rizkia ske g blok 27 hellp
DESCRIPTION
skenarioTRANSCRIPT
a. Hubungan jarak kehamilan dengan kasus?
Semakin tinggi paritas ibu semakin kurang baik keadaan endometrium yaitu
belum sempat sembuh terutama jika jarak kehamilannya pendek. Kehamilan
berulang juga bisa menimbulkan jaringan parut uterus yang dapat menyebabkan
tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta. Hal ini dapat menyebabkan
plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi janin.
Kehamilan sebelum 2 tahun sering mengalami komplikasi dalam persalinan.
Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat. Ada kemungkinan ibu
masih menyusui. Selain itu anak tersebut masih butuh asuhan dan perhatian orang
tuanya. Bahaya yang mungkin terjadi bagi ibu antara lain ;
1) Perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah.
2) Bayi prematur / lahir belum cukup bulan sebelum 37 minggu.
3) Bayi dengan berat badan lahir rendah / BBLR < 2500 gram.
b. Intervensi awal terhadap kasus?
Masalah pada kasus ini: Usia lanjut( Extreme age), preterm+presbo, grande multipara,
uncontrolled hypertension, short interval frequencies, superimposed preeclampsia,
BOH, kondisi ekonomi, obesitas
Berdasarkan William Obstetrics, ditinjau dari usia kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala PEB selama perawatan, maka sikap
kehamilannnya dibagi menjadi:
1. Aktif (aggresive management): kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Hanya observasi dan
evaluasi.
Pada kasus usia kehamilan 31 minggu, sehingga menjadi indikasi perawatan
konservatif. Diberikan pengobatan yang sama dengan medikamentosa pada
pengelolaan secar aktif.
Tatalaksana PEB sesuai kompetensi dokter umum
1. Cegah kejang
MgSO4 40% dosis 8 mg IM (bokong kanan, bokong kiri).
Syarat pemberian:
− RR > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.
− Refleks patella (+) kuat.
− Harus tersedia antidotum bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium
glukonas 10%. Diberikan IV 3 menit.
MgSO4 dihentikan bila:
− Bila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam.
− Ada tanda-tanda intoksikasi.
2. Cegah komplikasi
− Pemberian Oksigen
− Larutan fisiologis IV line gtt 30/menit (500cc maintenance) dengan
Ringer lactate 25-30 tetes per menit.
− Kateter urin menetap
− Pemberian Antihipertensi lini pertama:
Nifedipin oral dosis awal 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
max 120 mg per jam. Tidak boleh diberi secara sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat.
− Perhatikan terapi untuk sindroma HELLP disertai kehamilan preterm:
Mengikuti terapi medikamentosa PEB dengan melakukan monitoring
kadar trombosit tiap 12 jam.
Dari kasus didapati kadar trombosit antara 100.000-150.000/ml beserta
gejala-gejala PEB, maka indikasi untuk diberikan dexamethasone 10
mg IV tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindroma HELLP
ditegakkan. Kegunaannya untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan
pematangan paru janin, dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat
mempercepat perbaikan klinik dan laboratorik.
3. Rujukan ke obstetrik
− Penjelasan kepada pasien untuk dilakukannya terminasi setelah
pematangan paru janin, didampiringi oleh tenaga medis.
− Sikap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, sehingga
kehamilan diterminasi.
− Untuk presentasi bokong tindakan terminasi dilakukan
perabdominam.
4. Konseling dan rencana kontrasepsi
Kontrasepsi yang dianjurkan untuk ibu dengan usia tua berupa alat
kontrasepsi mantap, seperti tubektomi atau sterilisasi melalui rangkaian
edukasi, konseling, dan informed choice dari kedua pihak.
Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
1. Adanya tanda-tanda komplikasi ibu (impending eklampsia + tekanan
darah yang tidak stabil) dan komplikasi janin
2. Kenaikan progresif dari tekanan darah
3. Adanya Sindrom Hellp
4. Penilaian kesejahteraan janin jelek.
Penderita boleh pulang bila:
Klinis dan laboratoris baik dalam 3 hari (3 hari bebas HELLP
syndrome dan preeclampsia)
EDUKASI:
1. Sarankan untuk tubektomi / vasektomi/ pemasangan IUD
(progesteron). Hindari yang barrier dan hormonal
2. Batasi asupan karbohidrat dan natrium
3. Perbanyak aktivitas fisik
4. Manipulasi Diet : diet rendah garam, suplementasi kalsium,
suplementasi minyak ikan
Sikap terhadap penyakit
a. Pasien PEB harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
b. Monitoring input dan output cairan karena PEB beresiko tinggi
mengalami edema. Cairan yang diperlukan dapat berupa 5% Ringer-
dekstrose, infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
infuse ringer laktat (60-125 cc/jam). Pasang kateter untuk pengeluaran
urin. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
c. Pemberian obat anti-kejang
MgSO4 loading dose 4 gram IV (40% dalam 10 cc) selama 15
menit. Harus disediakan antidotum bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% diberikan IV 3 menit
d. Pemberian antihipertensi:
Nifedipin 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam, atau
Sodium nitroprusside 0.25 µg IV/kg/menit ditingkatkan 0.25 µg
IV/kg/5 menit
Atasi komplikasi
e. Bila terjadi edema paru diberikan diuretikum. Pemberian diuretikum
tidak diberikan secara rutin kecuali jika ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif, atau anasarka. Diuretikum yang diberikan adalah
furosemida.
f. Protokol sindroma HELLP
Sikap terhadap kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala PEB
selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi
Aktif : Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan
dengan pengobatan
Konservatif : Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pengobatan
Pada kasus ini, usia gestasi masih berada pada usia preterm dan tidak
memungkinkan untuk diterminasi sehingga tatalaksana terhadap kehamilan
bersifat konservatif. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan
medikamentosa PEB. Loading dose MgSO4 tidak diberikan secara IV
melainkan IM saja. Selama perawatan konservatif sikap terhadap
kehamilannya adalah observasi dan evaluasi namun tidak melakukan
terminasi kehamilan. MgSO4 dihentikan apabila ibu sudah mencapai tanda-
tanda PE ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila dalam 24
jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Pasien boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala PE ringan.
c. Hubungan aktivitas ibu thd kasus?
Pada ibu hamil, biasanya badannya akan mudah lelah. Dianjurkan kepada ibu hamil
untuk lebih banyak istirahat. Di kasus, aktivitas yang dilakukan oleh ibu ini melebihi
yang seharusnya dilakukan, apalagi masih punya anak berusia batita, sehingga tubuh
ibu ini akan semakin mudah lelah ditambah dengan asupan gizi yang seadanya.
Energi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan yang dimasukkan, dikhawatirkan
akan berpengaruh ke pertumbuhan janin.
d. Patofis HELLP
Terdapat beberapa hipotesis mengenai preeklampsia hingga saat ini,
antara lain: iskemia plasenta, genetik, disfungsi endotel dan imunologis.
Namun, teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta.
1. Iskemia plasenta
Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua
dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan
elastic pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri serta
mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada
akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada
deciduomyometrial junction.
Pada kehamilan usia 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel
trofoblas dimana sel-sel trofoblas akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam
hingga ke dalam miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama
kemudian terjadi lagi yaitu penggantian endotel, perusakan jaringan
muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri.
Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis,
lemas, dan berbentuk seperti kantung yang memungkinkan terjadinya dilatasi
secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang
meningkat.
Pada pre eklampsia – eklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya oleh karena:
a) Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel trofoblas.
b) Pada arteri yang mengalami invasi, hanya terjadi invasi sel trofoblas
tahap I secara normal tetapi invasi tahap II tidak berlangsung
sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap
mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih
terdapat resistensi vaskuler.
Hal ini akan menyebabkan terganggunya aliran darah di daerah intervilli
sehingga terjadi penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat
menimbulkan iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan bayi intra uterin (IUGR) hingga kematian bayi.
2. Genetik
Kejadian preeklmapsia berhubungan dengan peningkatan HLA. Diduga
ibu-ibu dengan histokompatibilitas antigen HLA haplotipe A 23/29, B 44 dan
DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan pre eklampsia dan
IUGR daripada ibu tanpa haplotipe tersebut.
3. Disfungsi Endotel
Terjadi kerusakan endotel akan mengakibatkan prostasiklin menurun
karena endotel tempat pembentukan prostasiklin dan meningkatnya produksi
tromboksan sebagai kompensasi kerusakan endotel.
4. Imunologis
TNF Alfa dan IL-1 berperan dalam stress oksidatif yang berhubungan
dengan pre eklampsia.
HELLP
Sindrom ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya
hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia).
Terjadinya sindrom HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada sindrom
HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat fragmentasi, sel
darah merah akan lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang telah
mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin.
Pada gambaran darah tepi akan terlihat gambaran spherocytes, schistocytes,
triangular cell dan burr cell.
