peb dan hellp syndrome

78
Obsestri dan Ginekologi LAPORAN KASUS Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman HIPERTENSI KRONIK DENGAN SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA + PEB + HELLP SYNDROME Disusun Oleh: Andi Amalia Nefyanti 1410029033 Pembimbing: dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 1

Upload: andiamalia

Post on 10-Apr-2016

59 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

PEB dan HELLP syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: PEB dan HELLP syndrome

Obsestri dan Ginekologi LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

HIPERTENSI KRONIK DENGAN SUPERIMPOSED

PREEKLAMPSIA + PEB + HELLP SYNDROME

Disusun Oleh:

Andi Amalia Nefyanti

1410029033

Pembimbing:

dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2015

DAFTAR ISIBAB I………………………………………………………………………..4

1

Page 2: PEB dan HELLP syndrome

PENDAHULUAN…………………………………………………………..4

1.1 Latar belakang………………………………………………………….4

1.2 Tujuan penulisan………………..……………………………………...5

BAB II………………...……………………………………………………..6

LAPORAN KASUS…………………………………………………………6

BAB III………………………………………………………………………9

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….…9

3.1 Hipertensi dalam kehamilan………………………………………......9

3.2 Epidemiologi dan faktor risiko……...………………………………..10

3.3 Patofisiologi…………………………………………………………….12

3.4 Perubahan fisiologi patologis…..………...……….…………………..17

3.5 Preeklampsia ringan…………….………………………….…………22

3.6 Preklampsia berat….……………………………………….…………24

3.7 Eklampsia……….….……………………………………….…………30

3.8 Sindroma HELLP……………………………………………………..34

3.9 Hipertensi kronik……………………………………………………...37

3.10 Pencegahan…………………………………………………………...39

BAB IV………………………………………………………….…..……...22

PEMBAHASAN………………………………………………….………..40

BAB V……………………………………………………………….……..46

5.1 Kesimpulan…………………………………………………………….43

5.2 Saran……………………………………………………………………43

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..………….….…...44

2

Page 3: PEB dan HELLP syndrome

B

AB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal

tertinggi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, diketahui kasus

kematian ibu sebanyak 240 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2008.

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dikeahui bahwa

angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18

negara anggota ASEAN dan SEARO (South East Asian Nation Regional

Organization) dan dilaporkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390

per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 225 per 100.000 pada tahun

1999, dan menurun lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010. Menurut

WHO (2005), penyebab kematian maternal termasuk perdarahan, infeksi,

eklampsia, persalinan macet dan aborsi tidak aman. Penyebab kematian ibu di

Indonesia dikenal dengan trias klasik yakni perdarahan, preeclampsia/eklampsia,

dan infeksi. Dimana dari 536.000 kematian maternal di dunia, 25 % oleh karena

perdarahan 15% infeksi dan 12% preklampsia.(1)

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan

yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.(2) Preeklampsia dan

eklampsia merupakan penyakit glomerulus yang paling umum di dunia, dimana

penyebab awalnya masih tidak diketahui, namun perkembangan terbaru

menjelaskan mekanisme molekuler melatarbelakangi manifestasinya terutama

perkembangan abnormal, hipoksia plasenta, disfungsi endotel. Pada ibu dapat

berkomplikasi sebagai hemolysis, elevated liver enzymes, dan thrombocytopenia

(HELLP Syndrome), gagal ginjal, kejang, gangguan hati, stroke, penyakit jantung

hipertensi, dan kematian sedangkan pada fetus dapat mengakibatkan persalinan

preterm, hipoksia neurogenik, dan kematian.(1)

Sindrom HELLP adalah komplikasi berat pada Kehamilan ditandai

dengan hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombositopenia. Istilah sindrom

HELLP pertama kali dicetuskan oleh Weinstein pada Tahun 1982 sebagian

3

Page 4: PEB dan HELLP syndrome

penderita hanya terdapat 1atau 2 tanda dari sindrom ini, yang disebut sebagai

sindrom HELLP Parsial (SHP). Kasus ini sering ditemukan pada trimester

kedua (15%), trimester ketiga (50%), sebelum persalinan atau periode

pascapersalinan hingga 48 jam setelahnya. Sindrom HELLP adalah komplikasi

dari preeklampsia berat yang sering tak terdeteksi dan progresif. (3)

1.2. Tujuan

1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.

1.2.2. Mengetahui keadaan patologis kehamilan yang didapatkan dalam kasus

ini, yaitu preeklampsia berat dan HELLP syndrome termasuk alur

penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.

1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam

kasus ini.

4

Page 5: PEB dan HELLP syndrome

BAB II

LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 05 November

2015 pukul 05.00 WITA di ruang nifas Mawar Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Usia : 40 tahun.

Alamat : Palaran

Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT).

Pendidikan : SMP

Suku : Bugis

Agama : Islam

MRS : 2 November 2015 pukul 01.50 WITA

Identitas Suami

Nama : Tn. D

Usia : 44 Tahun

Alamat : Palaran

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMP

Suku : Bugis

Agama : Islam

5

Page 6: PEB dan HELLP syndrome

Keluhan Utama

Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit swasta dengan diagnosis PEB

dan HELLP syndrome

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit swasta dengan diagnosis PEB

dan HELLP syndrome. Pasien pergi ke rumah sakit swasta untuk memeriksakan

kehamilannya. Pasien berencana untuk melahirkan dengan cara operasi karena

berencana steril. Dirumah sakit tersebut didapatkan tekanan darah pasien tinggi

dan dilakukan pemeriksaan lengkap lalu ditegakkan diagnosis PEB dan HELLP

syndrome. Pasien dirujuk ke RSUD AWS karena direncanakan terminasi

kehamilan segera tetapi di rumah sakit tersebut Sp.An tidak ada di tempat dan

tidak ada fasilitas NICU. Pusing (-), nyeri ulu hati (-), kejang (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan ± sejak 5 tahun

yang lalu dan tidak rutin meminum obat.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun.

