isi (ricky)

34
24 Abstrak Diabetes Melitus adalah kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Kurangnya aktivitas fisik seseorang dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Diketahui juga perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Seseorang dengan jenis kelamin wanita lebih beresiko terhadap diabetes mellitus (DM) tipe 2. Faktor usia dan Indeks Massa Tubuh (IMT) juga mempengaruhi kadar glukosa darah seseorang. Semakin tinggi IMT, maka semakin tinggi juga resiko terkena DM. Kata Kunci : Glukosa darah, usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, aktivitas fisik Abstract Diabetes Mellitus is a rise in blood glucose levels, or hyperglycemia due to hormonal disturbances that cause a variety of chronic complications in the eyes, kidneys, nerves and blood vessels. There are several factors that cause an increase in blood glucose levels. Lack of physical activity a person can lead to increased levels of glucose in the blood. Also known gender differences can affect blood glucose levels. Women has more risk of diabetes mellitus (DM) type 2. Age and body mass index (BMI) also a factor that affect a person's blood glucose levels. The higher the BMI, the higher the risk of developing diabetes. Keywords : Blood glucose, age, sex, Body Mass Index, physical activity

Upload: ricky-sunandar

Post on 06-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tugas SPSS, blok 26, semester 6, contoh spss, format spss.

TRANSCRIPT

Abstrak

Diabetes Melitus adalah kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat

gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

Kurangnya aktivitas fisik seseorang dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam

darah. Diketahui juga perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi kadar glukosa darah.

Seseorang dengan jenis kelamin wanita lebih beresiko terhadap diabetes mellitus (DM) tipe 2.

Faktor usia dan Indeks Massa Tubuh (IMT) juga mempengaruhi kadar glukosa darah

seseorang. Semakin tinggi IMT, maka semakin tinggi juga resiko terkena DM.

Kata Kunci : Glukosa darah, usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, aktivitas fisik

Abstract

Diabetes Mellitus is a rise in blood glucose levels, or hyperglycemia due to hormonal

disturbances that cause a variety of chronic complications in the eyes, kidneys, nerves and

blood vessels. There are several factors that cause an increase in blood glucose levels. Lack of

physical activity a person can lead to increased levels of glucose in the blood. Also known

gender differences can affect blood glucose levels. Women has more risk of diabetes mellitus

(DM) type 2. Age and body mass index (BMI) also a factor that affect a person's blood glucose

levels. The higher the BMI, the higher the risk of developing diabetes.

Keywords : Blood glucose, age, sex, Body Mass Index, physical activity

1

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiper-glikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa

organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.1

DM biasa disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan

antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi

seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh

darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani

amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan.2

Melihat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia

dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka sangat diperlukan program

pengendalian DM Tipe 2. DM Tipe 2 bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan

dengan mengendalikan faktor resiko. Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe

2, dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor resiko yang tidak dapat berubah

misalnya jenis kelamin dan umur. Yang kedua adalah faktor resiko yang dapat diubah misalnya

aktivitas fisik dan IMT.3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah adalah faktor resiko

yang meningkatkan kadar gula darah sehingga menyebabkan DM tipe 2. Faktor resiko yang

dapat diubah adalah aktivitas fisik dan IMT. Faktor yang tidak dapat diubah adalah umur dan

jenis kelamin.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisa orang-orang yang memiliki faktor resiko terhadap DM tipe 2.

2

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam masalah ini:

Mengindetifikasi kejadian DM tipe 2.

Mengidentifikasi umur pasien.

Mengidentifikasi IMT pasien.

Mengidentifikasi aktivitas fisik pasien.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

a. Bagi peneliti

Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari teori dengan keadaan dalam

masyarakat.

b. Bagi institusi akademi

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk pembuatan Karya Tulis

Ilmiah lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai masukan bagi rekan dan peneliti

berikutnya untuk melakukan penelitian.

c. Bagi institusi dinas kesehatan

Hasil penelitian dapat memberikan informasi dalam perbaikan, pengembangan

program dan kualitas pelayanan kesehatan terutama tentang faktor-faktor resiko DM

tipe 2.

