modul geriatri

22
MODUL GERIATRI: DIABETES PADA LANSIA SKENARIO Laki-laki 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan menurut keluarganya tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua tungkai tidak dapat digerakkan, tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh penderita. Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam. Penderita selama ini mengidap dan minum obat penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu manolak. PERTANYAAN 1. Mengapa fungsi motorik pada pasien tersebut terganggu sedangkan fungsi sensorik baik? 2. Jelaskan teori proses menua! 3. Perubahan apa saja yang terjadi akibat “aging process”? 4. Apa saja yang termasuk faktor resiko jatuh? 5. Bagaimana patomekanisme gejala, riwayat penyakit dan riwayat minum obat dihubungkan dengan skenario? 6. Sebutkan jenis gangguan penglihatan dihubungkan dengan skenario! 7. Apa hubungan antara penyakit yang diderita sebelumnya dengan keadaan pasien saat ini? 1

Upload: ririn-bhardiansyah

Post on 02-Aug-2015

247 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Geriatri

MODUL GERIATRI: DIABETES PADA LANSIA

SKENARIO

Laki-laki 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan menurut keluarganya tiba-tiba

terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua tungkai tidak

dapat digerakkan, tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh penderita.

Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu makan sangat

berkurang tetapi tidak demam. Penderita selama ini mengidap dan minum obat penyakit kencing

manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu

manolak.

PERTANYAAN

1. Mengapa fungsi motorik pada pasien tersebut terganggu sedangkan fungsi sensorik baik?

2. Jelaskan teori proses menua!

3. Perubahan apa saja yang terjadi akibat “aging process”?

4. Apa saja yang termasuk faktor resiko jatuh?

5. Bagaimana patomekanisme gejala, riwayat penyakit dan riwayat minum obat

dihubungkan dengan skenario?

6. Sebutkan jenis gangguan penglihatan dihubungkan dengan skenario!

7. Apa hubungan antara penyakit yang diderita sebelumnya dengan keadaan pasien saat ini?

8. Bagaimana status gizi pasien tersebut?

9. Apa saja yang termasuk komplikasi jatuh?

10. Apa informasi dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan?

11. Bagaimana rencana dan prioritas penatalaksanaan terhadap pasien tersebut?

12. Apa upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar pasien tidak jatuh berulang?

13. Bagaimana prognosisnya?

DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit metabolik di mana tubuh tidak dapat

mengendalikan glukosa akibat kekurangan hormon insulin. Kekurangan hormon ini dalam tubuh

1

Page 2: Modul Geriatri

bisa disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Berdasarkan kedua faktor tersebut,

diabetes mellitus (DM) terbagi menjadi DM tipe 1 dan DM tipe 2.

DM tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik dan terjadi sejak kanak-kanak di mana sel-sel

beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin akibat adanya autoantibodi yang menyerang sel-

sel beta pankreas. Sedangkan DM tipe 2 dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti

makanan dengan kadar glukosa tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan dan terus menerus

sehingga terjadi gangguan metabolisme glukosa dalam tubuh, didukung dengan adanya riwayat

keluarga yang menderita DM. DM tipe 2 ini terjadi pada usia dewasa dan usia lanjut.

DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT

Usia lanjut merupakan masa usia di mana terjadi perubahan-perubahan yang

menyebabkan terjadinya kemunduran fungsional pada tubuh. Salah satunya adalah terjadinya

penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur oleh enzim-enzim yang juga

mengalami penurunan pada usia lanjut.

Salah satu hormon yang menurun sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Hal ini

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut. Namun

demikian, beberapa faktor resiko seperti resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan

terjadinya perubahan vaskular, kegemukan akibat kurangnya aktivitas fisik yang tidak diimbangi

dengan asupan makanan yang adekuat, sering mengkonsumsi obat-obatan, faktor genetik, dan

keberadaan penyakit lain yang memperberat diabetes mellitus, juga memegang peran penting.

Diabetes melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang bervariasi

luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan kadang-kadang menyerupai penyakit

atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria,

polidipsia dan polifagia, pada DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai perubahan/gejala penyakit

mengalami penurunan.

