sgd 2 makalah gangguan peraba
DESCRIPTION
SGD 2 Makalah Gangguan PerabaTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN INDERA PERABA (TACTILE DEFENSIVENESS)
OLEH: SGD 2
I PUTU RAMA CANDRA (1102105001)
I DEWA AYU AGUNG INTEN DARMAYANTI (1102105007)
PUTU PANDE EKA SUPUTRI (1102105016)
I MADE HADIARTADANA (1102105022)
KADEK LINDA DWI SAVITRI (1102105035)
NI PUTU RATIH FEBRIANA DEWI LESTARI (1102105042)
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI (1102105046)
NI MADE SETIA DEWI (1102105048)
SI AYU YUSI YUKISFINI (1102105055)
I GEDE MEYANTARA EKA SUPUTRI (1102105065)
NI WAYAN MAS UTAMI GARNISWARI (1002105054)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di
kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri,
suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan
diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari.
Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat
menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh,
menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju
tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu. Bentuk
lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel. Bentuk
hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau
perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan,
orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat
menyebabkan anak berada dalam bahaya (Elina Waiman dkk, 2011). Sedangkan defensif
sensorik istilah ini menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi secara negatif, atau
dengan alarm, untuk sensasi yang umumnya dianggap ofensif (Wilbarger dan Wilbarger,
1991).
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi tactile defensiveness.
1.2.2 Untuk mengetahui data stastistik yang mendukung angka kejadian gejala
gangguan sensori presepsi ini dan penyakit yang menyertainya.
1.2.3 Untuk mengetahui etiologi penyakit.
1.2.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit/ masalah kesehatan tersebut.
1.2.5 Untuk mengetahui penyakit penyerta/gangguan kesehatan yang mengikuti dan
atau mendasari dari penyakit tersebut (jika ada).
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi penyakit ini.
1.2.7 Agar bisa membuat dan memahami pathway analysis berkaitan dengan penyakit
ini.
1.2.8 Untuk mengetahui rumusan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan
penyakit ini.
1.2.9 Untuk mengetahui intervensi keperawatan dari 3 dignosa keperawatan.
1.2.10 Agar bisa mencari jurnal yang berkaitan dengan penyakit ini.
1.3 Manfaat
1.3.1 Sebagai media pembelajaran.
1.3.2 Pelengkap arsip studi
1.3.3 Sarana membaca
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan definisi tactile defensiveness!
Pembahasan:
Pada persepsi taktil (tactile perception), kemampuan persepsi taktil yang utama
adalah membedakan hanya dengan meraba, kemampuan untuk mengenal benda-benda
yang dikenal, atau tekstur dan lokasi dari anggota badan yang dapat disentuh oleh
seseorang. Termasuk ke dalam taktil adalah:
a. Taktil agnosia (astereognosis), yaitu ketidakmampuan untuk mengenal benda-benda
yang telah dikenal sebelumnya melalui sentuhan,
b. Agnosia jari-jari (finger agnosia), yaitu ketidakmampuan untuk mengenali suatu
objek melalui jari-jemarinya tanpa melihat terlebih dahulu,
c. Tactile defensiveness yaitu ketidaktepatan, tanggapan yang bersifat berlebihan
terhadap masukan taktual, dimungkinkan tanggapannya terlalu negatif untuk dapat
diraba atau menghindari kontak dengan permukaan yang dapat dipakai sebagai
masukan taktual yang kuat, seperti bahan-bahan untuk permadani dan sikat.
Tactile defensiveness mengacu pada pola diamati perilaku dan emosional
tanggapan, yang permusuhan, negatif dan tidak proporsional, untuk jenis tertentu taktil
rangsangan bahwa kebanyakan orang akan menemukan untuk menjadi non-menyakitkan
(Royeen & Lane, 1991). Ini adalah jenis Disfungsi Integratif Sensori, yang adalah
ketidakmampuan otak untuk memproses dan menggunakan informasi melalui indra.
Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat
menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh,
menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju
tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu. Bentuk
lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel (Elina
Waiman dkk, 2011).
