dic & hellp

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada 1982, Weinstein melaporkan 29 kasus preeklampsi berat, eklampsi dengan komplikasi trombositopeni, kelainan sediaan apus darah tepi, dan kelainan tes fungsi hati. Ia menyatakan bahwa kumpulan tanda dan gejala ini benar-benar terpisah dari preeklampsi berat dan membentuk satu istilah: Sindrom HELLP; H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platele. Sibai dkk. menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam hal terminologi, insidens, penyebab, diagnosis dan penatalaksanaan sindrom ini. Insidens dilaporkan sekitar 2-12%, kisaran ini menggambarkan perbedaan criteria diagnosis dan metode yang digunakan. Ada perbedaan besar mengenai saat terjadi, tipe, dan derajat kelainan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom ini. Bukti adanya hemolisis telah dilaporkan pada beberapa studi dan definisi trombositopeni berkisar dari <75.000/mm 3 sampai < 150.000/ mm 3 . Belum ada konsensus mengenai peranan tes fungsi hati untuk mendiagnosis sindrom HELLP. 1

Upload: nur-indrawani

Post on 22-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: dic & hellp

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada 1982, Weinstein melaporkan 29 kasus preeklampsi berat, eklampsi

dengan komplikasi trombositopeni, kelainan sediaan apus darah tepi, dan

kelainan tes fungsi hati. Ia menyatakan bahwa kumpulan tanda dan gejala ini

benar-benar terpisah dari preeklampsi berat dan membentuk satu istilah:

Sindrom HELLP; H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan

LP untuk Low Platele.

Sibai dkk. menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam hal terminologi,

insidens, penyebab, diagnosis dan penatalaksanaan sindrom ini.

Insidens dilaporkan sekitar 2-12%, kisaran ini menggambarkan perbedaan

criteria diagnosis dan metode yang digunakan. Ada perbedaan besar

mengenai saat terjadi, tipe, dan derajat kelainan laboratorium yang digunakan

untuk mendiagnosis sindrom ini.

Bukti adanya hemolisis telah dilaporkan pada beberapa studi dan definisi

trombositopeni berkisar dari <75.000/mm3 sampai < 150.000/ mm3. Belum

ada konsensus mengenai peranan tes fungsi hati untuk mendiagnosis sindrom

HELLP.

Kejadian preeklamsia juga mengakibatkan terjadinya DIC. Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindroma abnormalitas koagulasi

dan fibrinolisis, DIC disebut juga konsumtif koagulopati.

Sehingga apabila DIC terjadi dapat mengakibatkan perdarahan dan ini

merupakan keadaan yang perlu ditangani secara tepat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang perlu diketahui dari DIC selama kehamilan?

2. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Sindrom Hellp pada kasus pre

eklamsi-eklamsi?

1

Page 2: dic & hellp

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Sindrom Hellp pada

kasus pre eklamsi-eklamsi

2. Untuk memahami tentang DIC selama kehamilan

2

Page 3: dic & hellp

BAB II

PEMBAHASAN

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

1. Pengertian

DIC adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar

di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah

kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk

mengendalikan perdarahan.

Disseminated intravascular coagulation (D.I.C.) adalah suatu keadaan

hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau

keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler

diseluruh tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat,

beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute DIC) dan dapat juga dalam

waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (chronic DIC).

Pada D I C akut terjadi penggumpalan darah dalam waktu singkat, hal ini

mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi, seperti trombosit,

fibrinogen dan lain faktor pembekuan ( I sampai XIII) dipergunakan dalam

proses penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga

consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini

berakibat terjadinya perdarahan dari yang ringan sampai berat. Penyebab

Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang

biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah

faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.

2. Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC :

3

Page 4: dic & hellp

a. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan

disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah

b. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat

yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)

c. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas

maupun prostat.

3. Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:

a. Penderita cedera kepala yang hebat

b. Pria yang telah menjalani pembedahan prostat

c. Terkena gigitan ular berbisa.

Komplikasi obstetrik bisa menyebabkan DIC, terutama pada keadaan

abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri

dapat mengaktivasi koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti

pada preeklamsia dan sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver

function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik. DIC

biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut.

