manajemen laba dari universitas islam - ricky ok

Upload: ricky-ok

Post on 13-Jul-2015

122 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

earnings management.

TRANSCRIPT

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN

SKRIPSI

Oleh : Nama Nomor Mahasiswa Program Studi : Rudi Isnanta : 04 312 069 : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

i

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN

SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata 1 jurusan Akuntan si pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Oleh : Nama Nomor Mahasiswa Program Studi : Rudi Isnanta : 04 312 069 : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIATISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yangpernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh ora ng lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut referensinya. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima sanksi/hukuman apapun sesuai peraturan yang berlaku.

Yogyakarta,......Maret 2008 Penulis,

(Rudi Isnanta)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini telah disahkan dan disetujui oleh dosen pembimbing skripsi dengan judul:

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN

Nama Nomor Mahasiswa Program Studi

: Rudi Isnanta : 04 312 069 : Akuntansi

Yogyakarta, Maret 2008 Telah disetujui dan disahkan oleh Dosen pembimbing,

(Dr. Kumala Hadi, MS. Ak.)

iv

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN

Telah dipertahankan / diujikan dan disahkan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata -1 di Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia

Nama Nomor Mahasiswa Program Studi

: Rudi Isnanta : 04.312.069 : Akuntansi

Yogyakarta,

Mei 2008

disahkan oleh, Penguji / Pembimbing Skripsi Penguji ............ Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia : Drs. Kesit Bambang P, M.Si. : Dr. Kumala Hadi, MS. Ak.

Drs. Asmai Ishak M. Bus. Ph. D

v

ABSTRAK

Penelitian

ini

berjudul

Pengaruh

Corporate

Governance Dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan yang bertujuan untuk menguji pengaruh dan dampak dari variabel -variabel di atas. Penelitian ini menggunakan variabel Corporate Governance (meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit), Struktur Kepemilikan, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan. Sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang termasuk dalam jenis perusahaan perdagangan, distribusi dan transportasi dan sesuai dengan kriteria -kriteria yang telah ditetapkan. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan program AMOS versi 6.0. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa corporate governance dan struktur kepemilikan tidak terbukti

berpengaruh secara positif terhadap manajemen laba, namun terbukti berpengaruh secara positif terhadap kinerja

keuangan. Sedangkan manajemen laba juga tidak terbukti berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan.

Kata kunci: (Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan).

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ayah & Bundaku tercinta Slamet Hadi, S.Pd. & Sri Ismiyatun, Ama.Pd. Adik2ku tersayang Puji Handayani & Nur Rahmawati. All My Spesial Ones. All My Best Friends.

vii

MOTTO Bismillahirrohmanirrohim. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al- Hasyr : 18) Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kehancuran suatu kaum, maka tidak ada yang sanggup mencegahnya, dan tidak ada perlindungan mereka selain dari Allah .(Q.S. Ar Rad : 11) Sukses hidup adalah suatu pi lihan, komitmen pribadi dan bukan karena faktor kebetulan atau nasib. Orang disebut sukses apabila: 1. Orang tersebut mempunyai cita-cita. 2. Orang tersebut berhasil mencapai cita-cita tersebut, dan 3. Orang tersebut menikmati keberhasilan mencapi cita -cita tersebut. Sukses besar adalah akumulasi dari sukses -sukses kecil, tujuan jangka panjang tercapai melalui tujuan jangka menengah, dan pendek. Setiap orang yang sukses dan bahagia pasti mer aih tujuannya melalui strategi, perjuangan, pengorbanan, d an pergumulan yang tidak kenal lelah. Tiga (3) bakat yang harus dipenuhi untuk menjadi entrepreneur: semangat, keinginan yang kuat, dan percaya diri.(Mr.Ci) Mencoba,mencoba,dan terus mencoba..! Berusaha,berusaha,dan terus berusaha..! Lakukan,lakukan,dan terus lakukan..! Berdoa,berdoa,dan terus berdoa..! Sampai tercapai cita -citamu dan berhasil meraih kesuksesanmu...!!!

viii

Change your Mindset and Take Aktion Now...!!! Never Give Up...!!! Amin..amin..amin...!!! KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah -Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan program sarjana S -1 di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak yang dengan ketulusan, kasih sayang, dan pengorbanannya memberikan bantuan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec, selaku Rektor Universitas Islam Indonesia yang telah banyak memberi inspirasi penulis. 2. Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Terima kasih Pak.

ix

3. Dr. Kumala Hadi, MS.Ak, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis sampai dengan terselesaikannya skripsi ini. 4. Dosen, staf pengajar dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia yang telah banyak membantu penulis selama belajar di kampus di tercinta ini. 5. Ayah Bundaku, adik2ku, nenekku dan seluruh keluargaku tercinta dan tersayang yang telah mencurahkan banyak hal kepada pe nulis. 6. All My Spesial One in My Heart yang masih menggantung......tunggu aja sampai saat yang tepat untuk eksekusi. 7. All My Best Friends yang selama ini selalu bersama dalam suka, duka, sedih dan bahagia. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi i ni dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, ..... Maret 2008

x

Penulis DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ............................................................................................................ i Halaman Judul Skripsi .............................................................................................. ii Halaman Pernyataan Bebas Plagiatisme ................................................................ iii Halaman Pengesahan Skripsi .................................................................................. iv Halaman Pengesahan Ujian Skripsi ......................................................................... v Abstrak....................................................................................................................... vi Halaman Persembahan ............................................................................................ vii Motto ........................................................................................................................ viii Kata Pengantar ......................................................................................................... ix Daftar Isi .................................................................................................................... xi Daftar Tabel.............................................................................................................. xv Daftar Gambar ........................................................................................................ xvi Daftar Lampiran .................................................................................................... xvii