Pada sindrom HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkhim periportal atau fokal yang
disertai dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada
sinusoid. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut
menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar
terjadinya peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran
kanan atas. Gambaran nekrosis selular dan perdarahan dapat terlihat dengan
MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya perdarahan intrahepatik
dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindrom HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya konsumsi
platelet terjadi kerena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel
endotel, penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun
peningkatan jumlah radikal bebas. Beberapa peneliti beranggapan bahwa DIC
merupakan proses primer yang terjadi pada sindrom HELLP. Walaupun
gambaran histologis mikrotrombi yang mirip antara sindrom HELLP dan DIC
tetapi pada sindrom HELLP tidak dijumpai koagulopati intravaskular. Pada
sindrom HELLP terjadi mikroangiopati dengan kadar fibrinogen yang normal.
Menurut Weinsten (1982) sindrom HELLP lebih banyak ditemukan
pada nullipara dan pada usia kehamilan yang belum aterm. Gejala dapat
muncul antepartum dan postpartum. gejala yang menonjol adalah rasa nyeri
pada daerah epigastrium kanan, nyeri kepala, mual, muntah, ikterus dan
gangguan penglihatan. Sering dijumpai tanda-tanda hemolisis berupa
perdarahan gastrointestinal dan gusi, gangguan fungsi hepar dan fungsi ginjal
dan tanda-tanda koagulopati.
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP
Klasifikasi Tennesse berdasarkan jumlah kelainan yang ada :
1. Komplit:
1) Trombosit < 100.000/mL
2) LDH > 600 IU/L
3) SGOT > 70 IU/L.
2. Inkomplit/parsial: Hanya terdapat 1 atau 2 tanda pada komplit.
Wanita dengan ketiga kelainan (komplit) lebih berisiko menderita
komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom
HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total
seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya
yang parsial dapat diterapi konservatif.
Klasifikasi Mississippi :
− Kelas I : trombosit < 50.000 mL, LDH > 600 IU/L, SGOT dan atau
SGPT > 40 IU/L
− Kelas II : trombosit > 50.000 tapi < 100.000 mL, LDH > 600 IU/L,
SGOT dan atau SGPT > 40 IU/L
− Kelas III : trombosit > 100.000 tapi < 150.000 mL, LDH > 600 IU/L,
SGOT dan atau SGPT > 40 IU/L
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan
penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu
tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan
mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.
Etiologi
Vasopasme arteriolar dianggap faktor dasar penyebab sindrom ini.
Terbentuknya lesi pada lapisan endothelial dari pembuluh darah kecil sebagai
akibat vasopasme. Trombosit menyatu pada sisi lesi. Sel-sel darah merah
dipaksa melewati struktur yang menyerupai saringan karena peningkatan
tekanan, mengakibatkan sel darah merah pecah dan hiperbilirubinemia.
Trombositopenia terjadi akibat trombosit yang digunakan saat mikrosirkulasi.
Gambaran Klinis
A. Vasopasme arteriolar
1. Penurunan aliran darah serebral
a. Sakit kepala
b. Skotoma
2. Hipertensi
3. Penurunan aliran darah uterus Retardasi pertumbuhan janin intrauterus
(intrauterine fetal
growth retardation, IUFGR)
4. Hipoksia janin intrapartum
5. Kematian janin
B. Kerusakan endotel
1. Anemia hemolitik mikroangiopati
a. Trombosit yang hancur
b. trombositopenia
2. penghancuran sel darah merah
a. penurunan hematokrit
b. hiperbilirubinemia
3. kerusakan glomerulus
a. proteinuria
b. oliguraia: peningkatan nitrogen urea darah (blood urea nitrogen,
BUN) dan kreatinin
4. kongesti Hepar
a. nyeri kuadran atas kanan
b. peningkatan serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT),
penurunan serum glutamjic-pyruvic transminase (SGPT)
c. penurunan glukosa darah
C. Insidens: Terjadi pada 4-12% pasien preeklamsia berat dan/atau eklamsia dan
disertai temuan kondisi ibu dan janin yang buruk.
D. Kejadian: awitan cepat sering terjadi setelah 28 minggu kehamilan.
E. Tanda dan gejala
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Keletihan
5. Mual, muntah, atau keduanya
6. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas
F. Uji laboratorium
1. Hitung darah lengkap disertai hitung trombosit. Terjadi penurunan
hematokrit dan trombositopenia.
2. SMAC-20, nilai laboratorium akan menunjukkan hiperbilirubinemia,
pningkatan SGOT, peningkatan BUN dan kreatinin, dan penurunan kadar
glukosa darah.
3. Urine dip dan specimen kateter akan menunjukkan proteinuria, urine 24
jam akan menunjukkan protein yang berlebihan.
G. Penatalaksanaan
1. Rujuk ke dokter
2. Pendekatan konservatif dikontraindikasikan pada pasien HELLP; pasien
harus segera melahirkan untuk mencegah potensi komplikasi pada ibu
yang tidak dapat disembuhkan atau kematian janin.