Biasanya yang menyebabkan pasien usia lanjut datang berobat adalah karena gangguan

penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer)

dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan biasa.

2

Page 3: Modul Geriatri

KOMPLIKASI-KOMPLIKASI YANG DIALAMI OLEH PASIEN USIA LANJUT YANG

MENDERITA DIABETES MELITUS DAN MENGAKIBATKAN JATUH

Komplikasi DM pada usia lanjut ada yang akut dan ada pula yang kronik. Komplikasi

DM akut antara lain ketoasidosis, koma diabetikum, dan sebagainya. Sedangkan komplikasi

DM kronik antara lain makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi akibat

makroangiopati terutama akan meningkatkan mortalitas, sedangkan komplikasi

mikroangiopati akan meningkatkan morbiditas. Komplikasi mikroangiopati antara lain

retinopati diabetik dan nefropati diabetik; komplikasi makroangiopati antara lain terjadinya

atherosklerosis yang menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada serebrovaskular; sedangkan

komplikasi berupa neuropati, disebut juga neuropati diabetik, yang tersering adalah neuropati

perifer. Berbagai komplikasi yang disebutkan di atas dapat menyebabkan jatuh pada usia

lanjut. Selain itu, kesalahan dalam mengkonsumsi obat antidiabetik oral oleh karena

kelebihan/kekurangan dosis dan ketidakseimbangan antara asupan makanan dan obat

antidiabetik oral dengan aktivitas sehari-hari yang menyebabkan hipoglikemi/hiperglikemi

juga dapat membuat jatuh pada usia lanjut. Semuanya akan dijelaskan lebih lanjut sebagai

berikut.

Retinopati Diabetik dan Katarak Komplikata

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia pada penderita DM dengan dengan insidens

dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran

vaskular kecil) dari arteriole retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan

jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.

Ganguan penglihatan lainnya adalah katarak disebabkan komplikasi dari penyakit

diabetes melitus (katarak komplikata). Pada katarak komplikata akibat DM ini, terjadi

penimbunan sorbitol dalam lensa oleh karena kekurangan insulin. Perlu diketahui, bahwa

hiperglikemi pada DM menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan yang

dapat mentranspor glukosa tanpa memerlukan insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan

termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan

enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol yang akan tertumpuk dalam sel/jaringan

dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi jaringan tersebut.

3

Page 4: Modul Geriatri

Penumpukan sorbitol pada lensa ini mengakibatkan katarak dan kebutaan.

Kedua penyakit tersebut merupakan faktor resiko intrinsik sebagai komplikasi DM. Pasien

pada skenario dianjurkan untuk operasi mata akan tetapi pasien selalu menolak. Sementara

itu, retinopati diabetik dan katarak sebenarnya dapat diobati jika ditangani lebih dini. Katarak

dapat dioperasi dengan cara memasang lensa artifisial, sedangkan retinopati diabetik dapat

diobati dengan fotokoagulasi retina di mana sinar laser difokuskan pada retina sehingga

menghasilkan parut korioretinal yang di tempatkan dikutub posterior retina. Pengobatan ini

juga dapat menekan neovaskularisasi dan perdarahan yang terjadi pada retinopati diabetik.

Oleh karena tidak diobati, maka mata pasien tersebut menjadi kabur dan dapat menyebabkan

pasien terjatuh, apalagi jika didukung oleh kelemahan otot akibat proses penuaan dan faktor

lingkungan, seperti lantai yang licin, dan sebagainya.

Neuropati Diabetik

Diabetes melitus seringkali juga menimbulkan komplikasi di susunan saraf pusat dan

perifer. Baik di pusat maupun perifer, kerusakan akibat diabetes melitus bersifat sekunder

yaitu melalui vaskulitis. Karena itu, endotelium arteri-arteri menjadi rusak yang

mempermudah pembentukan trombus. Permeabilitasnya menjadi lebih besar yang

memperbesar kemungkinan masuknya mikroorganisme dan toksin dari sawar darah otak dan

mempermudah terbentuknya mikro-aneurisme.

Neuropati diabetika merupakan komplikasi vaskulitis di susunan saraf perifer.

