sgd iv geriatri

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak. Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 - 2025, tergolong tercepat di dunia. Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan 1

Upload: elok-izawati

Post on 24-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sgd IV Geriatri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau

progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk

memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa,

dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya

disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi,

perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit

serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi

otak.

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali

terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut

dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia

Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk

Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia

85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta

penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab

Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 - 2025,

tergolong tercepat di dunia. Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta

pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke

empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan

hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk

perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang

Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan

nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi

bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau

perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara,

penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata

yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang

tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam

1

Page 2: Sgd IV Geriatri

mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi

sosialnya.

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan,

penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50tahun. Sebagian

besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yanghanya diderita oleh para

Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia

dan jenis kelamin. Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai

penerapan gaya hidupsehat.

Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah

demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika

masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan

dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan

masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan

memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami

gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan

penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater,

Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan tentang permasalahan-permasalahan yang ada di scenario.

2. Menjelaskan tentang LO yang ada di skenario.

3. Menjelaskan tentang Diagnosa Banding dari skenario.

1.3 TUJUAN

Diharapkan agar mahasiswa/mahsiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Al-Azhar dapat mengerti tentang permasalahan-permasalahan yang ada di

skenario “PIKUN” sehingga dapat mempermudah mahasiswa/mahasiswi untuk

mengikuti perkuliahan selanjutnya.

2

Page 3: Sgd IV Geriatri

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SKENARIO I

Seorang anak membawa ibunya yang berusia 65 tahun datang ke seorang dokter untuk

berkonsultasi masalah yang sedang terjadi pada ibunya belakangan ini. Menurut si anak

beberapa hari yang lalu ibunya tiba-tiba lupa jalan pulang dari pasar, bahkan ketika

ditanya alamat rumahnya si ibu mengatakan tidak ingat sama sekali. Belakangan ini si

ibu juga lebih sering murung dan sulit mengontrol emosi serta lebih sering menyendiri.

Gejala ini dirasakan semakin lama semakin parah, bahkan saat ini si ibu mulai kesulitan

untuk membaca dan menulis. Kemudian si anak bertanya kepada dokter, apakah

keadaan ini ada hubungannya dengan penyakit stroke yang pernah di alami ibunya 2

tahun yang lalu?

2.2 PERMASALAHAN :

1. Apakah ada hubungan usia dengan gejala yang dialami pasien saat ini?

2. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit stroke pada pasien dengan

keluhan yang sekarang?

3. Bagaimana patofisiologi terjadinya lupa ingatan pada pasien dalam skenario?

4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien dalam skenario?

2.3 PEMBAHASAN :

1. Usia, merupakan faktor risiko bagi semua jenis demensia termasuk Alzhaimer,

bertambah tinggi usia bertambah besar kemungkinanmenderita demensia, karena

terjadi penurunan pungsi sistem kerja tubuhseiring dengan bertambahnya usia.

2. Ada. Pasien di skenario memiliki riwayat stroke, dimana stroke merupakan salah

satu faktor resiko timbulnya demensia atau yang lebih sering disebut sebagai

demensia vascular. Hal ini berhubungan dengan infark sel-sel otak yang

diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah otak baik pembuluh darah besar

maupun kecil. Kelainan pembuluh darah yang paling sering menyebabkan infark

sel-sel otak adalah adanya thrombus atau emboli dan pecahnya pembuluh darah

otak. Keduanya merupakan komponen patologi utama hipoperfusi sel-sel di otak

yang bila dibiarkan akan berlanjut menjadi iskemi dan infark.

3

Page 4: Sgd IV Geriatri

3. Demensia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti atrofi yang jelas pada

lobus temporal dan/atau frontal, adanya plak senilis dan neuritik, gangguan

vaskuler di otak, dll. Tapi umumnya semua hal tersebut mengakibatkan

perubahan psyco–neurokimiawi di otak. Perubahan yang paling signifikan

adalah adanya gangguan supply energi untuk metabolisme CNS yang dapat

menyebabkan penurunan glycolitik yang kemudian berturut–turut

mengakibatkan penurunan sintesa Acetyl CO enzim A yang penting untuk

sintesa Acetil Choline, penurunan aktifitas Cholin Asetiltransferase di kortek

hipokampus, maka akibatnya terjadi penurunan kadar aktifitas kholinergik.

