bahan sgd lbm 5

31
TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR DEFINISI Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. 1,2 Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung. 3,4 EPIDEMIOLOGI Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada dewasa. 1 Menurut Emily dkk 5 bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250 anak tapi sering gejalanya samar-samar dan sering disalahartikan dengan gejala dari penyakit umum lainnya pada anak. TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi sering terjadi sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung yang normal dan hanya 15% bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obatan atau karena demam. 6,7 1

Upload: andhar-el-arphiaal

Post on 31-Jan-2016

268 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaaaaaaaaa

TRANSCRIPT

Page 1: BAHAN SGD LBM 5

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

DEFINISI

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan

laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai

250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian

atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal.1,2 Kelainan ini sering

terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.3,4

EPIDEMIOLOGI

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering

ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per

250. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada

dewasa.1 Menurut Emily dkk5 bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250 anak

tapi sering gejalanya samar-samar dan sering disalahartikan dengan gejala dari penyakit umum

lainnya pada anak.

TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi

sering terjadi sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung

yang normal dan hanya 15% bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-

obatan atau karena demam.6,7

ELEKTROFISIOLOGI8

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan

rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran

rangsang.

a. Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk

secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan

1

Page 2: BAHAN SGD LBM 5

irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama

pengganti).

- Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan

fenomena reentry

- Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum

sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum

atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan

rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.

- Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan

automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi

keadaan normal.

- Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional

(blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain

masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi

setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru

secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak

teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi

ektopik atau fibrilasi.

b. Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi)

aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya

aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang

untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran

rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras

kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.

c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang

bersama gangguan hantaran rangsang.

2

Page 3: BAHAN SGD LBM 5

Mekanisme Terjadinya TSV

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya

takikardi supraventrikular yaitu:1

(1). Otomatisasi (automaticity)

Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami

percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS,

dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena

pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri

peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia

karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia,

hipomagnesemia, dan asidosis.

(2). Reentry

Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah

dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:

a. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun

proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.

b. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.

c. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok

memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah

untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur

konduksi tersebut.

3

Page 4: BAHAN SGD LBM 5

Gambar 1. Proses terjadinya TSV9

KLASIFIKASI

Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)

Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini

jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau

karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer,

tampak adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu

irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi

intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).1,10

Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi

antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi

retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada

EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang

timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi

antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras

4

Page 5: BAHAN SGD LBM 5

his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS

yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah

kompleks QRS.1

Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan

mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup

pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi

lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini

disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak

adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera

setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena

gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi

pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis

atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi

dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang

cukup jauh setelah komplek QRS.1

Gambar 2. Gambaran EKG pada TSV6

Penyebab11

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya

terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.5

Page 6: BAHAN SGD LBM 5

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya

setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan

interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan

langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.2

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)

Gejala Klinis

Gejala klinis takikardia supraventrikular (TSV) pada bayi tidak khas, umumnya terjadi pada bayi

di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya dibawa ke dokter karena mendadak gelisah, irritabel,

diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu,. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya

karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat

cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi

yang nyata.2,6

Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada usia

yang lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun yang

tersembunyi (concealed). Berbeda dengan TSV pada bayi, pada kelompok ini tidak dijumpai

tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang lebih lambat. Yang

sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar dan perasaan tidak enak.1

Berbeda dengan TSV pada bayi dan anak, TSV kronik dapat berlangsung selama

berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut

nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga lebih

dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien terdapat

disfungsi miokard akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya.1,2

Gejala klinis lain TSV dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri

dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri

kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.6,12,13

Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi

risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak

6

Page 7: BAHAN SGD LBM 5

dengan penyakit jantung.6 Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya

gagal jantung berat dan hidrops fetalis.4

DIAGNOSIS

Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:3,10

a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum

b. Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)

c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)

d. EKG:

e. Pemeriksaan esophageal electrophysiology dapat digunakan sebagai prediktor apakah

bayi membutuhkan obat anti aritmia.7

PENATALAKSANAAN

Secara garis besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:2

a. Penatalaksanaan segera

b. Penatalaksanaan jangka panjang

a. Penatalaksanaan segera

1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava

tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Perasat valsava berupa

pemijatan sinus karotis, dan tekanan pada bola mata akan tetapi berisiko terjadinya luka

pada mata dan retina.6,11 Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau

kegagalan sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang dianjurkan

oleh karena sering dilaporkan berhasil (lebih kurang pada 25% kasus) adalah dengan

menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es (sekitar 10-20 detik) dan jangan

sekali-sekali membenamkan muka bayi ke`dalam air es. Cara ini efektif pada jenis

takikardi yang melibatkan nodus AV tapi responnya kurang baik pada sebagian besar

bentuk takikardi atrial primer.1,2,11

2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat

kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung

7

Page 8: BAHAN SGD LBM 5

sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin

dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh

sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV

sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek

yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.1,4,6

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV

karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar

90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai

dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250

µ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien

diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.1,11,14

Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan

terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node,

gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node

(seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan

bronkokonstriksi pada pasien asma.6

3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera TSV pada anak berusia di atas 12

bulan, akan tetapi saat ini mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini

mulai bekerja 2 sampai 3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak

laporan terjadinya hipotensi berat dan henti jantung pada bayi berusia di bawah 6

bulan. Oleh karena itu verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang berusia

kurang dari 2 tahun karena risiko kolap kardiovaskular.4,6 Jika diberikan verapamil,

persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10

mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa

verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak

memberikan respon dengan adenosin.1 Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk15,

menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien TSV.

