impending eklampsia dan hellp syndrom plus iufd.docx

82
Tanggal masuk: 19 September 2012 No. Rekam Medis : 190621 Pukul: 17.30 WIB G 3 P 2 A 0 Ruangan: RB kelas III A. IDENTITAS Nama : Ny. S Umur : 31 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Pojodadi Nama suami : Tn. X Umur : 32 Tahun Suku : jawa Agama : Islam Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani Alamat : Pojodadi 1

Upload: saga-sabara

Post on 13-Aug-2015

165 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Tanggal masuk: 19 September 2012 No. Rekam Medis : 190621

Pukul: 17.30 WIB G3P2A0

Ruangan: RB kelas III

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 31 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat  : Pojodadi

Nama suami : Tn. X

Umur : 32 Tahun

Suku : jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Alamat : Pojodadi

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri pada ulu hati dan mual

1

Page 2: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Keluhan Tambahan

Kepala terasa sakit, pandangan kabur dan kaki bengkak

2. Riwayat Penyakit Sekarang (LOKKKMM)

a. Lokasi : epigastrium

b. Onset : Sejak 3 hari SMRS

c. Kualitas : seperti ditusuk, terkadang disertai rasa mualdan kembung

d. Kuantitas: selalu ada, tidak hilang timbul

e. Kronologis: Seorang ibu mengaku hamil 5 bulan datang ke UGD

RSUAY pada hari Rabu tanggal 19 September 2012 pukul 17.30 WIB

dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak 3 hari SMRS, keluhan

dirasakan semakin berat disertai dengan nyeri kepala dan pandangan

terasa kabur . Pasien juga merasa mual dan pernah muntah, pasien

juga mengaku saat BAB berwarna hitam dan air kencing berwarna

kuning gelap.

Pasien mengaku memiliki riwayat darah tinggi sejak kelahiran anak ke

2.

Karena khawatir akan kondisi diri dan janinnya, pasien ini

memeriksakan diriny ke UGD RSAY

f. Menyertai: mual muntah, serta nyeri kepala dan pandangan kabur

g. Mempengaruhi: -

2

Page 3: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 tahun

Siklus haid : 28 hari, teratur

Jumlah : 3x ganti pembalut

Lama : 7 hari

3. Riwayat Perkawinan

a. Kawin ke : satu

b. Lamanya Perkawinan : menikah sejak tahun 2000

4. Riwayat Kehamilan Sekarang

HPHT : 22-4-2012

THP : 29-11-2013

ANC : 2 kali sebelum masuk RS di Bidan dan dokter

kandungan

Keluhan : Mual dan muntah di awal kehamilan

5. Riwayat Kehamilan, Persalinan yang Lalu

Ha

mil

ke

Tahun Jenis

kelami

n

Jenis

Persalinan

Penyulit Penolong BB.

Lahir

Keadaan

anak

Masa

Nifas

1 2001

(Umur 11

thn)

peremp

uan

Aterm

Pervaginam

spontan

Tidak

ada

Bidan 2,8 kg Sehat Dbn

3

Page 4: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

2

2008 laki-

laki

Aterm

Pervaginam

Spontan

Tidak

ada

Bidan 2,9 kg Sehat Dbn

6. Riwayat Ginekologi

Tidak ada riwayat penyakit ginekologi

7. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien mengaku mengguanakan KB pil setelah kelahiran anak kedua

(catatan: KB suntik tidak bisa diberian karena tekanan darah ibu tinggi)

8. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit darah tinggi, tetapi tidak

memiliki penyakit kencing manis, penyakit jantung, ginjal dan asma.

Pasien juga mengaku mata kirinya tidak dapat melihat jelas sejak kecil.

9. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal jika di keluarga ada yang menderita penyakit jantung,

ginjal, asma, dan kencing manis. Pasien tidak tahu apakah ibu pasien

pernah mengalami hal yang sama saat hamil.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

2. Status Emosional : Stabil

4

Page 5: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

3. Tanda Vital

TD : 210/180 mmHg

N  : 120 x / ment

RR  : 28 x / menit

Suhu : 36,8 ºC

4. Muka Edema : Tak

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera Mata : tidak ikterik

Mata : visus 1/60

5. Leher : Dalam batas normal

6. Dada : simetris

7. Paru : vesikuler (+), Rhonki (-), wheezing (-)

8. Jantung : BJ I-II Murni, murmur (-), gallops (-)

9. Pinggang : tidak ada nyeri

10. Ektremitas

Odema tangan dan jari : Tak

Odema tibia, kaki : Tak

Varices tungkai : Tak

Refleks patela kanan : dalam batas normal

Reflek patela kiri : dalam batas normal

11. Abdomen

Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi

Pembesaran perut : (+)

Asites : tak

5

Page 6: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah umbilikus/ 15 cm

HIS : (-)

Denyut jantung janin : 145 kali/ menit

Taksiran berat janin : Rumus jhonson = (15-12) x 155 = 465 gr

12. Periksa Dalam (tanggal 23 September 2012)

Vulva : bersih, bloody slime (-)

Vagina : licin, tak

Portio : tebal, lunak, pembukaan 1cm

Serviks : 3cm, berlipat lipat

Ketuban : tidak teraba selaput

Presentasi : bagian terbawah belum masuk PAP, tidak

teraba

Bishop score : 3

6

Page 7: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium :

a) cek darah lengkap

Darah lengkap tanggal 20 September 2012

Hb : 13,1 gr/dl

Ht : 35,7 %

Leukosit : 13,4 x 103/mm3

Trombosit : 62 x 103/mm3

Gula darah sewaktu: 91 mg/dl

b) faal hati

SGOT : 138 U/L

SGPT : 66 U/L

Albumin : 3.15 g/dl

c) fungsi ginjal

ureum : 35 mg/dl

creatinin : 1,08 mg/dl

as. Urat : 7,63 mg/dl

b) cek urinalisis

Protein : + ++

Saran pemeriksaan lab: LDH, gambaran apusan darah tepi dan birillubin

2. USG

USG tanggal 20 Agustus 2012

7

Page 8: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

- Janin tunggal hidup,

- Usia Kehamilan 23minggu 2 hari

- Taksiran Berat Janin (TBJ) 480 gr

3. Funduskopi (oleh dokter Sp.M tanggal 21 september 2012)

Kesan retinophati hipertensi grade 2

4. EKG

Kesan sinus tachicardia

E. DIAGNOSIS OBSTETRI

G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed

(impending eklampsia) dan suspect HELLP partial syndrom kelas

misissipi II.

