ricky

40
Pendahuluan Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan bati empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa 1 Penyakit Batu Empedu di Duktus Koledokus Ricky Sunandar 10.2012.227 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Upload: dhanis-sartika

Post on 28-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Semester 4

TRANSCRIPT

Page 1: Ricky

Pendahuluan

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan bati empedu tidak

mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan

komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan

serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan

terus meningkat. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu

saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Di negara Barat 10-15%

pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa

keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau

ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak

ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih

sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik. Dalam makalah ini, akan

dibahas mengenai batu empedu yang terdapat pada duktus koledokus yang merupakan

gabungan dari duktus sistikus dan hepatikus. Penyakit akibat sumbatan batu empedu di lokasi

ini sering disebut dengan koledokolitiasis.1

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kaitan koledokolitiasis dalam

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi,

1

Penyakit Batu Empedu

di Duktus Koledokus

Ricky Sunandar

10.2012.227

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Page 2: Ricky

epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan

prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit koledokolitiasis.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung

atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi,

membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan

pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif

berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat

pribadi dan sosial.2

Pada penyakit hepatobilier, perlu melakukan anamnesis berikut: Adakah ikterus,

memar, distensi abdomen, anoreksia, pruritus, edema perifer, bingung, atau tremor? Kapan

pertama kali menyadari timbulnya gejala? Pernahkah ada perburukan, dan jika ya, mengapa?

Pernahkah ada perubahan obat atau bukti adanya infeksi? Pernahkah teman atau kerabat

mengamati adanya perubahan? Apakah urin pasien gelap? Apakah tinja pasien pucat?3

Riwayat penyakit dahulu

Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam riwayat penyakit dahulu: Apakah pasien pernah

ikterus? Adakah riwayat hematemesis atau melena? Adakah riwayat hepatitis sebelumnya?

Jika ya, didapat dari mana (misalnya transfusi darah, penggunaan obat intravena)? Apakah

pasien pernah menjalani transfusi darah?3

Riwayat Keluarga

Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam riwayat penyakit keluarga: Adakah riwayat

penyakit hati dalam keluarga (misalnya penyakit Wilson, defisiensi α1 antitripsin)? Adakah

riwayat gejala neurologis dalam keluarga (misalnya gejala parkinsonian atau distonik pada

penyakit Wilson)? Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga (pertimbangkan

hemokromatosis)?3

Obat-obatan

Riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan yaitu, antara lain; Obat apa

yang sedang dikonsumsi pasien? Adakah baru- baru ini terdapat perubahan pemakaian obat?

Apakah pasien mengkonsumsi jamu? Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat ilegal,

terutama intravena?3

2

Page 3: Ricky

Alkohol

Riwayat konsumsi alkohol juga perlu ditanyakan yaitu, antara lain; Bagaimana

konsumsi alkohol harian/mingguan pasien? Apakah pasien pernah minum bir, anggur,

minuman keras lainnya? Gunakan pertanyaan CAGE:

- Pernah mencoba berhenti (Cut down)?

- Pernah merasa terganggu karena orang mengkritik kebiasaan minum Anda

(Annoyed)?

- Pernah merasa bersalah akan konsumsi alkohol Anda (Guilty)?

- Pernah minum di pagi hari sebagai pembuka mata (Eye- opener)?3

Dalam kasus ini, hanya didapatkan keluhan utama, keluhan tambahan, dan riwayat

penyakit sekarang.

Keluhan Utama

Keluhan utama adalah pasien wanita 50 tahun tersebut mengeluh nyeri hebat yang

hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke punggung

kanan sejak 6 jam yang lalu.

Keluhan Tambahan

Keluhan tambahan adalah pasien sejak 5 hari yang lalu, juga mengeluh demam tinggi,

tubuhnya berwarna kekuningan, dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul.

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat

yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke

punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu, pasien juga

mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan, dan tinjanya berwarna pucat seperti

dempul.

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik

Cara kerja dokter dalam menemukan penyebab penyakit identik dengan cara kerja

polisi dalam mengungkap suatu tindak kriminal. Polisi akan mulai dengan mengumpulkan

data baik dari saksi maupun melakukan pemeriksaan di tempat kejadian serta melakukan uji

3

Page 4: Ricky

laboratorium bila memang diperlukan. Demikian halnya dokter. Dokter akan melakukan

tanya jawab dengan pasien dengan menggali riwayat penyakit sebelumnya, riwayat sakit

dalam silsilah keluarga, menanyakan keluhan-keluhan yang dialami, serta melakukan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium, ultrasonografi, dan sebagainya).

Sebagaimana sudah dibahas di atas, pasien batu empedu ditemukan secara kebetulan. Bisa

jadi pada saat menjalani pemeriksaan tahunan atau karena keluhan nyeri perut akibat

gangguan sakit lambung, seperti perut kembung, nyeri ulu hati, mual, sendawa, dan dada

panas. Akan tetapi, di saat lain pasien memang datang dengan keluhan dan tanda-tanda yang

berhubungan dengan batu empedu, seperti:4

a. nyeri perut yang hebat (kolik bilier) di perut kanan atas;

b. demam tinggi karena kolesistitis akut atau kolangitis;

c. mata kuning akibat batu menyumbat duktus koledokus;

d. nyeri dan muntah-muntah setelah diisi makanan akibat pankreatitis akut; dan

e. nyeri tekan di perut kanan atas.4

Kulit kuning sebagaimana dialami oleh pasien merupakan pertanda bahwa di dalam

darah seseorang terjadi peningkatan kadar bilirubin. Bilirubin yang seharusnya diekskresi

melalui saluran empedu (duktus koledokus) terbendung di situ karena sumbatan batu.

Pemeriksaan Penunjang

Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik

khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit koledokolitiasis adalah pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan radiologi (USG abdomen, ERCP, MRCP).5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, apabila terdapat batu yang menyumbat saluran

empedu, akan ditemukan beberapa kondisi seperti berikut:

- Peningkatan enzim hati yang menunjukkan kolestasis gamma GT dan alkali fosfatse

- Peningkatan enzim pankreas (amilase dan lipase) apabila batu menyumbat duktus

koledokus dan duktus pankreatikus

- Peningkatan bilirubin serum5

4

Page 5: Ricky

Pemeriksaan Radiologi

USG Abdomen

Merupakan sarana diagnosis pencitraan pilihan dan pemeriksaan rutin untuk menilai

penyakit batu empedu. Hati dan pankreas juga secara rutin dievaluasi. Sensitivitas untuk

mendeteksi batu kandung empedu lebih dari 96 %. Penemuan yang khas berupa fokus

ekogenik disertai bayangan akustik. Ultrasonografi juga akan menampakkan ketebalan

dinding, gas intramural dan pengumpulan cairan perikolesistik. Cairan perikolesistik dan gas

intramural sangat spesifik untuk kolesistitis akut. Dapat juga ditemukan lumpur bilier yang

biasa ditemukan pada obstruksi bilier ekstrahepatik. Adanya tanda Murphy sonografik (rasa

nyeri maksimum tepat di atas kandung empedu) juga khas pada kolesistitis akut.