Anoksia akibat mikrotrombosis dan mudah terkena substansi toksik merupakan mekanisme

yang mendasari disfungsi susunan saraf perifer, terutama komponen sensoriknya.

Neuropati diabetik, selain sebagai komplikasi dari vaskulitis juga disebabkan karena

pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar

mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kehilangan akson.

Akibatnya, kecepatan konduksi motorik akan berkurang, selanjutnya timbul nyeri, parestesia,

berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya

refleks-refleks tendon dalam dan kelemahan otot. Hal-hal tersebut dapat memungkinkan

pasien lansia pada kasus mengalami jatuh.

4

Page 5: Modul Geriatri

Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik bermanifestasi secara dini sebagai proteinuria dan merupakan

komplikasi dari penyakit hipertensi yang mengenai ginjal. Selain itu, pada nefropati diabetik,

terjadi kebocoran pembuluh darah glomerulus akibat penyakit diabetes sehingga glukosa

dapat keluar bersama urin dan terjadilah glukosuria.

Jatuh yang dialami oleh penderita usia lanjut pada skenario kemungkinan disebabkan

oleh karena banyaknya glukosa darah yang terbuang melalui urin akibat nefropati diabetik

sehingga kadar glukosa dalam darah kurang. Terlebih lagi jika ternyata pada anamnesis

tambahan, pasien seringkali melakukan aktivitas fisik yang cukup berat untuk orang seusianya

tanpa didukung asupan makanan yang adekuat disertai mengkonsumsi obat antidiabetik, maka

akan terjadi hipoglikemia dan otak kekurangan gukosa sebagai satu-satunya sumber energi

sehingga mengakibatkankan pasien tersebut jatuh.

Hipoglikemi

Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita yang tidak mendapat dosis obat antidiabetik

yang tepat, tidak makan cukup atau dengan gangguan fungsi hati dan ginjal. Kecenderungan

hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi dalam tubuh berkurang

dan asupan makanan yang tidak adekuat karena kurangnya nafsu makan yang umumnya

terjadi pada orang tua. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena

timbul perlahan-lahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat

menimbulkan disfungsi otak sampai koma yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan

kerusakan otak permanen.

Hipoglikemia juga dapat terjadi akibat penurunan ekskresi dan metabolisme

klorpropamid (salah satu obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea dengan waktu paruh

yang lama) pada usia lanjut. Oleh karena itu, pasien pada skenario kemungkinan terjatuh

akibat hipoglikemi setelah mengkonsumsi obat antidiabetik oral tersebut sebagaimana telah

dijelaskan di atas.

5

Page 6: Modul Geriatri

Hiperglikemia 

Hiperglikemia juga dapat menyebabkan jatuh pada pasien tersebut. Akan tetapi,

sebelum menyimpulkan bahwa pasien jatuh oleh karena hiperglikemia, perlu anamnesis

tambahan apakah pasien meminum obat antidiabetiknya teratur atau tidak, bagaimana

aktivitasnya sehari-hari dan jumlah kalori dan kandungan glukosa makanan yang

dikonsumsinya sehari-hari. Jika ternyata pasien tidak patuh meminum obat sesuai yang

dianjurkan oleh dokter (jarang minum obat), disertai aktivitas fisik yang kurang, misalnya

kurang olahraga dan sering diet dengan makanan tinggi kalori, maka kemungkinan pasien

jatuh oleh karena hiperglikemi meskipun ia minum obat.

Selain itu, penyakit DM juga dapat mencetuskan terjadinya atherosklerosis. Resistensi

insulin yang terjadi pada penderita DM bertambah dengan semakin bertambahnya usia.

Resistensi insulin ini akan meningkatkan sintesis VLDL di hati dan pada gilirannya akan

menaikkan kadar trigliserid dalam darah. Kenaikan VLDL ini sedikit banyak juga akan

menyebabkan kenaikan LDL karena pada proses metabolismenya, dari VLDL melalui IDL

akhirnya akan terbentuk LDL. IDL dan LDL ini bersifat aterogenik yang akan mengakibatkan

terbentuknya plak atherosklerosis pada pembuluh darah. Jika atherosklerosis ini terdapat pada

pembuluh darah otak, maka perfusi di otak kurang, otak kekurangan oksigen dan nutrisi

sehingga dapat menyebabkan jatuh.