F. TATALAKSANA ATAS INDIKASI

1. Medikamentosa

IVFD RL/Dx 5% 20 gtt/menit

MgSO4 sesuai protap pre eklampsia berat

Antibiotik 3 x 1 gr IV

Nifedipine 3 x 10 gr

Ranitidine inj /12 jam

2. Saran : tirah baring total dengan oksigen terpasang, awasi tanda-tanda

kejang, awasi tanda intoksikasi MgS04, pantau tekanan darah, DJJ dan

8

Page 9: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

tanda vital. Dapat diberikan dexamethason 10 mg iv/ 12 jam, dapat

pula diberikan antiagregasi trombosit (asam asetil salisilat) 8mg/24

jam.

3. Penatalaksanaan ekspektatif dengan terapi medisinal. Perencanaan

untuk penatalaksanaan aktif dengan terminasi kehamilan per vaginam/

per abdominam setelah keadaan ibu stabil.

FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL

20 September 2012

S: nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 200/140

T : 36,8oC,

N : 120x/ menit

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : 167 x/menit

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik

superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - MgSO4 sesuai protap

9

Page 10: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

- IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-Nifedipine 3 x 10 gr

- Konsul dokter Sp.OG

21 September 2012

S: nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 200/110

T : 36,8oC,

N : 120x/ menit

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : 158 x/menit

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan

suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - MgSO4 sesuai protap

- IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-Nifedipine 3 x 10 gr

- Konsul dokter Sp.PD

-Konsul dokter Sp.M

22 September 2012

S: nyeri pada ulu hati, kepala terasa sakit, gerak janin masih terasa namun

lebih lemah daripada sebelumnya

10

Page 11: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 210/120

T : 36,8oC,

N : 100x/ menit

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : 116 x/menit

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan

suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - MgSO4 sesuai protap

- IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-Amlodipin 1 x 10mg (oral)

-dopamet 1x250 mg (oral)

Pukul 20:30 os mengaku tidak merasakan gerakan janin sejak sore.

Pemeriksaan : gerakan janin tidak ada, DJJ tidak ada

23 September 2012

S: nyeri pada ulu hati, kepala tidak terasa sakit, pandangan membaik, gerak

janin tidak terasa

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 160/100

T : 36,8oC,

N : 120x/ menit

11

Page 12: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : (-)

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed dan

suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - MgSO4 sesuai protap

- IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-amlodipin 1 x 10 mg

-dopamet 1 x 250 mg

- Induksi sesuai protap hari pertama dengan oksitosin (saran periksa

bishop score dan pematangan serviks bila <5)

- Konsultasi dokter Sp.OG

24 September 2012

S: keluhan (-)

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 140/90

T : 36,7oC,

N : 92x/ menit

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : (-)

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

12

Page 13: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik

superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-Amlodipin 1 x 10 mg

-dopamet 1x250 mg

-dexamethason 3 x 1amp

-hentikan induksi

- Konsul dokter Sp.OG

Pemeriksaan laboratorium ulang

Hasil:

a) cek darah lengkap

Darah lengkap tanggal 24 September 2012

Hb : 8,7 gr/dl

Ht : 25 %

Leukosit : 12,8 x 103/mm3

Trombosit : 110 x 103/mm3

Gula darah sewaktu: 77 mg/dl

b) faal hati

SGOT : 54 U/L

SGPT : 46 U/L

Albumin : 2,78 g/dl

13

Page 14: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

c) fungsi ginjal

ureum : 26 mg/dl

creatinin : 0,86 mg/dl

as. Urat : 6,0 mg/dl

25 September 2012

S: keluhan (-)

O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang

TD : 140/90

T : 36,8oC,

N : 96x/ menit

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : (-)

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin, fetal distress, belum inpartu dengan hipertensi kronik

superimposed dan suspect HELLP partial syndrom kelas misissipi II

P: - IVRL 20 tetes/menit

- Antibiotik 3 x 1 gr IV

-dexamethason 3 x 1amp

- Konsul dokter Sp.OG

26 September 2012

S: keluhan (-)

O: Keadaan umum : baik

TD : 130/90

T : 36,5oC,

N : 80x/ menit

14

Page 15: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

RR : 24x/menit

His : (-)

DJJ : (-)

PPV : -

Tanda inpartu : (-)

A: G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 23 minggu, janin tunggal mati

intrauterin,

P: Pasien dipulangkan dengan kontrol kembali satu minggu setelah keluar

rumah sakit atau jika ada penyimpangan

15

Page 16: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

ANALISIS

1. Apakah diagnosa pada kasus sudah benar?

Pada kasus ini, ny. S didiagnosa dengan diagnosa sebagai berikut:

G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu, janin tunggal hidup

intrauterin, belum inpartu dengan hipertensi kronik superimposed

(impending eklampsia) dan suspect HELLP partial syndrom kelas

misissipi II.