3

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Diabetes Melitus Tipe 2

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di

tandai oleh kenaikan gulah darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).2

Beberapa proses patogenik terlibat dalam perkembangan diabetes. Ini berkisar dari

kehancuran autoimun dari sel b pankreas dengan kekurangan insulin akibat kelainan yang

menghasilkan resistensi terhadap aksi insulin. Dasar dari kelainan pada karbohidrat, lemak, dan

protein pada diabetes adalah kurangnya aksi insulin pada jaringan target. Defisiensi aksi insulin

dihasilkan dari kurangnya sekresi insulin dan/atau tidak adanya respon jaringan terhadap insulin

pada satu atau beberapa titik pada jalur kompleks dari aksi hormone. Kerusakan pada sekresi

insulin dan kelainan pada aksi insulin sering terdapat pada pasien yang sama, dan sering tidak

jelas kelainan yang mana adalah penyebab utama dari hiperglikemia.2

Gejala klasik diabetes antara lain poliuria (sering berkemih), polidipsia (sering haus),

polifagia (sering lapar), dan berat badan turun. Gejala lain yang biasanya ditemukan pada saat

diagnosis antara lain: adanya riwayat penglihatan kabur, gatal-gatal, neuropati perifer, infeksi

vagina berulang, dan kelelahan. Meskipun demikian, banyak orang tidak mengalami gejala

apapun pada beberapa tahun pertama dan baru terdiagnosis pada pemeriksaan rutin.Pasien

dengan diabetes melitus tipe 2 jarang datang dalam keadaan koma hiperosmolar nonketotik

(yaitu kondisi kadar glukosa darah sangat tinggi yang berhubungan dengan menurunnya

kesadaran dan tekanan darah rendah).4

2.1.2 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat

ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus

diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk

diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya .

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak

4

dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana

dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat

dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara

standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu

dibandingkan dengan cara konvensional.5

2.2 Gula Darah

2.2.1 Pengertian Gula Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah. Kadar gula

darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan

yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat menggunakan pemeriksaan gula

darah kapiler dengan glucometer.1

Glukosa merupakan karbohidrat terpenting yang kebanyakan diserap ke dalam aliran

darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah bahan

bakar utama dalam jaringan tubuh serta berfungsi untuk menghasilkan energi.9 Kadar glukosa

darah sangat erat kaitannya dengan penyakit DM. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥

200 mg/dL yang disertai dengan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.1

2.2.2 Mekanisme Pembentukan Gula Darah

Glukosa merupakan hasil akhir dari pencernaan dan diabsorsi secara keseluruhan

sebagai karbohidrat. Kadar glukosa darah bervariasi dengan daya penyerapan, glukosa dalam

darah menjadi lebih tinggi setelah makan dan akan terjadi penurunan jika tidak ada makanan

yang masuk dalam beberapa jam. Glukosa dapat keluar masuk ke dalam sel dan digunakan

sebagai sumber energi, glukosa di simpan sebagai glikogen dalam jaringan dan sel hati oleh

insulin yaitu hormon yang disekresi oleh pankreas. Glikogen akan diubah kembali menjadi

glukosa jika tubuh tidak ada makanan yang masuk sebagai energi oleh glukogen yaitu hormone

lain yang dihasilkan oleh pankreas dan hormone adrenalin yang disekresi oleh kelenjar

adrenalin.6

2.2.3 Pengukuran Kadar Gula Darah

Pengukuran kadar gula darah terdapat beberapa pemeriksaan, menurut jenis

pemeriksaan kadar gula darah ada beberapa jenis yaitu gula darah puasa, pemeriksaan gula