Ultrasonografi dapat juga secara akurat mengidentifikasi pelebaran saluran empedu baik intra

dan ekstrahepatik, selain juga lesi parenkim hati atau pankreas. Batu di koledokus bisa juga

terlihat dengan ultrasonografi walau sensitivitas tidak lebih dari 50 %. Ketiadaan gambaran

sonografi batu pada duktus koledokus tidak menyingkirkan kemungkinan adanya batu

koledokus.6

Gambar 1. Ultrasonografi pada kandung empedu mendemonstrasikan

adanya batu empedu (tanda panah).7

5

Page 6: Ricky

Ultrasonografi-merupakan prosedur noninvasif tanpa penggunaan radiasi dan dapat

dibawa (portabel) sehingga memungkinkan pemeriksaan di samping tempat tidur pasien.

Modalitas ini dapat juga digunakan untuk menuntun biopsi jarum halus, kolangiografi

transhepatik perkutan, dan prosedur drainase bilier. Keterbatasan relatif ultrasonografi

meliputi ketergantungan ketelitian diagnosis pada keterampilan operator, pasien gemuk, dan

adanya gas di usus yang memberikan bayangan kurang baik.6

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography)

ERCP dilakukan bila diperlukan gambaran definitif sistem bilier dan saluran

pankreas. ERCP adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan

pankreatografi langsung secara retrograd. Melalui kanulasi papila vateri, kontras disuntikkan

ke dalam saluran bilier atau pankreas. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif,

misalnya karena batu empedu.6

MRCP (Magnetic Resonance Cholanguo-Pancreatography)

MRCP merupakan suatu adaptasi MRI dengan sensitivitas dan spesivitas lebih dari 90

% untuk batu saluran empedu dibandingkan dengan ERCP. MRCP merupakan pilihan terbaik

apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai kuat ada batu

koledokus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu perendoskopi.

Keuntungan MRCP di antaranya noninvasif dan tidak menggunakan bahan kontras.6

Diagnosis

Working Diagnosis

Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat

yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke

punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu, pasien juga

mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan, dan tinjanya berwarna pucat seperti

dempul.

Dari anamnesis, dapat diketahui umurnya yaitu wanita berusia 50 tahun dan mengeluh

nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar

hingga ke punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Selain itu juga diketahui bahwa pasien juga

mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan, dan tinjanya berwarna pucat seperti

dempul. Selain anamnesis di atas, perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

6

Page 7: Ricky

penunjang sehingga dapat meyakinkan diagnosis, sehingga dapat ditegakan diagnosis

kerjanya, yaitu koledokolitiasis.

Sebagian besar batu dalam duktus koledokus berasal dari batu empedu yang

bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sistikus, dan koledokus. Batu

yang tinggal di koledokus akan menimbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi, sekitar

10% pasien dengan batu kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu, umumnya

pada duktus koledokus atau hepatikus komunis. Tetapi dapat juga didapatkan di saluran

empedu intrahepatik. Di negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari pasase

batu dari kandung empedu berpengaruh pada insiden migrasi batu tersebut. Pada kasus ini,

baru di kandung empedu dan di saluran empedu berasal dari jenis yang sama, yakni batu

kolesterol atau batu pigmen hitam, disebut batu sekunder saluran empedu berasal dari jenis

yang sama, yakni batu kolesterol atau batu pigmen hitam. Disebut batu sekunder saluran

empedu, batu koledokus dapat pula terbentuk di awal saluran empedu, disebut batu primer

saluran empedu. Biasanya batu ini terbentuk akibat obstruksi bilier parsial karena batu sisa,

striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan bilier congenital. Infeksi dapat

merupakan kejadian awal. Batu berwarna cokelat, tunggal atau multiple, oval, dan

menyesuaikan diri dengan sumbu memanjang saluran empedu. Batu cenderung terjepit di

ampula Vater. Di asia, terutama Asia Timur, terdapat insiden batu saluran empedu dan baru

intrahepatik (batu pigmen cokelat) yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara barat.6

Differential Diagnosis

Kolesistitis

Kolesistitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung empedu. Kolesistitis

terbagi menjadi dua, yaitu kolesistitis akut dan kronik.5

Kolesistitis Akut

Kolesistitis akut adalah suatu reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang

disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam.5

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah; stasis cairan

empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Batu empedu yang

mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis dan kental,

kolesterol, dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu

diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Dinding kandung empedu akan meradang, kasus yang

lebih berat akan terjadi nekrosis dan ruptur. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada

7

Page 8: Ricky

pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral atau dapat juga

terjadi sumbatan karena keganasan kandung empedu.5

Faktor risiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu,

termasuk hiperlipidemia atau mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu yang panjang.

Faktor-faktor risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia seseorang. Jika dilihat dari

sudut jenis kelamin, perempuan lebih beresiko karena pengaruh hormon dan kelamin.5

Keluhan khas adalah nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan kenaikan suhu tubuh

disertai menggigil. Rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung

60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan bervariasi tergantung dari beratnya inflamasi.

Tanda radang peritoneum juga ditemukan pada kolesistitis akut apabila penderita merasa

nyeri semakin bertambah juga anoreksia, mual, dan muntah.5

Kolesistitis Kronik

Kolesistitis kronik lebih sering karena batu dan biasanya disebabkan oleh kolesistitis

akut berulang yang menyebabkan penebalan dinding kandung empedu dan lama-kelamaan

efisiensinya berkurang. Penyebab kolesistitis kronik mirip seperti kolesistitis akut tetapi

timbulnya perlahan-lahan.5

Diagnosis kolesistitis kronik sulit ditegakan karena gejalanya sangat minimal dan

tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan mual khususnya setelah

makan-makanan tinggi lemak yang kadang-kadang hilang selepas sendawa. Riwayat penyakit

empedu dalam keluarga, terdapat ikterus, kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung

empedu dan disertai tanda Murphy positif dapat menyokong menegakan diagnosis.5

Kolangitis

Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri padan cairan empedu di dalam saluran

empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi aliran empedu seperti tumor, striktur,

stent, dan paling sering batu koledokus. Gejala umumnya berupa demam, menggigil, nyeri

perut, dan ikterus (triad Charcot).6

Timbulnya kolangitis berasal dari kombinasi adanya bakteri di cairan empedu

ditambah dengan meningkatnya tekanan di dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada

beberapa keadaan, jalur infeksi cukup jelas misalnya timbulnya kolangitis setelah ERCP pada

anastomosis enterobilier, bakteri mencapai saluran empedu secara retrograd, namun pada

banyak keadaan, mekanisme yang tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu

jelas. Kemungkinan besar bakteri naik dari duodenum yang dimungkinkan oleh adanya