Obat Antidiabetik Oral

Pengaruh obat antidiabetik oral terhadap jatuhnya pasien sebagian telah dijelaskan di

atas. Namun demikian, selain oleh karena proses penyakit (patologis), terjadinya perubahan

farmakodinamik pada lansia terhadap obat-obatan yang dikonsumsi di dalam tubuh penderita

juga berperan penting dalam kasus ini. Perubahan-perubahan tersebut melalui beberapa

mekanisme, antara lain: terjadi perubahan jumlah reseptor obat, perubahan afinitas, transduksi

sinyal dan perubahan target organ obat pada lansia. Hal ini mungkin bisa menjelaskan bahwa

meskipun penderita meminum obat antidiabetik oralnya, efek obat tersebut dalam tubuh tidak

maksimal. Adanya polifarmasi yang terjadi pada usia lanjut yang menyebabkan terjadinya

interaksi antara obat yang satu dengan yang lainnya, dapat menimbulkan

6

Page 7: Modul Geriatri

hipoglikemia/hiperglikemia yang dapat memperbesar kemungkinan jatuhnya penderita

tersebut.

ANALISA DAN SINTESA SEMUA INFORMASI

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kemungkinan besar pasien pada

skenario mengalami jatuh disebabkan oleh gangguan penglihatan yang dialami sebagai

komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang dialami oleh pasien. Meskipun telah

mendapatkan terapi pengobatan dari dokter mengenai penyakitnya, akan tetapi kemungkinan

pasien tidak teratur dalam meminum obatnya, baik karena kekurangan dosis akibat jarang

minum obat maupun kelebihan dosis akibat menurunnya daya ingat yang terjadi pada usia

lanjut akibat proses menua sehingga dia tidak lupa apakah sudah minum obat atau belum.

Selain itu, ketidakdisiplinan dalam meminum obat bisa jadi disebabkan karena kurangnya

perhatian keluarga dalam hal ini. Untuk itu perlu anamnesis tambahan mengenai bagaimana

hubungan pasien dengan anggota keluarganya yang terdekat. Kemungkinan lain yang juga

bisa menjadi pertimbangan adalah meskipun pasien meminum obatnya dengan teratur, akan

tetapi dalam skenario dikatakan ia kurang nafsu makan, ditambah lagi dengan batuk-batuk

dan sesak nafas yang dialaminya yang tentu saja memerlukan energi yang diperoleh dari

makanan, menyebabkan pasien mengalami hipoglikemia yang mengakibatkan pasien tersebut

jatuh.

Semua yang disebutkan di atas dapat memperparah penyakit diabetes melitus yang dialami

pasien dan komplikasi kronik yang bisa timbul dan yang paling mungkin terjadi adalah

katarak akibat diabetes melitusnya (katarak komplikata) sebab di dalam skenario dikatakan

bahwa pasien sudah dianjurkan untuk operasi mata tetapi ia selalu menolak. Akibatnya, ia

bisa jatuh karena visusnya menurun di samping karena faktor-faktor lingkungan, seperti

pencahayaan lampu yang tidak baik di rumahnya, dan sebagainya.

FAKTOR RESIKO JATUH

Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan

ditentukan atau dibentuk oleh:

1. Sistem Sensorik

7

Page 8: Modul Geriatri

Yang berperan di dalamnya adalah visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler,

dan propioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menyebabkan gangguan

penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe

perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat

proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi

propioseptif. Gangguan sensorik tersebut menyebabkan hamper sepertiga lansia mengalami

sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

2. Sistem saraf pusat (SSP)

SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP

seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lansia dan

menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.

3. Kognitif

Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh.

4. Muskuloskeletal

Faktor ini disebutkan leh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni

milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal

menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang

fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:

• Kekakuan jaringan penghubung

• Berkurangnya massa otot

• Perlambatan konduksi saraf

• Penurunan visus/lapangan pandang

• Kerusakan propioseptif

Yang kesemuanya menyebabkan:

• Penurunan range of motion (ROM) sendi

8

Page 9: Modul Geriatri

• Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah

• Perpanjangan waktu reaksi

• Kerusakan persepsi dalam

• Peningkatan postural sway (goyangan badan)

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,

penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih

cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah/terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga

memudahkan jatuh.

Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:

1) Faktor-faktor intrinsic (faktor dari dalam)

2) Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)

PENYEBAB TUNGKAI TIDAK DAPAT DIGERAKKAN

Pada kasus ini pasien dinyatakan jatuh terpeleset. Mekanisme trauma Seseorang yang

jatuh terpeleset kemungkinan bisa ke depan atau ke belakang. Jika jatuh ke depan maka

kemungkinan akan mengalami trauma capitis atau cidera ekstremitas atas sebagai akibat

menahan tubuh dengan tangan. Sedangkan jika jatuh ke belakang maka kemungkinan akan

mengalami trauma capitis atau cidera ekstremitas atas atau cidera tulang belakang (vertebra).

Pada kasus ini tidak dikeluhkan adanya trauma capitis atau cidera ekstremitas atas, cidera yang

terjadi hanya berupa tungkai yang tidak dapat digerakkan tapi masih berasa. Ini berarti bahwa

kemungkinan yang mengalami gangguan adalah persarafan motorik tungkai tersebut sementara

saraf sensoriknya masih berfungsi dengan baik.

Secara anatomis tungkai (ekstremitas bawah) dipersarafi oleh serabut saraf dari vertebra

segmen lumbal dan sacral. Jadi kemungkinan besar ketika terjatuh, pasien tersebut mengalami

trauma vertebra segmen lumbal-sakral yang mengakibatkan tertekannya ramus-ramus saraf di

cornu anterior atau bagian dari kornu anterior dari segmen lunbosakral tersebut yang tertekan

9

Page 10: Modul Geriatri

yang berfungsi sebagai saraf motorik pada kedua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak

dapat digerakkan.

PEMERIKSAAN YANG PERLU DILAKUKAN

Pada pasien geriatri/usia lanjut, kita harus melakukan pemeriksaan/assesmen secara

holistik/paripurna, berkesinambungan dan tepat. Dengan maksud agar dapat meninjau

keseluruhan dari gangguan fisisnya, psikososial dan juga gangguan fungsional sehingga nantinya

dapat mengidentifikasikan masalah tersebut termasuk mengidentifikasikan faktor resiko yang

berperan serta kemudian merencanakan penatalaksanaan menyeluruh dengan penekanan pada

kemampuan fungsional pasien atau setidaknya memberikan perhatian yang sama dengan

diagnosis dan pengobatan penyakit sebab kompleksitas masalah pada usia lanjut dapat

meningkatkan resiko iatrogenik.. ( 1 : 267 )

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

A. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya)

Anamnesa dibuat baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya.

Anamnesis

ini meliputi :

1. Seputar jatuhnya : mencari penyebab jatuhnya misalnya apa karena terpeleset,

tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok atau

sebaliknya, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menolwh

tiba-tiba ataupun aktivitas lainnya.

2. Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba,

vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.

3. Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, diabetes mellitus, stroke,

parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, deficit

rematik dll

4. Review obat-obatan yang diminum : anti hipertensi ( alfa inhibitor non spesifik dll ),

diuretic, autonomic bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik,

ACE inhibitor dll

10

Page 11: Modul Geriatri

5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh apakah licin/bertingkat-tingkat dan tidak

datar, pencahayaannya dll

B. Pemeriksaan Fisis

1. Mengukur tanda vitalnya : Tekanan darah (tensi), nadi, pernafasan(respirasinya) dan suhu

badannya (panas/hipotermi)

2. Kepala dan leher : apakah terdapat penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,

gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising.

3. Pemeriksaan jantung : kelainan katup, aritmia, stenosis aorta, sinkope sinus carotis dll

4. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot,

instabilitas, kekakuan, tremor, dll

5. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki (podiatrik),

deformitas dll

C. Assesmen Fungsionalnya

Seyogyanya dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan pasien dan

aspek fungsionalnya dalam lingkungannya, ini sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya

jatuh ulangan. Pada assesmen fungsional dilakukan observasi atau pencarian terhadap :

1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari duduk dikursi, ketika

berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah dll.

