ringkasan bab 1 dan 2

4
Ringkasan Bab I dan Bab II Oleh: Jethro Thomas/1306445166 Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia terbagi dalam enam (6) periode, yaitu: 1. Periode 1945-1950 2. Periode 1951-1959 3. Periode 1960-1966 4. Periode 1967-1996 5. Periode 1997-2002 6. Periode 2003-2013 Periode 1945-1950 Pada periode ini industri jasa konstruksi belum terbangun dengan baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang masih sibuk mempertahankan kemerdekaannya. Meskipun begitu, perusahaan jasa konstruksi sudah mulai bermunculan. Perusahaan Belanda, yaitu NV de Hollandshe Beton Maatschappij, NV Associatie, NV Nederlanshe Aanneming Maatschapij, NV Volker Aanneming Maatschapij, dan lain- lain. Sedangkan perusahaan swasta milik pribumi, yaitu NV KAMID, Pemborong M. Zain, dan lain-lain. Periode 1951-1959 Selama periode ini, pemerintahan Indonesia menganut sistem Kabinet Parlementer yang tidak pernah stabil. Oleh karena itu,

Upload: jethro-thomas

Post on 29-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Bab 1 dan 2 Etika

TRANSCRIPT

RingkasanBab I dan Bab IIOleh: Jethro Thomas/1306445166Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia terbagi dalam enam (6) periode, yaitu:1. Periode 1945-1950

2. Periode 1951-1959

3. Periode 1960-1966

4. Periode 1967-1996

5. Periode 1997-2002

6. Periode 2003-2013

Periode 1945-1950Pada periode ini industri jasa konstruksi belum terbangun dengan baik. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang masih sibuk mempertahankan kemerdekaannya. Meskipun begitu, perusahaan jasa konstruksi sudah mulai bermunculan. Perusahaan Belanda, yaitu NV de Hollandshe Beton Maatschappij, NV Associatie, NV Nederlanshe Aanneming Maatschapij, NV Volker Aanneming Maatschapij, dan lain-lain. Sedangkan perusahaan swasta milik pribumi, yaitu NV KAMID, Pemborong M. Zain, dan lain-lain.Periode 1951-1959Selama periode ini, pemerintahan Indonesia menganut sistem Kabinet Parlementer yang tidak pernah stabil. Oleh karena itu, industri jasa konstruksi belum mengalami perubahan yang signifikan. Bentuk kontrak satu-satunya yang menjadi acuan adalah warisan Belanda, yaitu Syarat-syarat Umum-Algemen Voorwaden (AV41).

Periode 1960-1966Presiden Soekarno memulai proyek pembangunan, seperti Monas, hotel-hotel megah, Gelora Senayan, dan masih banyak lagi. Saat itu, kontraktor pada umumnya adalah Perusahaan Negara (PN) yang berasal dari Perusahaan Belanda yang dinasionalisasikan. Sistem tender juga belum diberlakukan karena Presiden Soekrano langsung menunjuk kontraktor pelaksananya. Sehingga, persaingan antara kontraktor tidak ada sama sekali. Bentuk kontrak yang digunakan umumnya adalah Cost Plus Fee. Bentuk kontrak ini tidak efisien dan dapat dimanipulasi dengan mudah. Jadi, kontrak konstruksi pada periode ini hanyalah bersifat formalitas. Pendanaan dengan sistem loan belum ada pada periode ini.Periode 1967-1996Pada tahun 1969 pemerintah menetapkan program pembangunan yang terencana dengan nama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPI) 1969-1994 yang terdiri dari lima Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Dalam periode REPELITA ini, kira-kira tahun 1970, dapat disebut sebagai awal kebangkitan industri jasa konstruksi. Perusahaan jasa konstruksi bekas Belanda diubah bentukan menjadi persero dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Proyek tidak lagi ditunjuk dan sudah mulai ditenderkan. Akibatnya, terjadi persaingan antara perusahaan negara dengan swasta. Keberhasilan PJPI terlihat pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB). PDB berjumlah RP45,4 trilyun pada tahun 1980 meningkat menjadi Rp454,5 trilyun pada tahun 1995 (naik 10 kali lipat), sedangkan kontribusi industri jasa konstruksi berjumlah Rp2,5 trilyun melonjak menjadi Rp34,3 trilyun pada tahun 1995 (naik 15 kali lipat). Kontrak sebagian besar menggunakan versi pemerintah, sedangkan proyek dengan pendanaan loan mengacu pada FIDIC/JCT/AIA.Periode 1997-2002

Krisis moneter pada tahun 1977 menyebabkan pertumbuhan PDB negatif sebesar 13.01% dan industri jasa konstruksi negatif 36.46%. Selain itu, mulai timbul masalah terkait klaim konstruksi yang selama ini dianggap tabu. Kondisi ini semakin sulit karena banyak kontrak yang cacat hukum. Banyak klaim dapat diselesaikan melalui Arbitrase (BANI/Ad Hoc). Hal bersejarah yang terjadi pada periode ini adalah ditetapkannya Undang-undang No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan tiga Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaannya, yaitu PP No. 28,29, dan 30 tahun 2000.

Periode 2003-2013Pada periode ini industri jasa konstruksi mulai bangkit kembali. Persaingan semakn tajam, perkembangan kian intensif, klaim konstruksi mulai bermunculan, dan penyelesaian sengketa melalui arbitrase mulai diminati. Kemampuan perusahaan jasa konstruksi mulai meningkat. Teknologi mulai dikuasai, seperti EPC Contract dan PBC Contract. Kontrak-kontrak pun mulai membaik. Akan tetapi, patut disayangkan bahwa peraturan perundangan di bidang jasa konstruksi, seperti UU No. 18/1999, yang sudah ada lebig dari 10 tahun lamanya tidak ditinjau ulang demi memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Selain itu, belum semua pelaku jasa konstruksi memahami ketentuan peraturan perundang-undangan jasa konstruksi, termasuk pejabat pemerintahan itu sendiri.