeksius tersebut. Reaksi serologis dapat digunakanuntuk mengetahui
respon tubuh terhadap agen infeksius secara kualitatif maupun
kuantitatif.Keuntungan melakukan pemeriksaan serologis untuk
menegakkan diagnosa suatu penyakit antaralain karena reaksi serologis
spesifik untuk suatu agen infeksius, waktu yang diperlukanlebih
singkat daripadape,eriksaan kultur/identifikasi bakteri, dan
pengambilan sampel relatif mudah yaitu darah.
2. SAR DAN VARISELLA ZOSTER
Tanda klinis
SAR Varisella zoster
Sar diawali gejala prodormal yang
digambarkan dengan rasa sakit dan
terbakar selama 24-48 jam sebelum
terjadi ulser. Ulser ini menyakitkan,
berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval,
tertutup selaput pseudomembran
kuning keabu-abuan, dan dikelilingi
pinggiran yang eritematus dan dapat
bertahan untuk beberapa hari atau
minggu.
Pada permulaannya, penderita akan
merasa sedikit demam, pilek, cepat
merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-
gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada
kasus yang lebih berat, bisa didapatkan
nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Beberapa hari kemudian timbullah
kemerahan pada kulit yang berukuran
kecil yang pertama kali ditemukan di
sekitar dada dan perut atau punggung
lalu diikuti timbul di anggota gerak dan
wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah
menjadi lenting berisi cairan dengan
dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin
terasa agak nyeri atau gatal sehingga
dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting
ini dibiarkan maka akan segera
mengering membentuk keropeng
(krusta) yang nantinya akan terlepas
dan meninggalkan bercak di kulit yang
lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak
ini lama-kelamaan akan pudar sehingga
beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi.
ETIOLOGI
SAR Varisella zoster
Sampai saat ini, etiologi SAR masih
belum diketahui dengan pasti. Ulser
pada SAR bukan karena satu faktor saja
tetapi multifaktorial yang
memungkinkannya berkembang menjadi
ulser.
Faktor-faktor ini terdiri dari pasta gigi
dan obat kumur sodium lauryl sulphate
(SLS), trauma, genetik, gangguan
immunologi, alergi dan sensitifitas,
stres, defisiensi nutrisi, hormonal,
merokok, infeksi bakteri, penyakit
sistemik, dan obat-obatan. Dokter gigi
sebaiknya mempertimbangkan bahwa
faktor-faktor tersebut dapat memicu
perkembangan ulser SAR
Penyebab cacar air adalah virus
varicella-zoster.
PERAWATAN
SAR Varisella Zoster
1. Edukasi
bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai penyakit yang dialami yaitu
SAR agar mereka
mengetahui dan menyadarinya.
2. Instruksi bertujuan agar dapat
dilakukan tindakan pencegahan dengan
menghindari faktor-faktor yang dapat
memicu terjadinya SAR.
3. Pengobatan bertujuan untuk
mengurangi gejala yang dihadapi agar
pasien dapat mendapatkan kualitas
hidup yang menyenangkan
Pasien yang menderita SAR dengan
kesakitan yang sedang atau parah, dapat
diberikan obat kumur yang
mengandung benzokain dan lidokain
yang kental untuk
menghilangkan rasa sakit jangka
pendek yang berlangsung sekitar 10 -15
menit.
Untuk menghilangkan rasa sakit yang
berlangsung sehingga enam jam, dapat
diberikan zilactin secara topikal.
Zilactin dapat lengket pada ulser dan
membentuk membran impermeabel
yang melindungi ulser dari trauma dan
iritasi lanjut. Dapat juga diberikan
Terapi yang biasanya dilakukan
adalah terapi suportif untuk
peningkatan kondisi sistem kekebalan
tubuh dan terapi untuk mencegah
infeksi sekunder (infeksi penyakit lain
yang menyusul infeksi oleh suatu
penyakit) akibat lesi/luka dari vesikel-
vesikel yang timbul.
Dapat diberikan obat untuk
mengurangi gatal (antihistamin). Jika
terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotik. Jika kasusnya berat, bisa
diberikan obat anti-virus asiklovir.