Diagnosa tersebut ditentukan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang yang telah dilalui pasien

a. G3P2A0, 31 tahun, umur kehamilan 21 minggu

diagnosa ini didapatkan dari anamnesa, riwayat kehamilan didapatkan dari

keterangan pasien dan suami pasien, serta umur kehamilan dihitung dari HPHT

yakni tanggal 22 April 2012.

b. Janin tunggal hidup intrauterine

diagnosa ini didapatkan dari pemeriksaan fisik yakni palpasi dengan leopold,

serta denyut jantung janin yang terdengar dari satu janin dengan pemeriksaan

menggunakan stetoskop monoral dan featal phone.

16

Page 17: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

c. Belum inpartu

Diagnosa ini ditegakkan karena belum adanya tanda-tanda inpartu pada pasien

berupa his atau perasaan mules, keluarnya lendir bercampur darah, dan belum ada

nya pembukaan serviks uteri.

d. hipertensi kronik superimposed (impending eklampsia)

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan

seb,elum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan

yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi kronis yang diperberat

oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi atau eklamsi yang timbul pada

hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia

.

Sedangkan impending eklampsia adalah istilah terhadap kasus pre eklampsia

dengan gejala gejala berupa nyeri ulu hati, nyeri kepala bagian frontal serta

pandangan yang menjadi kabur.

f. HELLP partial syndrom kelas misissipi II.

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan penunjang laboratorium,

HELLP parsial syndrom ditegakkan karena pasien mendapat 2 dari 3 tanda

HELLP syndrom yakni peningkatan enzim hati, dan penurunan jumlah trombosit.

Sedangkan kelas missisipi II digolongkan berdasarkan derajat turunnya kadar

trombosit dalam darah.

17

Page 18: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

2. apakah tatalaksana sudah benar?

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah

kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai

dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi

sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan

MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110

mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko

perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya

mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi

yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam dosis kecil

2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang

diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan

dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila

nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu

perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.(4)

Penatalaksanaan Sindroma HELLP

a. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :

- Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan

- Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus

- Penanganan hipertensi berat

- CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar

subkapsular

b. Evaluasi kesejahteraan janin:

18

Page 19: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

- Non Stress Test

- Profil biofisik

- Ultrasonografi biometri

c. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu

- Jika paru telah matang, segera lahirkan

- Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan

d. Jika usia kehamilan ³ 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan

Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan

segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah

kondisi ibu dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan

pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat

diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan ³ 32 minggu. Ataupun

kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi.

Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio

sesarea elektif merupakan pilihan.

Penatalaksanaan PEB menurut teori (Ansar et all, 1985):

a. Ekspektatif

Kehamilan yang dipertahankan bersama terapi medisinal dengan kriteria

Kehamilan < 37mg

Keadaan janin baik

Tidak ada impending eklamsia

19

Page 20: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

b. Aktif

Kehamilan segera diakhiri bersama terapi medisinal dengan kriteria

Indikasi Ibu

Kehamilan > 37mg

Ada tanda impending eklamsia

Gagal konservatif :

o Bila dalam 6 jam setelah terapi medisinal TD naik

o Bila dalam 24 jam setelah terapi medisinal gejala tidak berubah

Indikasi Janin : Gawat Janin

Indikasi Lab : HELLP syndrome

Terapi Medisinal

Terapi medisinal yang diberikan berupa: (Sudhaberata, 2001; Semenovskaya,

2010; Saputra 2010)

1. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL

dari IGD.

2. Tirah baring miring ke satu sisi

3. Oksigenisasi

4. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

5. Anti kejang: dengan MgSO4 atau diazepam (bila MgSO4 tidak ada atau

tidak memenuhi syarat)

6. Antihipertensi: nifedipin, dopamet

20

Page 21: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

7. Antidiuretik : Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda

edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan

furosemid injeksi 40 mg/im.

8. Kardiotonika: Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalis.

9. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu

dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

10. Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV

11. Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.

Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2

jam sebelum janin lahir

12. Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat: Trombositopenia

(<60.000/ml) (Sudhaberata, 2001)

13. Dapat pula dilakukan transfusi dengan trmbosit pekat untuk meningkatkan

jumlah trombosit pada trombosit < 50.000/ml (Essien et all, 2008)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terapi yang diberikan sudah benar.

Demikian pula penatalaksanaan dan sikap atas kehamilan ibu.

21

Page 22: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3

kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal

sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The

International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)

klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :

1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,

persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan

non-proteinuri.

- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)

- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)

- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)

2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit

ginjal kronis (proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu)

- Hipertensi kronis (without proteinuria)

- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa

hipertensi)

- Hipertensi kronis dengn superimposed

- Pre-eklamsi (proteinuria)

3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria

4. Eklampsia.

22

Page 23: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the

NHBPEP (2000) dibagi menjadi 5 tipe, yaitu :

1. Hipertensi gestasional

2. Preeklamsi

3. Eklamsi

4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis

5. Hipertensi kronis.

Yang dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau

segera setelah persalinan.

Sedangkan yang dimaksud dengan eklamsi adalah kelainan akut pada

preeklamsi dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan

timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran (gangguan

sistem saraf pusat). Ada pula istilah eclamsia sine eclampsia adalah

eklamsi yang ditandai oleh penurunan kesadaran tanpa kejang.

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan

sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20

minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu pascasalin. Hipertensi

kronis yang diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi

atau eklamsi yang timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga

Superimposed Preeclampsia.

23

Page 24: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Sedangkan hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam

kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak

disertai proteinuri. Gejala ini akan menghilang dalam waktu < 12 minggu

pascasalin.

B. HELLP SYNDROME

1. Definisi

Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)

yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low

Platelet counts. Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistim

pada preeklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia,

24

Page 25: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzym hepar yang

abnormal.

Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri :

- Hemolisis,

• kelainan apus darah tepi,

• total bilirubin > 1,2 mg/dl,

• laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Peningkatan fungsi hati,

• serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L,

• laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.

- Jumlah trombosit < 100.000/mm3.