4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja

memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat 8

Page 9: BAHAN SGD LBM 5

pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading

dose diberikan.1

5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin

tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak

yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada

jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif.1,11

Penelitian oleh Wren dkk16 tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif

dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh

inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.10

6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau

kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct

current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon

yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan

puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu

terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan

DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.

Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron.

Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.2

7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara

intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½ dari dosis

digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut

berselang 8 jam.2

8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan

digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke

irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan

mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-

synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek

vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini

tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload 9

Page 10: BAHAN SGD LBM 5

sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg

ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan

pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-

170 mmHg.2,4

9. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol

untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan

sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang

refrakter.13

10. Penelitian oleh Etheridge dkk7 tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%

pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien

dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi

memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada

beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan

amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol

dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada

takikardi atrial ektopik.10

10

Page 11: BAHAN SGD LBM 5

Gambar 3. Algoritma Manajemen Jangka Pendek TSV17

b. Penanganan Jangka Panjang

Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di

antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya

akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi

atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi

berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk

pengobatan.1

11

Page 12: BAHAN SGD LBM 5

Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang TSV17

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena

umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan

serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan

yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol,

sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan.1

Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol

jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan

procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.4

12

Page 13: BAHAN SGD LBM 5

Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun,

radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang

menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin

mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan

pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila

TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada

pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien

dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti

takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.1

ABLASI KATETER

Prosedur elektrofisiologi hampir selalu diikuti oleh tindakan kuratif berupa ablasi

kateter. Ablasi kateter pertama sekali diperkenalkan oleh Gallagher dkk tahun 1982.

Sebelum tahun 1989 ablasi kateter dilakukan dengan sumber energi arus langsung yang

tinggi (high energy direct current) berupa DC Shock menggunakan kateter elektroda

multipolar yang diletakkan di jantung. Karena pemberian energi dengan jumlah tinggi

dan tidak terlokalisasi maka banyak timbul komplikasi. Saat ini ablasi dilakukan dengan

energi radiofrekuensi sekitar 50 watt yang diberikan sekiatr 30-60 detik. Energi tersebut

diberikan dalam bentuk gelombang sinusoid dengan frekuensi 500.000 siklus per detik

(hertz).1,18

Selama prosedur ablasi radiofrekuensi (ARF) timbul pemanasan resistif akibat

agitasi ionik. Jadi jaringan yang berada di bawah kateter ablasi yang menjadi sumber

energi panas, bukan kateter itu sendiri. Thermal injury adalah mekanisme utama

kerusakan jaringan selama prosedur ARF. Meningkatnya suhu jaringan menyebabkan

denaturasi dan evaporasi cairan yang kemudian menimbulkan kerusakan jaringan lebih

lanjut dan koagulasi jaringan dan darah. Kerusakan jaringan permanen timbul pada

temperatur sekitar 50 derajat celsius.1,18

Prosedur ARF adalah prosedur invasif minimal dengan memasukkan kateter

ukuran 4-8 mm secara intravaskular (umumnya ke jantung kanan) dengan panduan sinar

13

Page 14: BAHAN SGD LBM 5

X. Biasanya prosedur ini bersamaan dengan pemeriksaan elektrofisiologi. Selanjutnya

kateter ablasi diletakkan pada sirkuit yang penting dalam mempertahankan

kelangsungan aritmia tersebut di luar jaringan konduksi normal. Bila lokasi yang tepat

sudah ditemukan, maka energi radiofrekuensi diberikan melalui kateter ablasi.

Umumnya pasien tidak merasakan adanya rasa panas tapi kadang-kadang dapat juga

dirasakan adanya rasa sakit. Bila tidak terjadi komplikasi pada pasien, hanya perlu

dirawat selama 1 hari bahkan bisa pulang hari.1

Indikasi untuk ARF bergantung pada banyak hal seperti lama dan frekuensi

takikardi, toleransi terhadap gejala, efektivitas dan toleransi terhadap obat anti aritmia,

dan ada tidaknya kelainan struktur jantung. Untuk TSV yang teratur, banyak penelitian

yang menunjukkan bahwa ARF lebih efektif daripada obat dalam aspek peningkatan

kualitas hidup pasien dan penghematan biaya daripada obat anti aritmia.1

Dari beberapa meta analisis didapatkan angka keberhasilan rata-rata ARF pada

TSV adalah 90-98% dengan angka kekambuhan sekitar 2-5%. Angka penyulit sekitar 1%.

