isi (ricky)
DESCRIPTION
Tugas SPSS, blok 26, semester 6, contoh spss, format spss.TRANSCRIPT
Abstrak
Diabetes Melitus adalah kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat
gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.
Kurangnya aktivitas fisik seseorang dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah. Diketahui juga perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi kadar glukosa darah.
Seseorang dengan jenis kelamin wanita lebih beresiko terhadap diabetes mellitus (DM) tipe 2.
Faktor usia dan Indeks Massa Tubuh (IMT) juga mempengaruhi kadar glukosa darah
seseorang. Semakin tinggi IMT, maka semakin tinggi juga resiko terkena DM.
Kata Kunci : Glukosa darah, usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, aktivitas fisik
Abstract
Diabetes Mellitus is a rise in blood glucose levels, or hyperglycemia due to hormonal
disturbances that cause a variety of chronic complications in the eyes, kidneys, nerves and
blood vessels. There are several factors that cause an increase in blood glucose levels. Lack of
physical activity a person can lead to increased levels of glucose in the blood. Also known
gender differences can affect blood glucose levels. Women has more risk of diabetes mellitus
(DM) type 2. Age and body mass index (BMI) also a factor that affect a person's blood glucose
levels. The higher the BMI, the higher the risk of developing diabetes.
Keywords : Blood glucose, age, sex, Body Mass Index, physical activity
1
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiper-glikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.1
DM biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan
antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi
seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh
darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani
amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan.2
Melihat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia
dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan program
pengendalian DM Tipe 2. DM Tipe 2 bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan
dengan mengendalikan faktor resiko. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe
2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor resiko yang tidak dapat berubah
misalnya jenis kelamin dan umur. Yang kedua adalah faktor resiko yang dapat diubah misalnya
aktivitas fisik dan IMT.3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah adalah faktor resiko
yang meningkatkan kadar gula darah sehingga menyebabkan DM tipe 2. Faktor resiko yang
dapat diubah adalah aktivitas fisik dan IMT. Faktor yang tidak dapat diubah adalah umur dan
jenis kelamin.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisa orang-orang yang memiliki faktor resiko terhadap DM tipe 2.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam masalah ini:
Mengindetifikasi kejadian DM tipe 2.
Mengidentifikasi umur pasien.
Mengidentifikasi IMT pasien.
Mengidentifikasi aktivitas fisik pasien.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
a. Bagi peneliti
Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari teori dengan keadaan dalam
masyarakat.
b. Bagi institusi akademi
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk pembuatan Karya Tulis
Ilmiah lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai masukan bagi rekan dan peneliti
berikutnya untuk melakukan penelitian.
c. Bagi institusi dinas kesehatan
Hasil penelitian dapat memberikan informasi dalam perbaikan, pengembangan
program dan kualitas pelayanan kesehatan terutama tentang faktor-faktor resiko DM
tipe 2.
3
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gulah darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan
atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).2
Beberapa proses patogenik terlibat dalam perkembangan diabetes. Ini berkisar dari
kehancuran autoimun dari sel b pankreas dengan kekurangan insulin akibat kelainan yang
menghasilkan resistensi terhadap aksi insulin. Dasar dari kelainan pada karbohidrat, lemak, dan
protein pada diabetes adalah kurangnya aksi insulin pada jaringan target. Defisiensi aksi insulin
dihasilkan dari kurangnya sekresi insulin dan/atau tidak adanya respon jaringan terhadap insulin
pada satu atau beberapa titik pada jalur kompleks dari aksi hormone. Kerusakan pada sekresi
insulin dan kelainan pada aksi insulin sering terdapat pada pasien yang sama, dan sering tidak
jelas kelainan yang mana adalah penyebab utama dari hiperglikemia.2
Gejala klasik diabetes antara lain poliuria (sering berkemih), polidipsia (sering haus),
polifagia (sering lapar), dan berat badan turun. Gejala lain yang biasanya ditemukan pada saat
diagnosis antara lain: adanya riwayat penglihatan kabur, gatal-gatal, neuropati perifer, infeksi
vagina berulang, dan kelelahan. Meskipun demikian, banyak orang tidak mengalami gejala
apapun pada beberapa tahun pertama dan baru terdiagnosis pada pemeriksaan rutin.Pasien
dengan diabetes melitus tipe 2 jarang datang dalam keadaan koma hiperosmolar nonketotik
(yaitu kondisi kadar glukosa darah sangat tinggi yang berhubungan dengan menurunnya
kesadaran dan tekanan darah rendah).4
2.1.2 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya .
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak
4
dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana
dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara
standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu
dibandingkan dengan cara konvensional.5
2.2 Gula Darah
2.2.1 Pengertian Gula Darah
Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah. Kadar gula
darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat menggunakan pemeriksaan gula
darah kapiler dengan glucometer.1
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting yang kebanyakan diserap ke dalam aliran
darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah bahan
bakar utama dalam jaringan tubuh serta berfungsi untuk menghasilkan energi.9 Kadar glukosa
darah sangat erat kaitannya dengan penyakit DM. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dL yang disertai dengan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.1
2.2.2 Mekanisme Pembentukan Gula Darah
Glukosa merupakan hasil akhir dari pencernaan dan diabsorsi secara keseluruhan
sebagai karbohidrat. Kadar glukosa darah bervariasi dengan daya penyerapan, glukosa dalam
darah menjadi lebih tinggi setelah makan dan akan terjadi penurunan jika tidak ada makanan
yang masuk dalam beberapa jam. Glukosa dapat keluar masuk ke dalam sel dan digunakan
sebagai sumber energi, glukosa di simpan sebagai glikogen dalam jaringan dan sel hati oleh
insulin yaitu hormon yang disekresi oleh pankreas. Glikogen akan diubah kembali menjadi
glukosa jika tubuh tidak ada makanan yang masuk sebagai energi oleh glukogen yaitu hormone
lain yang dihasilkan oleh pankreas dan hormone adrenalin yang disekresi oleh kelenjar
adrenalin.6
2.2.3 Pengukuran Kadar Gula Darah
Pengukuran kadar gula darah terdapat beberapa pemeriksaan, menurut jenis
pemeriksaan kadar gula darah ada beberapa jenis yaitu gula darah puasa, pemeriksaan gula
5
darah dimana pasien sebelum pengambilan darah dipuasakan selama 10-14 jam, gula darah
sewaktu, pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memperhatikan waktu terakhir pasien
makan. Gula darah 2 jam, pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkan, karena
makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka waktu 2 jam,
sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk istirahat tenang tidak melakukan kegiatan yang
berat dan tidak merokok.4
2.3 Faktor Resiko Peningkat Gula Darah
2.3.1 Hubungan Umur dengan Gula Darah
Proses menjadi tua adalah keadaan alamiah yang tidak dapat dihindarkan. Yang
dimaksud dengan usia lanjut (lansia) di negara barat pada umumnya adalah umur 65 tahun ke
atas sedang untuk orang di Indonesia adalah umur 60 tahun ke atas. Usia lebih dari 45 tahun
merupakan golongan umur dewasa tua. Diabetes Mellitus pada pasien > 45 tahun umumnya
adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Prevalensi Diabetes Mellitus makin meningkat dengan
lanjutnya usia. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan umur usia dewasa tua – usia lanjut
diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada batas yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus pada orang dewasa non usia intoleransi glukosa pada
usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya massa otot, penyakit
penyerta, penggunaan obat-obatan, disamping karena pada usia lanjut terjadi penurunan
sekresi insulin dan insulin resisten.7
Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut/dewasa tua disebabkan beberapa hal,
antara lain sebagai berikut :7
1. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.
2. Perubahan-perubahan karena usia lanjut sendiri yang berkaitan dengan resistensi
insulin, akibat berkurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
3. Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
4. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stres, operasi dan istirahat lama.
5. Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
6. Adanya faktor keturunan.
6
2.3.2 Hubungan Obesitas dengan Gula Darah
Obesitas didefenisikan sebagai penimbunan lemak berlebihan dalam jaringan tubuh.