2. Etiologi dan Patofisiologi

ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu dihubungkan

dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklampsia

sampai saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti.

Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk

mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia, namun dalam dekade terakhir

ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari sel endotel. Tetapi apa

penyebab dari perubahan endotel ini belum juga diketahui dengan pasti. Saat

25

Page 26: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

ini ada beberapa hipotesis yang sedang diteliti untuk mengungkapkan etiologi

dari preeklampsia, yaitu :

iskemia plasenta, Very Low Density Lipoprotein versus aktivitas pertahanan

toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit genetik.

a. Invasi Trofoblastik Abnormal

Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling

yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular (Gambar.3). Akan

tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi trofoblastik yang tidak lengkap.

Pada kasus ini, pembuluh darah decidua, tetapi bukan pembuluh darah

myometrial, menjadi sejajar dengan trofoblas endovaskular. Madazli

dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi

trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya

hipertensi.

Impantasi Plasenta Normal dan preeklampsia

26

Page 27: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Dengan menggunakan mikroskop elektron, De Wolf dan kawan-kawan

(1980) meneliti pembuluh darah yang diambil dari tempat implantasi

plasenta pada uterus. Mereka memperhatikan bahwa perubahan pada

preeklampsia awal meliputi kerusakan endotelial, perembesan isi

plasma pada dinding arteri, proliferasi sel miointimal, dan nekrosis

tunika media. Mereka menemukan bahwa lipid mengumpul pertama

kali pada sel-sel myointimal dan kemudian pada makrofag akan

membentuk atherosis (Gambar 4). Obstruksi lumen arteriol spiral oleh

atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Perubahan-

perubahan ini dianggap menyebabkan perfusi plasenta menjadi

berkurang secara patologis, yang pada akhirnya menyebabkan sindrom

preeklamsi

Atherosis

b. Faktor imunologis

27

Page 28: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Preeklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa

pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies

terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna, dan semakin

sempurna pada kehamilan berikutnya. Selain itu pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan “Human leucocyte Antigen Protein G

(HLA)” yang berperan penting dalam modulasi respon imun,

sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) yang akan

menimbulkan terjadinya preeklamsi.

c. Peran prostasiklin dan tromboksan

Pada kehamilan normal akan terjadi peningkatan prostasiklin (PGI

2). Sedangkan pada preeklamsi-eklamsi akan terjadi kerusakan

pada endotel vaskuler yang menyebabkan turunnya produksi PGI 2,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Selanjutnya penurunan PGI

2 ini akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan

mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

d. Vaskulopati dan Perubahan Inflamasi

Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan akibat dari respon

dari plasenta karena terjadi iskemik sehingga akan menimbulkan

urutan proses tertentu. Desidua juga memiliki sel-sel yang bila

28

Page 29: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

diaktivasi maka akan mengeluarkan agen noxious. Agen ini dapat

menjadi mediator yang mengakibatkan kerusakan sel endotel.

Sitokin tertentu seperti tumor necrosis factor- (TNF-) dan

interleukin memiliki kontribusi terhadap stres oksidatif yang

berhubungan dengan preeklamsi. Stres oksidatif ditandai dengan

adanya oksigen reaktif dan radikal bebas yang akan menyebabkan

pembentukan lipid peroksida. Hal ini akan menghasilkan toksin

radikal yang merusak sel-sel endotel, memodifikasi produksi Nitric

Oxide, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Fenomena

lain yang ditimbulkan oleh stres oksidatif meliputi pembentukan

sel-sel busa pada atherosis, aktivasi koagulasi intravaskular

(trombositopeni), dan peningkatan permeabilitas (edema dan

proteinuria).

29

Page 30: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Patofisiologi terjadinya gangguan hipertensi akibat kehamilan

e. Faktor genetik

Predisposisi herediter terhadap hipertensi tidak diragukan lagi

berhubungan dengan preeklamsi dan tendensi untuk terjadinya

preeklamsi juga diturunkan. Penelitian yang dilakukan oleh

Kilpatrick dan kawan-kawan menunjukkan adanya hubungan

antara antigen histokompatibilitas HLA-DR4 dengan hipertensi

proteinuria. Menurut Hoff dan kawan-kawan, respon imun humoral

maternal yang melawan antibodi imunoglobulin fetal anti HLA-DR

dapat menimbulkan hipertensi gestasional.

Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan

endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular. Adanya

kegagalan invasi dari trofoblas pada trimester kedua dalam menginvasi tunika

muskularis arteri spiralis, menyebabkan vasokonstriksi arterial pada bagian

uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh gagalnya sel-sel trofoblas dalam

mengekspresikan integrin yang merupakan ‘molekul pelekat’ (adhesion

molecules) atau kegagalan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)

dalam mengekspresikan integrin. Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran

darah intervilus, hipoksia dan akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan

janin. Dan selanjutnya mengakibatkan efek terhambatnya pertumbuhan janin

intrauterin (PJT). Akibat kerusakan dari endotel ini terjadi pelepasan zat -zat

30

Page 31: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

vasoaktif, dimana tromboksan (TXA2 ) meningkat dibandingkan dengan

prostasiklin (PgI2).

Adanya perubahan respon imun ibu terhadap trofoblas akibat dari perubahan

‘polymorphism’ HLA-G (human leucocyte antigens – G) terhadap trofoblas,

menyebabkan terjadinya proses imunologis. Hal ini mengakibatkan terjadinya

gangguan pertumbuhan dan invasi dari trofoblas. Proses imunologis akibat

perubahan respon imun ibu juga mempengaruhi terjadinya kerusakan sel

endotel, ini terbukti dengan dilepaskannya sel mediator pada sel endotel.

Kerusakan dari sel endotel menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan

rasio

TXA2 dan PgI2, penurunan produksi dari nitric oxide dan merangsang

terjadinya agregasi dari trombosit yang seterusnya akan mengakibatkan

vasospasme.