Pada penelitian terbukti bahwa, penurunan kadar Cholin

Asetiltransferase mempunyai korelasi langsung dengan hasil test mental score /

aktifitas intelektual yang menurun dan juga peninggian jumlah plak senilis.

Aktifitas kholinergik bersumber terutama pada basal fortebrain nucleus of

mainert, locus ceruleus, dan dorsal raphe nuclei.

Secara ringkas bahwa proses demensia adalah terjadinya perubahan

neuro kimiawi yang tersebut dibawah ini :

pengurangan neurotransmitter klasik :

asetil kolin

nor adrenalin dan metabolitnya

dopamine

5 HT

pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu., Gly., GABA

pengurangan enzim –enzim : AchE, DOPA decarboksilase, GAD., CAT

pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll.

4. Penatalaksanaan Demensia

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat

progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi

yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah

penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa

pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan

hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,

antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus

4

Page 5: Sgd IV Geriatri

dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam

batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif

pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai

normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada

pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini

adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor -2 dapat

memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme

(ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan

perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek

penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan

bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian

vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-

hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan

untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk

pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala

yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien

dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada

memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka

panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya

mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan

lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang

dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya,

dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya

ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan

yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa

pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif

dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah

dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan

dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta

5

Page 6: Sgd IV Geriatri

perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih

utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi

aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik

terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat

bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara

“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk

pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata

struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya

ingat.

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat

membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan

bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa

perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.

Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,

antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan

halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat

yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan

paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum,

obat- obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya

dihindarkan.

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat

kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan

hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan

inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi

neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan

memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan

kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik

basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang

digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data

klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya

menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik

6

Page 7: Sgd IV Geriatri

yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan

tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1 :

Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

Antipsikotika atipik:

o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg

o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg

o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Abilify 1 x 10 - 15 mg

Anxiolitika

o Clobazam 1 x 10 mg

o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg

o Buspirone HCI 10 - 30 mg

o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg

o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

Antidepresiva

o Amitriptyline 25 - 50 mg

o Tofranil 25 - 30 mg

o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,

Citalopram 1

x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.

o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

Mood stabilizers

7

Page 8: Sgd IV Geriatri

o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg

o Topamate 1 x 50 mg

o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg

o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg

o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg

o Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak

berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD

(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):

Nootropika:

o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg

o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg

o Sabeluzole (Reminyl)

Ca-antagonist:

o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg

o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.

o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg

o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse

o Pantoyl-GABA

Acetylcholinesterase inhibitors

o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik

o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor

, 5 mg 1x/hari

o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg

o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg

o Memantine 2 x 5 - 10 mg

2.4. LO dan PEMBAHASAN LO

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Demensia

8

Page 9: Sgd IV Geriatri

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat

kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang

multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman,

berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai.

Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif,

ada kalanya diawali oleh (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku

sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada

penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau

sekunder mengenai otak.

2. Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko Demensia

Faktor resiko yang seringmenyebabkan lanjut usia terkena dementia adalah:

Usia

Riwayat Keluarga

Jenis Kelamin Perempuan

3. Mahasiswa mampu menjabarkan penyakit apa saja yang dapat menyebabkan

Demensia

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3

golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal,

Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan

terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau

pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan

demensia senilis.

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,

Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :

1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.

2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

3) Khorea Huntington

4) penyakit jacob-creutzfeld dll

c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam

golonganini diantaranya :

1) Penyakit cerebro kardiofaskuler

2) penyakit- penyakit metabolik

3) Gangguan nutrisi

9

Page 10: Sgd IV Geriatri

4) Akibat intoksikasi menahun

5) Hidrosefalus komunikans

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga

mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran

kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya

ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer

berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan

kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala Demensia

a. Gejala Umum

Gangguan memori, intelek dan behavior : lupa nama wajah orang yang

dikenalnya, tidak tahu waktu, bahkan kedudukan dia sendiri di keluarga.

Pendapat dan pertimbangannya selalu salah, tingkah laku yang berubah,

biasanya pasien berkeras bahwa ia tidak sakit.

Gangguan neurologi : afasia, apraksia ataupun spatial agnosia. . Penderita

kesulitan mengenakan pakaiannya sendiri, salah memegang cangkir, dll.