4. Patofisiologi

a. Consumptive Coagulopaty

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem

pembekuan darah secara sistemik. Tanda dasar yang mengarah

kecurigaan ke DIC : Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen

fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan.

Karena dipicu penyakit/trauma berat, terjadi aktivasi pembekuan darah,

terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah sehingga

4

Page 5: dic & hellp

menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang

mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi

protein dan platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. Karena

terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem

fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam

sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-

antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya,

pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam

waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali

dan ditatalaksana.

Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup

kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan

trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat

disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan

sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-

menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem

fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya

endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. sistem-sistem yang tidak

berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor

fibrinolitik PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC

dapat terjadi peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan

perdarahan.

b. Depresi prokoagulan DIC

Depresi prokoagulan DIC terjadi karena kelainan produksi faktor

pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Garis start jalur

pembekuan darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati)

kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis

akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.

5

Page 6: dic & hellp

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah

terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-

antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem

VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal

dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat

dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik.

Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam

pembentukan trombin.

Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan

sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor

ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. Kelainan fungsi jalur-

jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor

pembekuan darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut

andil dalam membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III,

terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini

disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin,

degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh

netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar

antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan

mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga

berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal

organ.

Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi

depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur

protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin

proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-

alpha (TNF-α) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi

rendahnya zimogen pembentuk protein C akan menyebabkan total

protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus

6

Page 7: dic & hellp

menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan

bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC.

Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang

memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan

darah. Senyawa ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI).

Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan

memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini

dalam plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal

dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI

rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi

meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas

akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa

ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor

pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC

dan kelainan koagulasi di masa depan.

c. Defek Fibrinolisis Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu

sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus

menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau

endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator

Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem

fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator

plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus

menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang,

misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa

tipe adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi

hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-mana

serta perdarahan tetap berlangsung.

Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh

darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus

7

Page 8: dic & hellp

akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan

organ, bahkan kematian. Gejala DIC biasanya muncul tiba-tiba dan bisa

bersifat sangat berat. Jika keadaan ini terjadi setelah pembedahan atau

persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan yang robek bisa

mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan bisa menetap di

daerah tempat penyuntikan atau tusukan; perdarahan masif bisa terjadi di

dalam otak, saluran pencernaan, kulit. Otot dan rongga tubuh. Bekuan darah

di dalam pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang sifatnya

menetap) sehingga tidak terbentuk air kemih.

5. Gejala-gejala DIC

Gejalan umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya,

ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan

perdarahan. Keadaan ini terjadi akibat sepsis atau infeksi berat, trauma,

destruksi organ, keganasan (tumor padat atau myelo/limfoproliferatif),

penyakit obstetrik (emboli cairan amnion dan abrupsi plasenta), abnormalitas

vaskular (sindrom Kasabach-Meritt dan aneurisma pembuluh darah besar),

penyakit hepar yang berat, reaksi toksik-imunologik dari bisa ular, obat-

obatan, reaksi transfusi, dan penolakan transplantasi.

6. Pemeriksaan fisik DIC

Pemeriksaan fisik DIC akan sangat tergantung etiologi penyakit tersebut.

a. DIC akut memperlihatkan petekia pada palatum mole dan tungkai dan

ekimosis pada bekas punksi vena, keduanya akibat trombositeopenia.

Pasien seperti ini juga akan terdapat ekimosis pada area-area yang

traumatik.

b. DIC kronik atau subakut hanya akan memperlihatkan tanda dan gejala

akibat trombosis dan tromboemboli pada organ tertentu. Keadaan ini

8

Page 9: dic & hellp

terjadi akibat kelainan berbagai penyakit. Secara umum seperti yang

tersebut di atas, terdapat dua jalur yang menjadi penyebab terjadinya DIC,

pertama, respon inflamasi sistemik yang umumnya akibat sepsis atau

trauma hebat sehingga mengaktifkan sitokin dan faktor pembekuan darah.