Lama haid : 7 hari.

Jumlah darah haid : 2x kali ganti pembalut.

Hari pertama haid terakhir : 05-03-2015.

Taksiran persalinan : 12-12-2015.

Riwayat Pernikahan

Menikah satu kali, menikah saat usia 19 tahun dengan lama pernikahan

selama 21 tahun.

6

Page 7: PEB dan HELLP syndrome

Riwayat Obstetrik

No

.

Tahun

partus

Tempat

Partus

Umur

kehamila

n

Jenis

Persalinan

Penolong

PersalinanPenyulit

Jenis

Kelamin/

Berat

Badan

Keadaan

anak

Sekarang

1. 1991 Rumah Aterm SpontanIbu

kandung- Perempuan/- Sehat

2. 1992 Rumah Aterm SpontanIbu

kandung-

Perempuan/

-Sehat

3. 1995 Rumah Aterm SpontanIbu

kandung- Laki-laki/- Sehat

4. 2011 Rumah Aterm SpontanIbu

kandung- Laki-laki/- Sehat

5. 2013 Rumah Aterm SpontanIbu

kandung-

Perempuan/

-Sehat

6. 2015 Hamil Ini

Antenatal Care (ANC)

ANC Trimester I : 1 kali ke bidan

ANC Trimester II : 1 kali ke bidan

ANC Trimester III : 1 kali ke bidan

Kontrasepsi

Suntik tiga bulan selama 7 tahun

Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB) : 60 kg, Tinggi badan (TB) : 155 cm.

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 220/150 mmHg

7

Page 8: PEB dan HELLP syndrome

Frekuensi nadi : 80 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,8 ºC

Status Generalisata

Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

tiroid (-)

Thoraks :

Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen:

Inspeksi : cembung, linea nigra (+), striae albicans (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas:

Superior : edema (-/-), akral hangat

Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi : membesar arah memanjang, striae albicans (+), linea nigra

(+).

Palpasi : Tinggi fundus uteri : 27 cm.

Leopold I : teraba bagian lunak.

Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.

Leopold III : teraba bagian bulat keras.

Leopold IV : belum masuk PAP

His : -

Auskultasi : Denyut jantung janin : 134 kali / menit

8

Page 9: PEB dan HELLP syndrome

Vaginal toucher : Tidak dilakukan

Diagnosis Kerja Sementara

G6P5A0 gravid 34-35 minggu+ janin tunggal hidup + letkep + belum inpartu + HT

kronik dengan superimposed preeklampsia + PEB + HELLP syndrome

Penatalaksanaan

Advice dr Sp.OG:

- MGSO4 40% 4 g (10 cc) diberikan iv selama 5 menit. Segera dilanjutkan

dengan drip MGSO4 40% 6 g (15cc) dalam 500 cc D 5%/ RL selama 6

jam (20 tpm). Dosis pemeliharaan : drip MGSO4 40% 6 g (15cc) dalam

500 cc D5% selama 6 jam sampai 24 jam perawatan/ post partum

- Inj cefotaxime 3x1 g

- Inj dexametason 3x2 amp

- Nifedipin 3x10 mg

- Cekl DL/KDL/Albumin

Advice dr Sp.JP :

- Nifedipin 3x10 mg

- Bila TD masih belum turun bisa diberikan sp perdipine 0,5 meq/kgbb

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin

Leukosit : 11.100 / mm3

Hemoglobin : 12,9 gr %

Hematokrit : 37,1 %

Trombosit : 116.000 / mm3

Bleeding Time: 3 menit

Clotting Time : 10 menit

Kimia Darah

GDS : 84 mg/dl

Ureum : 71,6

9

Page 10: PEB dan HELLP syndrome

Creatinin : 1,0

SGOT : 177

SGPT : 186

LDH : 839

HBSAG : Non Reaktif

HIV : Non Reaktif

Urin Lengkap

Protein +1

10

Page 11: PEB dan HELLP syndrome

2-11-15 3-11-15 4-11-15S Keluhan (-) nyeri kepala (-), mual (-) muntah (-) nyeri

ulu hati (-) mata kabur (-)Keluhan (-)

O TD 220/150,N 80x,RR 22x, TFU 27 cm, DJJ 134xHIS (-) VT tidak dilakukan

Lab :Hb 12,9 Bt 3 Ur 71,6 LDH 839Leu 11.100 Ct 10 Cr 1,0 Na 136HT 37,1 GDS 84 SGOT 177 K 3,7PLT 116.000 SGPT 186 Cl 110

UL :protein +1

TD 180/100, N 84x, RR 20xHis (-) DJJ 137x

Hasil LabHb 12,2 GDS 122 Prot tot 6,5Leu 18.600 SGOT 523 Alb 3,3PLT 104.000 SGPT 605 Glob 3,1HT 34,1 Bilt 0,6 Chol 235Ur 62,5 Bil d 0,4 As urat 12Cr 1,0 Bil ind 0,2