Dengan berkurangnya fungsi endotel, menyebabkan bertambahnya tahanan

vaskuler, meningkatnya produk peroksida lipid dan meningkatnya aktifitas

radikal bebas. Anion peroksida ini mengganggu keseimbangan rasio TXA2

dan PgI2 sehingga TXA2 menjadi lebih dominan. Anion peroksida juga

menambah agregasi trombosit, serta menyebabkan asam lemak tak jenuh

pada membra n fospolipid mengalami konversi menjadi peroksida lipid.

Peroksida lipid ini menyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut. Kerusakan

integritas endotel diikuti dengan hilangnya kapasitas vasodilator, yang mana

dapat dinilai dengan meningkatnya respon terhadap angiotensin II dan

noradrenalin.

31

Page 32: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Kerusakan dari sel endotel arteri spiralis mengakibatkan hipoksia dan

seterusnya menjadi aterosis akut. Aterosis akut ditandai dengan adanya

diskontinuitas dari sel endotel, gangguan fokal pada membrana basalis,

deposisi trombosit, terbentuknya mural trombus dan akhirnya terjadi nekrosis

fibrinoid. Dengan rangsangan dari trombosit growth factor terjadi perubahan

proliferasi yang tidak teratur pada tunika intima, dan pada tunika media

mengakibatkan hiperplasia.

Aterosis akut ini merupakan keadaan yang patognomonis pada preeklampsia.

Walaupun aterosis akut ini dapat juga terjadi pada keadaan hipertensi kronis,

Diabetes Mellitus, penyakit ginjal maupun Lupus. Efek semua kejadian yang

telah disebutkan di atas terjadilah gangguan sirkulasi sistemik dan gangguan

koagulasi pada ibu yang selanjutnya menjadi sindroma HELLP. Pada keadaan

normal setiap sel mempunyai daya pertahanan terhadap serangan

ekstrasellular. Membran sel sangat berperan dalam fungsi pertahanan ini. Sel

darah merah pada penderita preeklampsia tidak memiliki pertahanan terhadap

radikal bebas yang selanjutnya mengakibatkan membran sel darah merah

menjadi tidak stabil dan mengalami kerusakan. Daya pertahanan membran sel

darah merah ini berhubungan dengan kadar prostasiklin di dalam plasma

melalui gen superoxidase dismutase (SOD). Penurunan aktivitas dari SOD ini

mengakibatkan penurunan daya pertahanan terhadap radikal bebas.

Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya

kalsium ke dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan

dari rigiditas membran. Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah

bentuknya, mudah pecah (fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis.

32

Page 33: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Keadaan di atas dapat menerangkan terjadinya hemolisis pada penderita

preeklampsia.

PATOGENESIS

Anemia Hemolitik Mikroangiopati

Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat

fragmentasi sel darah merah, sel darah merah menjadi menjadi lebih mudah

keluar dari pembuluh darah yang kecil. Dimana pembuluh darah tersebut

telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit

fibrin. Pada gambaran darah tepi terlihat gambaran spherocytes, schistocytes,

triangular cell dan burr cell.

Peningkatan Enzim Hepar

Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar dimana gambaran

histopatologisnya berupa nekrosis parenkhim periportal dan atau fokal yang

disertai dengan deposit hialin yang besar dari bahan seperti fibrin yang

terdapat pada sinusoid. Pada penelitian dengan imunoflourescen dijumpai

mikrotrombi fibrin dan deposit fibrinogen pada sinusoid dan daerah

hepatoselular yang nekrosis. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada

sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang

merupakan dasar dari terjadinya peningkatan enzim hepar dan terdapatnya

nyeri perut kuadran kanan atas. Gambaran nekrosis selular dan perdarahan

dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya

perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.

Trombositopeni

33

Page 34: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh

meningkatnya konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya

konsumsi trombosit disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari

kerusakan endotel, penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis

maupun peningkatan jumlah radikal bebas. Penyebab dari destruksi trombosit

sampai saat ini belum diketahui. Dijumpainya peningkatan megakaryosit pada

biopsi sumsum tulang menunjukkan pendeknya life span dari trombosit dan

cepatnya proses daur ulang.

3. KLASIFIKASI

Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu :

a. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati. (tenesse criteria)

Audibert dkk (1996) melaporkan pembagian sindroma HELLP berdasarkan

jumlah keabnormalan parameter yang di dapati yaitu : sindroma HELLP

Murni bila didapati ketiga parameter di bawah ini, yaitu : hemolisis,

peningkatan enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit dengan

karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell, schistocyte atau

spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT > 70 IU/L ; bilirubin > 1,2 ml/dL dan

jumlah trombosit < 100.000/ mm3 .

Sedangkan sindroma HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih

tetapi tidak ketiga parameter sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma

HELLP Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H),

Low Trombosit counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP),

hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).

34

Page 35: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

b. Berdasarkan jumlah dari trombosit. (missisipi criteria)

Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kelas,

yaitu :

kelas I jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3,

kelas II jumlah trombosit > 50.000 - £ 100.000/mm3

kelas III jumlah trombosit > 100.000 - £ 150.000/mm3.

4. FAKTOR RESIKO

a. Determinan intermediat

Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain:

1) Status reproduksi.

a) Faktor usia

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan,

akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu

remaja yang sedikit lebih besar dari anakanak. Padahal daru suatu penelitian

ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita

masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi

badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria,

wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari

wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya

preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau

nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 thn). Studi di RS

Neutra di Colombia, Porapakkhan di Bangkok, Efiong di lagos dan

35

Page 36: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

wadhawan dan lainnya di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklampsia

cukup tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka

tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal.

Hubungan peningkatan usia terhadap preeklampsia dan eklampsia adalah

sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun.

Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk melahirkan, akan tetapi

di Negara berkembang sekitar 10% sampai 20% bayi dilakirkan dari ibu

remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian

ditemukan bahwa dua tahun setelah mestruasi yang pertama, seorang anak

wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7% dan

tinggi badan 1%. Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita

nulipara. Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan

menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang

lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed

pre-eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,

dahulu dianggap rentan. Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati

bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko

yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia. Spellacy dkk. (1986)

melaporkan bahwa pada wanita diatas usia 40 tahun, insiden hipertensi kerena

kehamilan meningkat tiga kali lipat ( 9,6 lawan 2,7% ) dibandingkan dengan

wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun. Hansen (1986) meninjau beberapa

penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali

lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan

yang berusia 25 – 29 tahun.

36

Page 37: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

b) Paritas

Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3

– 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester

kedua.

Catatan statistik menunjukkan dariseluruh incidence dunia, dari 5%-8% pre-

eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh

primigravidae. Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi

primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama

primigravida muda.

Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap

kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah

persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine

tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9% ,

kehamilan kedua 1,7% , dan kehamilan ketiga 1,8%.

c) Kehamilan ganda

Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda

dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian

ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor

penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan

Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat

mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2

(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebihdari satu.

d) Faktor genetika

37

Page 38: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,

penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-

eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.

Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung

insiden hipertensi kronis yang mendasari. Kami menganalisa kehamilan pada

5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986,

dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit

hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan

Leveno, 1987). Insiden hipertensi dalam kehamilan untuk multipara adalah

6,2% pada kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan 8,5% pada kulit hitam, yang

menunjukkan bahwa wanita kulit hitam lebih sering terkena penyakit

hipertensi yang mendasari. Separuh lebih dari multipara dengan hipertensi

juga mendrita proteinuria dan karena menderita superimposed preeclampsia.

Kecenderungan untuk preekalmpsia-eklampsia akan diwariskan. Chesley dan

Cooper (1986) mempelajari saudara, anak, cucu dan menantu perempuan dari

wanita penderita eklampsia yang melahirkan di Margareth Hague Maternity

Hospital selam jangka waktu 49 tahun, yaitu dari tahun 1935 sampai 1984.

Mereka menyimpulkan bahwa preeklampsia – eklampsia bersifat sangat

diturunkan, dan bahwa model gen-tunggal dengan frekuensi 0,25 paling baik

untuk menerangkan hasil pengamatan ini; namun demikian, pewarisan

multifaktorial juga dipandang mungkin.

2) Status kesehatan

a) Riwayat preeklampsia

38

Page 39: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan

bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat

preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%)

mempunyia riwayat preeklampsia berat.

b) Riwayat hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia

adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi

sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan

hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira

sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah

kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan

kenaikan yang lebihmencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau

lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,

gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul

eklampsia dan perdarahan otak.

c) Riwayat penderita diabetus militus

Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan

bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg %

terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol

(bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).

d) Status gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada

dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin

39

Page 40: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin

berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan

terjadinya preeklampsia.

e) Stres / Cemas

Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan

kejadian preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu

panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi

fisiologi dari stres diantaranya meningkatnya tekanan darah berhubungan

dengan:

- Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain

- Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin

- Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid

sebagai akibat meningkatnya volume darah

- Curah jantung meningkat.

5. TANDA DAN GEJALA

Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau

kwadran kanan atas (90%) karena adanya obstruksi aliran darah di daerah

sinusoid hati yang terbendung oleh timbunan fibrin intravaskuler. Jira tekanan

intrahepatik melampaui kemampuan regangan kapsula glisoni akan

menyebabkan ruptur hati. Selain itu pula dijumpai malaise, mual, muntah dan

ikterus., nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke

rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%). Penambahan berat

40

Page 41: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

badan dan edema (60%), hipertensi dapat tidak dijumpai sekitar 20% kasus,

didapatinya hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat (50%).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena

diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai saat

ini belum ada batasan yang tegas mengenai nilai batas untuk masing-masing

parameter. Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma

HELLP yang bertujuan untuk membuat suatu keputusan nilai batas dari

masing-masing parameter.

a. Hemolisis

Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis, adalah

dengan didapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell.

Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan

gambaran yang spesifik terjadinya hemolisis pada sindroma HELLP.

Proses hemolisis pada sindroma HELLP oleh karena kerusakan dari sel darah

merah intravaskuler, menyebabkan hemoglobin keluar dari intravaskuler.

Lepasnya hemoglobin ini akan terikat dengan haptoglobin, dimana kompleks

hemaglobin-haptoglobin akan dimetabolisme di hepar dengan cepat.

Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan berubah menjadi

bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis.

Pada wanita hamil normal kadar bilirubin berkisar 0,1 – 1,0 mg/ dL. Dan

pada sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL.

41

Page 42: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan

mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel darah

merah yang imatur. Sel darah merah imatur ini mudah mengalami destruksi,

dan mengeluarkan isoenzim eritrosit. Isoenzim ini akan terikat dengan plasma

lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yang tinggi juga menunjukkan

terjadinya peroses hemolisis.

Pada wanita hamil normal kadar LDH berkisar 340 – 670 IU/L. Dan pada

sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu > 600 IU/L.

b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.

Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (serum glutamate

oksaloasetat transaminase/SGOT) dan alanine aminotranferase ( serum

glutamate piruvat transaminase/SGPT) meningkat pada kerusakan sel hepar.

Pada Preeklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima kasus,

dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT. Menurut penelitian

Martin dkk (1991) kadar SGOT lebih tinggi dari SGPT pada sindroma

HELLP. Peninggian ini menunjukkan fase akut dan progresivitas dari

sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT juga merupakan tanda terjadinya

ruptur kapsul hepar.