Kedua, pajanan materi prokoagulan ke pembuluh darah (mis. Pasien

kanker atau obstetrik). Pada situasi tertentu, dua jalur penyebab DIC ini

bisa muncul secara bersamaan (mis. Trauma mayor atau pankreatitis

nekrotik berat).

7. Diagnosis DIC

Diagnosis Pemeriksaan darah DIC menunjukkan :

a. Penurunan jumlah faktor pembekuan

b. Adanya bekuan-bekuan kecil yang tidak biasa

c. Sejumlah besar hasil pemecahan bekuan darah.

Tidak ada metode khusus untuk mendiagnosis DIC selain menilai gejala

klinis berupa perdarahan terus-menerus dengan gejala sianosis perifer serta

melihat hasil lab dengan trombositopenia, masa perdarahan global yang

memanjang signifikan, serta Fibrin Degradation Produc (FDP), atau

spesifiknya D-dimer akan meningkat (walaupun keduanya juga meningkat

pada trauma berat).DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa

perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Cara terbaik untuk mengenali DIC

selain gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ialah dengan

mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang biasanya potensial menyebabkan

DIC.

8. Penatalaksanaan

9

Page 10: dic & hellp

Penyebabnya harus dicari dan diatasi, apakah gangguan kebidanan, infeksi

atau kanker. Jika penyebabnya diatasi, maka gangguan pembekuan bisa

berkurang. DIC bisa berakibat fatal, sehingga harus diatasi sesegera mungkin.

Tata cara penatalaksanaan

Diberikan transfusi trombosit dan faktor pembekuan untuk menggantikan

kekurangan dan menghentikan perdarahan.

Untuk memperlambat pembekuan kadang diberikan heparin.

Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati penyakit

yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik

diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik,

maka janin harus dilahirkan secepatnya.

Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan

pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan

perdarahan masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko

komplikasi perdarahan.

Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian

antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk

meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi

fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi,

namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut.

Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi

fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5

U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal

setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan.

Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi saran

khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut

pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi

ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua

10

Page 11: dic & hellp

kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi

DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi.

HELLP SYNDROME

1. Pengertian

HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelets) syndrome yang

artinya adalah hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia. ini

adalah komplikasi utama dari pre-eklamsi dan eklamsia yang terdiri dari:

a. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)

b. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)

c. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan

kemampuan pembekuan darah)

Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika

terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. setelah

persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya

eklamsi. 25% kasus eklamsi terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu

2-4 hari pertama setelah persalinan. tekanan darah biasanya tetap tinggi

selama 6-8 minggu. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi,

kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.

2. Tanda dan Gejala

a. Lelah

b. Nyeri epigastrium

c. Mual dan muntah

d. Sakit kepala

Karena diagnosis awal pada sindrom ini sangat penting, setiap pasien dengan

gejala lemah atau gejala yang mirip penyakit viral pada trimester ketiga harus

dievaluasi dengan pemeriksaan darah rutin dan tes fungsi hati.

3. Klasifikasi HELLP syndrome

11

Page 12: dic & hellp

a. Sindrom HELLP total (memiliki semua kelainan)

b. Parsial (kurang dari tiga kelainan)

Berdasarkan jumlah trombosit menjadi 

a. kelas I (<50.000)

b. kelas II (50-100.000)

c. kelas III (100-150.000)

Makin rendah kelasnya makin tinggi morbiditasnya.

4. Tes penegakan diagnosis

Kelainan utama yang ditemukan pada Sindrom HELLP adalah

a. Hemolisis

b. Peningkatan enzim hati

c. Rendahnya nilai trombosit

d. Penurunan hematokrit mungkin tanda terakhir pada tiga kelainan utama.

Nilai trombosit merupakan tanda yang yang paling baik selanjutnya. Oleh

karena itu, Sindrom HELLP harus dipikirkan pada semua pasien yang

menunjukkan penurunan nilai trombosit selama periode antenatal. Adanya

nilai D-dimer yang positif pada pasien preeklamsia dapat diprediksi akan

menderita Sindrom HELLP. D-dimer merupakan indikator yang lebih

sensitif pada keadaan koagulopati dan mungkin positif sebelum nilai-nilai

pemeriksaan koagulasi abnormal.