TD 160/100 N 80 RR 20Abdomen : soefl, TFU 2 jari dibawah pusat, timpani, bising usus (+)

A G6P5A0 gravid 34-35 minggu+ janin tunggal

hidup + letkep + belum inpartu + HT kronik

dengan superimposed preeklampsia + PEB

+ HELLP syndrome

G6P5A0 gravid 34-35 minggu+ janin

tunggal hidup + letkep + belum inpartu +

HT kronik dengan superimposed

preeklampsia + PEB + HELLP syndrome

P6006A0 + post SC + MOW hari 1 a/i PEB + HELLP syndrome

P Konsul dr Sp.OG:- MGSO4 40% 4 g (10 cc) diberikan iv

selama 5 menit. Segera dilanjutkan dengan drip MGSO4 40% 6 g (15cc) dalam 500 cc D 5%/ RL selama 6 jam (20 tpm). Dosis pemeliharaan : drip MGSO4 40% 6 g (15cc) dalam 500 cc D5% selama 6 jam sampai 24 jam perawatan/ post partum

- Inj Cefotaxime 3x1 g- Inj Dexametason 3x2 amp

lapor dr Sp.OG :- Terapi IGD lanjut- NST- Cek lab lengkap- puasakan- rencana SC + MOW siang ini

15.00 Dilakukan SC bayi lahir jenis kelamin perempuan A/S 9/10, BB/PB 2400 gr/ 45 cm.

- Drip MGSO4 sesuai protap s/d 24 jam

- Perdipine 9cc/jam- Inj. Cefotaxime 3x1 gr- Inj Antrain 3x1 amp- Inj Dexametason 3x2 amp- Obs TTV- Pagi diet bubur siang

NTKTPRG- Cek DL ulang, SGOT, SGPT,

1

Page 12: PEB dan HELLP syndrome

- Nifedipin 3x10 mg- Cekl DL/KDL/Albumin

Konsul dr Sp.JP :- Nifedipin 3x10 mg- Bila TD masih belum turun bisa

diberikan sp perdipine 0,5 meq/kgbb

Plasenta lahir spontan-lengkap. Dilakukan MOW.

Advis post op1. Drip MGSO4 s/d 24 jam

2. Perdipin 9 cc/jam

3. Inj Cefotaxim 3x1g

4. Inj Antrain 3x1 amp

5. Inj Dexametason 3x2 amp

6. Bila kontraksi jelek beri gastrul 2

tab/rectal

Bil T/D/Ind/alb./ur cr besok

2

Page 13: PEB dan HELLP syndrome

5-11-15 6-11-15 7-11-15 9-11-15S Keluhan (-) Keluhan (-) Keluhan (-) Keluhan (-) Obat tekanan tidak diminum

karna pasien tidak dapat obatnya.

O TD 180/110 N 80x RR 20x

Hb 9,6 SGOT 50Leu 30.600 SGPT 269Ht 37,6 Bil tot 0,3PLT 77.000 Bil direct 0,2GDS 150 Bil ind 0,1Prot tot 5,6 Alb 2,9Chol 176 Glob 2,7Ur 47,3 Cr 0,7As Urat 8,1

TD 190/100 N 82x RR 20x

Bt 2’Ct 11’anti hcv (-)igm hav (-)

TD 200/120 N 82 RR 20 TD 220/130 N 88x RR 20x

Leu 21.200Hb 11,4Ht 33,9PLT 251.000

A P6006A0 + post SC + MOW hari 2 a/i PEB + HELLP syndrome

P6006A0 + post SC + MOW hari 3a/i PEB + HELLP syndrome

P6006A0 + post SC + MOW hari 4 a/i PEB + HELLP syndrome

P6006A0 + post SC + MOW hari 6 a/i PEB + HELLP syndrome

P - Pro co jantung ulang- Inj Cefotaxime 3x1 gr- Asam mefenamat 3x500

mg- Inj Dexametason 3x2

amp- Perdipine 9 cc .jam- Obs ttv/4jam- Mobilisasi bertahap

- Pro co jantung ulang- Inj Cefotaxime 3x1 gr- Asam mefenamat 3x500

mg- Inj Dexametason 3x2

amp- Perdipine 9 cc/jam- Mobilisasi bertahap- Besok cek dl ulang, cek

HAV, anti HCV, BT,CTAdvice dr Sp.OG :

- inj Dexametason dilanjutkan s/d trom

- Venflon- Inj cefotaxime 3x1 gr- Inj dexametason 3x2

amp- SF 2x300 mg- PCT 3x500 mg- Amlodipine 10 mg 1-0-

0- Bisoprolol 5 mg 0-1-1- Aff DC- Mobilisasi- Besok pagi cek DL

ulang

- Amlodipine 10 mg 1-0-0- Bisoprolol 5 mg 0-0-1- Cefadroxil 3x500 mg- SF 2x300 mg- As mefenamat 3x500 mg- Boleh pulang

3

Page 14: PEB dan HELLP syndrome

≥100.000Hasil konsul dr Sp.JP advice :

- Amlodipine 10 mg 1-0-0

- Bisoprolol 5 mg 0-0-1

4

Page 15: PEB dan HELLP syndrome

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hipertensi Dalam Kehamilan

Klasifikasi

1. Hipertensi kronik

2. Preeklampsia-eklampsia

3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

4. Hipertensi gestasional (1)

Penjelasan pembagian klasifikasi

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan

20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur

kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca

persalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria.

3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang

dan/atau koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi

kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai

proteinuria.