8

Page 9: Ricky

divertikel periampuler atau disfungsi motorik sfingter Oddi. Bakteri yang terlibat adalah

bakteri Gram negatif aerob seperti E. coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau

enterobacter, bakteri anaerob ditemukan pada 10-20% kasus. Bila kolangitis tidak diobati

dengan baik, dapat timbul bakterimia, dan selanjutnya abses hati tunggal atau multipel.6

Manifestasi klinik yang paling sering adalah demam, menggigil, nyeri abdomen, dan

ikterus (triad Charcoat). Rentang dan derajat beratnya gejala sangat bervariasi. Beberapa

pasien hanya menunjukkan demam, menggigil, dan nyeri. Pasien lain, terutama pasien tua,

hanya menunjukkan gejala nyeri dan ikterus atau gejala yang minimal. Sebagian kecil pasien

dapat mengalami renjatan sepsis atau septic syok. Pada kolangitis, yang khas terjadi adalah

gejala intermiten yang menunjukkan obstruksi parsial intermiten. Nyeri abdomen yang

muncul khas, seperti pada batu kandung empedu, yakni di kuadran kanan atas atau di

epigastrium dan dapat menjalar ke punggung atau dibawah skapula kanan. Bentuk kolangitis

yang paling berat. Pada pasien ini obstruksi biasanya hebat dan pus mengisi saluran empedu.6

Karakteristik kolangitis berupa leukositosis dan kadar bilirubin serum 2-4 mg/dl

karena obstruksi biasanya tidak total. Bila bilirubin serum di atas 10 mg/dl perlu dicurigai

obstruksi saluran empedu total akibat neoplasma. Fosfatase alkali, gamma GT, dan 5-NT

meningkat mencolok. Tranaminase serum juga meningkat. Pada obstruksi akut dan transien,

tranaminase serum akan meningkat sangat tinggi (lebih dari 10 kali lipat) karena nekrosis

hepatoselular, namu akan menurun dengan cepat dalam 2-3 hari. Diagnosis utama ditegakkan

dengan ultrasonografi di mana ditemukan pelebaran saluran empedu proksimal obstruksi

pada 90% kasus. Batu koledokus tidak selalu tampak pada ultrasonografi. Penyebab lain yang

perlu dipertimbangkan terutama pada pasien tanpa nyeri adalah neoplasma saluran empedu

dari luar oleh kelenjar getah bening di porta hepatis. CT scan juga berguna untuk menentukan

penyebab kolangitis. CT scan digunakan untuk menentukan perluasan neoplasma yang

menyebabkan obstruksi tersebut. Bila terdapat pelebaran saluran empedu, pemeriksaan

kolangiografi langsung seperti ERCP/PTC sangat berguna untuk diagnosis dan terapi.6

Pankreatitis Akut Bilier

Batu empedu yang bermigrasi dari kandung empedu ke duktus koledokus dapat

mengakibatkan pankreatitis akut ketika melalui ampula. Batu tersebut biasanya kecil dan

keluar melalui tinja, kemudian inflamasi mereda. Kadang batu tidak dapat keluar melalui

ampula sehingga pankreatitis menetap dan dapat menjadi berat. Terdapat bukti bahwa lumpur

bilier dapat menyebabkan pankreatitis akut.6

9

Page 10: Ricky

Meningkatnya tekanan dalam duktus pankreatikus dan saluran empedu, serta adanya

refluks cairan empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreatikus berperan dalam

patogenesis pankreatitis akut bilier.6

Pasien dengan pankreatitis batu empedu mempunyai gejala dan hasil laboratorium

serupa dengan pankreatitis karena sebab yang lain. Diagnosis didukung oleh adanya batu di

kandung empedu melalui ultrasonografi. Pada sebagian pasien dengan mikrolitiasis, batu

tampak pada pemeriksaan ultrasonografi, hal ini juga ditemukan pada pasien dengan lumpur

bilier. Harus diingat bahwa kolesistitis akut atau kolangitis dapat juga muncul bersama

dengan pankreatitis bilier. Batu yang sudah lewat atau batu kecil tidak tampak pada USG.

Pelebaran duktus koledokus pada pasien dengan batu kandung empedu merupakan bukti kuat

bahwa pankreatitis tersebut berhubungan dengan batu empedu. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan peningkatan amilase dan atau lipase serum yang mencolok, kelainan

tes fungsi hati berupa peningkatan fosfatase alkali/gama GT, transaminase, dan bilirubin

serum.6

Abses Hati

Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,

jamur, yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier yang ditandai dengan proses

supurasi dengan pembentukan pus, yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, dan

sel darah dalam parenkim hati. Abses hati terdiri dari 2 yaitu; abses hati amebik (AHA) dan

abses hati piogenik (AHP).5

Abses Hati Amebik

Cara penularan umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman yang

tercemar kista atau transmisi langsung pada orang dengan hygiene yang buruk. Sesudah

masuk per oral hanya bentuk kista yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh

asam lambung, kemudian kista pecah keluar trofozoit. Di dalam usus proteolitik yang

dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal msuk ke hati. Amuba kemudian tersangkut

menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim-enzim

proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuklah abses. Di daerah sentralnya

terjadi pencairan yang berwarna cokelat kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan

hati yang nekrotik dan berdegenerasi. Amubanya seperti ditemukan di dalam cairan di bagian

sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebic mengalami infeksi sekunder sehingga cairan

absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.5

10

Page 11: Ricky

Abses Hati Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering terkena abses. Hal ini dapat terjadi dari

penyebaran hematogen maupun seacara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam

rongga peritoneum. Sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati sebenarnya akan menghindari

terinfeksinya hati oleh bakteri yang masuk melalui vena porta. Namu, obstruksi aliran

empedu mempermudah terjadinya proliferasi bakteri. Tekanan dan distensi kanalikuli akan

melibatkan cabang-cabang vena portal dan limfatik dan membentuk formasi mikroabses,

yang kemudian menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik. Lobus

kanan hati lebih sering terjadi abses hati piogenik dibanding lobus kiri, karena lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal, sedangkan lobus kiri

menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.5

Gejala sistematik abses hati piogenik biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik.

Sindrom klinis klasik abses hati berupa nyeri perut kanan atas, ditandai jalan membungkuk ke

depan dengan dua tangan ditaruh diatasnya, demam tinggi, dan dapat terjadi syok.