Penimbunan ini dapat terjadi di seluruh tubuh atau di tempat-tempat tertentu misalnya di daerah
perut yang lebih sering disebut sebagai obesitas sentral atau obesitas abdominal. Salah satu
cara untuk mengukur distrubusi lemak dalam tubuh adalah dengan metode antropometri, yaitu
dengan mengukur IMT untuk menentukan obesitas seluruh tubuh, dan lingkar pinggang serta
rasio lingkar pinggang-panggul untuk menentukan obesitas sentral. Pada penderita obesitas
diketahui terjadi berbagai gangguan metabolisme diantaranya diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, penyakit jantung, dan batu empedu. Besarnya risiko menderita penyakit-penyakit ini
sebanding dengan besar penumpukan lemak yang terjadi.5
Pada penyakit diabetes mellitus tipe 2, peranan obesitas dijelaskan dalam berbagai
teori. Salah satu teori menyebutkan bahwa sel-sel lemak yang mengalami hipertrofi
menurunkan jumlah reseptor insulin. Teori lain menyebutkan tingginya asam lemak,
peningkatan hormon resistin dan penurunan adiponektin akibat penumpukan lemak pada
penderita obesitas mempengaruhi kerja insulin sehingga dapat menyebabkan tingginya kadar
glukosa darah.5
Berdasarkan penjelasan di atas maka terlihat adanya hubungan antara besarnya
penumpukan lemak dengan peningkatan kadar glukosa darah. Hubungan antara distribusi
lemak tubuh dan risiko timbulnya diabetes mellitus tipe 2 ini telah banyak diteliti di berbagai
negara diantaranya Jepang, Cina, Finlandia dan Amerika Serikat.5
2.3.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Gula Darah
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.8
Pengaruh aktivitas fisik atau olahraga secara langsung berhubungan dengan
peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak otot mengambil glukosa dari
aliran darah). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika
glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan
mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian glukosa
darah.8
7
Pada diabetes melitus tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.
Masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 adalah kurangnya respon terhadap insulin
(resistensi insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas membran
terhadap glukosa meningkat saat otot berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti
insulin. Maka dari itu, pada saat beraktivitas fisik seperti berolahraga, resistensi insulin
berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali gula darah dan penurunan
berat badan pada diabetes melitus tipe 2.8
Manfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada diabetes melitus antara lain
menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi
terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah.8
Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk para penderita diabetes melitus tipe 2 adalah
aktivitas fisik secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit dan sesuai
dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progresive, endurance training). Dan
diusahakan mencapai 75-85% denyut nadi maksimal.8
2.3.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Gula Darah
Penelitian ini menunjukkan perbedaan seks pada tingkatan insulin plasma setelah
pemberian glukosa, tidak jelas disebabkan perbedaan kadar gula darah. Jadi wanita memiliki
rata-rata tingkat insulin lebih tinggi sepanjang tes toleransi, meskipun kadar gula darah rata-rata
mereka lebih tinggi hanya pada 90 dan 120 menit. Perbedaan juga tidak dapat dikaitkan dengan
efek kontrasepsi oral.9
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual
syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes
mellitus tipe2.10
Bab III
Metodologi Penelitian
8
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik Cross Sectional, Variabel
independen adalah umur ibu, rokok, hipertensi, dan pendidikan. Variabel dependen adalah
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah).
Desain penelitian Cross Sectional dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Gambar 1. Desain Cross Sectional Pengaruh Faktor Resiko terhadap Diabetes Melitus
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kebon Jeruk. Penelitian dilakukan
pada bulan Agustus 2015. Alasan ditempat tersebut karena tingginya penderita diabetes
mellitus tipe 2.
3.3. Metode Pengumpulan Data
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada
responden dengan menggunakan questioner, meliputi data umur pasien, akktivitas fisik pasien,
indeks massa tubuh pasien, dan jenis kelamin pasien.
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah
kerja Puskesmas Kebon Jeruk pada bulan Agustus 2015, sebanyak 110 orang.
3.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.2.1 Kriteria Inklusi
9
Populasi
Usia Aktivitas Fisik
IMTJenis Kelamin
Seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 pada daerah Puskesmas Kebon Jeruk yang
menyetujui untuk dilakukan pendataan dan penilaian.
3.4.2.2 Kriteria Ekslusi
Seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 pada daerah Puskesmas Kebon Jeruk yang
menolak untuk dilakukan pendataan dan penilaian.
3.4.3 Sampel
Pengambilan Sampel dengan cara Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian
ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 sejumlah 40 orang dan pasien yang tidak diabetes
mellitus tipe 2 sejumlah 70 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang, yang
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kebon Jeruk.
3.5. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang terdiri dari
empat variabel independen yaitu umur pasien, aktivitas fisik, indeks masa tubuh, dan jenis
kelamin serta satu variabel dependen yaitu diabetes mellitus tipe 2.