5

darah dimana pasien sebelum pengambilan darah dipuasakan selama 10-14 jam, gula darah

sewaktu, pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memperhatikan waktu terakhir pasien

makan. Gula darah 2 jam, pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkan, karena

makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka waktu 2 jam,

sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk istirahat tenang tidak melakukan kegiatan yang

berat dan tidak merokok.4

2.3 Faktor Resiko Peningkat Gula Darah

2.3.1 Hubungan Umur dengan Gula Darah

Proses menjadi tua adalah keadaan alamiah yang tidak dapat dihindarkan. Yang

dimaksud dengan usia lanjut (lansia) di negara barat pada umumnya adalah umur 65 tahun ke

atas sedang untuk orang di Indonesia adalah umur 60 tahun ke atas. Usia lebih dari 45 tahun

merupakan golongan umur dewasa tua. Diabetes Mellitus pada pasien > 45 tahun umumnya

adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Prevalensi Diabetes Mellitus makin meningkat dengan

lanjutnya usia. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, intoleransi

terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan umur usia dewasa tua – usia lanjut

diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada batas yang dipakai untuk

menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus pada orang dewasa non usia intoleransi glukosa pada

usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya massa otot, penyakit

penyerta, penggunaan obat-obatan, disamping karena pada usia lanjut terjadi penurunan

sekresi insulin dan insulin resisten.7

Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut/dewasa tua disebabkan beberapa hal,

antara lain sebagai berikut :7

1. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.

2. Perubahan-perubahan karena usia lanjut sendiri yang berkaitan dengan resistensi

insulin, akibat berkurangnya massa otot dan perubahan vaskular.

3. Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.

4. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stres, operasi dan istirahat lama.

5. Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.

6. Adanya faktor keturunan.

6

2.3.2 Hubungan Obesitas dengan Gula Darah

Obesitas didefenisikan sebagai penimbunan lemak berlebihan dalam jaringan tubuh.

Penimbunan ini dapat terjadi di seluruh tubuh atau di tempat-tempat tertentu misalnya di daerah

perut yang lebih sering disebut sebagai obesitas sentral atau obesitas abdominal. Salah satu

cara untuk mengukur distrubusi lemak dalam tubuh adalah dengan metode antropometri, yaitu

dengan mengukur IMT untuk menentukan obesitas seluruh tubuh, dan lingkar pinggang serta

rasio lingkar pinggang-panggul untuk menentukan obesitas sentral. Pada penderita obesitas

diketahui terjadi berbagai gangguan metabolisme diantaranya diabetes mellitus tipe 2,

hipertensi, penyakit jantung, dan batu empedu. Besarnya risiko menderita penyakit-penyakit ini

sebanding dengan besar penumpukan lemak yang terjadi.5

Pada penyakit diabetes mellitus tipe 2, peranan obesitas dijelaskan dalam berbagai

teori. Salah satu teori menyebutkan bahwa sel-sel lemak yang mengalami hipertrofi

menurunkan jumlah reseptor insulin. Teori lain menyebutkan tingginya asam lemak,

peningkatan hormon resistin dan penurunan adiponektin akibat penumpukan lemak pada

penderita obesitas mempengaruhi kerja insulin sehingga dapat menyebabkan tingginya kadar

glukosa darah.5

Berdasarkan penjelasan di atas maka terlihat adanya hubungan antara besarnya

penumpukan lemak dengan peningkatan kadar glukosa darah. Hubungan antara distribusi

lemak tubuh dan risiko timbulnya diabetes mellitus tipe 2 ini telah banyak diteliti di berbagai

negara diantaranya Jepang, Cina, Finlandia dan Amerika Serikat.5

2.3.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Gula Darah

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk

penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.8

Pengaruh aktivitas fisik atau olahraga secara langsung berhubungan dengan

peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak otot mengambil glukosa dari

aliran darah). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika

glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan

mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian glukosa

darah.8

7

Pada diabetes melitus tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.

Masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 adalah kurangnya respon terhadap insulin

(resistensi insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas membran

terhadap glukosa meningkat saat otot berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti

insulin. Maka dari itu, pada saat beraktivitas fisik seperti berolahraga, resistensi insulin

berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali gula darah dan penurunan

berat badan pada diabetes melitus tipe 2.8

Manfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada diabetes melitus antara lain

menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi

terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah.8

Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk para penderita diabetes melitus tipe 2 adalah

aktivitas fisik secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit dan sesuai

dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progresive, endurance training). Dan

diusahakan mencapai 75-85% denyut nadi maksimal.8

2.3.4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Gula Darah

Penelitian ini menunjukkan perbedaan seks pada tingkatan insulin plasma setelah

pemberian glukosa, tidak jelas disebabkan perbedaan kadar gula darah. Jadi wanita memiliki

rata-rata tingkat insulin lebih tinggi sepanjang tes toleransi, meskipun kadar gula darah rata-rata

mereka lebih tinggi hanya pada 90 dan 120 menit. Perbedaan juga tidak dapat dikaitkan dengan

efek kontrasepsi oral.9

Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang

peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual

syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes

mellitus tipe2.10

Bab III

Metodologi Penelitian

8

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik Cross Sectional, Variabel

independen adalah umur ibu, rokok, hipertensi, dan pendidikan. Variabel dependen adalah

BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah).

Desain penelitian Cross Sectional dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Gambar 1. Desain Cross Sectional Pengaruh Faktor Resiko terhadap Diabetes Melitus

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kebon Jeruk. Penelitian dilakukan

pada bulan Agustus 2015. Alasan ditempat tersebut karena tingginya penderita diabetes

mellitus tipe 2.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada

responden dengan menggunakan questioner, meliputi data umur pasien, akktivitas fisik pasien,

indeks massa tubuh pasien, dan jenis kelamin pasien.

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah

kerja Puskesmas Kebon Jeruk pada bulan Agustus 2015, sebanyak 110 orang.

3.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.2.1 Kriteria Inklusi

9

Populasi

Usia Aktivitas Fisik

IMTJenis Kelamin

Seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 pada daerah Puskesmas Kebon Jeruk yang

menyetujui untuk dilakukan pendataan dan penilaian.

3.4.2.2 Kriteria Ekslusi

Seluruh pasien diabetes mellitus tipe 2 pada daerah Puskesmas Kebon Jeruk yang

menolak untuk dilakukan pendataan dan penilaian.

3.4.3 Sampel

Pengambilan Sampel dengan cara Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian

ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 sejumlah 40 orang dan pasien yang tidak diabetes

mellitus tipe 2 sejumlah 70 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang, yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kebon Jeruk.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang terdiri dari

empat variabel independen yaitu umur pasien, aktivitas fisik, indeks masa tubuh, dan jenis

kelamin serta satu variabel dependen yaitu diabetes mellitus tipe 2.

3.6 Cara Kerja

Cara pengukuran sampel umur ibu, status sosial ekonomi (pendidikan), budaya ibu

hamil (kebiasaan merokok dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (hipertensi).

3.6.1. Umur Pasien

a. Tidak beresiko, jika kurang dari 45 tahun

b. Beresiko, jika lebih dari sama dengan 45 tahun.

3.6.2. Indeks Massa Tubuh

a. Kurus, jika kurang dari 18,5

b. Normal, jika 18,5 – 24,9

c. Obesitas, jika lebih dari sama dengan 25

3.6.3. Aktivitas Fisik

a. Rendah

b. Sedang

c. Tinggi

3.6.4. Jenis Kelamin

Dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.

3.7. Metode Analisis Data.

10

a. Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan prevalens rasio :

Prevalens rasio DM tipe 2 pada yang memiliki Faktor Resiko dan Tidak Memiliki Faktor

Resiko : a/(a+b): c/(b+d)

Prevalens rasio DM tipe 2 pada yang memiliki Faktor Resiko dan Tidak Memiliki Faktor

Resiko : a/a+c : b/b+d

b. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel

independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

c. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen

dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05),

sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh

secara signifikan.

Bab IV

11

Hasil Penelitian

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk terletak di Jalan Raya Kebon Jeruk No 2.

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Ibu

Dalam penelitian ini karakteristik pasien berupa umur pasien, indeks massa tubuh, aktivitas fisik,

dan jenis kelamin. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Tabel Statistik Jenis Kelamin, Aktivitas Fisik, IMT, Umur, dan Gula Darah Sewaktu.