Untuk menurunkan demam, sebaiknya
gunakan paracetamol. Obat anti-virus
boleh diberikan kepada anak yang
berusia lebih dari 2 tahun.
Untuk mengurangi rasa gatal dan
mencegah penggarukan, sebaiknya kulit
dikompres dingin. Bisa juga dioleskan
losyen kalamin, antihistamin atau
losyen lainnya yang mengandung
mentol atau fenol.
Untuk mengurangi resiko terjadinya
infeksi bakteri, sebaiknya:
- kulit dicuci sesering mungkin dengan
ziladent yang juga mengandung
benzokain untuk topikal analgesia.
Selain itu, dapat juga menggunakan
larutan betadyne secara topikal dengan
efek yang sama.
Dyclone digunakan sebagai obat kumur
tetapi hanya sebelum makan dan
sebelum
tidur. Aphthasol merupakan pasta oral
amlexanox yang mirip dengan zilactin
yang
digunakan untuk mengurangi rasa sakit
dengan membentuk lapisan pelindung
pada
ulser
air dan sabun
- menjaga kebersihan tangan
- kuku dipotong pendek
- pakaian tetap kering dan bersih.
Persamaan Dan perbedaan
Persamaan Perbedaan
diawali gejala prodormal 1. SAR terjadi rasa sakit dan
terbakar selama 24-48 jam
sebelum terjadi ulser. Ulser ini
menyakitkan, berbatas jelas,
dangkal, bulat atau oval, tertutup
selaput pseudomembran kuning
keabu-abuan, dan dikelilingi
pinggiran yang eritematus dan
dapat bertahan untuk beberapa
hari atau minggu.
2. Varisella Zoster terjadi
kemerahan pada kulit yang
berukuran kecil yang pertama
kali ditemukan di sekitar dada
dan perut atau punggung lalu
diikuti timbul di anggota gerak
dan wajah. Kemerahan pada kulit
ini lalu berubah menjadi lenting
berisi cairan dengan dinding
tipis. Ruam kulit ini mungkin
terasa agak nyeri atau gatal
sehingga dapat tergaruk tak
sengaja.
1. Etiologi SAR masih belum
diketahui dengan pasti. Ulser
pada SAR bukan karena satu
faktor saja tetapi multifaktorial
yang memungkinkannya
berkembang menjadi ulser.
2. Etiologi Varisella Zoster adalah
virus varicella-zoster.
3. Herpes Simplek
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan
infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi
yaituHSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes
Simplex Virus Type II) (Anonim, 2007).
Etiologi
Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili
herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies HSV
tipe 1 dan tipe 2, keduanya dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau
digunakan antibody spesifik atau antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan tipe 2
juga berbeda kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur
sel, embryo telur dan pada binatang percobaan.
Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus
permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat
resisten). HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral, virus menyebar melalui
droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi.
Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari
perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis melalui
transmisi selama seks oral-genital (Anonim, 2002).
herpetic whitlow
Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara yang
paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi melalui
perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien
HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2
biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin
ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal,
atau anal-genital. Penularan kepada neonatus biasanya terjadi melalui jalan lahir
yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau postpartum (Anonim, 2002).
Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-kadang
lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi genital
primer. Setelah itu, HSV dapat ditemukan secara intermittent pada mukosal
selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan atau tanpa
gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitas lebih pendek dibandingkan
infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah 5 hari
(Anonim, 2002).
Gejala Klinis
Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling
berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi
nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan
pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut
selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan
keropeng atau kerak (scab).
Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan
spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1
minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti
dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai
munculnya gejala dan komplikasi kulit menyerupai eczema kronis,
meningoencephalitis. HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2% faringotonsilitis akut,
biasanya sebagai infeksi primer (Anonim, 2002).