Manisfestasi utama abses hati piogenik adalah demam (79-98%), nyeri (51-90%), dan

menggigil (30-70%), sedangkan manifestasi utama abses hati amebik adalah demam (87-

99%), nyeri (87-100%), dan anoreksia (83-93,5%). Apabila abses letaknya dekat diafragma,

akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, dan atelektasis

(terutama akibat abses hati amebik). Gejala lain, mual, muntah, anoreksia, berat badan turun,

badan lemah, ikterus, feses seperti kapur, dan urin berwarna gelap.5

Kanker Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas

Kanker hati dan kandung empedu primer merpakan tumor yang relatif jarang terjadi

di Amerika. Akan tetapi, kanker hati primer cukup sering terjadi di Afrika dan Jepang. Kedua

keganasan ini berprognosis yang buruk. Tumor ganas primer di hati ini berasal dari sel

parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma

hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai

kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler mengalami sirosis hati

terutama tipe alkoholik dan pascanekrotik. Pedoman diagnostic yang paling penting adalah

memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati

dalam waktu cepat.8

Neoplasma hati yang paling sering terjadi adalah tumor ganas yang telah mengalami

metastasis dari tempat lain. Metastasis ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50% kematian

akibat kanker. Hal ini terutama benar untuk keganasan saluran cerna, tetapi banyak tumor

11

Page 12: Ricky

lain yang juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermetastasis ke hati (misalnya kanker

payudara, paru-paru, ovarium, dan pankreas). Sebagian besar kanker kandung empedu adalah

adenomakarsinoma, dan sejumlah 90% penderita ini mempunyai batu empedu. Diagnosis

umunya terlambat karena gejala dini timbul lambat dan menyerupai gejala kolesistitis kronis

dan kolelitiasis.8

Kanker pankreas merupakan tumor yang relatif sering terjadi. Sekitar 29.000 orang

meninggal akibat kanker pankreas pada tahun 1999, sehingga jenis kanker ini merupakan

kanker penyebab kematian terbesar keempat (American Cancer Society, 1999). Faktor risiko

utama adalah merokok, insidensi kanker ini pada perokok dua kali lebih tinggi dibandingkan

dengan bukan perokok. Diet yang banyak mengandung daging dan lemak meningkatkan

risiko terjadinya kanker pankreas. Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada

perempuan, dan lebih sering terjadi pada Afro-Amerika daripada penduduk Amerika kulit

putih (American Cancer Society, 2001). Insiden puncak terjadi pada usia lanjut. Sekitar 60%

kasus terjadi di kaput pankreas, biasanya menyumbat saluran empedu dan menyebabkan

ikterus; kandung empedu membesar dan teraba, sedangkan tumor yang berasal dari korpus

dan kauda sering tetap tenang sampai perjalanan klinis lanjut sekali. Gejala dan tanda lain

adalah sakit perut, berat badan menurun, anoreksia, dan mual. Diagnosis mungkin sulit

dibedakan dari pankreatitis kronis. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT-scan,

USG, ERCP, dan pencitraan lain. Biopsi aspirasi jarum halus dan kolangiografi transhepatik

perkutaneus merupakan beberapa prosedur yang digunakan untuk diagnosis tumor. Beberapa

penanda tumor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis adalah CA-19, CA-50,

enzim karsinoembrionik (CEA), dan lain-lain (Lott,1997). Diagnosis sulit ditegakkan,

sehingga tumor biasanya tidak ditemukan kecuali bila telah menyebar terlalu luas sehingga

tidak dapat dilakukan reseksi lokal. Kemungkinan hidup rata-rata setelah penegakan

diagnosis kanker hati, kandung empedu, atau pankreas adalah kurang dari 1 tahun.8

Epidemiologi

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan semakin bertambah seiring

meningkatnya usia. Prevalensi batu empedu bervariasi di berbagai negara dan di antara

kelompok ras yang berbeda pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti diet, obesitas,

penurunan berat badan, dan aktivitas fisik yang rendah juga mempengaruhi insiden batu

empedu.6

Rasio pasien wanita berbanding pria sebesar 3:1 pada kelompok usia produktif dan

berkurang menjadi <2:1 pada usia di atas 70 tahun. Hal ini dikarenakan adanya estrogen

12

Page 13: Ricky

endogen yang menghambat konversi enzimatik kolesterol menjadi asam empedu sehingga

menambah saturasi kolesterol dalam cairan empedu. Kehamilan menambah risiko batu

empedu. Progesteron menyebabkan gangguan pengosongan kandung empedu dan bersama

estrogen meningkatkan litogenesis cairan empedu pada kehamilan. Pemberian estrogen secara

farmakologis juga menambah risiko pembentukan batu empedu.6

Tabel 1. Faktor risiko batu empedu.6

- Bertambahnya usia- Wanita- Kehamilan- Estrogen- Obesitas- Ras (misalnya penduduk asli Amerika)- Sirosis- Anemia hemolitik

(misalnya anemia bulan sabit atau sickle cell anemia, sferositosis herediter)

- Nutrisi parenteral total

Pasien dengan ileitis luas atau riwayat reseksi ileum yang disertai gangguan sirkulasi

enterohepatik memiliki risiko tinggi pembentukan batu empedu karena hilangnya asam

empedu yang berlebihan.6

Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu, dibuktikan dengan

prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai bangsa dan ras tertentu.

Prevalensi paling mencolok ada pada suku Indian Pima di Amerika Utara (>75 %), Chili dan

Kaukasia di Amerika Serikat, lalu dilanjutkan penduduk Swedia, Jerman, dan Austria diikuti

oleh New Zealand, Inggris, Norwegia, Irlandia, serta Yunani. Prevalensi terendah ada pada

orang Asia di Singapura dan Thailand. Batu pigmen lebih umum di Asia dan Afrika.

Walaupun demikian, akhir-akhir ini insiden batu kolesterol meningkat di Asia dan Afrika,

terutama di Jepang ketika terjadi westernisasi pola diet dan gaya hidup.6

Etiologi

Penyebab koledoklitiasis sama seperti kolelitiasis, yaitu adanya faktor predisposisi

terjadinya batu empedu. Faktor predisposisi itu antara lain; perubahan komposisi empedu

(sangat jenuh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi kandung empedu

atau spasme sfingter oddi), dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai pusat

presipitasi/pengendapan) kandung empedu. Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari batu

13

Page 14: Ricky

di kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus koledokus, atau dapat juga

berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus itu sendiri.5

Patofisiologis

Banyak faktor yang berperan pada patogenesis batu empedu serta terdapat perbedaan

antara patogenesis batu kolesterol dan batu pigmen. Perlu dipahami fisiologi produksi dan

aliran empedu terlebih dahulu sebelum membahas patogenesis batu empedu reseptor.6