Selain itu, dasar-dasar teori mengenai disfungsi tactile defensiveness juga
dijelaskan oleh:
a. Ayres (1964) mengungkapkan sebuah teori sistem ganda yang menghasilkan Tactile
defensiveness berasal dari ketidakseimbangan d idalam dua sistem somatosensory-
sistem pertahanan dan sistem diskriminatif. Tactile defensiveness terjadi ketika sistem
pertahanan dalam inisiasi yang cukup mendominasi berlebihan sistem diskriminatif
b. Larson (1982) mengatakan ketidakseimbangan dalam mekanisme dischanding dari
daerah yang lebih tinggi dari otak, yang mana dihasilkan terlalu sedikit atau terlalu
banyak inhibisi.
c. Fisher dan Dunn (1983) mengatakan bahwa hipotesis input taktil mungkin regulasi
dibagian spinal cord oleh pengaruh inhibitor dari pusat yang lebih tinggi. Dalam kasus
tactile defensiveness modulasi ini mungkin kurang yang menyebabkan reaksi
berlebihan stimuli taktil.
d. Royeen dan Lane (1991) mengajukan sebuah konsep berkelanjutan dari registrasi
sensori dan modulasi tactile defensiveness merupakan bagian dari keseluruhan
sensory defense, disfungsi yang lebih luas yang menyebabkan akhir dari sistem
berkelanjutan tersebut. Mereka menspekulasi bahwa disfungsi sistem limbik yang
menyebabkan kekuarang modulasi.
e. Baranek dan Berkson (1994) mendukung ide bahwa Tactile defensiveness merupakan
konseptual terbaik dalam responsiveness dalam sebuah rangkain respon dibandingkan
dengan sebuah kategori prilaku berlainan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tactile defensiveness merupakan ketidaktepatan, tanggapan
yang bersifat berlebihan terhadap stimulus tactual.
2. Carilah data stastistik yang mendukung angka kejadian gejala gangguan sensori
presepsi ini dan penyakit yang menyertainya!
Pembahasan:
Sekitar 10% dari populasi anak di Amerika Serikat mengalami keparahan, melebihi atau
kekurangan rangsangan sensorik yang mengganggu kegiatan kehidupan sehari-hari.
Antara 6% dan 17% dari bayi menunjukkan defensif taktil dan pada anak-anak dengan
temperamen yang buruk, defensif taktil hadir dalam 64-86%. Mungkin 15% atau lebih
dari total penduduk bersifat defensif sensorik, termasuk taktil defensiveness. Anak
dengan tektil defensive lebih banyak diderita oleh anak perempuan dibandingkan dengan
anak laki-laki (Ahn, dkk, 1997). Di Indonesi sendiri tidak ada data pravelansi mengenai
angka kejadian penyakit ini. Hal ini disebabkan karena di Indonesia lebih menekankan 10
penyakit yang paling tinggi angka kejadiannya, yang berarti di Indonesia tidaklah banyak
angka kejadian penyakit ini.
3. Jelaskan etiologi penyakit!
Pembahasan:
Penyakit ini berawal dari gangguan sistem saraf pusat, dimana stimulus yang
masuk diartikan berbeda; stimulus sentuhan yang masuk dihantar dan diartikan berbeda
menjadi stimulus nyeri.
Disorganisasi saraf di daerah otak tengah dari otak, yang sebagian besar
bertanggung jawab untuk menyaring rangsangan yang masuk, dan mungkin tidak cukup
menyaring semua rangsangan taktil asing menyebabkan merasakan input sebagai ekstrim
dan tidak nyaman. Kemampuan sistem saraf pusat untuk memproses masukan sensorik
taktil terdistorsi menyebabkan ketidaknyamanan. Otak dapat mendaftar bahkan sensasi
paling halus seperti iritasi ekstrim atau bahkan menyakitkan dan ia dapat menanggapi
dengan cara normal reaktif seperti meringis atau menarik diri dari stimulus.
4. Jelaskan manifestasi klinis dari penyakit/masalah kesehatan tersebut!
Pembahasan:
Anak-anak dengan tactile defensiveness biasanya menunjukkan sikap yang hiperaktif dan
distractible, dengan bereaksi berlebihan terhadap rangsangan taktil. Adapun manifestasi
klinis dari tactile defensiveness dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Respons menghindar terhadap stimulasi sentuhan, diantaranya:
- Menghindari kontak dengan anak lain, misalnya memilih berdiri di belakang
selama berbaris atau diam di tepi kelompok saat bercerita.