Gangguan afektif : apatis, regresi dan kadang bisa euphoria.

II. Gejala Khusus

Alzheimer disease : gejala adanya primitive refleks, ini penting untuk

membedakan gangguan dini dengan yang disebabkan gangguan psikosis ataupun

gangguan organic. Gejala gangguan refleks primitive misalnya sucking & pouting

refleks, glabela tap refleks, tonik grasp, palmomental refleks. Gejala stadium lanjut

diikuti adanya hipokinesia, mask – like expression, dispasia, diskalkulia, disgravia.

5. Mahasiswa mampu membedakan antara Demensia kortikal dan subkortikal

sebagai 2 kategori utama dari Demensia

Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal

Penamilan Siaga, sehat Abnormal, Lemah

Aktivitas Normal Lamban

10

Page 11: Sgd IV Geriatri

Sikap Lurus, tegak Bongkok. distonik

Cara berjalan Normal Ataksia, Festinasi, seolah

berdansa

Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia

Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum

suara lemah

Berbahasa Abnormal, parafasia,

anomia

Normal

Kognisi Abnormal (tidak mampu

memanipulasi

pengetahuan)

Tak terpelihara

(dilapidated)

Memori Abnormal (gangguan

belajar)

Pelupa (gangguan retrieval)

Kemampuan

visuo-spasial

Abnormal (gangguan

konstruksi)

Tidak cekatan (gangguan

gerakan)

Keadaan emosi Abnormal (tak

memperdulikan, tak

menyadari)

Abnormal (kurang

dorongan drive)

Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear

Palsy, Parkinson, Penyakit

Wilson, Huntington.

6. Mahasiswa mampu membedakan antara Demensia dan Delirium

Gambaran Delirium Demensia

Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik

Awal Cepat Lambat laun

Sebab Terdapat penyakit lain

(infeksi,

dehidrasi, guna/putus obat

Biasanya penyakit otak

kronik (spt

Alzheimer, demensia

vaskular)

Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan Naik turun Kronik progresif

11

Page 12: Sgd IV Geriatri

sakit

Taraf

kesadaran

Naik turun Normal

Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa Lamban, inkoheren,

inadekuat

Sulit menemukan istilah

tepat

Daya ingat Jangka pendek terganggu

nyata

Jangka pendek & panjang

terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali

sundowning

Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal

Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus

tidurnya

Atensi &

kesadaran

Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel

Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Demensia

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat

progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi

yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah

penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa

pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan

hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,

antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus

dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam

batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif

pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai

normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada

12

Page 13: Sgd IV Geriatri

pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini

adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk

kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor

dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan

fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan

tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk

mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya

pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi

secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan

perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan

keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik,

termasuk perilaku yang merugikan.

Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien

dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada

memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka

panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya

mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan

lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang

dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya,

dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya

ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan

yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa

pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif

dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah

dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan

dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta

perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih

utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi

aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik

terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat

bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara

13

Page 14: Sgd IV Geriatri

“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk

pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata

struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya

ingat.

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat

membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan

bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa

perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.

Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,

antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan

halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat

yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan

paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum,

obat- obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya

dihindarkan. 2

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat

kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan

hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan

inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi

neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan

memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan

kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik

basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik. 2

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang

digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data

klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya

menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik

yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan

tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1 :

Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

14

Page 15: Sgd IV Geriatri

Antipsikotika atipik:

o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg

o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg

o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Abilify 1 x 10 - 15 mg

Anxiolitika

o Clobazam 1 x 10 mg

o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg

o Buspirone HCI 10 - 30 mg

o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg

o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

Antidepresiva

o Amitriptyline 25 - 50 mg

o Tofranil 25 - 30 mg

o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,

Citalopram 1

x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.

o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

Mood stabilizers

o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg

o Topamate 1 x 50 mg

o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg

15

Page 16: Sgd IV Geriatri

o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg

o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg

o Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak

berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD

(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):

Nootropika:

o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg

o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg

o Sabeluzole (Reminyl)

Ca-antagonist:

o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg

o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.

o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg

o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse

o Pantoyl-GABA

Acetylcholinesterase inhibitors

o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik

o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor

, 5 mg 1x/hari

o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg

o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg

o Memantine 2 x 5 - 10 mg

2.5. PEMBAHASAN DIAGNOSA BANDING (DELIRIUM).

DEFENISI

Delirium adalah keadaan yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak,

dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya

16

Page 17: Sgd IV Geriatri

dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih.

Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan

kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi dan amp; ilusi, khas adalah visual juga

di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung

pendek dan ber-jam hingga berhari-hari, taraf hebatnya berfluktuasi, bereaksi di malam

hari, kegelapan membuat halusinasi visual dan amp; gangguan perilaku meningkat.

Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat).

Diagnosis klinis biasanya dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging)

dan terapi untuk menemukan penyebabnya.

ETIOLOGI

Penyebab delirium:

1. Alkohol,obat-obatandanbahanberacun

2. Efek toksik dari pengobatan

3. Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau

magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit

tertentu.

4. Infeksi akut disertai demam

5. Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang

membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak

6. Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang dapat

menekan otak.

7. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak).

8. Kekurangan tiamin dan vitamin B12

9. Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme

10. Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dengan

gangguan ingatan)

11. Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang.

12. Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar

oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah13. Stroke.

PATOFISIOLOGI

17

Page 18: Sgd IV Geriatri

Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh

antikolinergika, psikotropika, dan opioida.

Mekanisme tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas

dan metabolisme oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multiple, dan

pembentukan sitokines (cytokines).

Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatik sehingga

mengganggu fungsi cholinergic dan menyebabkan delirium.

Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi cholinergic

sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer

otak dan mekanisme (arousal mechanism) dari talamus dan sistem aktivasi

retikular batang otak jadi terganggu.

Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, stroke.

Penyakit parkinson, usia lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multipel.

MANIFESTASI KLINIS

Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita tidak

dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi

yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Hampir semua

penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung dengan tempat dimana mereka

berada. Fikiran mereka kacau, mengigau dan terjadi inkoherensia.Pada kasus yang

berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri. Beberapa penderita mengalami

paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang terjadi hal-hal yang aneh) Respon penderita

terhadap kesulitan yang dihadapinya berbeda-beda; ada yang sangat tenang dan menarik

diri, sedangkan yang lainnya menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi

maupun delusi yang di alaminya. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran

yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan

pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala

lainnya :

Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:

1. Konsentrasi dan memfokuskan

2. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian

3. Kesadaran naik-turun

18

Page 19: Sgd IV Geriatri

4. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

5. Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain

6. Bingung menghadapi tugas se-hari-hari

7. Perubahan kepribadian

8. Pikiran menjadi kacau

9. Bicara ngawur

10. Disartria dan bicara cepat

11. Neologisma

12. Inkoheren

Gejala termasuk:

13. Perilaku yang inadekuat

14. Rasa takut

15. Curiga

16. Mudah tersinggung

17. Agitatif

18. Hiperaktif

19. Siaga tinggi (Hyperalert)Atau sebaliknya bisa menjadi:

20. Pendiam

21. Menarik diri

22. Mengantuk

23. Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah

24. Pola tidur dan makan terganggu

25. Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu

dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi bisa diperiksa

dengan:

1. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)

2. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)

3. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR

4. Confusion Assessment Method (CAM)

5. Wawancarai anggota keluarga

19

Page 20: Sgd IV Geriatri

6. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.

7. Pengulangan sebutan 3 benda

PROGNOSIS

Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium

dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa

penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor trogenik, toxisitas

obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan.

Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik.

PENATALAKSANAAN

Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor

yang memberatkan seperti:

1. Menghentikan penggunaan obat

2. Obati infeksi

3. Suport pada pasien dan keluarga

4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien

5. Cukupi cairan dan nutrisi

6. Vitamin yang dibutuhkan

7. Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah

membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.

BAB III

PENUTUP

20

Page 21: Sgd IV Geriatri

KESIMPULAN

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau

progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk

memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa,

dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya

disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi,

perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit

serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi

otak

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Sgd IV Geriatri

Achir, Yaumil Agoes. 1988. Memahami Makna Usia Lanjut. Majalah Cermin Dunia

Kedokteran. No 48. Hlm: 3-5

Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,

Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga

Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roan Witjaksana. Delirium dan Demensia. Diakses dari :

http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. 9 Oktober 2014.

Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and

cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

University Press. 2005.193

.

22