Fisiologi Produksi dan Aliran Empedu

Cairan empedu diproduksi oleh hati sebanyak 500-600 mL per hari yang kemudian

dialirkan ke dalam kandung empedu dan disimpan di sana. Cairan empedu hati bersifat

isotonik dan mengandung elektrolit yang memiliki komposisi serupa dengan komposisi

elektrolit plasma. Namun, komposisi elektrolit cairan empedu yang berada dalam kandung

empedu berbeda dengan empedu hepar karena banyak anion inorganik (klorida dan

bikarbonat) dan air direabsorpsi melalui epitel kandung empedu sehingga konsentrasi cairan

empedu meningkat dari 3-4 g/dL menjadi 10-15 g/dL di kandung empedu.6

Bahan utama yang terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80 %)

serta fosfolipid dan kolesterol yang tidak teresterifikasi (4 %). Lesitin adalah fosfolipid utama

yang terdapat dalam cairan empedu, meskipun ditemukan pula lisolesitin dan fosfatidil

etanolamin dalam persentase kecil. Fosfolipid akan terhidrolisis di usus dan tidak ikut serta

dalam siklus enterohepatik.6

Sebaliknya, asam empedu masuk ke dalam siklus enterohepatik, kecuali asam

litokolat. Beberapa asam empedu yang utama adalah asam kolat (cholic acid) dan asam

kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid).6

Asam itu terkonjugasi dengan glisin dan taurin, dan di lumen kolon diubah oleh

bakteri menjadi asam empedu sekunder (asam deoksikolat dan asam litokolat). Asam

litokolat hampir tidak ditemukan dalam cairan empedu, karena asam ini tidak masuk dalam

siklus enterohepatik. Asam empedu merupakan molekul menyerupai deterjen dan dapat

melarutkan substansi yang pada dasarnya tidak dapat larut dalam air, misalnya kolesterol.

Pada konsentrasi dua milimolar, molekul asam empedu akan beragregasi membentuk agregat

yang disebut misel (micelle). Kelarutan kolesterol dalam cairan empedu tergantung pada

konsentrasi kolesterol itu sendiri dan perbandingan antara asam empedu dan lesitin.

Perbandingan yang normal akan melarutkan kolesterol, sedangkan perbandingan yang tidak

normal menyebabkan presipitasi kristal kolesterol dalam cairan empedu. Hal’ini merupakan

14

Page 15: Ricky

salah satu faktor awal terbentuknya batu kolesterol. Tubuh manusia menghemat asam

empedu dengan efisien melalui sirkulasi enterohepatik.6

Asam empedu, baik yang tidak terkonjugasi maupun yang terkonjugasi, diabsorpsi

secara pasif di sepanjang lumen usus, namun transpor aktif memegang peranan yang lebih

penting dalam konservasi asam empedu. Transpor aktif ini terutama terjadi di ileum distal.

Asam empedu yang terabsorpsi memasuki aliran portal dan diambil kembali oleh hepatosit,

kemudian direkonjugasi dan diresekresi. Dalam keadaan normal, asam empedu mengalami

sirkulasi enterohepatik sebanyak 5-10 kali dalam sehari. Absorpsi asam empedu melalui

lumen usus sangat efisien sehingga asam empedu yang terbuang dalam feses hanya sekitar

0,3-0,6 g tiap harinya, dan jumlah tersebut akan diganti oleh sintesis de novo asam empedu di

hepar. Asam empedu yang kembali ke hati melalui sirkulasi enterohepatik akan menghambat

sintesis de novo tersebut. Sebaliknya interupsi sirkulasi enterohepatik akan meningkatkan

sintesis asam empedu.6

Dalam keadaan puasa, tekanan sfingter Oddi meningkat sehingga menghambat aliran

empedu dan duktus koledokus ke duodenum. Hal ini mencegah refluks isi duodenum ke

duktus koledokus dan juga memfasilitasi, pengisian kandung empedu. Sebaliknya

kolesistokinin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum sebagai respons terhadap asupan

lemak dan asam amino memfasilitas: pengosongan kandung empedu.6

Kolesistokinin menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi

sehingga cairan empedu dapat mengalir dari kandung empedu ke dalam duodenum.6

Batu Kolesterol

Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol ialah supersaturasi

kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, dan disfungsi kandung empedu.6

Supersaturasi Kolesterol

Kolesterol disekresi dalam bentuk vesikel fosfolipid unilamelar. Pada cairan empedu

normal, vesikel ini larut dalam misel yang permukaan luarnya bersifat hidrofilik.6

Bagian dalam misel bersifat hidrofobik, dan kolesterol diinkorporasikan pada interior

misel tersebut. Bila cairan empedu jenuh dengan kolesterol atau bila konsentrasi asam

empedu rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor oleh misel sehingga vesikel

kolesterol tertinggal dan cenderung beragregasi membentuk inti kristal.6

Supersaturasi kolesterol dapat terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan,

dan atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor risiko hipersekresi kolesterol bilier adalah

15

Page 16: Ricky

obesitas (umumnya berhubungan dengan hiperlipoproteinemia yang meningkatkan sintesis

kolesterol), kadar estrogen (meningkatkan reseptor lipoprotein B dan E sehingga ambilan

kolesterol oleh hepar juga meningkat), kadar progesteron yang (menghambat konversi

kolesterol menjadi kolesterol ester), kehilangan berat badan dalam waktu cepat (mobilisasi

kolesterol jaringan), dan defek genetik.6

Konsentrasi kolesterol empedu disebutkan tidak berkorelasi dengan konsentrasi

kolesterol plasma. Namun, banyak penelitian yang mengimplikasikan adanya hubungan

antara kadar kolesterol plasma dengan kolesterol empedu. Salah satu penelitian tersebut

menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara sindrom metabolik (peningkatan kadar

kolesterol darah adalah salah satu komponennya) dan terbentuknya batu empedu. Pendapat

atau keyakinan klasik menyatakan bahwa batu kolesterol umumnya terdapat pada perempuan

(female), dan gemuk (fatty) yang berada dalam masa subur (fertile), serta berusia di atas 40

tahun (forty).6

Tampaknya faktor kegemukan dari konsep ini relevan hingga saat ini, sehubungan

dengan meningkatnya prevalensi obesitas dan sindrom metabolik. Akhir-akhir ini, banyak

studi yang meneliti hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik dengan risiko

terbentuknya batu kolesterol. Dalam sebuah penelitian di Spanyol, dinyatakan bahwa

resistensi insulin meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu. Hal itu karena kondisi

tersebut membantu terbentuknya cairan empedu yang jenuh akan kolesterol.6

Sebuah studi prospektif menyatakan bahwa obesitas abdominal, lingkar pinggang, dan

rasio antara lingkar pinggang dan panggul memprediksi risiko timbulnya batu empedu,

terlepas dari indeks massa tubuh. Masih berhubungan dengan obesitas, hiperleptinemia dan

hipoadiponektinemia tampaknya terlibat aalam patogenesis batu kolesterol, namun hubungan

kausalnya masih perlu diselidiki. Supersaturasi kolesterol bukan satu-satunya faktor yang

berperan dalam patogenesis batu kolesterol karena supersaturasi kolesterol sering kali

ditemukan dalam kandung empedu tanpa batu kolesterol.6

Nukleasi Kolesterol

Terbentuknya inti kristal kolesterol monohidrat penting dalam terbentuknya batu

kolesterol. Disebutkan bahwa nukleasi kristal kolesterol lebih berperan dalam pembentukan

batu kolesterol dibanding supersaturasi kolesterol karena tidak semua kandung empedu yang

mengalami supersaturasi kolesterol mengandung batu kolesterol.6

Vesikel kolesterol yang mempunyai rasio kolesterol- fosfolipid yang tinggi,

beragregasi dan membentuk kristal dengan cepat. Vesikel ini terdapat dalam kandung