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. ..1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... ...5 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... .5

xi

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ .5 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... 6 BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan................................................ ...............................8 2.2. Corporate Governance ............................................................... ..10 2.2.1. Pengertian Corporate Governance..... ........................................10 2.2.2. Prinsip Dasar Pengelolaan Perusaha an yang Baik.....................12 2.3. Struktur Kepemilikan .................................................................. .13 2.4. Manajemen Laba ........................................................................ ..15 2.4.1. Definisi Dan Motivasi Manajemen Laba ...15 2.4.2. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba......17 2.4.3. Teknik Manajemen Laba ...23 2.4.4. Kondisi Untuk Praktik Manajemen Laba... ...24 2.4.5. Pola Manajemen Laba.............................. .................................25 2.5. Kinerja Keuangan...................................................................... ..26 2.6. Perumusan Hipotesis..................................... ...............................27 2.6.1. Corporate Governance Dan Manajemen Laba ......27 2.6.2. Corporate Governance Dan Kinerja Keuangan. ........................35 2.6.3. Struktur Kepemilikan Dan Manajemen Laba...... ......................38 2.6.4. Struktur Kepemilikan Dan Kinerja Ke uangan...........................39 2.6.5. Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan..................................41

xii

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel .................................. 44 3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 44 3.3. Definisi dan Operasional Variabel.................. ..............................44 3.4. Metode Analisis ..................................................................... .....49 3.4.1. Asumsi-Asumsi SEM.......................................................... ..49 3.4.1.1. Ukuran Sample ............................................................... .49 3.4.1.2. Normalitas dan Linearitas .............................................. .49 3.4.1.3. Outliers ........................................................................... .50 3.4.1.4. Multicollinearity dan Singularity........ ..............................50 3.4.2. Uji Kesesuaian dan Uji Statistik............... ...............................50 3.4.2.1. X - Chi Square Statistic......................... ............................51 3.4.2.2. RMSEA - Root Mean Square Error of Approximation .51 3.4.2.3. GFI - Goodness of Fit Index. .51 3.4.2.4. AGFI - Adjusted Goodness of Fit Index....52 3.4.2.5. CMIN/DF... ....52 3.4.2.6. TLI - Tucker Lewis Index ..52 3.4.2.7. CFI - Comparative Fit Index ..52 3.4.3. Model Baseline ....53 3.4.3.1. Satured Model ....53

xiii

3.4.3.2.Independent Model .53 3.5. Pengujian Hipotesis......................................................................54 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif ....................................................................... 55 4.2. Analisis Statistik ......................................................................... 57 4.2.1. Uji Asumsi-Asumsi SEM...................................................... 58 4.2.1.1. Ukuran Sampel ................................................................ 58 4.2.1.2. Uji Normalitas Data ........................................................ 59 4.2.1.3. Uji Multicolinearity dan Singularity ............................... 60 4.2.2. Uji Goodness of Fit ............................................................... 61 4.2.3. Pengujian Hipotesis ............................................................... 63 4.2.3.1. Pengujian H1 ................................................................... 64 4.2.3.2. Pengujian H2 ................................................................... 65 4.2.3.3. Pengujian H3 ................................................................... 67 4.2.3.4. Pengujian H4 ................................................................... 67 4.2.3.5. Pengujian H5 ................................................................... 68 4.2.3.6 Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung ........ 69 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ................................................................................ 71 5.2. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 72 5.3 Saran............................................................................................. 72

xiv

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 74 Lampiran .................................................................................................................. 77 DAFTAR TABEL

Tabel 1 Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 48 Tabel 2 Hasil Perhitungan Mean dan Standar Deviasi ................................................ 56 Tabel 3 Uji Normalitas ................................................................................................ 59 Tabel 4 Measurement Model - Goodness of Fit.......................................................... 61 Tabel 5 Estimasi Hasil Analisis SEM ......................................................................... 64 Tabel 6 Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung ...................................... 70

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Pengujian ....................................................................................... 43 Gambar 2. Hasil Pengujian Hipotesis ......................................................................... 63

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian......................................................................................... 77 Lampiran 2 Pengukuran Manajemen Laba Dengan Akrual Modal Kerja .................. 81 Lampiran 3 Pengukuran Kinerja Keuangan Dengan CFROA .................................... 85 Lampiran 4 Klasifikasi Desain Riset Manajemen Laba .............................................. 89 Lampiran 5 Analisis Statistik ...................................................................................... 91

xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal menge nai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung atas pengelolaan perusahaan . Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai info rmasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric) (Haris, 2004). Adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richa rdson, 1998). Tindakan earnings management telah menimbulkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi dalam dunia bisnis, antara lain Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Selain itu, di Indonesia juga terjadi hal serupa, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Gideon, 2005).

1

Dari beberapa contoh kasus tersebut di atas, maka sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang bagaimana efektivitas penerapan corporate governance. Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan anta ra manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran -sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monit oring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepenti ngan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional. Mohd et al. (1998) dalam Pratana dan Masud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berku rang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors) serta memaksimalkan fungsi komite audit yang ada dalam perusahaan. Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris denga n pelaporan keuangan. Selain itu juga ditemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan.

2

Sedangkan hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan merupakan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Laporan keuangan yang sering digunakan untuk mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Namun, laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan (Kieso dan Weygandt, 1995), sehingga laba yang tinggi pun belum tentu mencerminkan kas yang besar. Sedangkan laporan arus kas mempunyai nilai lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa mendatang. Arus kas (Cash Flow) menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan dan juga beban yang bersifat tunai yang benar -benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan (Pradhono, 2004). Cash flow return on assets (CFROA) digun akan sebagai salah satu alat untuk melakukan pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. Dengan menggun akan CFROA maka akan dapat lebih memfokuskan pada pengukuran kinerja perusahaan saat ini karena CFROA tidak terikat dengan harga saham (Cornet t et al., 2006). Laporan keuangan adalah sebuah produk informasi yang dihasilkan yang sangat penting yang berkaitan dengan kondisi perusahaan sehingga dalam penyusunannya tidak bisa terlepas dari proses penyusunannya. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan keputusan yang diambil dalam proses penyusunan laporan keuangan akan sangat mempengaruhi sekali dalam penilaian kinerja perusahaan. Penelitian Theresia (2005) menunjukkan bahwa tindakan manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerj a perusahaan. Manajemen akan memilih metode akuntansi tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai denga n

3

motivasinya. Sedangkan Gideon (2005) menyatakan bahwa manajemen laba akan sangat mempengaruhi tingkat kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Gideon, 2005). Penelitian Cornett et al. (2006) dengan objek penelitian pada perusahaan go public di Indonesia dan menggunakan indikator corporate governance yaitu; kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen da n ukuran dewan komisaris. Namun hasil penelitian Warfield, Terry, Wild, dan Wild (1995) berkontradiksi dengan penelitian Gabrielsen, Gorm, Jeffrey dan Thomas (1997) sedangkan Chtourou, Jean, dan Lucie (2001) berkontradiksi dengan penelitian Beasley (1996), Yermarck (1996), dan Jensen (1993). Warfield et al., (1995) menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi laba. Sedangkan Gabrielsen, et al. (1997) menemukan hasil yang positif tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dengan manajemen laba serta menemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan kualitas laba. Chtourou et al. (2001) menemu kan bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan negatif dengan manajemen laba. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Beasley (1996), Yermarck (1996), dan Jensen (1993) dimana semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Berdasarkan latar belakang di atas maka judul penelitian ini adalah PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DAN KINERJA KEUANGAN.