3.6 Cara Kerja
Cara pengukuran sampel umur ibu, status sosial ekonomi (pendidikan), budaya ibu
hamil (kebiasaan merokok dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (hipertensi).
3.6.1. Umur Pasien
a. Tidak beresiko, jika kurang dari 45 tahun
b. Beresiko, jika lebih dari sama dengan 45 tahun.
3.6.2. Indeks Massa Tubuh
a. Kurus, jika kurang dari 18,5
b. Normal, jika 18,5 – 24,9
c. Obesitas, jika lebih dari sama dengan 25
3.6.3. Aktivitas Fisik
a. Rendah
b. Sedang
c. Tinggi
3.6.4. Jenis Kelamin
Dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.
3.7. Metode Analisis Data.
10
a. Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan prevalens rasio :
Prevalens rasio DM tipe 2 pada yang memiliki Faktor Resiko dan Tidak Memiliki Faktor
Resiko : a/(a+b): c/(b+d)
Prevalens rasio DM tipe 2 pada yang memiliki Faktor Resiko dan Tidak Memiliki Faktor
Resiko : a/a+c : b/b+d
b. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel
independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.
c. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen
dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05),
sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh
secara signifikan.
Bab IV
11
Hasil Penelitian
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Geografis
Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk terletak di Jalan Raya Kebon Jeruk No 2.
4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Karakteristik Ibu
Dalam penelitian ini karakteristik pasien berupa umur pasien, indeks massa tubuh, aktivitas fisik,
dan jenis kelamin. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Tabel Statistik Jenis Kelamin, Aktivitas Fisik, IMT, Umur, dan Gula Darah Sewaktu.
Statistics
sex aktivitas gds_kategorik imt_kategorik umur_kategorik
N Valid 110 110 110 110 110
Missing 0 0 0 0 0
Mean .4091 1.3909 .1364 1.3364 .4909
Std. Error of Mean .04709 .06470 .03287 .06096 .04788
Median .0000 1.5000 .0000 1.0000 .0000
Mode .00 2.00 .00 1.00 .00
Std. Deviation .49392 .67858 .34474 .63934 .50221
Variance .244 .460 .119 .409 .252
Range 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00
Minimum .00 .00 .00 .00 .00
Maximum 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00
Sum 45.00 153.00 15.00 147.00 54.00
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien
12
Sex
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 65 59.1 59.1 59.1
Laki-laki 45 40.9 40.9 100.0
Total 110 100.0 100.0
Dari tabel diketahui jenis kelamin responden perempuan sebanyak 65 orang (59.1%),
dan responden laki-laki sebanyak 45 orang (40.9%).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pasien
Aktivitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 12 10.9 10.9 10.9
Sedang 43 39.1 39.1 50.0
Tinggi 55 50.0 50.0 100.0
Total 110 100.0 100.0
Dari tabel diketahui aktivitas fisik responden rendah sebanyak 12 orang (10.9%),
aktivitas fisik sedang sebanyak 43 orang (39.1%) dan aktivitas fisik tinggi sebanyak 55 orang
(50.0%).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Gula Darah Sewaktu Pasien
gds_kategorik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <160 95 86.4 86.4 86.4
>=160 15 13.6 13.6 100.0
Total 110 100.0 100.0
Dari tabel diketahui gula darah responden kurang dari 160mg/dL sebanyak 95 orang
(86.4%), dan responden lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 15 orang (13.6%).
Dengan rata-rata gula darah responden 0.1364.
13
Tabel 5. Distribusi Frekuensi IMT Pasien
imt_kategorik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurus 10 9.1 9.1 9.1
Sedang 53 48.2 48.2 57.3
Obesitas 47 42.7 42.7 100.0
Total 110 100.0 100.0
Dari tabel diketahui IMT responden kurus sebanyak 10 orang (9.1%), IMT sedang
sebanyak 53 orang (48.2%) dan IMT obesitas sebanyak 47 orang (42.7%).
Tabel 6. Distrubusi Frekuensi Umur Pasien
umur_kategorik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <45 56 50.9 50.9 50.9
>=45 54 49.1 49.1 100.0
Total 110 100.0 100.0
Dari tabel diketahui usia responden kurang dari 45 tahun sebanyak 56 orang (50.9%),
dan responden berusia lebih dari sama dengan 45 tahun sebanyak 54 orang (49.1%). Dengan
dugaan rata-rata umur pasien adalah 0.4909.