- Menghindari sentuhan, misalnya kecenderungan untuk menarik diri atau
menghindari sentuhan untuk wajah.
- Menghindari kegiatan bermain yang melibatkan sentuhan, misalnya bermain pasir
atau cat jari dan cenderung untuk lebih memilih bermain sendiri.
- Menghindari pergi atau berjalan bertelanjang kaki, terutama di pasir dan rumput.
- Menghindari lingkungan yang ramai, suka diam di bawah meja, di belakang sofa,
atau di bawah tangga.
- Memilih-milih makanan, hanya mau rasa atau tekstur makanan tertentu, menolak
makanan yang dicampur, makanan panas atau dingin, dan sulit diperkenalkan
makanan baru
- Terganggu dengan sprei kasar.
b. Respons melawan terhadap sentuhan yang tidak menyakitkan, diantaranya:
- Tidak mau dicium, dipeluk atau didekap, bereaksi dengan melengkungkan
punggung, menangis atau menarik diri
- Menolak untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya mandi, memotong kuku, menyisir rambut dan mencuci wajah.
- Menolak untuk melakukan perawatan gigi dan/atau menyikat gigi.
- Terus-menerus menarik popok atau bajunya.
- Jengkel, khawatir, agresif terhadap cahaya atau sentuhan tak terduga.
c. Respons emosional terhadap stimulasi sentuhan, diantaranya:
- Menjadi cemas dan tertekan ketika secara fisik dekat dengan orang, misalnya
selama pertemua atau dalam ruang makan.
- Penolakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan social tertentu, misalnya pergi ke
pesta atau supermarket.
5. Jelaskan penyakit penyerta/gangguan kesehatan yang mengikuti dan atau
mendasari dari penyakit tersebut (jika ada)!
Pembahasan:
Penyakit penyerta/gangguan kesehatan yang mengikuti dan atau mendasari dari penyakit
tersebut, diantaranya:
a. ADHD (Hiperaktifitas)
b. Autisme
c. Reaksi alergi
d. Fragile x syndrome, ditemukan sekitar 60-90% dari anak laki-laki yang terdiagnosis
tactile defensiveness.
e. Temperament behavior problems
f. Delay Pervasive Developmental
g. Sensory Prossecing Disorders
6. Jelaskan komplikasi penyakit ini!
Pembahasan:
Komplikasi penyakit ini, diantaranya:
- Sering mengalami masalah kesehatan serius
- Kecelakaan
- Infeksi telinga kronis
- Pada bayi, lahir prematur kurang dari atau diantara 36 minggu
- Depresi
7. Buatlah pathway analysis berkaitan dengan penyakit ini!
Pembahasan:
(terlampir)
8. Rumuskan diagnosa keperawatan berkaitan penyakit!
Pembahasan:
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
- Gangguan persepsi sensori: taktil berhubungan dengan perubahan fungsi saraf sensori
ditandai dengan penurunan kemampuan menerima sensori.
- Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan
ansietas, takut, dan gelisah.
- Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan nyeri, ansietas berat, dan
gangguan persepsi.
- Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan nyeri, ansietas berat, dan
gangguan persepsi
- Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
psikologis ditandai dengan menghindari makanan.
- Ansietas berhubungan dengan stress ditandai dengan gelisah.
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera dintandai dengan perubahan posisi untuk
menghindari nyeri.
9. Buatlah intervensi keperawatan dari 3 dignosa keperawatan (prioritaskan yang
berkaitan langsung dengan masalah sensori presepsi)!
Pembahasan:
(terlampir)
10. Cari jurnal yang berkaitan dengan penyakit ini!
Pembahasan:
Judul jurnal yang kami bahas adalah “the Incidence of Confirmed Allergies
Among a Group of Tactile Defensive Children”. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah
untuk mengeksplorasi kejadian alergi dalam kelompok taktil defensif pada anak-anak.
