askep sgd 5

65
ASKEP PADA KLIEN DENGAN STROKE DAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL OLEH: SGD 5 NI LUH PUTU SHINTA DEVI (0802105010) I MADE ARYA KAMASUTA (0802105014) NI WAYAN BUDI ARTHINI (0802105023) LUH PUTU JUNIARI LISTUAYU (0802105024) WAYAN WIRA ADNYANA (0802105037) NI NYM. PRADNYA PARAMITHA D. (0802105038) NI PUTU ARYSTA K.D. (0802105039) I.A. EKA JAYANTHI (0802105048) I GST. AYU SIKHA PERMATA A.S. (0802105049) NI PUTU WINDA IRMALIA DEWI (0802105062) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: komangtya

Post on 25-Jun-2015

323 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: askep sgd 5

ASKEP PADA KLIEN DENGAN STROKE DAN

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

OLEH:

SGD 5

NI LUH PUTU SHINTA DEVI (0802105010)

I MADE ARYA KAMASUTA (0802105014)

NI WAYAN BUDI ARTHINI (0802105023)

LUH PUTU JUNIARI LISTUAYU (0802105024)

WAYAN WIRA ADNYANA (0802105037)

NI NYM. PRADNYA PARAMITHA D. (0802105038)

NI PUTU ARYSTA K.D. (0802105039)

I.A. EKA JAYANTHI (0802105048)

I GST. AYU SIKHA PERMATA A.S. (0802105049)

NI PUTU WINDA IRMALIA DEWI (0802105062)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

UDAYANA

2009

Page 2: askep sgd 5

TINJAUAN PENYAKIT

1. PENGERTIAN

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).

Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang yang mempunyai

awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cerebrovaskular

Disease ( CVD), yaitu gangguan neurology yang sering terjadi pada orang

dewasa (Huddak & Gallo, 1996). Sedangkan menurut Neil F Gordon stroke

adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak.

Peningkatan tekanan intrakranial (PTIK) adalah suatu peningkatan

tekanan yang terjadi dalam rongga tengkorak. Tekanan intracranial

merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume jaringan otak,

volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari

salah satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua

faktor yang lain, maka terjadilah tekanan tinggi intrakranial. PTIK terjadi pada

penderita cedera kepala, stroke hemorrhagic dan trombotik, serta lesi desak

ruang seperti tumor otak. Massa intracranial bersama pembengkakkan otak

meninggikan TIK dan mendistorsikan otak.

2. EPIDEMIOLOGI

Stroke dan peningkatan TIK dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa

saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Diperkirakan satu sampai

tiga orang akan mengalami stroke dan satu dari tujuh orang meninggal karena

stroke. Insiden stroke timbul bervariasi, tergantung tempat atau negara, waktu,

serta penderitanya. Insiden stroke yang disebabkan oleh peningkatan TIK di

negara berkembang masih meningkat sedangkan di negara maju cenderung

menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan karena manajemen hipertensi,

penyakit jantung dan penyakit metabolik di negara maju telah makin baik.

Memang sebagian besar dari kasus stroke dapat diakatakan merupakan bukti

Page 3: askep sgd 5

kegagalan pengobatan hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit metabolik. 

Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55

tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat tiap dekade. Menurut

Schutz penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak menderita

perdarahan intrakranial (Junaidi, 2004).  Laki-laki cenderung untuk terkena

stroke lebih tinggi dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali

pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki yang

berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena

stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki

cenderung terkena stroke iskemik, sedangkan wanita lebih sering menderita

perdarahan subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan

wanita (Junaidi, 2004). Sampai sekarang faktor keturunan masih belum dapat

dipastikan gen mana penentu terjadinya stroke, menurut Brass dkk., yang

meneliti lebih dari 1200 kasus kembar monozygot dibandingkan 1100 kasus

kembar dizygot, berbeda bermakna antara 17,7% dan 3,6%. Tingkat kejadian

stroke di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan Cina, menurut

Broderick dkk., melaporkan orang negro Amerika cenderung berisiko 1,4 kali

lebih besar mengalami stroke perdarahan intrakranial, sedang orang kulit putih

cenderung terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial yang lebih

banyak (Junaidi, 2004). 

3. ETIOLOGI

Penyebab PTIK antara lain :

1. Tumor primer atau metastasis

2. Hemoragia otak

3. Hematoma subdural

4. Abses otak

5. Hidrosefalus akut

6. Tumor serebri

7. Infark yang luas

8. Trauma

9. Hematoma ekstraserebral

Page 4: askep sgd 5

10. Acute brain swelling

11. Nekrosis otak yang diinduksi oleh radiasi

12. Edema serebral

13. Hipoksia

Penurunan PaO2 menyebabkan vasodilatasi serebral kurang dari 60

mmHg.

14. Hiperkapnia (peningkatan CO2) yang menyebabkan vasodilatasi.

15. Kerusakan aliran balik vena yang eningkatkan volume darah serebral.

16. Peningkatan tekanan abdomen atau intratorakal

17. Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena

obstruksi mediastinal superior.

18. Gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.

Penyebab stroke antara lain :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

- Usia

Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,

semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan

adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan

pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih

kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

- Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa

laki-laki cenderung merokok. Dan rokok itu sendiri ternyata dapat

merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.

- Herediter

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan

riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk

terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke

pada keluarganya.

Page 5: askep sgd 5

- Ras/etnik

Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki

peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras

kulit hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

- Hipertensi (darah tinggi)

Orang-orang yang tekanan darahnya tinggi memiliki peluang

besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan

penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal

ini disebabkan karena pada kasus hipertensi, dapat terjadi

gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah

pada nantinya akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah

yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan

pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan

kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena

suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak

lama-lama akan mengalami kematian.

- Penyakit jantung

Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak

miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar

terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran

darah di tubuh terletak dijantung. Bilamana pusat mengaturan

aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh

pun akan mengalami gangguan. Termasuk aliran darah yang

menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak

pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun

bertahap.

- Diabetes mellitus

Diabetes melitus atau disebut juga sebagai kencing manis,

memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan

pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih

Page 6: askep sgd 5

kaku. Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa

darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian

jaringan otak.

- Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar

kolesterol didalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih

terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya

plak/kerak pada pembuluh darah, yang lama-lama akan semakin

banyak dan menumpuk sehingga lama-lama akan mengganggu

aliran darah.

- Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis

dan terbentuknya embolus dari lemak.

- Obesitas

Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan

kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana

biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan

dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).

- Merokok

Dari penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok

ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan

kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan

pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan

kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran

darah.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara

lain:

1. Thrombosis Cerebral.

Page 7: askep sgd 5

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis

biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis

dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi

serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada

48 jam setelah thrombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat

menyebabkan thrombosis otak:

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh

darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah.

- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi

thrombosis.

- Merupakan tempat terbentuknya thrombus dan kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus).

- Dinding arteri menjadi lemah, terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis (radang pada arteri)

2.Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan

Page 8: askep sgd 5

gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan

dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart

Desease (RHD).

b. Myokard infark

c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan

kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan

mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan

hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan

otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan

otak tertekan.

4. Iskhemik

Stroke yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada

arteri sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada

jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. Adanya

penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis)

akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.

4. PATOFISIOLOGI

Edema otak merupakan sebab yang paling lazim dari peningkatan tekanan

intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain peningkatan cairan

intrasel, hipoksia, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, iskemia serebral,

meningitis, dan tentu saja cedera.

Page 9: askep sgd 5

Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur.

Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48

jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial sampai 33

mmHg mengurangi aliran darah otak secara bermakna. Iskemia yang timbul

merangsang pusat motor, dan tekanan darah sistemik meningkat, Rangsangan

pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan

menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai refleks

Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. Akan tetapi,

menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi Co2 dan mengakibatkan

vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekananan intrakranial.

Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak

sawar darah orak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga

timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan

akhirnya menngkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran

darah otak, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan penigkatan PCo2),

dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut sehingga

terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali bila

dilakukan intervensi.

Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat

otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20%

dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi

anoksia seperti yang terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan

metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3

sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering

terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera

pada otak melalui empat mekanisme, yaitu: :

1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau

penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak

tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan

iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat

menimbulkan nekrosis.

Page 10: askep sgd 5

2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

jaringan otak.

4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan

pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas

kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri

otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal

sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha

membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan

awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya

warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri

serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama

berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga

aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di

samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu.

Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai

serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara

permanen.

(PATHWAY TERLAMPIR)

5. KLASIFIKASI

 Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

a. Stroke Haemorhagi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada

daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas

atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien

umumnya menurun.

b. Stroke Non Haemorhagi

Page 11: askep sgd 5

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya

terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi

hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Kesadaran umummnya baik.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

i. Transient Ischemic Attack (TIA)

Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan

timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24

jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien

tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya

TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya

sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja.

ii. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih

lama, maksimal 1 minggu (7 hari).

iii. Complete stroke

Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit

neurologist akut yang berlangsung lebih dari 24 jam.

iv. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)

Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit ditentukan

prognosanya. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,

berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.

6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala klinis yang muncul tergantung berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya. Gambaran klinis stroke dapat berupa

(Junaidi,2004) :

Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa kelemahan atau

kelumpuhan lengan atau tungkai, atau salah satu sisi tubuh.

Page 12: askep sgd 5

Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai atau

salah satu sisi tubuh. Mati rasa sebelah, terasa kesemutan, terasa seperti

terbakar.

Mulut, lidah mencong bila diluruskan.

Gangguan menelan  :  sulit menelan, minum sering tersedak.

Bicara tidak jelas, sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai

keinginan, pelo, sengau, bicaranya ngaco, kata-katanya tidak dapat

dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang

terucap.

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

Tidak memahami pembicaraan orang lain.

Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan.

Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun.

Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.