4.3 Analisis Bivariat
4.3.1 Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan Jenis Kelamin
Tabel 7. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan Jenis Kelamin
Crosstab
Count
sex
TotalPerempuan Laki-laki
gds_kategorik <160 56 39 95
>=160 9 6 15
Total 65 45 110
14
Tabel 8. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Jenis Kelamin
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .006a 1 .939
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .006 1 .939
Fisher's Exact Test 1.000 .586
Linear-by-Linear Association .006 1 .939
N of Valid Casesb 110
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Dari table 7, didapatkan responden perempuan dengan gula darah sewaktu kurang dari
160mg/dL sebanyak 56 orang, sedangkan laki-laki yang memiliki gula darah sewaktu kurang
dari 160mg/dL sebanyak 39 orang. Dan responden perempuan dengan gula darah sewaktu
lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 9 orang, sedangkan laki-laki dengan gula darah
sewaktu lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 6 orang.
Pada table 8, dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai P sebesar 0.939.
Maka nilai P > nilai α, yaitu 0.939 > 0.05 yang berarti bahwa Ho diterima.
Ho : Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin pasien.
H1 : Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin pasien.
4.3.2 Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan Aktivitas Fisik
Tabel 9. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan Aktivitas Fisik
Crosstab
Count
Aktivitas
TotalRendah sedang tinggi
gds_kategorik <160 2 39 54 95
>=160 10 4 1 15
Total 12 43 55 110
15
Tabel 10. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Aktivitas Fisik
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 56.706a 2 .000
Likelihood Ratio 40.203 2 .000
Linear-by-Linear Association 37.036 1 .000
N of Valid Cases 110
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.64.
Pada table 9, didapatkan responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki gula
darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 2 orang dan responden dengan aktivitas fisik
sedang yang memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 39 orang,
sedangkan responden dengan aktivitas fisik tinggi yang memiliki gula darah sewaktu kurang
dari 160 mg/dL sebanyak 54 orang.
Responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari
sama dengan 160 mg/dL sebanyak 10 orang dan responden dengan aktivitas fisik sedang yang
memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 4 orang, sedangkan
Responden dengan aktivitas fisik tinggi yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama
dengan 160 mg/dL sebanyak 1 orang.
Pada table 10, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.000. Maka nilai P < nilai α,
yaitu 0.000 < 0.05 yang berarti Ho ditolak.
Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik pasien.
H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik pasien.
16
4.3.3 Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien
Tabel 11. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien
Crosstab
Count
umur_kategorik
Total<45 >=45
gds_kategorik <160 54 41 95
>=160 2 13 15
Total 56 54 110
Tabel 12. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.812a 1 .002
Continuity Correctionb 8.149 1 .004
Likelihood Ratio 10.762 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.723 1 .002
N of Valid Casesb 110
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.36.
b. Computed only for a 2x2 table
Pada table 11, didapatkan responden berumur kurang dari 45 tahun dengan gula darah
sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 54 orang dan responden berumur lebih dari sama
dengan 45 tahun dengan gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 41 orang.
Sedangkan responden berumur kurang dari 45 tahun dengan gula darah sewaktu lebih dari
sama dengan 160 mg/dL sebanyak 2 orang dan responden berumur lebih dari sama dengan 45
tahun dengan gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 13 orang.
17
Pada table 12, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.004. Maka nilai P < nilai α,
yaitu 0.004 < 0.05 yang berarti Ho ditolak.
Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur pasien.
H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur pasien.
4.3.4 Hubungan Gula Darah Sewaktu dan IMT
Tabel 13. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan IMT
Crosstab
Count
imt_kategorik
TotalKurus Sedang Obesitas
gds_kategorik <160 10 45 40 95
>=160 0 8 7 15
Total 10 53 47 110
Tabel 14. Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan IMT
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.738a 2 .419
Likelihood Ratio 3.087 2 .214
Linear-by-Linear Association .721 1 .396
N of Valid Cases 110
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.36.
Pada table 13, didapatkan responden dengan IMT kurus yang memiliki gula darah
sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 10 orang, responden dengan IMT sedang yang
memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 45 orang, dan responden dengan
IMT obesitas yang memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 40 orang.
Sedangkan, responden dengan IMT kurus yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari
sama dengan 160 mg/dL sebanyak 0 orang, responden dengan IMT sedang yang memiliki gula
darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 8 orang, dan responden dengan
18
IMT obesitas yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 7
orang.