5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah

hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan

hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan

dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.(1)

Penjelasan tambahan

1. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.

Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4

jam.

9

Page 16: PEB dan HELLP syndrome

2. Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau

sama dengan ≥ 1+ dipstick

3. Edema, dahulu adalah edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda

preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali

edema generalisata (anasarka). (1)

3.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu

hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar

antara 4-18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat

terjadi 25%. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya

kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan

riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.

Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita

preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya

adalah usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,

polihidramnion dan diabetes.(4,5)

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab

terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah

faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut

meliputi:(6)

a. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.

Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada

wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.

b. Paritas

Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua

risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.

c. Faktor Genetik

Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor

risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive

trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa

10

Page 17: PEB dan HELLP syndrome

preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering

ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai

riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.

d. Diet/gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu. Penelitian lain :

kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka

kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.

e. Tingkah laku/sosioekonomi

Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok

selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat

yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang

cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam

kehamilan.

f. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,

dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

g. Mola hidatidosa

Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada

kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan

muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada

preeklampsia.

h. Obesitas

Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya

preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada

wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada

wanita dengan Body Mass Index (BMI) > 35 kg/m2.

i. Kehamilan multiple

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda

dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu

karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan

Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat

11

Page 18: PEB dan HELLP syndrome

mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2

(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

3.3 Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori

yang sekarang banyak dianut adalah :

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, Rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut

menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang

arteri radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan

arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. (5,6)

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke

dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki

jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan

memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan

vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero

plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini

dinamakan “remodeling arteri spiralis”. (5,6,8)

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada

lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis

relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri

spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-

perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. (5,6,8)

12

Page 19: PEB dan HELLP syndrome

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,

sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal

vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero

plasenta.(5,6)

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam

kehamilan terjadi kegagalan “ remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta

mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan

menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas

adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai elektron

yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta

iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran

sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah

suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan

tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai

bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan

disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida

lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein

sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,

selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.(6)

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E

pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar

oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan

beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel

endotel. Membaran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida

lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat

13

Page 20: PEB dan HELLP syndrome

rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida

lemak.(6)

Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi

kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membaran sel endotel.

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,

bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi

endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang

mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :

- Gangguan metabolisme prosgtaglandin, karena salah satu fungsi endotel,

adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi

prostasiklin (PGE2) : Suatu vasodilator kuat

- Agregasi sel sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-

tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit

memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

keadaan normal perbadingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi

kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar

tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi

vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular

endotheliosis)

- Peningkatan permeabilitas kapiler.

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar

NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)

meningkat.

- Peningkatan faktor koagulasi.(4)

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen

protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,

14

Page 21: PEB dan HELLP syndrome

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK)

ibu. (1)

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke

dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan pra kondisi untuk terjadinya

invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel

NK. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-

G. berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas

ke dalam desidua. Invasi trofoblas sanat penting agar jaringan desidua menjadi

lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-

G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi

inflamasi. Kemungkinan terjadi immune maladaptation pada preeklampsia.(1)

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai

kecenderungan terjadi preeklampsi, ternyata mempunyai proporsi helper sel yang

lebih rendah dibanding pada normotensif.(1)

4. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan

vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan

bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter

pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya

sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa

daya refrakter terhadap bahan vasopressor akan hilang bila diberi prostaglandin

sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin

ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. (1)

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor

hilang sehingga pembuluh darah meniadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-

bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I

15

Page 22: PEB dan HELLP syndrome

(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi

dalam kehamilan sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.

Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan.(1)

5. Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi

berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penilitian yang penting

yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada

preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba

sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan Perang menimbulkan kenaikan

insiden hipertensi dalam kehamilan.(1)

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk

minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi

tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi

pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk

memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak

jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa

penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif

pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium

pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya

preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji

klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium

cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi

glukosa 17%.(1)

6. Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam

sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada

kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa

proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan

ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi.

16

Page 23: PEB dan HELLP syndrome

Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar,

sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses

apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preekiampsia terjadi peningkatan stres

oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga

meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar,

pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga

jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan

beban reaksi infiamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi

inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel

endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi

reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-geiala preeklampsia pada ibu.

Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi

debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas

leukosit yang sangat ringgi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut

sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan"

yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.(1)

3.4 Perubahan Fisiologi Patologis

Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak

berfungsi. Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan

penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah

merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan

petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang

belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.(4,5)

Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien

hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien

preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam

batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.(4)

Perubahan Kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada

preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan

17

Page 24: PEB dan HELLP syndrome

dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang

secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia

kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau

kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru.(5)

Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau

menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.

Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang

berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.

Pada preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler

dan merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina

ini biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan

15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan

yang dikemukakan oleh Cunningham (1995).(4)

Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan

gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh

perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam

retina.(4)

Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan

eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa

diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah

melahirkan. Pada beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan

adanya peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan

dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan

kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang

dihasilkan oleh hati.(4)

Hati

Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan

integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan

peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan

18

Page 25: PEB dan HELLP syndrome

fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal

dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan

menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi

arteri hepatika.(4)

Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan

besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada

lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul

hepar dan membentuk hematom subkapsular.(4)

Ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus

meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan

filtrasi glomerulus menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia,

glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel glomerular

yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam

urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.(4)

Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan

sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya

volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat

dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada

beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin

plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau

berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan

intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh

Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005).(4)

Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan

retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan

bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin

karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat

reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus.

Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan

filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam

dan juga retensi air.(4)

19

Page 26: PEB dan HELLP syndrome

Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat

proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita

mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)

menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka

mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan

minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92% kasus. Sebaliknya,

proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya

34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat

prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.(4)

Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas

terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi

Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun,

bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria.

Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel

normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria

dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.(4)

Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,

globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh

glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya

proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi

kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.(4)

Darah

Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang

normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan

destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut

Baker (1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan

yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl yang ditemukan

pada 15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien

preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level

fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan

terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).(4)

20

Page 27: PEB dan HELLP syndrome

Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan

terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,

peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak

jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi

peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke

normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa

menetap selama seminggu.(4)

Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit

Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron

meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke

kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,

sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses

penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam

darah.(4)

Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida

natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan

meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada

normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya

resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.(4)

Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum

diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang

intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan

hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan

berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran

darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia.(4)

Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak

dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya

penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal

tidak mengalami perubahan.(4)

21

Page 28: PEB dan HELLP syndrome

Plasenta dan Uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi

plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada

hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat

kurangnya oksigenisasi untuk janin.(4)

Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan

sering terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus

prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua

masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat

mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang

pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis

arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi

malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari

lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh

darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.(4)

3.5 Preeklampsia Ringan

Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan

menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah

dan aktivasi endotel.(1)

Diagnosis

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya

hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

- Hipertensi: sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30

mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai

kriteria preeklampsia.

- Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.

- Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,

kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.(1,7)

22

Page 29: PEB dan HELLP syndrome

Tujuan utama perawatan preeklampsia

Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi

organ vital, dan melahirkan bayi sehat.(1)

Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.

Dianiurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus

mutlak selalu tirah baring.(1)

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring

menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan

aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula

meningkatkan aliran darah ke organ-organ viral. penambahan aliran darah ke

ginjal filtrasi akan meningkarkan glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis

dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas

kardiovaskular sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung

akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah,oksigenasi plasenta, dan

memperbaiki kondisi janin dalam Rahim. Pada preeklampsia tidak perlu

dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada

preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, Berarti fungsi ginjal masih bagus,

sehingga tidak perlu restriksi garam.(1,4)

Diet yang mengandung 2g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah

cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi

pertumbuhan janin justeru membutuhkan,lebih banyak konsumsi garam. Bila

konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan

yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia pranatal. Tidak diberikan

obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan

laboratorium Hb, hemarokrit. fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.(1,4)

Rawat inap (dirawat di rumah sakit)

Pada keadaan tertentu ibu.hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat

di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit ialah (a) bila

23

Page 30: PEB dan HELLP syndrome

tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu ; (b)

adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di

rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan

kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk

evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test

dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung, dan lain

lain. (1)

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya

Menurut williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu

sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm. (< 37 minggu), bila tekanan darah

mencapai normotensive selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.

sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai

terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan

pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila

perlu memperpendek kala II.(1)

3.6 Preeklampsia Berat

Definisi

Preeklampsia berat ialah,preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160

mmhg dan tekanan darah diastolk ≥ 110 nmHg disertai proteinuria lebih 5g/24

jam.(1)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preekrampsia berat sebagaimana tercantum

di bawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu

arau lebih gejala sebagai berikut :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah

dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

- Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.

- Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

24

Page 31: PEB dan HELLP syndrome

- Kenaikan kadar kreatinin plasma.

- Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma

dan pandangan kabur.

- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson).

- Edema paru-paru dan sianosis.

- Hemolisis mikroangiopatik.

- Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat.

- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar

alanin dan aspartate aminotransferase

- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

- Sindrom HELLP.(1)

Pembagian preeklampsia berat

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending

eklampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut

impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif

bempa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,

dan kenaikan progresif tekanan darah. (1)

Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat

Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat

untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah

diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.(4)

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada

neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta

baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada

saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.(1)

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,

pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit

25

Page 32: PEB dan HELLP syndrome

organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan sangat teliti

diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala,

gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu

perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran

tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.(1)

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan

preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya,

yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap

kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat

bila keadaan hemodinamika sudah stabil.(1)

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat

inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting

pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia

dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan

oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang

sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia,

vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik

koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input

cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi

sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah

cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda

edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat

berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam

atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer

laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.(1)

Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi

bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan

antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat

menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup

protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.(8)

26

Page 33: PEB dan HELLP syndrome

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding

fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897

penderita eklampsia.(1)

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada

rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi

neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium

sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak

terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).

Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium

sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk

antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.(1)

Cara pemberian MgSO4

- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10

cc) selama 15 menit

- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6

jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose

diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah

24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian

magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %

dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).(1)

27

Page 34: PEB dan HELLP syndrome

Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau

fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin

sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan

otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin

sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian

intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.

Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.(1)

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-

paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah

furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat

hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan

hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat

janin.(1)

Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas

tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan

cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.(1)

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian

antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan

diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu

penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan

mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan

sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni

pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.(1)

Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin

(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada

arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,

sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah

labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat

antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin

(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan

dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.(1)

Antihipertensi lini pertama

28

Page 35: PEB dan HELLP syndrome

- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120

mg dalam 24 jam

Antihipertensi lini kedua

- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg

iv/kg/5 menit.

- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.

Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik

(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non

kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis

preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.(8)

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan

ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga

diberikan pada sindrom HELLP.(1)

Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap

terhadap kehamilannya dibagi menjadi:

1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan

pemberian medikamentosa.

2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian medikamentosa.

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu

tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.

Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada

pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap

kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,

kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai

tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh

dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda

preeklampsia ringan.(1)

29

Page 36: PEB dan HELLP syndrome

Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah

ini, yaitu:

Ibu

1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu

2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia

3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan

laboratorik memburuk

4. Diduga terjadi solusio plasenta

5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin

1. Adanya tanda-tanda fetal distress

2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction

3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

4. Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik

1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit

dengan cepat.

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar

keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.(1)

3.7 Eklampsia

Gambaran klinik

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau

nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma.(2,1) Sama halnya dengan

preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia

postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah

persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi

gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda

prodoma akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda

prodoma ini disebut sebagai impending eklampsia atau imminent eklampsia.(1)

30

Page 37: PEB dan HELLP syndrome

Perawatan eklampsia

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi

fungsi vital yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),

mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah

trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya

pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan

cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia,

merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan

medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegahh

dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu

seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara

yang tepat.(1)

Pengobatan medikamentosa

Obat anti kejang

Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat.

Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain,

misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun

mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya

dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian diuretikum

hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika

ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-

benar atas indikasi.(1)

Magnesium sulfat (MgSO4)

Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian

magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Pengobaran suportif terutama

ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting, misainya tindakan-

tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru,

mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita yang

mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting misalnya meliputi cara-

31

Page 38: PEB dan HELLP syndrome

cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur

infus penderita dan monitoring produksi urin. (1)

Perawatan pada waktu kejang

Pada penderita yang mengalami kejang, tuiuan pertama pertolongan ialah

mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di

kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera

dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar dengan rail

tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat. Selanjutnya masukkan

sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah

yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan

daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita

yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya.

Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur.

Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigenasi. (1)

Perawatan koma

Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau

mempertahankan diri terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang

menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena hilangnya refleks muntah. Bahaya

terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan napas atas.

Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan

napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu, tindakan pertama-

tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan

mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk menghindari

terbuntunya jalan napas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis dilakukan tindakan

sebagai berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga

terbukanya jalan napas atas, ialah dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala

direndahkan dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tily-chain lift,

dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu

mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sarnbil mengangkat kepala ke

32

Page 39: PEB dan HELLP syndrome

belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan

oropharyngeal airway. (1)

Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma

akan kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan

lambung sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung

penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan

tenggorokan, baik berupa lendir maupun sisa makanan, harus segera diisap secara

intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lendir.

Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow Coma Scale. Pada

perawatan korna perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.

Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin dapat diberikan melalui Naso

Gastric Tube (NGT). (1)

Perawatan edema paru

Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena

membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.

Pengobatan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus

diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan

diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan

metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan, bila persalinan terjadi

pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. (1)

Prognosis

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala

perbaikan akan tampak jeias setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah

persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami

perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini

merupakan tanda prognosis yang baik. karena hal ini merupakan gejala pertama

penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu

33

Page 40: PEB dan HELLP syndrome

yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita

eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada

fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.(1)

3.8 Sindroma HELLP

Definisi klinik

Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya

hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.(1)

H: Hemolysis

EL : Elevated Liver Enzyme

LP : Low Platelets Count

Diagnosis

- Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,

mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)

- Adanya tanda dan gejala preeklampsia

- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan

bilirubin indirek

- Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH

- Trombositopenia : trombosit < 150.000/ml

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa

memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus dipertimbangkan

sindroma HELLP. (1)

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi

Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi

dengan nama "Klasifikasi Mississippi".

- Klas 1: Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml, LDH ≥ 600 IU/I, AST dan/atau

ALT ≥ 40IU/l

- Klas 2: Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST

dan/atau ALT ≥ 40IU/l

34

Page 41: PEB dan HELLP syndrome

- Klas 3: Kadar trombosit > 100.000 ≤150.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST

dan/atau ALT ≥ 40 IU/l (1)

Diagnosis banding preeklampsia-sindroma HELLP

- Trombotik angiopati

- Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya acute fatty liver of pregnancy,

hipovolemia berat / perdarahan berat, sepsis

- Kelainan jaringan ikat: SLE

- Penyakit ginjal primer (1)

Terapi medikamentosa

Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan

melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml

atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu

protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian

dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength

dexamethasone (double dose).(1)

Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000 -

150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri

epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v. tiap 12 jam. Pada

postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 72 jam 2 kali, kemudian

diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila telah

terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH

serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia - eklampsia. Dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml

dan antioksidan.(1)

35

Page 42: PEB dan HELLP syndrome

Sikap pengelolaan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu

kehamilan diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan

dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.(1)

Pengelolaan

Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip

dengan Sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus

mernperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan pada preeklampsia dan

eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah teriadi

vasospasme dan kerusakan sel endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5 %,

bergantian RL 5 % dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin

dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio

sesarea dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit. Bila

trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesarea maka perlu diberi

transfusi darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen

plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.(1)