16

Page 17: Ricky

empedu. Vesikel kolesterol dalam cairan erapedu hepar lebih stabil dan tahan terhadap

nukleasi karena perbandingan kolesterol dan fosfolipid yang rendah.6

Berbagai penelitian dalam dekade terakhir berhasil mengidentifikasi protein yang

berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, α1-acid glycoprotein, α1-

antikimotripsin, dan fosfolipase C. Protein tersebut kadarnya meninggi secara signifikan pada

kandung empedu dengan batu dibanding kandung empedu dengan supersaturasi kolesterol

tanpa batu empedu. Musin adalah protein pronukleasi yang sejauh ini paling banyak diteliti.

Protein ini mempercepat kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol

multilamelar yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.6

Disfungsi Kandung Empedu

Disfungsi kandung empedu mencakup perubahan pada epitel mukosa dan dismotilitas

kandung empedu. Kedua hal ini tampaknya saling berhubungan. Kontraksi kandung empedu

yang tidak baik menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu tersebut merupakan faktor risiko

terbentuknya batu empedu karena musin akan terakumulasi seiring dengan lamanya cairan

empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental lalu

viskositas yang tinggi akan mengganggu pengosongan kandung empedu.6

Probabilitas terbentuknya kristal akan meningkat dengan adanya stasis : empedu;

Hidrolisis bilirubin terkonjugasi dalam kandung empedu akan menghasilkan bilirubin tak

terkonjugasi yang dapat mengendap dengan kalsium. Perubahan pada mukosa kandung

empedu diketahui mempengaruhi fungsi kandung empedu. Kandung empedu dengan batu

kolesterol memiliki kontraktilitas yang terganggu, kandungan kolesterol membran yang

meningkat dan rasio kolesterol-fosfolipid yang tinggi bila dibandingkan dengan kandung

empedu dengan batu pigmen. Sebuah studi menyatakan bahwa terdapat disfungsi reseptor

kolesistokinin pada membran sel mukosa kandung empedu dengan batu kolesterol. Ikatan

hormon tersebut pada reseptornya hanya sekitar 60 %, sedangkan pada kandung empedu

dengan batu pigmen, ikatan tersebut mencapai 100 %.6 Hal tersebut tampaknya disebabkan

oleh difusi dan inkorporasi kolesterol dari cairan empedu yang jenuh kolesterol ke membran

sel sehingga kandungan kolesterol sel mukosa kandung empedu meningkat dan mengacaukan

fungsinya secara keseluruhan.6

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan hipomotilitas kandung empedu antara

lain nutrisi parenteral total yang berkepanjangan, cedera medula spinalis, kehamilan,

penggunaan kontrasepsi oral, diabetes melitus, dan pengobatan dengan oktreotid.

17

Page 18: Ricky

Lumpur Bilier (Biliary Sludge)

Lumpur bilier adalah suatu suspensi yang terbentuk dari presipitat kalsium bilirubinat,

kristal kolesterol, dan mukus. Adanya lumpur bilier menandakan dua abnormalitas, yakni

keseimbangan sekresi dan eliminasi musin yang terganggu serta adanya nukleasi bahan

terlarut dalam cairan empedu.6

Lumpur bilier seperti halnya dengan batu kolesterol, sering dijumpai pada kondisi

yang menyebabkan hipomotiltas kandung empedu maupun supersaturasi kolesterol, misalnya

kehamilan dan nutrisi parenteral total yang berkepanjangan. Lumpur bilier jelas merupakan

prekursor batu kolesterol, namun tidak pada semua kasus lumpur bilier berevolusi menjadi

batu kolesterol.6

Batu Pigmen

Dinamakan batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam

jumlah yang bermakna dan mengandung < 50 % kolesterol. Terdapat dua macam batu

pigmen yang dikenal, yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen cokelat.6

Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat, kalsium karbonat, kalsium

fosfat, glikoprotein musin, dan sedikit kolesterol. Faktor risiko terbentuknya batu pigmen

hitam, antara lain hemolisis, sirosis hepatis, dan usia tua. Terbentuknya batu pigmen ini

didasarkan pada konsep pengendapan bilirubin. Bilirubin terkonjugasi mempunyai kelarutan

yang tinggi sehingga garam kalsium- biurubin mono atau diglukuronida mudah larut dalam

cairan empedu. Sebaliknya, bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dan dapat disimpulkan

bilirubin jenis itulah yang mengendap pada batu pigmen. Bilirubin tak terkonjugasi juga

rentan terhadap presipitasi oleh kalsium. Bilirubin tak terkonjugasi sebenarnya terdapat

dalam jumlah yang sangat kecil dalam cairan empedu, yaitu hanya sekitar 1%.6

Oleh sebab itu, tampaknya kandung empedu sendiri memiliki mekanisme yang

meningkatkan solubilitas bilirubin tak terkonjugasi tersebut. Kelainan hemolitik

menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi dalam jumlah besar sehingga lebih kondusif terhadap

pembentukan batu pigmen hitam.6

Batu pigmen cokelat berbeda dari batu pigmen hitam. Bila batu pigmen hitam hampir

selalu terbentuk di kandung empedu, batu pigmen cokelat dapat terbentuk di saluran empedu,

bahkan setelah kolesistektomi. Seperti batu pigmen hitam, insiden batu pigmen cokelat juga

meningkat pada usia tua, dan sedikit lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki.6

Faktor predisposisi lainnya ialah infeksi dan kelainan anatomis saluran empedu,

misalnya penyakit Caroli yano cenderung mengakibatkan stasis aliran empedu. Kelainan