HSV I primer biasanya asimptomatik. Gejala prodormal yang diberikan
diantaranya demam, menggigil, terdapat lmphadenopathy servikal, ditemukan
ulkus di dalam mulut pada permukaan ginggiva. Pada HSV I Sekunder (Lesi
labial rekuren) gejala prodormal yang muncul diantaranya gatal, rasa terbakar,
kesemutan selama 12-36 jam. Kemudian ada pembentukan vesikel. Vesikel pecah,
menjadi ulkus dan krusta dalam 48 jam. Lesi dapat sembuh dalam 7-14 hari.
Faktor predisposisi HSV I sekunder ini diantaranya stress, sakit demam, terpapar
sinar UV, kelelahan dan menstruasi (Cawson dan Odell, 2002).
Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam
blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas
dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan
sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma,
demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga
menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating
antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi.
Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan
immunosuppressed (Cawson dan Odell, 2002).
Dapat menyerang SSP bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun karena
terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari meningoencephalitis.
Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis, iritasi selaput otak,
drowsiness, bingung, stupor, koma dan tanda-tanda neurologis fokal, dan sering
dikaitkan dengan satu atau wilayah temporal lain. Gejala-gejala ini mungkin
dikacaukan dengan berbagai lesi intrakranial lain seperti abses pada otak dan
meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat menurunkan angka kematian yang
tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA virus herpes pada LCS atau biopsi
dari jaringan otak seharusnya segera dilakukan pada tersangka untuk menegakkan
diagnosa pasti (Cawson dan Odell, 2002).
Manifestasi pada Rongga Mulut
Primer Herpes Simplex (HSV-I) tipe 1 merupakan virus yang paling
umum menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Paling sering terjadi pada
anak-anak di bawah usia 6 tahun tetapi dapat terjadi pada pasien yang lebih tua.
Infeksi primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-klinis (tanpa tanda-
tanda atau gejala klinis). Herpes simplex virus hampir di mana-mana di populasi
umum; lebih dari 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap herpes
simplex virus oleh dekade keempat kehidupan. Sekali seseorang terinfeksi,
virus menyebar ke daerah massa jaringan saraf, ganglia (misalnya, trigeminal
ganglion), di mana ia tetap laten namun dapat diaktifkan kapan saja sesuai
kondisi. Kedua herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan infeksi orofacial
dan infeksi kelamin, tetapi HSV-I lebih sering bertanggung jawab atas lesi di
dalam dan sekitar mulut
Herpes gingivostomatitis
Bibir dan gingiva dan mukosa buccal terlibat tetapi kadang-kadang juga
lidah dan retropharynx. Lesi individual dapat dimulai sebagai vesikula tetapi
mungkin meluas ke mukosa dan lapisan kulit dalam, menyukai penyebaran
sistemik. Ada reaksi inflamasi lebih besar dan akibatnya edema dan eritema.
Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard
diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat kali
lipat antibodi. Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan hasil. Chair-
side kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu beberapa menit pada
lesi smear/ coreng menggunakan immunofluoressence yang tersedia, tapi terbatas
pada biaya. Biopsi jarang digunakan tapi jika dilakukan akan memperlihatkan
vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi dengan multinucleated giant cells yang
menggambarkan viral- infected keratinocytes.
Pasien, dan anak- anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar dan
diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk membatasi
bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di daerah lainnya.
Terapi suportif simptomatik termasuk obat kumur clorhexidine, terapi analgesik,
soft diet, dan cukup minum. Menggunakan acyclovir, agen antivirus dengan
melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis standard 200mg acyclovir, 5 kali
sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk anak dibawah 2
tahun.
Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus
dilakukan. Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup asupan
cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik untuk
mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam adalah
gejala. Pada kasus yang parah mungkin perlu untuk menggunakan anestesi
topikal seperti lidokain atau diphenhyclramine. Pasien sering dapat mentolerir
cairan dingin, dan mereka dapat membantu dalam mencegah dehidrasi (Brightman
V, 1997).
Chronic Herpetic Simplex
Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang
ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa.
Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi primer herpes
simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak, sedangkan VHS tipe II
biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas seksual.
Tempat prediliksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital.
Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan kemudian
menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi kusta dan
kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.