Pada wanita hamil normal kadar SGOT berkisar 0 – 35 IU/L . Dan pada

sindroma HELLP kadar ini meningkat yaitu >70 IU/L. Lactat Dehidrogenase

(LDH) adalah enzim katalase yang bertanggung jawab terhadap proses

oksidasi laktat menjadi piruvat. Peningkatan LDH menggambarkan terjadinya

kerusakan pada sel hepar, walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan

tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar LDH tanpa disertai

42

Page 43: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.

Martin dkk (1991) melaporkan pada sindroma HELLP kadar puncak LDH

581 –2380 IU/L dengan rerata 1369 IU/L, dimana kadar puncak ini

didapatkan pada 24 – 48 jam post partum. LDH dapat dipergunakan untuk

mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh sebab itu parameter ini

sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP.

Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus eklampsia

hanya 4 – 20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat.

Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra

vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada

perenkhim hepar.

c. Jumlah Trombosit yang Rendah

Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang

spesifik. Sebagian besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata

menurun selama kehamilan walaupun secara statistik tidak signifikan. Pada

wanita hamil normal kadar trombosit berkisar > 150.000/ mm3. Dan pada

sindroma HELLP kadar ini menurun sampai < 100.000/ mm3.

Martin dkk (1991) melaporkan dari 158 preeklampsia berat dengan sindroma

HELLP didapati kadar trombosit berbeda-beda. Didapatinya 19% pasien pada

saat masuk rumah sakit dengan jumlah trombosit > 150.000/mm3, 35% antara

100.000 – 150.000/mm3, 31% antara 50.000 – 100.000/mm3 dan 15% <

50.000/mm3.

Urine lengkap

43

Page 44: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Protein urine merupakan gambaran yang diharapkan dalam HELLP, karena

proteinuria merupakan syarat tegaknya diagnosis Preeklampsia. Kadar asam

urat juga diperkirakan dapat mengalami kenaikan pada pasien HELLP

Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi penting untuk melihat adanya komplikasi berupa

edema papil yang menunjukkan edema serebri dan retinopati hipertensi yang

berkelanjutan dapat dilihat sebagai ablasio retina.

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG pada pasien HELLP syndrom untuk melihat komplikasi ke

jantung, yang bisa didapati berupa cardio megali.

7. PENATALAKSANAAN

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah

kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai

dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi

sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan

MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110

mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko

perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya

mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi

yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam dosis kecil

2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang

44

Page 45: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan

dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila

nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu

perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.(4)

Penatalaksanaan Sindroma HELLP

a. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :

- Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan

- Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus

- Penanganan hipertensi berat

- Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai

- CT- scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar

subkapsular

b. Evaluasi kesejahteraan janin:

- Non Stress Test

- Profil biofisik

- Ultrasonografi biometri

c. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu

- Jika paru telah matang, segera lahirkan

- Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan

d. Jika usia kehamilan ³ 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan

Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan

segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah

kondisi ibu dan bayi. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan

pervaginam, bila tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat

45

Page 46: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

diinduksi dengan oksitosin pada semua kehamilan ³ 32 minggu. Ataupun

kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi.

Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum matang, seksio

sesarea elektif merupakan pilihan.

Penatalaksanaan PEB menurut teori (Ansar et all, 1985):

b. Ekspektatif

Kehamilan yang dipertahankan bersama terapi medisinal dengan kriteria

Kehamilan < 37mg

Keadaan janin baik

Tidak ada impending eklamsia

b. Aktif

Kehamilan segera diakhiri bersama terapi medisinal dengan kriteria

Indikasi Ibu

Kehamilan > 37mg

Ada tanda impending eklamsia

Gagal konservatif :

o Bila dalam 6 jam setelah terapi medisinal TD naik

o Bila dalam 24 jam setelah terapi medisinal gejala tidak berubah

Indikasi Janin : Gawat Janin

Indikasi Lab : HELLP syndrome

46

Page 47: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Terapi Medisinal

Terapi medisinal yang diberikan berupa: (Sudhaberata, 2001; Semenovskaya,

2010; Saputra 2010)

14. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL

dari IGD.

15. Tirah baring miring ke satu sisi

16. Oksigenisasi

17. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

18. Anti kejang: dengan MgSO4 atau diazepam (bila MgSO4 tidak ada atau

tidak memenuhi syarat)

19. Antihipertensi: nifedipin, dopamet

20. Antidiuretik : Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda

edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan

furosemid injeksi 40 mg/im.

21. Kardiotonika: Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalis.

22. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu

dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

23. Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV

24. Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.

Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2

jam sebelum janin lahir

25. Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat: Trombositopenia

(<60.000/ml) (Sudhaberata, 2001)

47

Page 48: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

26. Dapat pula dilakukan transfusi dengan trmbosit pekat untuk meningkatkan

jumlah trombosit pada trombosit < 50.000/ml (Essien et all, 2008)

Cara terminasi yang dipilih sebaiknya yang kurang traumatik bagi ibu dan

bayinya dengan cara induksi persalinan atau langsung seksio sesaria. Cara

yang dipilih tergantung pada : umur kehamilan, maturitas, dan tafsiran berat

janin, skor pelvis menurut Bishop, nilai sosial anak, derajat

preeklamsia/eklampsianya, ada-tidaknya gawat bayi serta kemampuan tim

perinatal di pusat pelayanan tersebut. Bila tidak ada kontra indikasi

melahirkan per-vaginam maka induksi persalinan dengan medikamentosa

merupakan pilihan; tindakan seksio hanya dilakukan berdasarkan indikasi

obstetri dan bukan karena preeklamsi/eklamsinya sendiri (Karkata, 2007).

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu

Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau

lebih dan dengan fetal heart monitoring.

Seksio sesaria bila :

o Fetal assesment jelek

o Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)

atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

o 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

o Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi

dengan seksio sesaria.