4

1.2. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah corporate governance, dalam hal ini kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris indepe nden dan komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan, (2) Apakah struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan, (3) Apakah manajemen laba berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

1.3. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan perumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai apakah corporate governance dan struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan serta apakah manajemen laba berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN Dengan penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan teori, terutama akuntansi keuangan mengenai agency theory, corporate governance dan struktur kepemilikan serta pengaruhnya terhadap kinerja keuangan yang dilaporkan. Selain itu juga diharapkan bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami corporate governance dan struktur kepemilikan serta praktik manajemen laba dan kinerja keuangan, sehingga dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan perusahaan.

5

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I : Pendahuluan Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal pokok yang berhubungan dengan penulisan skripsi, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori Bab ini mengenai tinjauan pustaka tentang landasan teori yang menjadi dasar penulisan skripsi, meliputi : teori keagenan, corporate governance, struktur kepemilikan, manajemen laba, dan kinerja keuangan serta perumusan hipotesis penelitian.

Bab III : Metode Penelitian Bab ini menjelaskan metode-metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi, meliputi: populasi dan prosedur penentuan sampel, jenis dan sumber data, definisi dan operasional variabel, serta metode analisis.

Bab IV : Analisa dan Pembahasan Bab ini menguraikan tentang analisis data, temuan empiris yang diperoleh dalam penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

6

Bab V : Penutup Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan , dan keterbatasan penelitian serta saran bagi penelitian selanjutnya .

7

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.

TEORI KEAGENAN Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah dasar

perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) meny atakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu bia ya keagenan (agency cost). Penyebab timbulnya manajemen laba akan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asu msi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umum nya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia

kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004).

8

Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusaha an kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Dengan adanya asimetri informasi antara manajem en (agent) dengan pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) sehingga akan menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Penelitian Richardson (1998) menunjukk an adanya hubungan positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana membuat para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan ata u menginvestasikan ke dalam proyek proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor.

9

Selain itu Corporate Governance juga berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny , 1997). Dengan kata lain yakni corporate governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

2.2.

CORPORATE GOVERNANCE

2.2.1. Pengertian Corporate Governance Corporate governance muncul karena terjadi pemisa han antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak

menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Is kandar dkk (1999) menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer (atau insider) agar bertindak yang terbaik bagi kepentingan investor (kreditur atau shareholder) (Prowson, 1998).

10

Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung men imbulkan konflik keagenan diantara principal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka -angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak -pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, dengan itu principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompens asi kepada agen. Laporan keuangan digunakan principal untuk memberikan kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan dapat dimanfaatkan oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek managerial discretion, karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan Zimmer man, 1986). Salah satu cara yang diharapkan dapat digunakan untuk mengontrol biaya keagenan yaitu dengan menerapkan tata kolola perusahaan yang baik (good corporate governance). Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan siapa adalah para pe megang saham, sedangkan mengapa adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

11

Penelitian yang pernah dilakukan Jansen dan Meckling (1976) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan konflik k eagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepenting an pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring at as pelaporan keuangan. Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai sebuah komite khusus diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris. Komite audit melakukan fungsinya dalam hal pengawasan terhadap laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal.

2.2.2. Prinsip Dasar Pengelolaan Perusahaan yang Baik Menurut Linan (2000) terdapat empat prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik. Keempat prinsip tersebut a dalah : 1. Keadilan (fairness) yang meliputi : (a) Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham. (b) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham. 2. Transparansi (transparancy) yang meliputi: (a) Pengungkapan informasi yang bersifat penting. (b) Informasi harus disiapkan, diaudit, diungkapkan dengan pembukuan berkualitas.

12

(c) Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien. 3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi meliputi: (a) Dewan direksi bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan pemegang saham. (b) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen. (c) Akses terhadap informasi secara akurat, relevan dan tepat waktu. 4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi: (a) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan. (b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk

mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka. (c) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi pihak yang berkepentingan. (d) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan.

2.3.

STRUKTUR KEPEMILIKAN Masalah corporate governance merupakan masalah yang timbul sebagai akibat

pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain karena karakteristik kepemilikan dalam perusahaan, seperti (1).Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi (Gilberg dan Idson, 1995) (2) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held). Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest (shareholders).

13

Adanya

agency problem

dapat

dipengaruhi

oleh struktur kepemilikan

(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki. Beberapa penelitian mengenai struktur kep emilikan dilakukan oleh Crutchley (1999) dengan membangun sebuah model yang menunjukkan empat keputusan yang saling terkait menyangkut leverage, dividend, insider ownership, dan institutional ownership ditentukan secara simultan dalam kerangka agency cost. Penelitian Crutchley (1999), memberikan bukti bahwa ada keterkaitan antara keputusan leverage, dividend payout ratio, insider ownership, dan institutional ownership yang ditentukan secara simultan meskipun tidak menyeluruh. Pada penelitiannya Crutchley (1999) juga membuktikan bahwa kepemilikan institusional merupakan subtitusi kepemilikan manajerial. Chen (2000) menemukan hubungan negatif antara analyst coverage dan kepemilikan manajerial, hal ini mendukung hasil penelitian Crutchley (1999.) . Kemungkinan suatu perusahaan berada pad a posisi tekanan keuangan juga banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan tersebut. Struktur kepemilikan tersebut menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk menyelamatkan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Classens et al. (1996) mengen ai struktur kepemilikan di Republik Ceko menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan lebih tinggi apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh lembaga keuangan yang disponsori oleh bank.