18

Page 19: Ricky

hemolitik bukan merupakan faktor predisposisi batu pigmen cokelat. Batu pigmen cokelat

dan hitam sama-sama mengandung garam kalsium dan bilirubin tak terkonjugasi, tetapi batu

pigmen cokelat hanya sedikit sekali mengandung kalsium karbonat maupun fosfat. Yang

menarik dari batu pigmen cokelat ialah komposisi asam lemak bebasnya yang cukup besar,

terutama asam palmitat dan stearat.6

Adanya asam lemak tersebut dalam batu pigmen cokelat menyokong hipotesis bahwa

batu pigmen cokelat terbentuk karena infeksi dan stasis. Hal itu disebabkan fosfolipase

bakteri umumnya menghasilkan asam palmitat dan stearat dari pemecahan lesitin.6

Patogenesis Batu Empedu

Batu di kandung empedu umumnya tidak menunjukkan gejala (silent gall stones)

kecuali bila batu tersebut bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke dalam duktus

koledokus. Sekitar 60-80% kasus batu empedu tidak bergejala atau asimptomatik. Waktu

yang diperlukan untuk timbulnya batu empedu bervariasi. Pada pasien dengan nutrisi total

parenteral atau pada orang gemuk dengan penurunan berat badan yang cepat, intervalnya

hanya dalam hitungan minggu.6

Pada suku Indian Pima, progresi dari empedu yang supersaturasi dengan kolesterol

hingga pembentukan batu empedu berkisar antara 5-10 tahun. Bila batu empedu telah

terbentuk, faktor risiko untuk timbulnya gejala tidak diketahui, namun jumlahnya relatif

kecil. Sebaliknya, sekali timbul gejala, risiko berlanjutnya masalah relatif tinggi, yakni 58-72

%. Lebih dari 90 % komplikasi, seperti olesistitis, kolangitis, dan pankreatitis, didahului oleh

serangan nyeri. Komplikasi yang paling sering adalah gangren dan perforasi kandung empedu

yang terjadi pada 40% kasus kolesistitis akut.6

Migrasi batu ke dalam leher kandung empedu akan menyebabkan obstruksi duktus

sistikus sehingga terjadi iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan empedu yang

tertinggal yang diikuti oleh invasi bakteri. Hal ini akan mengakibatkan kolesistitis akut atau

kronik. Kolesistitis akut dapat perlahan-lahan menyembuh atau berkembang ke arah gangren

akut dan perforasi kandung empedu atau ke arah empiema. Akibat perforasi tergantung dan

hubungan anatomi dengan struktur di dekatnya. Batu tersebut dapat terlokalisasi dan

membentuk abses, dapat pula berupa perforasi bebas dengan pentonitis, atau dapat

berhubungan dengan organ berongga dan timbul fistula.6

Perforasi lokal dengan tumpahannya yang dibatasi dan tertutup rapat oleh omentum

serta melekat dengan organ di sebelahnya merupakan bentuk perforasi yang paling sering

ditemukan. Perforasi tersebut menyebabkan terbentuknya abses perikolesistik. Bila serangan

19

Page 20: Ricky

akut mereda secara spontan, perubahan inflamasi yang kronik menetap, diikuti dengan

eksaserbasi akut. Kolesistitis kronik dapat berlangsung tenang, tetapi biasanya terdapat gejala

dispepsia. Batu empedu dapat bermigrasi dari kandung empedu yang meradang secara akut

atau kronik ke organ di dekatnya. Batu dapat juga keluar melalui tinja atau tersangkut di

saluran makanan dan menyebabkan ileus batu empedu, biasanya batu berdiameter > 2,5 cm

dan tersangkut di valvula ileosekal. Batu yang memasuki duktus koledokus dapat

menyebabkan obstruksi duktus koledokus dengan ikterus intermiten, kolangitis atau

pankreatitis akut bilier bila menyumbat papila vateri, terutama batu kecil (mikrolitiasis).6

Kolangitis yang terjadi dapat naik ke hati dan menimbulkan abses. Bila kandung

empedu perforasi ke usus halus di dekatnya, serangan kolesistitis akut sering mereda karena

dekompresi organ yang meradang.6

Silent Gall Stones

Batu kandung empedu dapat timbul tanpa gejala dan terdiagnosis secara kebetulan

dengan ultrasonografi selama pemeriksaan untuk alasan lain, misalnya pemeriksaan

kesehatan berkala. Batu tersebut umumnya dibiarkan saja. Pada pengamatan selanjutnya pada

pasien ini, hanya sebagian kecil yang akan menunjukkan gejala. Pada suatu penelitian, hanya

sekitar 10 %- dari batu empedu yang asimptomatik akan timbul gejala dalam lima tahun dan

hanya 5 % yang memerlukan tindakan bedah. Hanya pada sekitar 50 % pasien batu empedu

simptomatik dilakukan kolesistektomi dalam kurun waktu 6 tahun setelah didiagnosis.6

Pasien batu empedu tampaknya dapat menolerasi gejalanya selama periode waktu

yang cukup lama dan lebih memilih tanpa kolesistektomi. Umumnya, gejala yang timbul

bersifat emergensi. Kolesistektomi profilaktif dan dengan alasan untuk mencegah kanker

kandung empedu tidak boleh dilakukan karena risikonya kecil dan lebih kecil dibanding

kolesistektomi.6

Kolik Bilier

Kebanyakan batu di kandung empedu (hampir 80 %) asimtomatik dan ditemukan

secara tidak sengaja oleh pemeriksaan pencitraan atau selama pemeriksaan untuk alasan yang

lain. Kolik bilier adalah simtom yang paling spesifik dan keluhan utama pada 70-80 % pasien

yang simtomatik. Gejala yang timbul adalah akibat obstruksi atau inflamasi karena batu

tersebut migrasi ke leher kandung empedu dan menyumbat duktus sistikus atau ke duktus

koledokus. Kolik ini dirasakan di kuadran kanan atas atau epigastrium yang dapat menjalar

ke punggung bagian kanan atau bahu kanan.6

20

Page 21: Ricky

Nyeri ini bersifat episodik dan dapat dicetuskan oleh makan makanan berlemak atau

oleh makan besar. Nyeri dapat juga timbul tanpa suatu pencetus dan sering timbul malam

hari. Terkadang nyeri dapat dirasakan di daerah substernal atau prekordial sehingga dapat

salah diinterpretasikan sebagai iskemia miokard. Kadang nyeri dapat dirasakan di kuadran

kiri atas abdomen. Nyeri timbul karena spasme di sekitar duktus sistikus yang tersumbat.