Statistics

sex aktivitas gds_kategorik imt_kategorik umur_kategorik

N Valid 110 110 110 110 110

Missing 0 0 0 0 0

Mean .4091 1.3909 .1364 1.3364 .4909

Std. Error of Mean .04709 .06470 .03287 .06096 .04788

Median .0000 1.5000 .0000 1.0000 .0000

Mode .00 2.00 .00 1.00 .00

Std. Deviation .49392 .67858 .34474 .63934 .50221

Variance .244 .460 .119 .409 .252

Range 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00

Minimum .00 .00 .00 .00 .00

Maximum 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00

Sum 45.00 153.00 15.00 147.00 54.00

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien

12

Sex

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Perempuan 65 59.1 59.1 59.1

Laki-laki 45 40.9 40.9 100.0

Total 110 100.0 100.0

Dari tabel diketahui jenis kelamin responden perempuan sebanyak 65 orang (59.1%),

dan responden laki-laki sebanyak 45 orang (40.9%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pasien

Aktivitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Rendah 12 10.9 10.9 10.9

Sedang 43 39.1 39.1 50.0

Tinggi 55 50.0 50.0 100.0

Total 110 100.0 100.0

Dari tabel diketahui aktivitas fisik responden rendah sebanyak 12 orang (10.9%),

aktivitas fisik sedang sebanyak 43 orang (39.1%) dan aktivitas fisik tinggi sebanyak 55 orang

(50.0%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Gula Darah Sewaktu Pasien

gds_kategorik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <160 95 86.4 86.4 86.4

>=160 15 13.6 13.6 100.0

Total 110 100.0 100.0

Dari tabel diketahui gula darah responden kurang dari 160mg/dL sebanyak 95 orang

(86.4%), dan responden lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 15 orang (13.6%).

Dengan rata-rata gula darah responden 0.1364.

13

Tabel 5. Distribusi Frekuensi IMT Pasien

imt_kategorik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kurus 10 9.1 9.1 9.1

Sedang 53 48.2 48.2 57.3

Obesitas 47 42.7 42.7 100.0

Total 110 100.0 100.0

Dari tabel diketahui IMT responden kurus sebanyak 10 orang (9.1%), IMT sedang

sebanyak 53 orang (48.2%) dan IMT obesitas sebanyak 47 orang (42.7%).

Tabel 6. Distrubusi Frekuensi Umur Pasien

umur_kategorik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <45 56 50.9 50.9 50.9

>=45 54 49.1 49.1 100.0

Total 110 100.0 100.0

Dari tabel diketahui usia responden kurang dari 45 tahun sebanyak 56 orang (50.9%),

dan responden berusia lebih dari sama dengan 45 tahun sebanyak 54 orang (49.1%). Dengan

dugaan rata-rata umur pasien adalah 0.4909.

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan Jenis Kelamin

Tabel 7. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan Jenis Kelamin

Crosstab

Count

sex

TotalPerempuan Laki-laki

gds_kategorik <160 56 39 95

>=160 9 6 15

Total 65 45 110

14

Tabel 8. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Jenis Kelamin

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .939

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .006 1 .939

Fisher's Exact Test 1.000 .586

Linear-by-Linear Association .006 1 .939

N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.14.

b. Computed only for a 2x2 table

Dari table 7, didapatkan responden perempuan dengan gula darah sewaktu kurang dari

160mg/dL sebanyak 56 orang, sedangkan laki-laki yang memiliki gula darah sewaktu kurang

dari 160mg/dL sebanyak 39 orang. Dan responden perempuan dengan gula darah sewaktu

lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 9 orang, sedangkan laki-laki dengan gula darah

sewaktu lebih dari sama dengan 160mg/dL sebanyak 6 orang.

Pada table 8, dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan nilai P sebesar 0.939.

Maka nilai P > nilai α, yaitu 0.939 > 0.05 yang berarti bahwa Ho diterima.

Ho : Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin pasien.

H1 : Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan jenis kelamin pasien.

4.3.2 Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan Aktivitas Fisik

Tabel 9. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan Aktivitas Fisik

Crosstab

Count

Aktivitas

TotalRendah sedang tinggi

gds_kategorik <160 2 39 54 95

>=160 10 4 1 15

Total 12 43 55 110

15

Tabel 10. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Aktivitas Fisik

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 56.706a 2 .000

Likelihood Ratio 40.203 2 .000

Linear-by-Linear Association 37.036 1 .000

N of Valid Cases 110

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 1.64.