14

Hal ini menjelaskan bahwa bank, sebagai pemilik perusahaan, akan menja lankan fungsi monitoringnya dengan lebih baik dan investor percaya bahwa bank tidak akan melakukan ekspropriasi atas aset perusahaan. Selain itu, apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh perbankan maka apabila perusahaan tersebut menghadapi masala h keuangan maka perusahaan lebih mudah mendapatkan suntikan dana dari bank tersebut. Classens et al. (1999) menyatakan bahwa kepemilikan oleh bank akan menurunkan kemungkinan perusahaan mengalami kebangrutan. Namun, apabila struktur kepemilikan perusahaan dimilik i oleh dewan direksi atau dewan komisarisnya maka dewan tersebut justru akan cenderung melakukan tindakan -tindakan ekspropriasi yang menguntungkannya secara pribadi Oleh karena itu dengan kepemilikan perusahaaan dimiliki oleh direksi semakin meningkat maka keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhan akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan.

2.4.

MANAJEMEN LABA

2.3.1. Definisi Dan Motivasi Ma najemen Laba Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management) , dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan

15

dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak -pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan ek sternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut). Menurut Assih dan Gudono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan serta mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Naim, 2000 ). Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor mungkin tdak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan risiko portofolionya (Ashari dkk, 1994) dalam Assih (2004).

16

2.3.2. Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu: 1. Bonus Plan Hypothesis Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Dalam suatu perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, maka seorang manajer perusahaan akan mela kukan penaikan laba saat ini yakni dengan memilih metode akuntansi yang mampu menggeser laba dari masa depan ke masa kini. Tindakan ini dilakukan dikarenakan manajer termotivasi untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, maka tidak akan ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, maka manajer juga tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, begitu pula sebaliknya. Jadi manajer hanya akan menaikkan laba bersih perusah aan hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap. 2. Debt Covenant Hypothesis Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

17

Dalam suatu perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity cukup tinggi, maka akan mendorong manajer perusahaan untuk cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan berakibat menimbulkan kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor dan bahkan perusahaan dapat terancam melanggar perjanjian utang. 3. Political Cost Hypothesis Dalam suatu perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, akan mendorong manajer untuk memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Adanya biaya politik dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Agency theory terdapat asumsi bahwa setiap individu semata mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga akan dapat menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Sedangkan pemegang saham sebagai pihak principal tentu akan mengadakan kontrak dengan tujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya sendiri yakni supaya profitabilitas yang selalu meningkat. Seorang manajer dalam perusahaan berindak sebagai agent dan cenderung akan termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya sendiri yang antara lain seperti dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Munculnya masalah keagenan ini sebenarnya lebih dikarenakan adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk

memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang tentu sangat berlawanan sekali dengan kepentingan principal. Sebagai pengelola perusahaan, manajer memiliki dorongan dan

18

mempunyai kemampuan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dinilai dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik sehingga tujuannya untuk mendapatkan bonus dari principal akan terpenuhi. Sedangkan menurut Copeland (1968:10) manajemen laba didefinisikan sebagai, some ability to increase or decrease reported net income at will. Dari pernyataan Copeland berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk

memaksimumkan, atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Penelitian Nelson et al. (2000) meengenai praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasi penyebab auditor membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Dari data 526 kasus manajemen laba yang diperoleh dengan cara survey pada kantor akuntan publik yang tergolong the big five Nelson menyimpulkan bahwa : (1) 60% dari sampel melakukan usaha manajemen laba yang berdampak meningkatnya laba tahun berjalan , sisanya 40% berdampak pada penurunan laba, (2) manajemen laba yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah: pengakuan pendapatan, penggabungan badan usaha (business combination), aktiva tidak berwujud, aktiva tetap, inves tasi, sewa guna usaha. Dalam rangka untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen laba, maka perlu melakukan pengukuran atas akrual sehingga hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual merupakan selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari akt ivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal

19

accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accruals. Studi komparatif yang pernah terjadi yakni dalakukan oleh Thomas dan Zhang (2000:347) tentang berbagai metode estimasi akrual, dengan tujuan u ntuk mengetahui model mana yang mempunyai akurasi yang paling tinggi. Beberapa model yang dijadikan dasar komparasi, yaitu model DeAngelo (1986), model Jones (1991), model Dechow and Sloan (1991), model Dechow (1995) serta model Kang dan Sivaramakhrisnan (1995). Thomas dan Zhang (2000) juga menguji dengan data yang digunakan adalah pool data ternyata dengan memakai data pool untuk setiap jenis industri diperoleh akurasi model prediksi yang lebih baik. Masih menurut McNichols (2000), menurutnya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk proksi manajemen laba: (1) pendekatan yang mendasarkan pada model agregat akrual, misal Healy (1985), model Jones dan modified Jones, (2) pendekatan yang mendasarkan pada model spesifik akrual, misal Beneish (1997) serta Beaver dan McNichols (1998), dan (3) pendekatan berdasarkan distribusi frekuensi, fokusnya adalah perilaku laba yang dikaitkan dengan spesifik benchmark dimana praktik manajemen laba dapat dilihat dari banyaknya frekuensi perusahan yang melaporkan laba di atas atau di bawah benchmark, misal Burgstahler dan Dichev (1997) serta Myers dan Skinner (1999). Hasil kajian McNichols (2000) juga menyarankan bahwa agar riset mengenai manajemen laba untuk menggunakan model spesifik akrual dan distribusi frekuensi. Bukti empirik yang ada saat ini diungkapkan oleh Sloan (1996) dan Xie (2001) yakni bahwa pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispricing akrual), menurut Dechow dan Skinner (2000) hal ini disebabkan oleh