2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat Bantu ( kursi roda,

tripod, tongkat dll) atau dibantu berjalan oleh keluarganya.

3. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, kontinens. Terutama

kehidupannya dalam keluarga dan lingkungan sekitar ( untuk mendeteksi juga apakah

terdapat depresi dll ) ( 2 : 168 )

PENANGANAN JATUH PADA LANSIA

a. Operasi.

11

Page 12: Modul Geriatri

Jika pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fraktur yang disebabkan karena pasien

terjatuh ( terpeleset ) khususnya fraktur tulang belakang yang mengakibatkan kompresi pada

saraf sehingga kedua tungkai tidak dapat digerakkan,merupakan indikasi untuk dilakukan

operasi mis: fiksasi internal nerve root,spinal cord.

b. Hospitalisasi (perawatan di rumah sakit).

Hal ini bertujuan untuk memudahkan penanganan pasien khususnya dengan fraktur akut

( immobilisasi ) yang beresiko tinggi yang juga disertai dengan penyakit kronik,yang

membutuhkan perawatan intensif..

c. Operasi mata ( operasi katarak).

Gangguan penglihatan pada pasien ini kemungkinan besar berupa katarak senilis. Operasi

dapat dilakukan jika pasien & keluarganya menyetujui dan kondisi kesehatan pasien

memungkinkan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang

selama ini terganggu akibat gangguan penglihatan ( kemungkinan salah satu penyebab pasien

terjatuh ).

Indikasi operasi katarak :

- Gangguan penglihatan dengan Snellen aquity ( visus ) 20/50 atau dibawahnya.

- Ketidakmampuan salah satu mata untuk melihat.

Kontraindikasi :

- Jika penglihatan pasien dapat dikoreksi dengan penggunaan kaca mata atau alat bantu

lainnya.

- Kondisi kesehatan pasien tidak memungkinkan.

d. Fisioterapi.

Setelah dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi fraktur dibutuhkan fisioterapi

( rehabilitasi ) yang penting untuk mengembalikan fungsi alat gerak dan mengurangi

disabilitas selama masa penyembuhan. Penggunaan alat bantu berjalan misalnya tongkat

12

Page 13: Modul Geriatri

biasanya dibutuhkan untuk membantu permulaan berjalan kembali dan untuk mendukung

aktifitas sehari-hari lainnya.

e. Perbaikan status gizi.

Penyusunan menu disesuaikan dengan kebutuhan kalori pasien setiap harinya dan

kemampuan untuk mencerna makanan. Pemberian makanan diberikan secara bertahap.dimulai

dengan porsi kecil tetapi sesering mungkin diberikan.

f. Kontrol penyakit dan penggunaan obat-obatan.

Hindari polifarmasi yang justru lebih banyak menimbulkan efek samping,khususnya pada

pasien beresiko tinggi.

g. Pendidikan keluarga.

Jika fraktur yang diderita oleh pasien mengharuskan immobilisasi untuk beberapa

lama.keluarga harus senantiasa mengawasi,merawat pasien dengan mencegah pasien terlalu

banyak berbaring ( posisi diubah-ubah ) untuk mencegah dekubitus dan penyakit iatrogenik.

Berikan perhatian dan kasih sayang agar pasien tidak merasa terisolasi dan depresi.

PENCEGAHAN

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti

terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain:

1. Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik

resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan

penyakit sistemik yang sering mendasari/menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus

dihilangkan. Penerangan rumah hartus cukup tapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar,

tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang

13

Page 14: Modul Geriatri

sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini

sebaikknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas

lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu

yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimabangan badannya dalam melakukan

gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway sangat diperlukan untuk

mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat

beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya

berjalan(gait) juga harus dilakukan dengan cermat, apakah penderita menapakkan kakinya

dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat

berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa

bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.

3. Mengatur/mengatasi fakor situsional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut penyakit yang diderita

lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat diatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan

pada penderita aktivitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktivitas tersebut

tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan

kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia

tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya

jatuh

14