Pada table 9, didapatkan responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki gula

darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 2 orang dan responden dengan aktivitas fisik

sedang yang memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 39 orang,

sedangkan responden dengan aktivitas fisik tinggi yang memiliki gula darah sewaktu kurang

dari 160 mg/dL sebanyak 54 orang.

Responden dengan aktivitas fisik rendah yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari

sama dengan 160 mg/dL sebanyak 10 orang dan responden dengan aktivitas fisik sedang yang

memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 4 orang, sedangkan

Responden dengan aktivitas fisik tinggi yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama

dengan 160 mg/dL sebanyak 1 orang.

Pada table 10, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.000. Maka nilai P < nilai α,

yaitu 0.000 < 0.05 yang berarti Ho ditolak.

Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik pasien.

H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan aktivitas fisik pasien.

16

4.3.3 Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien

Tabel 11. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien

Crosstab

Count

umur_kategorik

Total<45 >=45

gds_kategorik <160 54 41 95

>=160 2 13 15

Total 56 54 110

Tabel 12. Hubungan Gula Darah Sewaktu dan Umur Pasien

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.812a 1 .002

Continuity Correctionb 8.149 1 .004

Likelihood Ratio 10.762 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 9.723 1 .002

N of Valid Casesb 110

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.36.

b. Computed only for a 2x2 table

Pada table 11, didapatkan responden berumur kurang dari 45 tahun dengan gula darah

sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 54 orang dan responden berumur lebih dari sama

dengan 45 tahun dengan gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 41 orang.

Sedangkan responden berumur kurang dari 45 tahun dengan gula darah sewaktu lebih dari

sama dengan 160 mg/dL sebanyak 2 orang dan responden berumur lebih dari sama dengan 45

tahun dengan gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 13 orang.

17

Pada table 12, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.004. Maka nilai P < nilai α,

yaitu 0.004 < 0.05 yang berarti Ho ditolak.

Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur pasien.

H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan umur pasien.

4.3.4 Hubungan Gula Darah Sewaktu dan IMT

Tabel 13. Tabel Crosstab antara Gula Darah Sewaktu dengan IMT

Crosstab

Count

imt_kategorik

TotalKurus Sedang Obesitas

gds_kategorik <160 10 45 40 95

>=160 0 8 7 15

Total 10 53 47 110

Tabel 14. Hubungan Gula Darah Sewaktu dengan IMT

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 1.738a 2 .419

Likelihood Ratio 3.087 2 .214

Linear-by-Linear Association .721 1 .396

N of Valid Cases 110

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 1.36.

Pada table 13, didapatkan responden dengan IMT kurus yang memiliki gula darah

sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 10 orang, responden dengan IMT sedang yang

memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 45 orang, dan responden dengan

IMT obesitas yang memiliki gula darah sewaktu kurang dari 160 mg/dL sebanyak 40 orang.

Sedangkan, responden dengan IMT kurus yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari

sama dengan 160 mg/dL sebanyak 0 orang, responden dengan IMT sedang yang memiliki gula

darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 8 orang, dan responden dengan

18

IMT obesitas yang memiliki gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL sebanyak 7

orang.

Pada table 14, dengan uji Chi-Square didapatkan nilai P 0.214. Maka nilai P > nilai α,

yaitu 0.214 > 0.05 yang berarti bahwa Ho diterima.

Ho : tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan IMT pasien.

H1 : ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan IMT pasien.

19

Bab V

Pembahasan

5.1 Gula Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah. Kadar gula

darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Kadar gula darah sewaktu yang bukan

penderita diabetes adalah <110 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu pra diabetes adalah 110-

199 mg/dL, sedangkan kadar gula darah sewaktu penderita diabetes adalah ≥200 mg/dL.

5.2 Pengaruh Faktor Resiko terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu

5.2.1 Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan jenis kelamin

perempuan yang memiliki kadar gula darah sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL

dibandingkan pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Tidak ada hubungan antara gula darah

sewaktu dengan jenis kelamin pasien.

5.2.2 Umur

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan umur lebih dari

sama dengan 45 tahun yang memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL

dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 45 tahun. Ada hubungan antara gula darah

sewaktu dengan umur pasien.