20

adanya perbedaan sudut pandang antara akademi si dan para praktisi (partisipan pasar modal). Riset mengenai manajemen laba oleh para akademisi adalah berdasarkan pada perilaku manajemen untuk memenuhi tujuan tertentu sebagaimana dijelaskan dalam teori akuntansi positip, sedangkan para praktisi lebih m elihat manajemen laba dalam prespektif insentif pasar modal (capital market incentives). Selama ini para akademisi menggunakan model statistik yang rumit untuk mengidentifikasi praktik manajemen laba, sedangkan model tersebut kadang bahkan justru sulit untuk difahami. Adanya keterbatasan kemampuan para praktisi juga diungkapkan oleh Dechow dan Skinner (2000:242) yang menyatakan SEC cannot ignore the possibility that certain investors rely completely on earnings numbers reported on the face of the income st atement because their abality to process more sophisticated information is limited. Berdasarkan pada kajian McNichols (2000) serta Dechow dan Skinner (2000) maka proksi manajemen laba yang digunakan penul is adalah model spesifik akrual yaitu akrual modal kerja. Penggunaan akrual modal kerja lebih tepat sebagaimana yang telah dikaji oleh Peasnell et al. (2000). Penggunaan akrual diskresioner tidak diestimasi berdasarkan kesalahan residual karena teknik tersebut dianggap relatif rumit, oleh karena itu digunakan proksi rasio akrual modal kerja dengan penjualan. Digunakannya penjualan sebagai deflator akrual modal kerja adalah karena manajemen laba banyak terjadi pada akun penjualan sebagaimana yang diungkapkan oleh Nelson et al. (2000). Penggunaan penjualan s ebagai deflator dalam penelitian ini juga dilakukan oleh Friedlan (1994) yang memodifikasi model DeAngelo (1986) menjadi rasio antara perubahan total akrual dengan penjualan.

21

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain -lain. Scott (2000: 302) mengemukakan adanya beberapa motivasi yang menyebabkan terjadinya manajemen laba : a. Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985). b. Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan-peraturan yang lebih ketat. c. Taxation Motivations Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. d. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

22

e. Initital Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. f. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.3.3. Teknik Manajemen Laba Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Nai m (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: (1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, esti masi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. (2) Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akunatansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresia si aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

23

(3) Menggeser periode biaya atau pendapatan. Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain :

mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengemba ngan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

2.3.4. Kondisi untuk Praktik Manajemen Laba Trueman dan Titman (1988) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap perioda. Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer. Dalam menyiapkan laporan mungkin manajer dapat memindah, antarperioda, pada saat sebagian laba ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Perpindahan tersebut dapat dicapai, sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama dengan laba e konomi pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda laba antarperioda hanya tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui apakah mereka mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak. Richardson (1998) menunjukkan bukti hubungan ant ara ketidakseimbangan informasi dengan manajemen laba. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa tingkat ketidakseimbangan informasi akan mempengaruhi tingkat manajemen laba yang

24

dilakukan oleh manajer perusahaan. Hasil penelitian Richardson menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara ukuran ketidakseimbangan informasi ( bid-ask spreads dan analyst forecast dispersion ) dan manajemen laba setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, seperti variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan perusahaan. 2.3.5. Pola Manajemen Laba Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara: a. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. b. Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

25

2.4. KINERJA KEUANGAN Penelitian ini membahas bagaimana mekanisme corporate governance dan struktur kepemilikan mempengaruhi kinerja keuangan sehingga akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pelaksanaan corporat governance y ang baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku akan membuat investor memberikan respon positif terhadap kinerja perusahaan dan nilai pasar perusahaan. Melalui peningkatan kinerja perusahaan akan menurunkan biaya modal, sementara itu investasi terhadap perusahaan akan meningkat dan harga saham akan meningkat pula. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pengungkapan aporan keuangan akan memberkan informasi yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dan sebagai salah satu aspek GCG dapat digunak an untuk melihat baik tidaknya kinerja perusahaan. Dukungan empiris perihal faktor -faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain Penelitian yang dilakukan oleh Husnan (2000), menemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada

manajemen dibanding dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi. Xu and Wang (1999) menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan oleh legal person shareholder dapat memonitor manajemen secara lebih efektif melalui pen gendalian oleh board of directors , pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian kompensasi terhadap chief corporate officer.

26

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Demzetz dan Lehn (1985) yang dikutif oleh Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa tidak ada hubun gan yang signifikan antara konsentrasi kepemilikan dan tingkat laba akuntansi untuk 511 perusahaan terbesar di US. Holderness dan Sheehan (1988) menemukan bahwa Qtobin lebih tinggi jika perusahaan dimiliki oleh pemegang saham mayoritas, Qtobin lebih rendah secara signifikan untuk perusahaan dengan kepemilikan saham mayoritas individual. Mc Connel dan Servaes (1990) menemukan bahwa Qtobin berhubungan positif dengan proksi kepemilikan saham oleh investor institusional.

2.5. PERUMUSAN HIPOTESIS 2.5.1. Corporate Governance dan Manajemen Laba Sesuai dengan kajian dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih ( principal) mempekerjakan orang lain ( agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pengelola perusahaan , manajer lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Untuk itu, manajer harus berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi per usahaan sebenarnya dan dikenal sebagai asimetri informasi (information asymmetric) (Haris, 2004). Asimetri antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) akan memberi kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba ( earnings management) (Richardson, 1998).

27

Corporate governance terdiri dari kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independent dan komite audit. Shleifer dan Vishny (1986) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya peril aku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976). Sehingga permasalahan keagenen dia sumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Penelitian Warfield et al (1995) yang menguji hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kualitas laba meningkat ketika kepemilikan manajerial tinggi. Gabrielsen et al (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Smith (1976) menemukan bahwa income smoothing secara signifikan lebih sering dilakukan oleh perusahaan -perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan -perusahaan yang dikendalikan oleh pemiliknya.