48

Page 49: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu

Kala I

Fase laten :

6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

Fase aktif :

Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap

maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan

oksitosin).

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan

vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan

sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada

kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali

24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid

(Sudhabrata, 2001)

7. PENCEGAHAN

Manipulasi diet

49

Page 50: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah

pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan

garam tidaklah penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan

kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam

mencegah preeklamsia pada 361 wanita.

Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis

menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal

menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan

insidensi preeklamsia.

Antioksidan

Antioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol peroksidasi lipid

yang berperan dalam kerusakan endotel. Penelitian yang dilakukan

oleh Schiff dan kawan-kawan menunjukkan bahwa konsumsi vitamin

E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa

peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan

menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap stres oksidatif.

Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada penelitian lain

yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat menurunkan

aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi.

Pada penelitian lain, dengan pemberian vitamin C sebanyak 1000

mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari pada usia kehamilan 16 – 22

minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi preeklamsi. Karena

50

Page 51: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

itu masih perlu dilakukan penelitian sebelum menyarankan

penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara klinis.

Suplemen kalsium

Berdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat hubungan antara

asupan diet rendah kalsium dengan terjadinya preeklamsi. Dengan

pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 – 2 g/hari telah disarankan

untuk upaya pencegahan preeklamsi. Dari hasil penelitian Cochrane,

diketahui bahwa pemberian suplementasi kalsium tidak dibutuhkan

pada nulipara. Walaupun demikian, mungkin pemberiannya bisa

menguntungkan untuk mereka yang termasuk kelompok dengan

asupan kalsium yang memang kurang atau pada kelompok risiko

tinggi, seperti mereka dengan riwayat preeklamsi berat.

N-Acetylcystein

Diduga dapat mencegah preeklamsi karena sifatnya sebagai anti

radikal bebas atau antioksidan, sehingga pemberian obat ini diharapkan

dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah yang

diakibatkan kerusakan sel endotel pembuluh darah. Namun pemberian

obat ini masih kontroversi. Meskipun demikian beberapa ahli sudah

mencoba menggunakan obat ini.

8. KOMPLIKASI

Preeklampsia dengan HELLP sindrom dapat menyebabkan gangguan berbagai

sistem organ.

Otak

51

Page 52: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia

terjadi spasme pembuluh darah otak karena deposit fibrin, penurunan perfusi dan

suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor

penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.

Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang

berhubungan dengan beratnya penyakit.4

Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus

berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis

tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas

normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada

kehamilan”)

Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi

yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil

akhir kehamilan.

1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa

plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2 .hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang

mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan

52

Page 53: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron)

sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen

dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin

sampai hipoksia dan kematian janin

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Hypertension, dalam Merck Manual of Diagnosis&Therapy, 25

Januari 2004, diakses tanggal 11 September 2012, dari http :

//www.merck.com

2. August P, Management of Hypertension in Pregnancy, 2009, diakses tanggal

11 September 2012, dari http : //www.uptodate.com/patients/content/topic

3. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforth’s

Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-8, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy

W, penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 1999: 309-326

53

Page 54: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

4. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 12

September 2012, dari http : //www.emedicine.com

5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,

Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,

New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808

6. Eger R, Hypertensive Disorders during Pregnancy, dalam

Obstetrics&Gynecology Principles for Practice, Ling F, Duff P, penyunting,

New York : McGraw-Hill, 2001 : 224-252

7. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses

tanggal 12 September 2012, dari http :

//emedicine.medscape.com/article/261435

8. Herrera J, Shahabudin A, Ersheng G, Wei Y, Garcia R, Lopez P, Calcium plus

Linoleic Acid Therapy for Pregnancy Induced Hypertension, 9 Desember

2005, diakses tanggal 12 September 2012, dari http : //www.ncbi.nlm.nih.gov

9. Kaplan N, Lieberman E, Hypertension with Pregnancy and the Pill, dalam

Kaplan’s Clinical hypertension, edisi ke-8, Neal W, penyunting, Philadelphia:

Lippincott Williams&Wilkins, 2002: 404-433

10. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan

Kedokteran Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam

Kehamilan di Indonesia, edisi ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27

11. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman

Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian

pertama, edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70

54

Page 55: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

12. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi

ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting,

Jakarta : EGC, 2003 : 68-82

13. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint

National Committee, NIH publication, 2004 : 49-52

14. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi

ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

15. Reynolds C, Mabie W, Sibai B, Hypertensive States of Pregnancy, dalam

Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment, edisi ke-9, New

York : McGraw-Hill, 2003: 338-353

16. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku

Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi

ke-1, Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213

17. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses

tanggal 10 September 2012, dari http :

//circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115

18. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhurst’s textbook of Obstetrics

& Gynaecology, edisi ke-7, USA : Blackwell Publishing, 2007 : 227-234

19. Sibai B, Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia, 10 September

2012, diakses tanggal 24 Oktober 2009, dari http : //www.greenjournal.org

20. Sibai B, Treatment of Hypertension in Pregnant Women, 25 Juli 1996, diakses

tanggal10 September 2012, dari http : //www.NEJM.org/cgi/content/full

55

Page 56: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

CASE REPORT :

G3P2A0, 31 Tahun, Umur Kehamilan 21 Minggu, Janin Tunggal Hidup

Intrauterin, Belum Inpartu Dengan Hipertensi Kronik Superimposed

(Impending Eklampsia) Dan Suspect HELLP Partial Syndrom Kelas

Misissipi II.

REFERAT :

HELLP Syndrom

Oleh :

Saga Malela Aria Sabara, S.Ked

0818011095

56

Page 57: impending eklampsia dan HELLP syndrom plus IUFD.docx

Preceptor :

dr. Wahdi, Sp. OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO

OKTOBER 2012

57