Hilangnya kendali terhadap kandung kemih, inkontinensia.

Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.

Menjadi pelupa (demensia).

Vertigo (pusing), atau perasaan berputar yang menetap saat tidak

beraktifitas.

Awal terjadinya penyakit (onset) cepat, mendadak, dan biasanya terjadi

pada saat beristirahat atau bangun tidur.

Hilangnya penglihatan berupa penglihatan yang terganggu, sebagian

lapang pandang tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri,

penglihatan gelap atau ganda sesaat.

Kelopak mata sulit dibuka.

Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga

atau pendengaran berkurang.

Menjadi lebih sensitif, menjadi mudah menangis atau tertawa

Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur.

Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan

baik, sempoyongan, atau terjatuh.

Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma).

Page 13: askep sgd 5

Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi dan

dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator

yang paling sensitif dari semua tanda peningkatan tekanan intracranial. Trias

klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah:

1. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah

2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus

optikus.

3. Muntah sering proyektil

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;

1. Hipertermia

2. Perubahan motorik dan sensorik

3. Perubahan berbicara

4. Kejang

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan pada stroke :

A. Pemeriksaan radiologi

CT scan didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

MRI untuk menunjukkan area yang mengalami infark,hemoragik.

Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,

apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu

tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.

B. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal: menunjukan adanya tekanan Normal dan cairan tidak

mengandung darah.

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan

kemudian berangsur-angsur turun kembali.

Page 14: askep sgd 5

Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu

sendiri

Pemeriksaan diagnostik pada PTIK :

Scan otak : meningkat isotop pada tumor.

Angiografi serebral : mengetahui adanya deviasi pada pembuluh

darah.

X-ray tengkorak : erosi posterior atau adanya kalsifikasi

intracranial.

X-ray dada : mendeteksi tumor paru primer atau penyakit metastase.

CT scan atau MRI : mengidentfikasi vaskuler tumor, perubahan

ukuran ventrikel serebral.

Ekoensefalogram : melihat peningkatan pada struktur midline.

8. PENATALAKSANAAN

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis

sebagai berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan

pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan

trakeostomi, membantu pernafasan.

b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk

usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,

tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

Page 15: askep sgd 5

3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat

reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi

alteroma.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu

dengan membuka arteri karotis di leher.

2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.

3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.

4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. PROGNOSIS

Prognosis stroke ditentukan oleh banyak parameter dan prediktor klinis. Pada

kasus stroke perdarahan, angka mortalitas relatif lebih tinggi. Penelitian

Larsen, dkk (1984) pada 53 pasien stroke perdarahan menunjukkan bahwa

angka mortalitas akut adalah 27%. Faktor prognosis yang utama adalah

tingkat kesadaran dan volume hematoma. Penelitian Fieschi, dkk (1988) pada

104 pasien stroke menunjukkan angka kematian pada bulan pertama adalah

30%. Faktor prognosis yang paling signifikan adalah usia, tingkat kesadaran

saat masuk RS, dan ukuran heatoma. Penelitian Kiyohara, dkk (2003) pada

1621 pasien stroke di Jepang memperlihatkan hasil serupa,  angka kematian

pada perdarahan serebral di 30 hari pertama adalah 63,3% dibanding infark

serebral sebesar 9%. Faktor demografik, penyakit penyerta, dan keparahan

gejala stroke berkontribusi terhadap luaran stroke. Penelitian kohort Kernan,

dkk (2000) memperlihatkan prognosis stroke dipengaruhi oleh usia,

komorbiditas gagal jantung, riwayat stroke sebelumnya, diabetes, hipertensi,

dan penyakit jantung koroner. Adanya komorbiditas, usia tua, riwayat stroke

sebelumnya akan memberikan prognosis yang lebih buruk.

Page 16: askep sgd 5

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk

mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,

pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan

klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,

kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya

hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register, diagnose medis.

2. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,

dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada

saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,

muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan

separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,

riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat

anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.

Ignativicius, 1995)

5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes

militus. (Hendro Susilo, 2000)

Page 17: askep sgd 5

6. Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk

pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan

keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan

pikiran klien dan keluarga.

7. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat

perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.

b. Pola nutrisi dan metabolism. Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu

makan menurun, mual muntah pada fase akut, muntah proyektil.

c. Pola eliminasi. Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola

defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d. Pola aktivitas dan latihan. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

e. Pola tidur dan istirahat. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk

istirahat karena kejang otot/nyeri otot.

f. Pola hubungan dan peran. Adanya perubahan hubungan dan peran

karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat

gangguan bicara.

g. Pola persepsi dan konsep diri. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada

harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h. Pola sensori dan kognitif. Pada pola sensori klien mengalami gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada

muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi

penurunan memori dan proses berpikir, nyeri pada kepala dan tulang

belakang terutama saat membungkuk.

i. Pola reproduksi seksual. Biasanya terjadi penurunan gairah seksual

akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti

hipertensi, antagonis histamin.

j. Pola penanggulangan stress. Klien biasanya mengalami kesulitan untuk

memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan

berkomunikasi.