28

Dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba y ang berdampak pada kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam National Code for Good Corporate Governance 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance. Penelitian mengenai keberadaan dewan komisar is telah dilakukan diantaranya Peasnell, Pope, dan Young (1998) meneliti efektifitas dewan komisaris dan komisaris independen terhadap manajemen laba yang terjadi di Inggris. Dengan menggunakan sampel penelitian yang terdiri dari 1178 perusahaan tahun sela ma periode 1993-1996, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen membatasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan latar belakang bidang keuangan da lam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian ini juga

29

menunjukkan bahwa persentase dewa n komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Beasley (1996) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam meng awasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitiannya juga melaporkan bahwa komposisi dewan komisaris lebih penting untuk mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, daripada kehadiran komite audit. Analisis lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik komisaris yang berasal dari luar perusahaan (outsider director) juga berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian terkait dengan keberadaan dewan komisaris di Indonesi a juga banyak dilakukan. Veronica dan Utama (2005) meneliti pengaruh praktik corporate governance terhadap manajemen laba. Praktik corporate governance yang diteliti yaitu proporsi dewan komisaris independen. Hasil dari penelitian ini adalah kesimpulan bah wa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Boediono (2005) meneliti apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini diketahui bah wa secara parsial pengaruh corporate governance dalam hal ini komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa variabel persentase dewan komisaris independen tidak berkorelasi secara signifi kan terhadap akrual kelolaan, walau begitu interaksi antar variabel akrual kelolaan dan dewan komisaris independen menunjukkan koefisien positif yang signifikan terhadap return perusahaan. Hal tersebut

30

dapat dijelaskan dengan makin tingginya persentase dew an komisaris independen maka akrual kelolaan makin berpengaruh terhadap return. Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masala h pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan t ercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen. Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain: 1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuang an lainnya, 2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, 3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan o leh auditor internal,

31

4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi, 5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten, 6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan. Penelitian mengenai komite audit diantaranya penelitian oleh Davidson, Xie, dan Xu (2004) yang menganalisis reaksi pasar terhadap pengumuman penunjukkan anggota komite audit secara sukarela. Hasil y ang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan pasar bereaksi positif terhadap pengumuman penunjukan anggota komite audit terutama yang ahli di bidang keuangan. Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) menguji efektifitas komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Penga ruh terhadap akrual kelolaan ditunjukkan oleh makin seringnya komite audit bertemu dan pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Carcello et al. (2006) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan m anajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit independen di bidang keuangan terbukti mengurangi manajemen laba. Suaryana (2005) meneliti hubungan antara keberadaan komite audit yang memenuhi syarat dan pengaruhnya terhadap ear nings response coefficient. Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah earnings reponse coefficient perusahaan yang telah

32

memiliki komite audit yang memenuhi syarat lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki komite audit yang memenuhi syarat. Ini berarti keberadaan komite audit yang memenuhi syarat dalam perusahaan direspon lebih baik oleh pasar. Utama dan Leonardo (2006) memberikan bukti empiris tentang dampak komposisi komite audit dan kendali dari pengelola perusahaan pada efektivitas komite audit berdasarkan survey atas komite audit perusahaan yang listing di BEJ. Mereka menemukan bukti bahwa komposisi komite audit memiliki dampak positif yang signifikan dalam efektivitas komite audit. Selain itu penelitian ini juga menunju kkan beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit secara signifikan selain komposisinya, diantaranya kekuatan mengendalikan perusahaan oleh pemegang saham, makin banyaknya perwakilan komisaris independen dalam dewan komisaris,

pengendalian oleh dewan komisaris, dan lamanya komite audit menjabat. Penelitian Veronica dan Utama (2005) menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite audit tidak berp engaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Artinya keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi di perusahaan. Penelitian oleh Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa komite audit memiliki hubungan yang signifikan dengan akrual kelolaan perusahaan manufaktur di Indonesia khususnya untuk periode 2001 - 2002, artinya kehadiran komite audit secara efektif menghalangi peningkatan manajemen laba di perusahaan tersebut.

33

Veronica dan Bachtiar (2004) juga meneliti pengaruh intera ksi dari persentase komite audit dengan akrual diskresioner, dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya koefisien positif yang signifikan dalam hubungan antara reaksi pasar dan interaksi antara komite audit dan akrual diskresioner. Hal ini membu ktikan bahwa pasar menilai positif akrual kelolaan perusahaan yang memiliki komite audit yang diindikasikan dengan tingginya return perusahaan. Wedari (2004) menguji pengaruh interaksi antara dewan komisaris dan komite audit terhadap praktik manajemen lab a. Dengan menggunakan sampel perusahaan non finansial yang listing di BEJ untuk tahun 1994 hingga 2002, Wedari (2004) menunjukkan interaksi dewan komisaris dengan komite audit justru berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Hasil tersebut bertolak bela kang dengan hasil penelitian lain yang serupa, artinya dengan adanya dewan komisaris dan komite audit belum berhasil mengurangi manajemen laba karena keberadaan mereka manajer dapat melakukan manajemen laba dengan lebih leluasa. Setiawan (2006) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan secara positif terhadap kualitas laba (earnings response coefficient), artinya dengan adanya komite audit maka perusahaan dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen laba di perusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil (fair) dan transparan.

34

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebag ai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, ya kin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek -proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vis hny, 1997). H1: Corporate governance berpengaruh positif terhadap manjemen laba.

2.5.2. Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Dalam perspektif agency theory, weak governance merupakan bagian dari agency costs yang terjadi dan mencerminkan adanya divergence of interest antara principal (pemilik) dan agen (manajemen) (Riyanto, 2005). Agen yang risk averse dan cenderung mementingkan dirinya sendiri ( self-serving behavior) akan mengalokasikan resources (berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Di samping itu, agen juga melakukan shirking dengan cara menyalahgunakan ( abuse) resources dalam bentuk pecuniary dan non-pecuniary benefits. Tindakan yang merugikan perusahaan ini bisa terjadi karena adanya information asymmetry antara principal dan agen menyangkut masalah yang berhubungan dengan organisasi. Akibat adanya information asymmetry tersebut, pemilik kesulitan untuk mengetahui (observe) apakah agen sudah bertindak sebagaimana mestinya (Eisenhardt, 1985). Adanya inherent agency problems dalam pengelolaan organisasi modern ini

35

mengindikasikan bahwa nilai perusahaan akan naik jika pemilik bisa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, ataupun dalam bentuk shirking. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap pengaruh corporate governance terhadap kinerja dan nilai perusahaan. Namun, pada umumnya penelitian yang dilakukan hanya menekankan pada salah satu aspek dari agency costs, yaitu monitoring costs. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) agency costs terdiri dari dua, yaitu monitoring costs dan bonding costs. Corporate governance dikatakan dapat menurunkan monitoring costs akibat adanya peningkatan pengawasan dan transparansi (atau penurunan information asymmetry). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa adanya pengaruh komposisi kepemilikan dan kompisisi dewan komisaris ( board of directors) terhadap kinerja. Penelitian yang dapat menunjukkan adanya manfaat corporate governance elemen kedua dari agency costs, yaitu bonding cost, belum banyak dilakukan. Bonding costs merupakan agency costs yang ditanggung oleh agen, yang mencerminkan upaya manajemen dalam menunjukkan kepada principal bahwa mereka tidak akan

menyalahgunakan kewenangan yang diberikan kepadanya (m anajer akan berbuat demi kebaikan perusahaan). Agen sadar bahwa principal curiga kepada mereka, dan oleh karena itu akan cenderung menyalahkan mereka jika ada sesuatu yang salah. Kesadaran akan hal ini memunculkan upaya ( efforts) dari manajemen agar mereka dipercaya oleh principal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menunjukkan itikad baik dan memberikan laporan yang komprehensif kepada principal.