ARF dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama dibandingkan dengan obat-obatan.1

PACU JANTUNG DAN TERAPI BEDAH

Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung

untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic

multiprogrammable overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya

pada pasien yang memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah

pemotongan bundel HIS, yaitu pada pasien dengan TSV automatik yang tidak dapat

diatasi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung

gagal.1

Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka

keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan,

akhir-akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa. Telah dicoba

pula tindakan bedah pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik dengan jalan

menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu

14

Page 15: BAHAN SGD LBM 5

kasus dengan fokus ektopik di A-V junctionyang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi

dilanjutkan dengan pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.2

Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai ditinggalkan.

Akan tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan ablasi transkateter

dapat diatasi dengan pendekatan bedah dengan menggunakan tehnik kombinasi insisi

dan cryoablation jaringan. Pada saat yang sama adanya residu kelainan hemodinamik

yang menyebabkan hipertensi atrium dan ventrikel dapat dikoreksi sekaligus.1

KESIMPULAN

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering

ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab TSV adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson

White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single

ventricle, L-TGA).

Gejala klinis lain TSV dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau

menetek atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena

bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat

cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan

sirkulasi yang nyata, palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas

pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala

dan rasa tidak enak di tenggorokan. Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada

anak dan remaja dengan TSV tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV,

neonatus dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.

Diagnosis TSV berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan EKG. Penatalaksanaan

TSV berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang yaitu medikamentosa, DC

shock, ablasi kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.

15

Page 16: BAHAN SGD LBM 5

TAKIKARDI SUPRAVENTIKILAR

PATOFISOLOGI

Pada keadaan normal, impuls elektrik dihasilkan oleh pacemaker yang disebut SA node. Impuls elektrik ini akan diteruskan ke ventrikel melalui AV node, dimana pada nodus ini akan terjadi perlambatan impuls. Selanjutnya impuls ini akan disebarkan ke seluruh ventrikel.

Pada TAKIKARDI SUPRAVENTIKULAR , terjadi gangguan konduksi impuls yang menyebabkan atrium dan ventrikel berdenyut sangat cepat secara tiba-tiba.

mekanisme terjadinya Pada saat impuls yang dihasilkan oleh SA node dialirkan ke AV node, tiba-tiba terjadi gangguan konduksi yang biasanya disebabkan oleh ”atrial premature beat”, dimana terjadi transient blok pada satu sisi dari sistem konduksi (di ibaratkan berbentuk cincin ). Normalnya impuls yang masuk disebarkan melalui dua arah dari kanan dan kiri. Bila terjadi blok pada satu sisi, maka impuls akan berjalan melalui sisi satunya lagi. Pada saat blok tersebut menghilang maka impuls tersebut akan berjalan terus melintasi area tersebut dan terciptalah suatu sirkuit tertutup yang disebut ”circus movement”. Pada saat ini SA node tidak bertindak sebagai pacemaker primary namun terdapat jalur aksesori kecil (circus movement) yang memiliki impuls yang berputar-putar secara terus-menerus dengan cepat. Setiap kali impuls dari sistem ini sampai ke AV node makan impuls ini akan diteruskan ke ventrikel. Oleh sebab itu pada gambaran ECG komplek QRS tampak normal. Pada gambaran ECG gelombang P bisa tampak terbalik (oleh karena lintasan impuls yang terbalik), namun pada kebanyakan kasus depolarisasi atrium dan ventrikel terjadi hampir bersamaan sehingga gelombang P menghilang atau superimposed dengan kompleks QRS.

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

A.DEFINISI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Aslinar, 2010).

16

Page 17: BAHAN SGD LBM 5

B.ELEKTROFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang.

1.Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).

a.Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry

b.Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.

c.Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal.

d.Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.

2.Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.

3.Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.

C.KLASIFIKASI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

17

Page 18: BAHAN SGD LBM 5

1.Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)

Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).

2.Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.

3.Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS.

D.PENYEBAB TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1.Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.

2.Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.

3.Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)

18

Page 19: BAHAN SGD LBM 5

E.TANDA DAN GEJALA TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1.Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.

b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.

2.Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah

3.Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

4.Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

F.PATOFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu Otomatisasi (automaticity) dan Reentry. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

G.PENATALAKSANAAN

1.Penatalaksanaan segera

a.Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10

19

Page 20: BAHAN SGD LBM 5

detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.

Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.

b.Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.

c.Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.

d.Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.

e.Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½ dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.

f.Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang

20

Page 21: BAHAN SGD LBM 5

meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.

g.Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang refrakter.

h.Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.

2.Penanganan Jangka Panjang

Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan.

Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.

Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.

21

Page 22: BAHAN SGD LBM 5

H.PEMERIKSAAN PENUNJANG TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR

1.EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

2.Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.

3.Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.

4.Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.

5.Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.

6.Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.

7.Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

8.Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.

9.Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

10.GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

22