Sampel penelitian adalah 24 anak, antara usia 3 dan 10 tahun. Perabaan-defensif anak
diidentifikasi dengan menggunakan Winnie Dunn Profil Sensory Caregiver Kuesioner,
sampel darah diambil di laboratorium patologi, dan kesadaran akan alergi diselidiki
dengan cara kuesioner. Tes alergi yang digunakan dalam penelitian ini adalah IgE
(digunakan untuk memberikan indikasi alergi memuat subyek yang menjadi sasaran), Cap
RAST (untuk campuran makanan anak, FX-5 - digunakan untuk mengidentifikasi alergi
terhadap susu sapi, putih telur, codfish, gandum, kacang tanah dan kacang kedelai), dan
Layar Cap Phadiatop inhalant (digunakan untuk mata pelajaran layar untuk alergi
mungkin untuk alergen hirup). Hasil dari penelitian tersebut adalah menunjukkan sebuah
hasil tinggi positif untuk IgE ditemukan di 47,8% dari anak-anak, sedangkan 30,4%
berdampak positif hasil untuk Phadiatop. Layar FX-5 pediatrik makanan adalah positif
33,3% dari anak-anak. kejadian ini ditemukan secara statistik signifikan ketika
dibandingkan dengan batas atas norma 8,0%. Jadi kesimpulannya adalah adanya tactile
dfensiveness menunjukkan lebih tinggi kejadian alergi dari normal. Oleh karena itu taktil-
defensif anak harus diskrining untuk kemungkinan adanya alergen (IgE total) dan untuk
yang spesifik alergi makanan (Cap RAST atau Cap makanan RAST pediatrik screen)
karena pilihan mereka yang terbatas makanan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa tactile defensiveness adalah ketidaktepatan,
tanggapan yang bersifat berlebihan terhadap stimulus tactual, di mana klien
menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi secara negatif, atau dengan alarm, untuk
sensasi yang umumnya dianggap ofensif, dengan angka kejadian penyakit ini lebih
banyak di luar negeri daripada di Indonesia sendiri. Ini adalah jenis Disfungsi Integratif
Sensori, yang adalah ketidakmampuan otak untuk memproses dan menggunakan
informasi melalui indra. Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan
tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan. Intervensi atau
terapi yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi tactile defensiveness secara bertahap
untuk memperoleh reaksi yang lebih normal dari berbagai stimulus taktil, serta
menormalkan kembali system saraf dalam menafsirkan informasi sentuhan.
3.2 Saran
Selain intervensi keperawatan yang sudah dijelaskan diatas, berikut adalah teknis
remediasi yang dapat membantu anak dengan tactile defensiveness (Mailloux, 1992):
a. Hindari untuk menyentuh anak dari belakang, dengan memastikan anak melihat kita
sebelum memberi instruksi atau meminta tanggapan.
b. Berikan ruang pada anak sehingga mereka tidak duduk cukup dekat untuk menyentuh
satu sama lain.
c. Jangan biarkan anak untuk berdiri atau menunggu dalam jangka waktu yang lama
dalam antrean.
d. Biarkan anak untuk berbaris paling depan atau belakang, sehingga meminimalkan
adanya kontak sentuhan.
e. Ajak anak untuk menyikat tubuh sendiri pada saat mandi dengan spons alami/lembut.
f. Berikat sudut/tempat yang tenang bagi anak untuk pergi ketika dia dalam keadaan
terlalu sensitif atau terganggu.
g. Perhatikan jenis kain, jenis pakaian, bermain zat, atau situasi social anak. Sampai
masalah ini diatasi, cobalah untuk menghindari situasi yang menjengkelkan bagi anak
(misalnya dengan membiarkan anak untuk memilih pakaiannya sendiri).
h. Cobalah secara bertahap untuk menggabungkan berbagai pengalaman taktil dalam
bermain, makan, saat mandi, dan lain-lain, namun sangan sampai memaksa anak
untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ayres, A.J. 1964. Tactile Functions: Their Relations to Hyperactive and Perceptual-Motor
Behaviour. American Journal of Occupation Therapy.
Fisher, A.F & Dunn, W.D. (1983). Tactile Defensiveness: Historical Perspectives, new
Research – A Theory Grows. Sensory Integration Special Interest Section Newsletter.
Larson, K.A. (1982). The Sensory History of developmentally Delayed Children With and
Without Tactile Defensiveness. American Journal of Occupational Therapy.
Mailloux, Z (1992). Tactile Defensiveness: Some People are More Sensitive. Sensory
Integration Quarterly, Volume 20, No.3.
Baranek, G.T. dan Berkson, G. (1994). Tactile Defensiveness in Children with
Developmental Disabilities: responsiveness and habituation. Journal of Autism and
Developmental Disorders.