Page 18: askep sgd 5

k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien biasanya jarang melakukan ibadah

karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah

satu sisi tubuh.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

i. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran.

ii. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,

kadang tidak bisa bicara

iii. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

b. Pemeriksaan integument

i. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga

dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena

klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.

ii. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

iii. Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan kepala dan leher

1. Kepala : bentuk normocephalik

2. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.

3. Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).

4. Mata : selama tidur untuk pergerakan mata REMs yang akan berakibat

penurunan pernafasan akibat akumulasi berlebihan karbondioksida

d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,

wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat

penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan

kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.

g. Pemeriksaan ekstremitas

Page 19: askep sgd 5

Pergerakan volunteer dan sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu

sisi tubuh.

h. Pemeriksaan neurologi

a) Pemeriksaan nervus cranialis. Umumnya terdapat gangguan nervus

cranialis VII dan XII central.

b) Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi

tubuh.

c) Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

d) Pemeriksaan reflex

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.

Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali

didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi :

1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,

atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)

2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn

E. Doenges, 2000)

3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)

4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,

apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu

tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

Pemeriksaan laboratorium

1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya

warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

(Satyanegara, 1998)

2. Pemeriksaan darah rutin

Page 20: askep sgd 5

3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian

berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)

4. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu

sendiri. (Linardi Widjaja, 1993).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan Cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri ke

cerebral terhambat ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,

kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensorik, gelisah,

perubahan tanda-tanda vital.

2. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder

akibat hipoksia jaringan.

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

kesadaran ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret, ronchi

(+).

4. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot

sekunder akibat penyakit neurologis (stroke) ditandai dengan kelemahan

otot yang berlebih, ketidakmampuan dalam melakukan hygine diri, makan,

dan toileting secara mandiri.

5. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan

ditandai dengan sakit kepala.

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keletihan, penurunan

motivasi, dan nyeri ditandai dengan keterbatasan rentang gerak, penurunan

kemampuan untuk bergerak dengan sengaja.

7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan motoris otot

– otot bicara sekunder akibat penyakit neurologis (stroke) ditandai dengan

kerusakan kemampuan untuk berbicara, berbicara tidak sesuai.

8. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi

sekunder akibat perubahan neurologis (stroke) ditandai dengan tidak

akuratnya interpretasi stimulus lingkungan, perubahan negative dalam

Page 21: askep sgd 5

jumlah atau pola stimulus yang datang, perubahan perilaku atau pola

komunikasi.

9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelemahan otot dan

tirah baring lama.

10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan

menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot –

otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.

11. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan isyarat kandung

kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih

sekunder akibat cedera cerebrovaskular (stroke) ditandai dengan

inkontinensia, sering berkemih, nokturia.

3. INTERVENSI

Menentukan Prioritas

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

kesadaran ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret, ronchi

(+).

2. Perfusi jaringan Cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri ke

cerebral terhambat ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,

kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensorik; gelisah,

perubahan tanda-tanda vital.

3. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder

akibat hipoksia jaringan.

4. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan

ditandai dengan sakit kepala.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan

menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot –

otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.

6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi

sekunder akibat perubahan neurologis (stroke) ditandai dengan tidak

Page 22: askep sgd 5

akuratnya interpretasi stimulus lingkungan, perubahan negative dalam

jumlah atau pola stimulus yang datang, perubahan perilaku atau pola

komunikasi.

7. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan isyarat kandung

kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat kandung kemih

sekunder akibat cedera cerebrovaskular (stroke) ditandai dengan

inkontinensia, sering berkemih, nokturia.

8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan motoris otot

– otot bicara sekunder akibat penyakit neurologis (stroke) ditandai dengan

kerusakan kemampuan untuk berbicara, berbicara tidak sesuai.

9. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keletihan, penurunan

motivasi, dan nyeri ditandai dengan keterbatasan rentang gerak, penurunan

kemampuan untuk bergerak dengan sengaja.

10. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot

sekunder akibat penyakit neurologis (stroke) ditandai dengan kelemahan

otot yang berlebih, ketidakmampuan dalam melakukan hygine diri, makan,

dan toileting secara mandiri.

11. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelemahan otot dan

tirah baring lama.

Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

kesadaran ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret,

ronchi (+).

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama …x 24 jam, diharapkan bersihan jalan

nafas efektif, dengan criteria hasil :

- Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif.

- Bunyi napas klien normal

- Ronchi (-)

- Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-

20 x/menit.

Page 23: askep sgd 5

- Pola napas normal.

- Pergerakan dada simetris, bunyi napas normal.

Mandiri :

a. Auskultasi suara napas klien

Rasional : Mengetahui suara napas klien, untuk tindakan

keperawatan selanjutnya.

b. Kaji status pernafasan meliputi respiratory rate, penggunaan otot

bantu nafas, warna kulit.

Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada

tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan

dinding dada/cairan paru.

c. Berikan cairan (khususnya yang hangat) sedikitnya 2500 ml/hari.

Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) dapat memobilisasi

dan mencairkan sekret.

d. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara

mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak

efektif atau penurunan tingkat kesadaran.

e. Posisikan kepala lebih tinggi

Rasional : Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan upaya

nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini meningkatkan

inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret untuk

memperbaiki ventilasi.

f. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk yang efektif, misalnya

menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.

Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-

paru. Batuk adalah pembersihan jalan nafas alami, membantu silia

untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan

ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya

nafas lebih dalam dan lebih kuat.

Kolaborasi:

Page 24: askep sgd 5

a. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi

dada

Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.

Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan

muntah karena batuk, pengeluaran sputum.

b. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran,

bronkodilator, analgesik.

Rasional : Alat untuk menurunkan spasme broncus dengan

mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk

dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan

secara hati-hati, karena dapat menekan upaya pernafasan.

2. Perfusi jaringan Cerebral tidak efektif berhubungan dengan aliran

arteri ke cerebral terhambat ditandai dengan perubahan tingkat

kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon

motorik/sensorik; gelisah, perubahan tanda-tanda vital.

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan

serebral adekuat, dengan out come :

-Tingkat kesadaran meningkat.

-Tidak ada perubahan dalam respon motorik/sensorik.

-TD dalam batas normal (120/80mmHg).

-Klien tidak gelisah.

Intervensi :

Mandiri

1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab

khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya

peningkatan TIK.

Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/kemunduran

tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase

awal memerlukan tindakan pembedahan dan/atau pasien harus

Page 25: askep sgd 5

dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan

pemamtauan terhadap peningkatan TIK.

2. Pantau tanda-tanda vital:

a. Adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca

pada kedua lengan

Rasional: hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi faktor

pencetus.

b. Frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur

Rasional: Adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya

kerusakan otak

c. Catat pola dan irama dari pernapasan.

Rasional: ketidakteraturan pernapasan dapat menggambarkan lokasi

kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi

lainnya.

3. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap

cahaya

Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan

berguna dalam menentukan apakab batang otak masih baik.

4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi

anatomis

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase

dan meningkatkan sirkulasi.

Kolaborasi:

1. Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional: menurunka hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi

serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema.

2. Berikan obat sesuai indikasi:

a. Antikoagulasi seperti Natrium warfarin (Coumadin); heparin,

antitrombosit (ASA); dipiridamol (Persantine)

Rasional: dapat digunakan untuk meningkatkan / memperbaiki aliran

darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat

embolus/trombus merupakan faktor masalahnya.

Page 26: askep sgd 5

b. Antihipertensi

Rasional: menurunkan tekanan darah

c. Fenitoin, fenobarbital

Rasional: dapat digunakan untuk mengontrol kejang dan/atau untuk

aktifitas sedative.

3. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral

sekunder akibat hipoksia jaringan.

Tujuan:

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam

diharapkan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil :

- Tidak ada luka

- Pasien tidak terjatuh

Intervensi :

Mandiri :

a) Orientasikan pasien pada kondisi di sekelilingnya.

Rasional : Mengetahui kondisi sekeliling membantu mencegah

terjadinya cidera.

b) Lakukan kewaspadaan keamanan pada pasien

Rasional: Kewaspadaan dapat menghindarkan pasien dari

kemungkinan mengalami cidera.

c) Gunakan tempat tidur rendah, dengan pagar yang terpasang

Rasional : Penggunaan tempat tidur yang rendah dengan pagar

terpasang dapat menghindari terjatuhnya pasien dari

tempat tidur.

d) Gunakan matras pada lantai

Rasional : Mencegah pasien mengalami cidera dan mengantisipasi

kemungkinan pasien terjatuh ke lantai.

4. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan

ditandai dengan sakit kepala.

Page 27: askep sgd 5

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan klien

melaporkan nyeri berkurang/dapat terkontrol dengan outcome :

- Menunjukkan postur rileks

- Mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

Mandiri:

1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.

Rasional: Menurunkan reaksi terhadap stimuli dari luar atau

sensitivitas pada cahaya dan meningktkan istirahat atau relaksasi.

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang

penting.

Rasional: Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.

3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata.

Rasional: Meningkatkan vasokontriksi penumpulkan resepsi sensori

yang selanjutnya akan menurunkan nyeri.

4. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak

tinggi sedikit.

Rasional: Melancarkan aliran darah dalam Kranial.

5. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot

daerah leher/bahu.

Rasional: Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang

meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.

Kolaborasi:

1. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein.

Rasional: Untuk menghilangkan nyeri yang berat.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral

ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat

badan, kelemahan otot – otot mengunyah, muntah proyektil, albumin

menurun.

Page 28: askep sgd 5

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama …x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi

klien adekuat dengan kriteria hasil :

- Klien menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan

- Berat badan klien dalam rentang normal

- Klien tidak tampak lemah

- Klien tidak muntah

Intervensi :

Mandiri :

a) Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan

mengatasi sekresi.

Rasional : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan

sehingga pasien harus terlindungi dari aspirasi.

b) Berikan makanan dalam jumlah kecil namun sering dan teratur.

Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi klien

terhadap nutrisi yang diberikan.

c) Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk saat

sosialisasi makanan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan

yang disukai pasien.

Rasional : Meskipun proses pemilihan klien memerlukan bantuan

makan dan atau menggunakan alat bantu, sosialisasi waktu makan

dengan orang terdekat dapat menormalkan fungsi makan klien.

d) Sajikan makanan yang hangat pada klien.

Rasional : makanan yang hangat dapat menurunkan rasa mual klien

sehingga meningkatkan pemasukan nutrisi.

Kolaborasi:

a) Konsultasi dengan ahli gizi.

Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi klien.

b) Libatkan terapi wicara, terapi okupasi/fisioterapi jika masalah mekanis

masih ada, seperti gangguan menelan, efek kaku rahang, kontraktur

pada tangan dan paralisis.

Page 29: askep sgd 5

Rasional : Strategi / peralatan khusus mungkin diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan makan klien.

6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan

interpretasi sekunder akibat perubahan neurologis (stroke) ditandai

dengan tidak akuratnya interpretasi stimulus lingkungan, perubahan

negative dalam jumlah atau pola stimulus yang datang, perubahan

perilaku atau pola komunikasi.

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama …x24 jam diharapkan gangguan persepsi

sensori teratasi dengan kriteria hasil :

- akuratnya interpretasi stimulus lingkungan

- tidak adanya perubahan negative dalam jumlah atau pola

stimulus yang dating

- tidak adanya perubahan perilaku atau pola komunikasi

Intervensi:

Mandiri:

a) Evaluasi / pantau secara teratur perubahan orientasi , kemampuan

bicara, alam perasaan/ afektif, sensorik, dan proses piker.

Rasional : Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh

lebih dulu dengan adanya gangguan sirkulasi,

oksigenasi.

b) Hilangkan suara bising / stimulus yang berlebihan sesuai

kebutuhan.

Rasional : Menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan/

bingung yang berhubungan dengan sensorik yang

berlebihan.

c) Bicara dengan suara lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang

pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata.

Rasional :. Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian

selama fase akut dan penyembuhan, tindakan ini

Page 30: askep sgd 5

dapat membantu pasien dalam memunculkan

komunikasi.

d) Buat jadwal istirahat yang adekuat/ periode tidur tanpa gangguan.

Rasional : Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan,

memberikan klien kesempatan untuk tidur.

e) Gunakan penerangan siang atau malam hari.

Rasional :. Memberikan perasaan normal tentang pola perubahan

waktu dan pola tidur/bangun.

f) Berikan kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan

melakukan aktivitas.

Rasional : Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan

perubahan kemampuan / pola respon yang

memanjang.

Kolaborasi

a) Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan

kognitif.

Rasional :. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana

penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas

kombinasi kemampuan / ketidakmampuan secara

individu yang unik dengan berfokus pada peningkatan

evaluasi dan fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan

perceptual.

7. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan isyarat

kandung kemih atau gangguan kemampuan untuk mengenali isyarat

kandung kemih sekunder akibat cedera cerebrovaskular (stroke)

ditandai dengan inkontinensia, sering berkemih, nokturia.

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama …x24 jam diharapkan eliminasi urine

klien tidak mengalami gangguan dengan kriteria hasil :

- Klien tidak mengalami inkontinensia

- Klien tidak mengalami nokturia

Page 31: askep sgd 5

- Klien dapat berkemih dengan normal

Intervensi :

Mandiri :

a) Kaji pola berkemih seperti frekuensi dan jumlahnya. Bandingkan

haluaran urine dan masukan cairan dan catat berat jenis urine.

Rasional : Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih, fungsi ginjal,

dan keseimbangan cairan.

b) Mulailah latihan kandung kemih jika diperlukan, contoh dengan

pemberian cairan diantara beberapa jam, lakukan stimulasi digital pada

tubuh yang sensitive, kontraksi otot abdomen.

Rasional : Waktu dan jenis latihan kandung kemih tergantung pada

jenis trauma.

c) Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering, lakukan

perawatan kateter bila perlu.

Rasional : Menurunkan risiko terjadinya iritasi kulit/ kerusakan kulit

atau infeksi ke atas menuju ginjal.

Kolaborasi :

a) Jangan biarkan kandung kemih penuh. Jika awalnya memakai kateter

mulai melakukan program kateterisasi secara intermiten jika diperlukan.

Rasional : Kateter digunakan selama fase akut untuk mencegah retensi

urine dan untuk memantau haluaran urine.

b) Berikan pengobatan sesuai indikasi, seperti vitamin dan atau antiseptic

urinarius, contohnya mendelamine.

Rasional : Mempertahankan lingkungan asam dan menghambat

pertumbuhan bakteri.

8. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

motoris otot – otot bicara sekunder akibat penyakit neurologis

(stroke) ditandai dengan kerusakan kemampuan untuk berbicara,

berbicara tidak sesuai.

Tujuan:

Page 32: askep sgd 5

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan

kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :

- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi

tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.

- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

- Mampu berbicara yang koheren.

- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.

Intervensi:

Mandiri:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami

kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian

sendiri.

Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan

serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau

seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai

kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata

dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah

tersebut.

b. Bedakan antara afasia dengan disartria.

Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe

kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan

menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin

melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti

ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis

kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat

memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami

kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan

kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.

c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

Page 33: askep sgd 5

Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk

memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa

komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik

membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak

mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk

mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.

d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka

mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang

sederhana.

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

sensorik (afasia sensorik)

e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda

tersebut.

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya

tetapi tidak dapat menyebutkannya.

f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh”

atau “Pus”

Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen

motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)

yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak

disertai afasia motorik.

g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.

Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat

yang pendek

Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan

dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian

dari afasia sensorik dan afasia motorik.

h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan

pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila

perlu.

Page 34: askep sgd 5

Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan

ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut

bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.

Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan

bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel

regular.

i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan

tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-

gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).

Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan

berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.

j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan

dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban

“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih

kompleks sesuai dengan respons pasien.

Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses

komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada

satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih

mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan

menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.

k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari

“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-

hal yang menentang kebanggaan pasien.

Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab

kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik

Kolaborasi

a. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

9. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keletihan, penurunan

motivasi, dan nyeri ditandai dengan keterbatasan rentang gerak,

penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja.

Page 35: askep sgd 5

Tujuan:

Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien

mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil:

- mempertahankan posisi optimal,

- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh

yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.

- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

Intervensi:

Mandiri:

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan

dengan cara yang teratur.

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat

memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam

pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda

digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.

b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan

sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika

diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.

Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.

Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih

jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan

kerusakan pada kulit/ dekubitus.

c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika

pasien dapat mentoleransinya.

Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul

fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas

terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.

d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada

semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti

latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari

kaki/telapak.

Page 36: askep sgd 5

Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya

hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah

perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi

pencetus adanya perdarahan berulang.

e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan

kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan

posisi kepala netral.

Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi

kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat

mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain

pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke

salah satu sisi.

f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada

tangan.

Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

g. Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari

dan ibu jari saling berhadapan.

Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-

jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal

(posisi anatomis).

h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.

Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.

i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti

meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi

tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk

menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan

kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan

dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian

belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut

penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan

paralel dan walker).

Page 37: askep sgd 5

Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,

meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.

j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/

menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas

pada ekstremitas yang terganggu.

Kolaborasi

a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif,

dan ambualsi pasien.

b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.

d. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti

baklofen dantrolen.

10. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot

sekunder akibat penyakit neurologis (stroke) ditandai dengan

kelemahan otot yang berlebih, ketidakmampuan dalam melakukan

hygine diri, makan, dan toileting secara mandiri.

Tujuan :

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam

diharapkan mengalami peningkatan perawatan diri dengan kriteria

hasil :

- pasien mampu untuk makan sendiri, mandi sendiri dan

mengenakan pakaian sendiri,

Intervensi :

a) Kaji faktor penyebab atau yang berperan

Rasional : dengan mengetahui penyebab, memudahkan untuk

melakukan intervensi yang tepat

b) Tingkatkan partisipasi optimal pasien

Rasional : dengan partisipasi optimal diharapkan pasien dapat

terlatih dalam perawatan dirinya.

Page 38: askep sgd 5

c) Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas

perawatan.

Rasional : mengetahui sejauh mana keberhasilan pasien dalam

partisipasi yang dilakukan.

d) Dorong mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri

Rasional :untuk menumbuhkan kesadaran pasien tentang

pentingnya perawatan diri.

e) Tingkatkan partisipasi optimal pasien

Rasional : dengan partisipasi optimal diharapkan pasien dapat

terlatih dalam perawatan dirinya.

f) Hindari tingkat ketergantungan individu dengan tidak campur

tangan saat pasien menunjukkan kemampuan.

Rasional : dapat memberikan pasien kesempatan untuk melatih

diri dalam melakukan hygine secara mandiri dan

meningkatkan rasa percayadiri klien.

11. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelemahan otot

dan tirah baring lama.

Tujuan:

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan

kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil :

- Tidak ada lesi, eritema, pruritus, abrasi ( lecet )

- Tidak adanya gangguan jaringan epidermis dan dermis

Intervensi :

Mandiri:

1. Dorong latihan rentang gerak pasif pada bagian ekstremitas yang

mengalami

Rasional : Latihan menggerakkan kepala mencegak penekanan

pada area tertentu yang dapat mengakibatkan kerusakan

integritas kulit.

2. Ubah posisi atau instruksikan anak untuk berbalik dan

menggerakkan kepala.

Page 39: askep sgd 5

Rasional : Membantu mengurangi tekanan pada hanya pada area

tertentu saja.

3. Amati adanya eritema dan kepucatan, dan lakukan palpasi untuk

mengetahui adanya area yang hangat dan jaringan seperti spon

pada setiap perubahan posisi.

Rasional : Eritema, kepucatan dapat mengindikasikan adanya

kerusakan integritas kulit.