Double strength dexamethasone diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam segera

setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian double

strength dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan

pematangan paru janin dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat

mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik. Pada sindroma HELLP

postpartum diberikan deksametason 10 mg i.v. setiap 12 jam, disusul pemberian 5

mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off).(1)

Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui

dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah,

menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila teriadi ruptur hepar sebaiknya segera

dilakukan pembedahan lobektomi.(1)

Sikap terhadap kehamilan

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur

kehamilan. Kehamilan segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan perabdominam

36

Page 43: PEB dan HELLP syndrome

atau pervaginam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah bila

hendak melakukan anestesi regional (spinal).(1)

3.9 Hipertensi Kronik

Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan

sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum

kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah

sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg sebelum umur

kehamilan 20 minggu.(1)

Etiologi Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik dapat disebabkan primer: idiopatik: 90% dan sekunder: 10

%, berhubungan dengan penyakit ginjal, vaskular kolagen, endokrin, dan

pembuluh darah.(1)

Pengelolaan pada kehamilan

Tujuan pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah

meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat

hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat antihipertensi. Secara umum ini

berarti mencegah terjadinya hipertensi yang ringan menjadi lebih berat, yang

dapat dicapai dengan cara farmakologik atau perubahan pola hidup: diet,

merokok, alkohol, dan substance abuse.(1)

Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu,

tanpa memandang satus kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA,

infark miokard serta disfungsi jantung dan ginjal.(1)

Antihipertensi diberikan:

- Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi, yaitu pada

stage I hipertensi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, tekanan diastolik ≥

90 mmHg

- bila terjadi disfungsi end organ.

37

Page 44: PEB dan HELLP syndrome

Obat antihipertensi

Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah :

- α-Metildopa

Suatu α2 - reseptor agonis

Dosis awal 500 mg 3 x per hari, maksimal 3 gram per hari

- Calcium channel blockers

Nifedipin: dosis bervariasi antara 30 - 90 mg per hari.

- Diuretik thiazide

Tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga

mengganggu aliran darah utero-plasenta.(1)

Evaluasi janin

Untuk mengetahui apakah terjadi insufisiensi plasenta akut atau kronik,

perlu dilakukan Non stress test dan pemeriksaan ultrasonografi bila curiga

terjadinya fetal growth restriction atau terjadi superimposed preeklampsia.(1)

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Diagnosis superimposed preeklampsia sulit, apalagi hipertensi kronik

disertai kelainan ginjal dengan proteinuria. Tanda-tanda superimposed

preeklampsia pada hipertensi kronik, adalah a) adanya proteinuria, gejala-gejala

neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema patologik yang

menyeluruh (anasarka), oliguria, edema paru. b) kelainan laboratorium: berupa

kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan transaminase serum hepar.(1)

Persalinan pada kehamilan dengan hipertensi kronik

Sikap terhadap persalinan ditentukan oleh derajat tekanan darah dan

perjalanan klinik. Bila didapatkan tekanan darah yang terkendali, perjalanan

kehamilan normal, pertumbuhan janin normal, dan volume amnion normal, maka

dapat diteruskan sampai aterm.(1)

Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera

diterminasi dengan induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan. Secara

38

Page 45: PEB dan HELLP syndrome

umum persalinan diarahkan pervaginam, termasuk hipertensi dengan

superimposed preeklampsia, dan hipertensi kronik yang tambah berat. (1)

Perawatan pasca persalinan

Perawatan pasca persalinan sama seperti preeklampsia. Edema serebri, edema

paru, gangguan ginjal, dapat terjadi 24 - 36 jam pasca persalinan. Setelah

persalinan: 6 jam pertama resistensi (tahanan) perifer meningkat. Akibatnya,

terjadi peningkatan kerja ventrikel kiri (left ventricular work load). Bersamaan

dengan itu akumulasi cairan interstitial masuk ke dalam intravaskular. Perlu terapi

lebih cepat dengan atau tanpa diuretik. Banyak perempuan dengan hipertensi

kronik dan superimposed preeklampsia, mengalami penciutan volume darah

(hipovolemia). Bila terjadi perdarahan pascapersalinan, sangat berbahaya bila

diberi cairan kristaloid ataupun koloid, karena lumen pembuluh darah telah

mengalami vasokonstriksi. Terapi terbaik bila terjadi perdarahan ialah pemberian

transfusi darah. (1)

3.10 Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-

tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia

tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi

preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan

yang baik pada ibu hamil.(4)

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang

berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini

yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak

duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam

dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal

secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan

obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan

antenatal yang baik.(4)

39

Page 46: PEB dan HELLP syndrome

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Penegakkan diagnosis pada pasien Ny. D usia 40 tahun didasarkan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus, dari

anamnesis didapatkan bahwa pasien datang ke rumah sakit swasta karena

khawatir akan melahirkan dirumah sementara pasien ingin steril. Di rumah sakit

tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap pasien dan ditegakkan diagnosa PEB dan

sindrom HELLP. Kemudian Pasien dirujuk ke RSUD AWS karena direncanakan

terminasi kehamilan. Pasien tidak merasakan adanya nyeri kepala, penglihatan

kabur maupun nyeri ulu hati. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak

terkontrol sejak 5 tahun yang lalu.

Berdasarkan teori, gejala preeklampsia antara lain, terjadi gangguan visus dan

serebral seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan

kabur. Juga terdapat nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas

abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). Pada pasien ini tidak ditemukan

gejala yang sesuai pada teori.