36

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Booz -Allen & Hamilton (1998) dan McKinsey & Company (2001) menunjukkan seberapa buruknya penilaian pasar terhadap implementasi corporate governance di Indonesia. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat mendorong manajemen untuk meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan dan memperbaiki citra governance mereka. Manajemen dapat meningkatkan citra mereka dengan menunjukkan compliance atas good corporate governance codes sebagaimana disarankan oleh lembaga yang dipercaya, yaitu Komite Nasional Kebijakan atas Corporate Governance (KNKCG) dan mengungkapkan kepa tuhan tersebut dalam laporan tahunan. Sejauh mana kepatuhan ini membawa dampak positif bagi perusahaan, masih merupakan pertanyaan empiris yang perlu dijawab. Penelitian ini melihat pengaruh kembali atas corporate governance terhadap kinerja. Dengan melihat beberapa contoh kasus tindakan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, maka akan dipertanyakan akan bagaimana efektivitas penerapan corporate governance yang juga akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang s aham dan stakeholders lainnya. C orporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilita si penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). H2: Corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

37

2.5.3. Struktur Kepemilikan dan Manajemen Laba Struktur kepemilikan yang menyebar luas umumnya hanya terdapat di Amerika Serikat dan Inggris. Di negara -negara maju lainnya dan negara -negara sedang berkembang, umumnya perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga. La Porta dkk (1999), dalam Arifin (2003), melaporkan bahwa 85% dari perusahaan Spanyol mempunyai pemegang saham kendali, dibandingkan Inggris yang hanya 10% dan Amerika Serikat 20%. Begitu pula hasil penelitian Crijns & De Clerck (1997), dalam Van den Berghe & Carchon (2001), di Belgia; S hahira (2003) di Mesir; Wiwattanakantung (2000) di Thailand; Sarac (2002) di Turki; dan Arifin (2003) di Indonesia. Anderson dkk (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik ag ensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Anderson & Reeb (2002) menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari ad anya kepemilikan keluarga. Arifin (2003) menunjukkan bahwa perusahaan publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapa t dibatasi. Tetapi pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan konglomerasi seperti yang banyak terdapat di Indonesia. kecil karena

38

Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar kekayaan pemilik tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang o portunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaannya. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Kim & Yi (2005) yang menemukan bahwa besaran pengelolaan laba lebih tinggi untuk perusahaan yang mempunyai kelompok afiliasi dibanding yang tidak mempunyai kelompok afiliasi. Berarti perusahaan dengan kelompok usaha afiliasi memberikan pemegang saham pengendali lebih banyak insentif dan kesempatan untuk melakukan pengelolaan laba. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, penulis menduga bahwa pada perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga da n bukan perusahaan konglomerasi akan membatasi pengelolaan laba ya ng oportunis, tetapi akan mendorong pengelolaan laba yang bersifat efisien (berhubungan positif). H3 : Struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2.5.4. Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Struktur kepemilikan dapat dikelompokkan dalam kepemilikikan terkonsentrasi dan menyebar. Selain itu juga dapat dikelompokkan secara lebih spesifik lagi dalam kategori struktur kepemilikan yang meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domest ik (Xu, 1997). Xu

39

dan Wang (1999) membuktikan bahwa struktur kepemilikan (mix dan konsentrasi) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Fuerst dan Kang (2000) menemukan hubungan yang positif antara insider ownership dengan nilai pasar setelah mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif (Slovin dan Sushka, 1993). Hubungan antara analysts coverage yang merupakan external monitoring function dan TobinsQ sebagai proksi nilai perusahaan adalah positif dan signifikan (Chen dan Steiner, 2000). Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan ( signaling theory). Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999). Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat pos isi perusahaaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal dan perbankan. Dividen mengandung informasi atau sebagai isyarat (signal) akan prospek perusahaan (Roseff, 1982). Pendapat Roseff didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Asquith dan Mullins (1983), bahwa pengumuman meningkatnya dividen telah meningkatkan return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal isu -isu yang tidak diharapkan perusahaan di masa mendatang. Masulis (1980) melakukan penelitian dalam kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa sehari sebelum dan sesudah pengumuman

40

peningkatan proporsi hutang terdapat kenaikan abnormal return, sebaliknya pada saat perusahaan mengumumkan penurunan proporsi hutang berpengaruh kepada penurunan abnormal return. Pengaruh dari struktur kepemilikan perusahaan secara l ebih lanjut dapat dijelaskan dari hasil penelitian berikut ini: (1) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemilikan terkonsentrasi dan produktifitas sebagai salah satu proksi dari kinerja perusahaan.(2) Pengaruh kepemilikan terkonsentrasi lebih kuat untuk perusahaan yang didominasi oleh legal person shareholders daripada perusahaan yang didominasi oleh perusahaan. (3) Profotabilitas perusahaan berhubungan positif dengan proksi pemilikan saham oleh legal person tetapi berhubungan negatif dengan proksi pemilikan saham oleh perusahaan (4) Produktifitas tenaga kerja cenderung menurun saat proporsi kepemilikan saham oleh perusahaan meningkat. Kepemilikan saham oleh legal person shareholders dapat memonitor manjemen secara efektif melalui pengendalian oleh board of directors, pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian k ompensasi terhadap chief corporate officer. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: H4 : Struktur kepemilikan berp engaruh positif terhadap kinerja keuangan.