Infeksi Herpes Simplex Kronis
Pengobatan bersifat simtomatik. Aspirin atau asetaminofen dapat diminum
untuk mengatasi demam dan mengatur keseimbangan cairan tubuh. Untuk pasien
yang mengalami kesulitan makan dan minum, dapat diberikan topikal anastesi,
seperti dyclonine hyrocloride 0,5%. Untuk pengobatan sistemik dapat diberikan
asiklovir 5 x 400 mg/hari selama 5-10 hari (Brightman V, 1997).
Rekuren HSV
Infeksi herpes berulang berkembang di sekitar sepertiga dari pasien yang
memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang paling sering
kambuhan. Biasanya dilihat sebagai sekumpulan vesikel muncul di sekitar bibir
setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan rangsangan mekanis
mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.
Herpes simplex labialis
Infeksi herpes labialis yang berulang ( recurrent herpes labialis (RHL)
merupakan infeksi recurrent intraoral herpes simplex (RIH) terjadi pada pasien
yang mengalami infeksi herpes simplex sebelumnya dan yang memiliki serum
antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi yang berulang ini
terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa. Herpes yang berulang tidak
merupakan infeksi tetapi virus yang aktif kembali dari masa laten di jaringan
saraf. Herpes simplex dikultur dari trigeminal ganglion dari cadavers manusia,
dan lesi herpes yang berulang biasanya tampak setelah pembedahan ganglion.
Herpes recurrent mungkin dapat diaktifkan oleh trauma bibir, demam, sunburn,
imunosuresi dan menstruasi. Perjalanan virus menginfeksi sel epitel,
penyebarannya dari sel ke sel untuk menyebabkan sebuah lesi.
UVR matahari memiliki efek immunoregulatori dimana respons sitokin
Th1 ditekan. Sehingga, sensitisasi dan penimbulan imunitas termediasi sel pada
manusia, biasanya dinilai dengan respons hipersensitifitas kontak (CHS)
terhambat. Penipisan jumlah sel Langerhans epidermal yang dipicu oleh UVR,
perekrutan makrofag dermal dan epidermal yang juga bertindak sebagai sel-sel
penampak antigen, dan pelepasan mediator inflammatori seperti faktor
pengaktivasi platelet, TNF-α, IL-4, IL-10, TNF-β, α-MSH, dan CGRP adalah
proses-proses yang penting dalam immunomodulasi. Ini merubah proses
penampakan antigen normal, menyebabkan terbentuknya sel T regulatori yang
sangat spesifik yang secara khusus menghambat imunitas yang dimediasi sel
untuk antigen-antigen yang baru ditemukan (Masdin, 2010).
Immunosupresi (penekanan sistem kekebalan) yang dipicu oleh UVR
memiliki peranan utama dalam fotokarsinogenesis, memfasilitasi pertumbuhan
dan munculnya tumor (berdasarkan penelitian pada mencit). Fotoimmunosupresi
(penekanan sistem kekebalan oleh sinar matahari) dianggap memegang peranan
dalam terjadinya kanker pada manusia, dan fakta bahwa pasien transplant organ
yang menjalani terapi immunosupresif memiliki risiko yang sangat meningkat
untuk semua jenis kanker kulit lebih memberikan dukungan terhadap pendapat
ini. Keterpaparan terhadap UVR juga meningkatkan kejadian dan keparahan
penyakit infeksi pada hewan percobaan dan menekan penimbulan imunitas
terhadap beberapa penyakit infeksi pada manusia. Sampai sekarang, bukti terbaik
untuk hal ini adalah kerentanan yang meningkat terhadap lesi virus herpes simplex
rekuren pada kulit yang terpapar akut terhadap sinar matahari (Masdin, 2010).
Seluruh pasien yang mengalami infeksi herpes primer tidak mengalami
herpes recurrent. Jumlah pasien dengan riwayat infeksi genital primer dengan
HSV1 yang kemudian mengalami infeksi HSV rekuren kira-kira 15%. Rata- rata
angka kambuhan untuk infeksi HSV1 oral antara 20-40%.