Nyeri kolesistitis akut disebabkan oleh peradangan dinding kandung empedu. Kolik bilier

dimulai tiba-tiba dan intensitasnya meningkat tajam dalam waktu 15 menit ke suatu piatu

yang menetap selama 3-5 jam.6

Nyeri batu empedu bersifat menetap dan tidak bergelombang sehingga istilah kolik

bilier kurang tepat. Nyeri mereda perlahan-lahan. Pada suatu episode nyeri yang lebih dari 5

jam perlu dicurigai adanya kolesistitis. Episode nyeri bilier sering disertai dengan mual dan

muntah-muntah, pasien biasanya gelisah dan tidak bisa mendapatkan posisi yang nyaman,

interval antar serangan tidak dapat diprediksi dan dapat berlangsung mingguan bulanan atau

tahunan. Kolik bilier harus dapat dibedakan dengan dispepsia nonspesifik. Hal ini

dikarenakan keluhar flatulens, pirosis, erofagia, rasa tidak nyaman yang samar di perut, dan

intoleransi terhadap makanan berlemak merupakan keluhan yang umumnya ditemukan pada

banyak pasien selain kolelitiasis.6

Kemampuan untuk membedakan kolik bilier yang sesungguhnya dari gejala abdomen

nonspesifik secara bermakna berpengaruh pada keberhasilan menangani penyakit batu

empedu. Sebagai contoh, kolesistektomi yang dilakukan pada kolik bilier yang disebabkan

batu empedu biasanya kuratif, tetapi gejala sering menetap bila kolesistektomi dilakukan

pada pasien dengan dispepsia nonspesifik dan kolelitiasis.10 Peningkatan kadar bilirubin

serum dan atau fosfatase alkali mengarah pada kecurigaan batu duktus koledokus. Demam

atau menggigil dengan nyeri bilier biasanya menunjukkan suatu penyulit, seperti kolesistitis,

pankreatitis, atau kolangitis.6

Batu ada di saluran empedu dapat bersifat primer (de novo, terbentuk di saluran

empedu). Batu saluran empedu primer adalah batu pigmen cokelat. Batu saluran empedu

dapat ditemukan di sepanjang traktus biliar, baik di duktus koledokus, duktus hepatikus,

bahkan di duktus intrahepatik. Disebutkan bahwa batu saluran empedu terbentuk karena

adanya pecentus stasis aliran empedu, misalnya kelainan anatomis, seperti penyakit Caroli

dan striktur duktus koledokus. Stasis aliran empedu adalah fasilitator presipitasi kristal

pigmen maupun kolesterol. Meski demikian, matoritas pasien dengan batu saluran empedu

tidak mempunyai kelainan tersebut. Perjalanan batu saluran empedu tidak terlalu diketahui.

21

Page 22: Ricky

Banyak batu di koledokus ditemukan secara tidak sengaja dan tidak menimbulkan gejala.

Seberapa sering batu tersebut lolos ke duodenum juga tidak diketahui. Lama batu dapat

berdiam di saluran empedu hingga menimbulkan gejala tidak diketahui.5

Manifestasi Klinis

Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena batu tersebut

berlaku sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu koledokus dapat

silent dan tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, kolik bilier,

mual, muntah mirip dengan kolelitiasis disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa

ikterus paling sering. Kelainan laboratorium berupa peningkatan fosfatase alkali, gamma GT,

serta peningkatan transaminase serum. Pada penyumbatan yang transien dari papilla vater,

transaminase serum bisa meningkat secara mencolok. Derajat obstruksi bilier berkorelasi

dengan derajt ikterus yang timbul. Cairan empedu yang tergenang mudah terkena infeksi

yang kemungkinan berasal dari usus. Cairan empedu menjadi opak dan cokelat gelap (lumpur

bilier). Kadang infeksi timbul lebih akut dan cairan empedu menjadi purulen. Duktus

koledokus menebal dan melebar, kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu

intrahepatik dan menimbulkan abses hati, dan pancreatitis bilier. Batu yang terjepit atau lewat

melalui ampula Vater dapat menimbulkan pancreatitis akut atau kronik.6

Penatalaksanaan

Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius karena itu harus

dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut

endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskopi

dimasukan melaui mulut, kerongkongan, lambung, dan duodenum. Zat kontras radiopak

masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada

sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran

akan berpindah ke usus halus dan dikeluarkan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah

berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1000 penderita yang meninggal

dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi

terbuka. Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah perdarahan, pancreatitis akut dan

perforasi atau infeksi saluran empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali

dan batu empedu dapat timbul lagi.5

Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa

prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan

22

Page 23: Ricky

litotripsi mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave lothitripsy, atau ESWL. Bila

usaha pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent

bilier perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang di dalam

saluran empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan

drainase empedu.5

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:7

a) Kolesistitis akut: biasanya dipresipitasi oleh obstruksi duktus sistikus akibat kalkulus.

b) Kolesistitis kronis: inflamasi kronis menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung

empedu; biasanya menjadi menyusut, dan tidak berfungsi.

c) Obstruksi saluran bilier: sekunder akibat perjalanan kalkulus ke dalam duktus bilier

komunis (koledokolitiasis) dengan jaundice obstruktif.

d) Pankreatitis akut: terdapat hubungan yang kuat dengan batu empedu. Batu pada ujung

bawah duktus bilier komunis tidak hanya merusak drainase pankreas, namun juga

menimbulkan refluks empedu ke dalam duktus pankreas.

e) Ileus batu empedu: terjadi ketika batu empedu mengalami ulserasi ke dalam duo-

denum melalui fistula dan menyebabkan obstruksi usus halus akibat impaksi batu.

f) Karsinoma kandung empedu: jarang, namun biasanya berhubungan dengan kalkulus

kandung empedu.

g) Empiema: setelah batu empedu terjepit di dalam duktus sistikus, akan terjadi distensi

dan inflamasi, dengan kandungan purulen pada kandung empedu.7

Pencegahan

Untuk mencegah terbentuknya batu pada saluran empedu sebaiknya mengurangi

konsumsi alkohol, menghindari obat yang mengandung estrogen, dan mengurangi konsumsi

makanan yang mengandung kolesterol.

Prognosis

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi

mekanik berupa sirosis bilier sekunder, dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut.5

23

Page 24: Ricky

Penutup

Penyakit batu empedu merupakan penyakit gangguan pada kandung empedu dan

saluran empedu, di mana pada makalah ini dipusatkan pada duktus koledokus yang disebut

koledokolitiasis. Batu yang terdapat pada duktus ini biasanya berasal dari kandung empedu

dengan jenis batu yang sama. Ciri khas penyakit ini adalah nyeri di bagian abdomen kanan

atas dan menjalar hingga punggung (interskapula) kanan. Selain itu terdapat pula tanda-tanda

iketrus seperti kulit menjadi kuning, urin berwarna seperti air teh, dan tinja berwarna seperti

dempul. Penanganannya adalah dengan bedah atau ERCP. Koledokolitiasis sering

menimbulkan masalah yang sangat serius karena terjadi komplikasi mekanik.

Daftar Pustaka

1. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi ke-

5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 721.

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.

Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008. h.1-9, 15, 64-70.

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.

155.

4. Cahyono JBSB. Batu empedu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2009. h. 54.

5. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas

Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 187-202.

6. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit hati.

Edisi ke-1. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. h. 171-88.

7. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.; 2007. h. 140-1.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: gangguan

hati, kandung empedu, dan pankreas. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 507-8.

24