2.5.5. Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Selama ini dikenal adanya manipulasi kinerja oleh manajemen perusahaan yang merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingi n mengetahui kinerja perusahaan atau untuk memp engaruhi hasil kontraktual dengan mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkannya

41

(Healey dan Wahlen, 1998; Du Charme et al, 2000). Sikap seperti sering disebut dengan sikap oportunistik dimana hal ini dinilai sebagai sikap curang (fraud) manajemen yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (Beneish, 2001). Manipulasi kinerja sampai saat ini sering dikenal dengan istilah earnings management (manajemen laba) ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain dengan melakukan penurunan laba (income decreasing), perataan laba (income smoothing) dan penaikan laba (income increasing). Manajemen laba yang pertama yakni degan menggeser pendapatan masa depan (future earnings) menjadi pendapatan sekarang (current earnings) atau sebaliknya. Selanjuntnya, menggeser biaya sekarang (current cost) menjadi biaya masa depan (future cost) atau sebaliknya sehingga mengakibatkan laba pada periode bersangkutan dapat dilaporkan dengan lebih tinggi atau lebih rendah (Espenlaub, 1999). Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor -faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunan laporan keuangan berdasarkan akuntansi akrual. Padahal kinerja fundamental per usahaan tersebut digunakan oleh pemodal untuk menilai prospek perusahaan, yang tercermin pada kinerja saham. Manajemen laba yang dilakukan manajer pada laporan keuangan tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, yang selanjutnya akan mempengar uhi kinerja saham (Haris, 2004). Bryshaw dan Eldin (1989) menemukan bukti bahwa alasan manajemen melakukan manajemen laba adalah: (1) skema kompensasi manajemen yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang

42

dilaporkan; serta (2) fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan pengambilalihan secara langsung. Cornett et al., (2006) menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate governance terhadap penurunan discr etionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari indikator mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance dapat mengurangi dorongan manajer melakukan earnings management, sehingga CFROA yang dilaporkan merefleksikan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas diajukan hipotesis dengan rumusan sebagai berikut: H5 : Manajemen laba berdampak positif t erhadap kinerja keuangan.

Gambar 1. Model Pengujiane11

e21

e31

MO1

BC

AC

GCG e51

e4

1

EM

FP

KEPEM

43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di bidang perdagangan,

distribusi dan transportasi yang terdaftar di Bur sa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan penelitian dilakukan dari tahun 2003 -2006. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kiteria -kriteria tertentu (purposive sampling), yaitu: (1) Perusahaan yang telah terdaftar di Bur sa Efek Indonesia sebelum tahun 2002 sehingga tersedia data yang lengkap, (2) Perusahaan yang memiliki data kepemilikan manajerial, dewan komisari s, dan komite audit, (2) Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2003-2006.

3.2.

Jenis dan Sumber Data Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan berupa nilai rata -rata dari tahun 2003-2006. Data sekunder diperoleh dari Pojok BEJ Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan situs Bursa Efek Indonesia.

3.3.

Definisi dan Operasional Variabel Penelitian ini akan menguji variabel dependen/endogen (manajemen laba dan

kinerja keuangan), dan variabel independen /eksogen (corporate governance dan struktur kepemilikan).

44

a. Corporate Governance Corporate governance dalam hal ini dapat dijelaskan melalui kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen da ri seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainn ya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata -mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggo ta dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik ( good corporate governance), BEJ mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komis aris independen dan komite audit. Keanggotaan komite audit sekurang -kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan minimal salah seorang memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Proporsi komite audit

45

diukur diukur dengan menggunakan indikator presentase anggota komite audit yang berasal dari luar komite audit terhadap seluruh anggota komite audit.

b. Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domestik (Xu, 1997). Struktur kepemilikan yang dibahas dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan perusahaan yang menyebar dan terkonsentrasi. Proporsi

kepemilikan diwakili oleh variabel dummy, dimana nilai 1 untuk kepemilikan terkonsentrasi ( mayoritas) dan 0 untuk kepemilikan menyebar.

c. Manajemen Laba Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba dalam penelitian ini dijelaskan menggunakan dasar rasio akrual modal kerja dengan penjualan sebagai berikut.

Akrual Modal Kerja (t) Manajemen Laba (EM) = Pendapatan(Penjualan Periode) (t) Akrual modal kerja = AL HL Kas

46

Keterangan:

AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t HL = Perubahan hutang lancar pada periode t Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t

Data akrual modal kerja dapat diperoleh langsung dari laporan arus kas aktivitas operasi, sehingga investor dapat langsung memperoleh data tersebut tanpa melakukan perhitungan yang rumit.

d. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan. Variabel kinerja keuangan diukur dengan data fundamental perusaha an, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan cash flow return on asset (CFROA). CFROA dihitung dari laba sebelum bunga dan pajak ditambah depresiasi dibagi dengan total aktiva.

EBIT + Dep CFROA = Assets Keterangan : CFROA = Cash flow return on assets EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak Dep = Depresiasi

Assets = Total aktiva

47

Tabel.1. Operasional Variabel PenelitianVARIABEL Eksogen: A. Corporate Governance Kepemilikan Manajerial KONSEP VARIABEL Sistem yg mengendalikan dan mengarahkan operasional perusahaan. Jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen terhadap total saham beredar. Jumlah anggota dari luar perusahaan terhadap jumlah seluruh anggota dewan komisaris. Jumlah anggota dari luar perusahaan terhadap jumlah seluruh anggota komite audit. Bentuk komposisi kepemilikan dalam perusahaan. Tidak ada pemegang saham pengendalai/utama(atau hanya punya < 50% dari total saham). Adanya pemegang saham pengendali/utama(atau punya saham >50% dari total saham). INDIKATOR SKALA

Presentase jumlah saham yang dimiliki manajemen dari total saham beredar. Presentase jumlah anggota outsite director dari seluruh anggota dewan. Presentase jumlah anggota luar komite audit terhadap seluruh anggota.

Rasio

Proporsi Dewan Komisaris

Rasio

Komite Audit

Rasio

B. Struktur Kepemilikan Kepemilikan Tersebar

Kepemilikan Terkonsentrasi

Prosentase jumlah saham yang dimiliki pemegang saham non-pengendali dari total saham beredar. Prosentase jumlah saham y