. Faktor risiko pada preeklampsia adalah riwayat preeklampsia,

primigravida muda atau tua, genetik, kegemukan, merokok, kehamilan ganda,

riwayat penyakit hipertensi kronik, dan diabetes melitus. Pada Pasien ini

didapatkan faktor risiko yaitu riwayat hipertensi kronik.

4.2 Diagnosis

Pada kasus, didapatkan tekanan darah pasien 220/150 mmhg, pada

pemeriksaan urin didapatkan proteinuria +1, dari pemeriksaan darah didapatkan

trombosit 116.000, SGOT 177, SGPT 186 dan LDH 839.

Berdasarkan teori, diagnosis pada kasus preeklampsia berat ditegakkan bila

ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut, Tekanan darah 160/110 mmHg

atau lebih, proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau

4+, oligouri, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5

cc/kgBB/jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

40

Page 47: PEB dan HELLP syndrome

epigastrium, terdapat edema paru dan sianosis, hemolisis mikroangiopatik,

trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat),

gangguan fungsi hati, pertumbuhan janin terhambat dan sindrom HELLP.

Diagnosis sindrom HELLP ditegakkan dengan adanya tanda dan gejala

yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip

tanda dan gejala infeksi virus), tanda dan gejala preeklampsia, tanda-tanda

hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek,

tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH,

trombositopenia : trombosit < 150.000/ml.

Berdasarkan teori, temuan yang didapatkan pada kasus sesuai dengan

diagnosis preeklampsia berat dan sindrom HELLP.

4.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang didapatkan pada kasus ini adalah antara lain

pemberian MGSO4, injeksi cefotaxime 3x1gr, injeksi dexametason 3x2 amp,

nifedipin tablet 3x10 mg dan dilakukan tindakan sectio caesarea.

Hal ini sesuai dengan teori penatalaksanaan preeklampsia berat dan

sindrom HELLP. Pengelolaan preeklampsia mencakup pencegahan kejang,

pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit

organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.

Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang dengan loading dose :

initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit,

maintenance dose : diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im

tiap 4-6 jam. Selain itu, diberikan anti hipertensi apabila tekanan sistolik ≥ 180

mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Jenis obat anti hipertensi yang

diberikan di Indonesia nifedipin dengan dosis awal 10 – 20 mg, diulangi setelah

30 menit ; maksimum 120 mg dalam 24 jam. Pemberian glukokortikoid untuk

pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34

minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP. Indikasi

perawatan aktif pada kasus ini adalah indikasi laboratorik yaitu adanya sindroma

41

Page 48: PEB dan HELLP syndrome

HELLP. Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar

keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. Sikap

terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri

(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan

secara pervaginam atau perabdominam. Sehingga seharusnya pada pasien ini

dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui secara pasti apakah sudah inpartu

atau belum.

4.4 Kontrasepsi

Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan selama 7 tahun

dimulai pada tahun 2000 hingga tahun 2007. Setelah itu pasien tidak pernah lagi

memakai kontrasepsi. Pada hamil ini pasien berencana untuk steril karena merasa

usianya sudah cukup tua dan sudah memiliki lima anak.

Menurut teori perempuan berusia lebih dari 35 tahun memerlukan kontrasepsi

yang aman dan efektif karena kelompok ini akan mengalami peningkatan

morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil. Kontrasepsi mantap merupakan

pilihan yang sangat tepat untuk pasangan yang benar-benar tidak ingin tambahan

anak lagi.

42

Page 49: PEB dan HELLP syndrome

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan kasus ini dapat disimpulkan beberapa hal, antara

lain:

1. Pasien Ny. D, perempuan, usia 40 tahun, G6P5A0 gravid 34-35 minggu,

merupakan pasien rujukan dari rumah sakit swasta dengan diagnosis PEB

+ HELLP syndrome. Perut kencang (-) Lendir (-) darah (-). Pada

pemeriksaan fisik didapatkan TFU : 27 cm, teraba kepala, Leopold II

teraba bagian lurus memanjang di kiri ibu, Leopold III teraba bokong, dan

Leopold IV belum masuk PAP dengan HIS (-), dan DJJ 134 x/menit.

Pemeriksaan Dalam tidak dilakukan.

2. Tatalaksana yang diperoleh pasien ini adalah terapi sesuai protokol

preeclampsia dan dilakukan SC + MOW hari Selasa, 3 November 2015

3. Secara umum, penegakkan diagnosis, dan alur penatalaksanaan sudah

sesuai dengan literatur yang ada.

5.2 Saran

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas penyusunan

tutorial klinik ini.Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari

rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita

bersama.

43

Page 50: PEB dan HELLP syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., Winknjosastro, G.H., editors. Ilmu

Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Hal. 532-535.

2. Pangemanan Wim T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Palembang.

Universitas Sriwijaya. 2002

3. Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In:

Danforth’s obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins, 2008: 258-266

4. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR.

Sumatera Utara. FK USU. 2009

5. Kusumawardhani, dkk. Pre Eklampsia Berat Dengan Syndrom Hellp, Intra

Uterine Fetal Death , Presentasi Bokong, Pada Sekundigravida Hamil Preterm

BelumDalam Persalinan. Universitas Negri Surakarta. 2009

6. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas Jendral

Sudirman. 2011

7. UnCunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams

Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.

Connecticut. 2001. 653 - 694.

8. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto

Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.

44