Fever blister
Cold sore" atau "fever blister" merupakan suatu lesi vesikuler mukosa
biasanya terletak di sekitar lubang seperti bibir dan hidung. Sering beberapa lesi
muncul secara serentak atau berturut-turut. Sering ada riwayat infeksi saluran
pernafasan sebelumnya atau demam, paparan sinar matahari atau dingin, atau
trauma ke daerah, tetapi apakah pada kenyataannya pengaruh ini mengaktifkan
virus tetap tidak jelas.
Cold sore atau fever blisters, diperparah oleh faktor presipitasi demam,
menstruasi, sinar UV, dan mungkin stres emosional. Lesi didahului oleh periode
prodormal yaitu tingling atau burning. Diiringi dengan edema di tempat lesi,
diikuti dengan formasi cluster vesikel kecil. Masing- masing vesikel berdiameter
1-3 mm, dengan ukuran cluster 1-2 cm. Ukuran lesi secara umum tergantung imun
individu
Lesi pada penderita Herpes
Jika pada tes laboratorium dapat dipastikan, RIH dapat dibedakan dari
RAS dengan cytology smears dari lesi baru. Cairan dari lesi herpes menunjukkan
sel dengan ballooning degeneration dan multinucleated giant cells; sedangkan
pada lesi RAS tidak. Untuk hasil yang lebih akurat, dapat di test dengan cytology
smears untuk HSV dengan menggunakan fluorescein- antigen HSV. Kultur virus
juga digunakan untuk membedakan herpes simplex dari lesi virus lainnya,
terutama infeksi varicella zoster.
Infeksi herpes kambuhan pada bibir dan mulut jarang dibandingkan
gangguan sementara pada individu normal. Pasien yang sering mengalami , besar,
nyeri atau lesi yang kotor harus berkonsultasi. Pertama dokter harus mencoba
untuk memperkecil pemicunya. Beberapa kambuhan dapat dikurangi dengan
menggunkan unblock selama terpapar sinar matahari.
Obat- obatan dapat menekan formasi dan mempercepat waktu
penyembuhan dari lesi recurrent yang baru. Acyclovir, obat antiherpes, aman dan
efektif. Obat antivirus yang baru seperti valacyclovir, prodrug dari acyclovir, dan
famciclovir, prodrug dari penciclovir, memiliki bioavailabilitas yang lebih besar
dari pada acyclovir, tapi tidak mengurangi masa laten HSV. Tetapi , pada
percobaan tikus, famciclovir dapat menekan HSV laten. Keefektivan obat
antiherpes untuk mencegah kambuhan genital HSV. Acyclovir 400mg dua kali
sehari, valaciclovir 250 mg dua kali sehari dan famciclovir 250mg yang lebih
efektif pada kambuhan genital. Penggunaan antiherpes nucleoside analog untuk
mencegah dan mengobati RHL namun sangat kontroversial. Terapi sistemik
seharusnya tidak digunakan untuk pengobatan berkala atau RHL yang biasa, tapi
kadang- kadang digunakan untuk mencegah lesi pada pasien mudah terjangkit
sebelum resiko yang tinggi seperti berski dengan ketinggian yang tinggi atau
sebelum menjalani prosedur seperti dermabrasi atau pembedahan nervus
trigeminal. Beberapa dokter menganjurkan menggunakan terapi antiherpes
suppressive untuk persentase kecil pada pasien RHL yang sering mengalami
peristiwa deforming pada RHL. Acyclovir 400 mg dua kali sehari terbukti
mengurangi frekuensi dan keganasan RHL. Acyclovir maupun penciclovir
tersedia pada sediaan topical, digunakan pada untuk mempercepat waktu
penyembuhan pada RHL kurang dari 2 hari (Cawson dan Odell, 2002).
2.6 Penatalaksanaan
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV.
Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat
menghambat perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap
bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda
pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati (Anonim, 2007).
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah
Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna
untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir (zovirax®) digunakan secara oral,
intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa
sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan
infeksi herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut
bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat
bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah
dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap acyclovir.
Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai
pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat
tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa.
Pengobatan spesifik pada infeksi herpes, misalnya gejala akut dari herpetic
keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin atau adenine
arabisonide (vidarabine, via-A® atau Ara-A®) dalam bentuk ophthalmic ointment
atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali
dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat berpengalaman. Acyclovir IV
sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitis tetapi mungkin
tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis (Anonim, 2002).