5. EVALUASI

No.

DxDiagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan

penurunan kesadaran ditandai

dengan ketidakmampuan

mengeluarkan secret, ronchi

(+).

Bersihan jalan nafas efektif :

- Klien mampu batuk dan

mengeluarkan sputum dengan efektif.

- Bunyi napas klien normal

- Ronchi (-)

- Frekuensi, irama, dan kedalaman

pernapasan normal dengan RR : 12-

20x/menit.

- Pola napas normal.

- Pergerakan dada simetris, bunyi

napas normal.

2. Gangguan perfusi jaringan

serebral berhubungan dengan

peningkatan TIK.

Tercapainya perfusi jaringan serebral

adekuat :

- Tingkat kesadaran meningkat.

- Klien tidak sakit kepala.

- TD dalam batas normal (120/80

mmHg).

- Klien tidak gelisah.

3. Risiko cedera berhubungan

dengan perubahan fungsi

Cidera tidak terjadi dengan kriteria

hasil :

Page 40: askep sgd 5

serebral sekunder akibat

hipoksia jaringan.

- Tidak ada luka

- Pasien tidak terjatuh

4. Nyeri akut berhubungan dengan

pembuluh darah pada otak

tertekan ditandai dengan sakit

kepala.

Nyeri berkurang/dapat terkontrol dengan

outcome :

- Menunjukkan postur rileks

- Mampu tidur/istirahat dengan tepat.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan disfagia

sekunder akibat paralisis

serebral ditandai dengan

menurunnya asupan makanan,

penurunan berat badan,

kelemahan otot – otot

mengunyah, muntah proyektil,

albumin menurun.

Kebutuhan nutrisi klien adekuat dengan

kriteria hasil :

- Klien menghabiskan 1 porsi makanan

yang disediakan

- Berat badan klien dalam rentang

normal

- Klien tidak tampak lemah

- Klien tidak muntah

6. Gangguan persepsi sensori

berhubungan dengan kesalahan

interpretasi sekunder akibat

perubahan neurologis (stroke)

ditandai dengan tidak

akuratnya interpretasi stimulus

lingkungan, perubahan

negative dalam jumlah atau

pola stimulus yang datang,

perubahan perilaku atau pola

komunikasi.

Gangguan persepsi sensori teratasi dengan

kriteria hasil :

- akuratnya interpretasi stimulus

lingkungan

- tidak adanya perubahan negative

dalam jumlah atau pola stimulus yang

dating

- tidak adanya perubahan perilaku atau

pola komunikasi

7. Gangguan eliminasi urine

berhubungan dengan

penurunan isyarat kandung

kemih atau gangguan

kemampuan untuk mengenali

Eliminasi urine klien tidak mengalami

gangguan dengan kriteria hasil :

- Klien tidak mengalami inkontinensia

- Klien tidak mengalami nokturia

Page 41: askep sgd 5

isyarat kandung kemih

sekunder akibat cedera

cerebrovaskular (stroke)

ditandai dengan inkontinensia,

sering berkemih, nokturia.

- Klien dapat berkemih dengan normal

8. Hambatan komunikasi verbal

berhubungan dengan

kerusakan motoris otot – otot

bicara sekunder akibat

penyakit neurologis (stroke)

ditandai dengan kerusakan

kemampuan untuk berbicara,

berbicara tidak sesuai.

Kerusakan komunikasi verbal klien dapat

teratasi:

- Menerima pesan-pesan melalui metode

alternatif (mis; komunikasi tertulis,

bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada

telinga yang baik).

- Memperlihatkan suatu peningkatan

kemampuan berkomunikasi.

- Meningkatkan kemampuan untuk

mengerti.

- Mengatakan penurunan frustrasi dalam

berkomunikasi.

- Mampu berbicara yang koheren.

- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.

9. Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan keletihan,

penurunan motivasi, dan nyeri

ditandai dengan keterbatasan

rentang gerak, penurunan

kemampuan untuk bergerak

dengan sengaja.

Mobilisasi klien mengalami peningkatan,

dengan kriteria hasil:

- mempertahankan posisi optimal,

- mempertahankan/meningkatkan

kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang

terserang hemiparesis dan hemiplagia.

- mempertahankan perilaku yang

memungkinkan adanya aktivitas.

10. Defisit perawatan diri

berhubungan dengan

kelemahan otot sekunder

akibat penyakit neurologis

(stroke) ditandai dengan

Peningkatan perawatan diri dengan

kriteria hasil :

- pasien mampu untuk makan

sendiri, mandi sendiri dan

Page 42: askep sgd 5

kelemahan otot yang berlebih,

ketidakmampuan dalam

melakukan hygine diri, makan,

dan toileting secara mandiri.

mengenakan pakaian sendiri

11. Resiko kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan

kelemahan otot dan tirah

baring lama.

Kerusakan integritas kulit tidak

terjadi dengan kriteria hasil :

- Tidak ada lesi, eritema, pruritus,

abrasi (lecet)

- Tidak adanya gangguan jaringan

epidermis dan dermis.