Tabel Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of

Tennessee,Memphis)

Hemolisis

- Kelainan apusan darah tepi

- Total bilirubin > 1,2 mg/dl

12

Page 13: dic & hellp

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Peningkatan fungsi hati

- Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah

- Hitung trombosit < 100.000/mm

DIAGNOSIS BANDING

Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat

bervariasi, yang tidak bernilai diagnostic pada preeklampsi berat. Akibatnya

sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan

pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi :

13

Page 14: dic & hellp

- Perlemakan hati akut dalam

kehamilan

- Apendistis

- Gastroenteritis

- Kolesistitis

- Batu ginjal

- Pielonefritis

- Ulkus peptikum

- Glomerulonefritis trombositopeni

idiopatik

- Trombositipeni purpura trombotik

- Sindrom hemolitik uremia

- Ensefalopati dengan berbagai

etiologi

- Sistemik lupus eritematosus (SLE)

5. Faktor Risiko

Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi :

Sindrom HELLP Preeklamsi

Multipara Nullipara

Usia ibu >25 tahun Usia ibu<20 tahun atau >40 tahun

Ras kulit putih Riwayat keluarga preeklamsia

Riwayat keluaran kehamilan yang

jelek

ANC minimal

DM, Hipertensi kronik, kehamilan

multipel

6. Penatalaksanaan

Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan

pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas

pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan

pembekuan darah.(1,2,5,7)

14

Page 15: dic & hellp

Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu

(stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP

dengan umur kehamilan 35 minggu).

1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu

a. Jika ada DIC, atasi koagulopati

b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4

c. Terapi hipertensi berat

d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier

e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG)

abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati

2. Evaluasi kesejahteraan janin

a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)

b. Profil biofisik

c. USG

3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu

a. Jika matur, segera akhiri kehamilan

b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis

MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi.

Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2

g/jam.

Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi

terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan,

berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap >

160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna

menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada

ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 – 100

mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine

(Apresoline ®) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-

15

Page 16: dic & hellp

20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol

(Normodyne ®) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil

baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4

diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta

sehingga tidak dapat digunakan.

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan

menggunakan

Tes tanpa tekanan, atau profil biofisik

biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir,

harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan.

Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan.

Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di

NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis

enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom

HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan

penanganan preeklampsi berat.(1,2,6)

Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35

minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu

dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan.

Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat

diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan

kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus

dipantau secara kontinu selama periode ini.

Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan

betametason 12 mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat

pematangan paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang

diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih

cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin

yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat

dikurangi.

16

Page 17: dic & hellp

Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi

kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri

epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi

anti hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam

Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal

yang mengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri

harus diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan

umur kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin

seperti induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi

syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur

kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik.

Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai

melaporkan dalam penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95pasien (31%)

hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada kelompok ini, saat terjadinya

berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam

postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum

persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum

maupun postpartum.

Penanganannya sama dengan pasien sindrom HELLP anteparturn,

termasuk profilaksis antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat.(1)

7. KOMPLIKASI

Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25%

berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress

syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan

rupture hati.

Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,

hipoksi intrauterin, dan premature.

Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin terhambat

(IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernafasan (RDS).

17

Page 18: dic & hellp

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari

Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet, pertama kali

dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita PEB.

Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita

PEB dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis,

peningkatan kadar enzim hepar dan trombositopeni.

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih

dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan

suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan

trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit

primer yang mendasarinya. DIC merupakan salah satu kedaruratan medik,

karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.

Pada DIC yang terjadi selama kehamilan dapat mengakibatkan

perdarahan. Perdarahan merupakan keadaan yang dapat membahayakan

keadaan ibu sehingga harus ditangani dengan tepat.

B. Saran

Mengetahui sindrom hellp dan DIC berbahaya maka harus sedini

mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan

tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.

18

Page 19: dic & hellp

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, dkk. 1997. William’s Obstetrics. Jakarta: EGC

Roeshadi, Haryono. 2004. Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran

Maternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal

Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri

Patologi. Jakarta: EGC

19