Pada table 14, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.214. Maka nilai P > nilai α,
yaitu 0.214 > 0.05 yang berarti bahwa Ho diterima.
Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan IMT pasien.
H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan IMT pasien.
19
Bab V
Pembahasan
5.1 Gula Darah
Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah. Kadar gula
darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Kadar gula darah sewaktu yang bukan
penderita diabetes adalah <110 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu pra diabetes adalah 110-
199 mg/dL, sedangkan kadar gula darah sewaktu penderita diabetes adalah ≥200 mg/dL.
5.2 Pengaruh Faktor Resiko terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu
5.2.1 Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan jenis kelamin
perempuan yang memiliki kadar gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL
dibandingkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Tidak ada hubungan antara gula darah
sewaktu dengan jenis kelamin pasien.
5.2.2 Umur
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan umur lebih dari
sama dengan 45 tahun yang memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL
dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 45 tahun. Ada hubungan antara gula darah
sewaktu dengan umur pasien.
5.2.3 Aktivitas Fisik
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan aktivitas fisik rendah
yang memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL dibandingkan dengan
yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi. Ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan
aktivitas fisik.
5.2.4 Indeks Massa Tubuh
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan IMT sedang yang
memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL dibandingkan dengan yang
20
memiliki IMT kurus ataupun obesitas. Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan
IMT pasien.
Bab VI
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dengan uji statistik dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Usia pasien berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien. Semakin
bertambah usia pasien (≥45 tahun) semakin tinggi angka kejadian kadar gula darah
≥160 mg/dL.
b. Jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kadar gula sewaktu pasien. Namun angka
kejadian pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan jenis kelamin laki-laki.
c. IMT tidak ada hubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien.
d. Aktivitas fisik berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien. Semakin
rendah aktivitas fisik pasien, semakin tinggi angka kejadian kadar gula darah ≥160
mg/dL.
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :
a. Kepada pasien dengan usia ≥45 tahun agar menjaga asupan gula.
b. Memperbanyak olahraga yaitu sebanyak 3-4 kali seminggu untuk menghindarkan
kejadian diabetes mellitus tipe 2.
c. Kepada masyarakat agar sering melakukan pemeriksaan kadar gula darah untuk
memantau dan dapat mencegah kejadian diabetes melitus.
21
Daftar Pustaka
1. Amir SMJ, Wungouw H, Pangemanan D. Kadar glukosa darah sewaktu pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas bahu kota manado. Jurnal e-Biomedik (ebm,
Volume 3, Nomor 1. Januari-April 2015.h.32-40
2. Trisnawati SK, Setyogoro S. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas
kecamatan cengkareng jakarta barat tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Volume 5,
Nomor 1. Januari 2013.h.6-11
3. Albrink MJ, Meigs JW. Interrelationship between skinfold thickness, serum lipids and
blodd sugar in normal men. The American Journal of Clinical Nutrition, Volume 15,
Nomor 5. November 1964.h.255-61
4. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes Care, Volume 35, Nomor 1. Januari 2012.h.64-71
5. Qurratuaeni. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terkendalinya kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus. FK UIN: Jakarta; 2009.h.51-62
6. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar hba1c
pasien diabetes mellitus tipe 2. Medical Journal of Lampung University, Volume 2,
Nomor 4. Februari 2013.h.44-51
7. Evelyn AC. Hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar trigliserida pada
diabetes mellitus tipe 2. FK UJ: Indonesia; 2012.h. 34-45
8. Indriyani P, Supriyatno H, Santoso A. Pengaruh latihan fisik; senam aerobic terhadap
penurunan kadar gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja
purbalingga. Media Ners, Volume 1, Nomor 2. Tahun 2007.h.89-99
9. Kuswandi A, Sitorus R, Gayatri D. Pengaruh relaksasi terhadap penurunan kadar gula
darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di sebuah rumah sakit di tasikmalaya. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 12, Nomor 2. Juli 2008.h.108-114
22
10. Boyn DR, Crossley JN, Abrams ME, Jarret RJ, Keen H. Oral glucose tolerance and
related factors in a normal population sample. British Medical Journal, Volume 1. Tahun
1969.h.595-8
Lampiran
Gambar 1. Diagram Frekuensi Jenis Kelamin Pasien
23