5.2.3 Aktivitas Fisik

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan aktivitas fisik rendah

yang memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL dibandingkan dengan

yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi. Ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan

aktivitas fisik.

5.2.4 Indeks Massa Tubuh

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih banyak pasien dengan IMT sedang yang

memiliki kadar gula sewaktu lebih dari sama dengan 160 mg/dL dibandingkan dengan yang

20

memiliki IMT kurus ataupun obesitas. Tidak ada hubungan antara gula darah sewaktu dengan

IMT pasien.

Bab VI

Kesimpulan dan Saran

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dengan uji statistik dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

a. Usia pasien berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien. Semakin

bertambah usia pasien (≥45 tahun) semakin tinggi angka kejadian kadar gula darah

≥160 mg/dL.

b. Jenis kelamin tidak ada hubungan dengan kadar gula sewaktu pasien. Namun angka

kejadian pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan

dengan jenis kelamin laki-laki.

c. IMT tidak ada hubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien.

d. Aktivitas fisik berhubungan dengan kadar gula darah sewaktu pasien. Semakin

rendah aktivitas fisik pasien, semakin tinggi angka kejadian kadar gula darah ≥160

mg/dL.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

a. Kepada pasien dengan usia ≥45 tahun agar menjaga asupan gula.

b. Memperbanyak olahraga yaitu sebanyak 3-4 kali seminggu untuk menghindarkan

kejadian diabetes mellitus tipe 2.

c. Kepada masyarakat agar sering melakukan pemeriksaan kadar gula darah untuk

memantau dan dapat mencegah kejadian diabetes melitus.

21

Daftar Pustaka

1. Amir SMJ, Wungouw H, Pangemanan D. Kadar glukosa darah sewaktu pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas bahu kota manado. Jurnal e-Biomedik (ebm,

Volume 3, Nomor 1. Januari-April 2015.h.32-40

2. Trisnawati SK, Setyogoro S. Faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas

kecamatan cengkareng jakarta barat tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Volume 5,

Nomor 1. Januari 2013.h.6-11

3. Albrink MJ, Meigs JW. Interrelationship between skinfold thickness, serum lipids and

blodd sugar in normal men. The American Journal of Clinical Nutrition, Volume 15,

Nomor 5. November 1964.h.255-61

4. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.

Diabetes Care, Volume 35, Nomor 1. Januari 2012.h.64-71

5. Qurratuaeni. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terkendalinya kadar gula darah

pada pasien diabetes mellitus. FK UIN: Jakarta; 2009.h.51-62

6. Ramadhanisa A, Larasati TA, Mayasari D. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar hba1c

pasien diabetes mellitus tipe 2. Medical Journal of Lampung University, Volume 2,

Nomor 4. Februari 2013.h.44-51

7. Evelyn AC. Hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar trigliserida pada

diabetes mellitus tipe 2. FK UJ: Indonesia; 2012.h. 34-45

8. Indriyani P, Supriyatno H, Santoso A. Pengaruh latihan fisik; senam aerobic terhadap

penurunan kadar gula darah pada penderita dm tipe 2 di wilayah puskesmas bukateja

purbalingga. Media Ners, Volume 1, Nomor 2. Tahun 2007.h.89-99

9. Kuswandi A, Sitorus R, Gayatri D. Pengaruh relaksasi terhadap penurunan kadar gula

darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di sebuah rumah sakit di tasikmalaya. Jurnal

Keperawatan Indonesia, Volume 12, Nomor 2. Juli 2008.h.108-114

22

10. Boyn DR, Crossley JN, Abrams ME, Jarret RJ, Keen H. Oral glucose tolerance and

related factors in a normal population sample. British Medical Journal, Volume 1. Tahun

1969.h.595-8

Lampiran

Gambar 1. Diagram Frekuensi Jenis Kelamin Pasien

23

Gambar 2. Diagram Frekuensi Aktivitas Fisik Pasien

24

Gambar 3. Diagram Frekuensi Gula Darah Pasien

25

Gambar 4. Diagram Frekuensi Indeks Massa Tubuh Pasien

26

Gambar 5. Diagram Frekuensi Umur Pasien

27