4. Gingivostomatitis Herpetika Primer
Perbedaan Stomatitis Aftosa Rekuren Gingivostomatitis Herpetika Primer
pengertian Kelainan pada mukosa mulut dengan gejala khas : ulser, kambuhan, dan terasa nyeri.
Bentuk tersering dari infeksi HSV tipe 1 pada rongga mulut yang ditandai dengan lesi ulserasi pada lidah, bibir, mukosa gingiva, palatum durum dan molle.
Etiologi Belum diketahui/ masih belum jelas, namun banyaknya laporan mengenai rekurensi penyakit ini pada masa sebelum, saat, dan pasca menstruasi memunculkan dugaan adanya pengaruh hormon terhadap terjadinya SAR.
Umumnya terjadi pada anak kecil dan jarang pada orang dewasa.
Gambaran klinis Dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu minor aphtae, mayor aphtae, dan herpetiform ulcers. Lesi SAR menimbulkan rasa nyeri, bentuknya bulat atau oval dengan pusat nekrotik yang dangkal disertai dengan pseudomembran warna putih kekuningan yang dikelilingi oleh daerah eritematous yang mengalami peninggian.
Adanya lesi ulserasi pada lidah, bibir, mukosa gingiva, palatum durum dan molle.
Faktor Predisposisi Gangguan imunologi, hormonal, endokrin, stres emosional, herediter, defisiensi nutrisi, vitamin, trauma, penyakit sitemik, alergi makanan/obat-obatan.
Sistem imun yang buruk, seringkali menyertai kondisi infeksi akut seperti pneumonia, meningitis, influenza, tifus, infeksi
mononukleusis dan kondisi stress. Cara penularan melalui dropplet infectiondan kontak langsung.
Periode Inkubasi Riwayat lesi pada umumnya berupa rasa nyeri yang muncul dalam interval 3 – 4 minggu. Kadang ada yang berlangsung terus-menerus, tetapi ada juga yang muncul kembali setelah beberapa bulan. Stomatitis aftosa minor yang soliter dapat bertahan hingga 7 – 10 hari, kemudian sembuh tanpa membentuk jaringan parut.
Periode inkubasi hingga 2 minggu. Fase prodromal ditandai malaise dan kelelahan, sakit otot dan kadang sakit tenggorokan. Pada tahap awal nodus limfe submandibular sering membesar dan sakit. Fase prodromal ini berlangsung 1-2 hari dan diikuti dengan timbulnya lesi oral dan kadang sirkumoral. Vesikula kecil berdinding tipis dikelilingi dasar eritematous yang cenderung berkelompok timbul pada mukosa oral. Vesikula kemudian pecah dengan cepat dan menimbulkan ulser bulat dangkal. Ulser dapat terjadi pada semua bagian mukosa mulut.Dengan berkembangnya penyakit, beberapa lesi bersatu membentuk lesi ireguler yang lebih besar. Lesi ini disertai simptom demam, anoreksia, limfadenopati dan sakit kepala. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan leukositosis atau neutropenia yang berhubungan dengan infeksi virus.
Penatalaksanaan dibagi ke dalam dua tahap:
1. Pengendalian faktor
predisposisi,
2. Pengobatan simtomatis dan
perawatan suportif.
Pengobatan spesifik yang efektif belum diketahui. Terapi anti virus sistemik diberikan pada pasien imunokompeten. Pengobatan profilaksis acyclovir diberikan untuk pencegahan dan kekambuhan infeksi pada pasien
imunokompeten. Pengobatan suportif berupa istirahat, rehidrasi, antipiretik dan analgesik.Untuk infeksi oral, penggunaan antiseptik misalnya chlorhexidine gluconate atau obat kumur tetrasiklin dapat menurunkan infeksi sekunder. Obat kumur analgesik akan mengurangi rasa sakit terutama saat pasien makan.Mencegah kekambuhan dengan cara menghindari faktor pencetus, mencegah infeksi melalui penyuluhan. Infeksi HSV dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari.