resume

45
BAB I VARIABILITAS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS BAHAN ALAM Obat herbal (bahan alam/tradisional) telah digunakan secara luas oleh masyarakat dunia. WHO memprediksi sekitar 65- 80 % populasi penduduk di dunia memakai obat tradisional sebagai swamedicine (pengobatan berdasarkan pengalaman empirik). Obat tradisional tidak hanya digunakan di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Obat tradisional kebanyakan berasal dari tanaman, sehingga dikenal istilah tanaman obat. Tanaman obat adalah semua bagian tanaman yaitu daun (folium), akar (radix), bunga (flos), buah (fructus), biji (semen) yang digunakan baik dalam bentuk ekstrak/fraksi atau senyawa isolatnya untuk menghasilkan obat untuk kepentingan manusia/hewan. Kebanyakan senyawa aktif dalam tumbuhan dikelompokkan ke dalam golongan metabolit sekunder, yaitu senyawa yang disintesis oleh tumbuhan bukan untuk kebutuhan tumbuh dan berkembang, melainkan untuk mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan spesiesnya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Dalam pengobatan, metabolit sekunder lebih diminati daripada metabolit primer karena telah terbukti mampu mengobati (mempunyai efek farmakologi), di samping itu metabolit primer lebih susah dipelajari karena tidak stabil dan memerlukan peralatan yang canggih. 1

Upload: gustiagungayu-devi-yanti

Post on 25-Jun-2015

1.830 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resume

BAB I

VARIABILITAS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KUALITAS BAHAN ALAM

Obat herbal (bahan alam/tradisional) telah digunakan secara luas oleh masyarakat

dunia. WHO memprediksi sekitar 65-80 % populasi penduduk di dunia memakai obat

tradisional sebagai swamedicine (pengobatan berdasarkan pengalaman empirik). Obat

tradisional tidak hanya digunakan di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Obat

tradisional kebanyakan berasal dari tanaman, sehingga dikenal istilah tanaman obat. Tanaman

obat adalah semua bagian tanaman yaitu daun (folium), akar (radix), bunga (flos), buah

(fructus), biji (semen) yang digunakan baik dalam bentuk ekstrak/fraksi atau senyawa

isolatnya untuk menghasilkan obat untuk kepentingan manusia/hewan.

Kebanyakan senyawa aktif dalam tumbuhan dikelompokkan ke dalam golongan

metabolit sekunder, yaitu senyawa yang disintesis oleh tumbuhan bukan untuk kebutuhan

tumbuh dan berkembang, melainkan untuk mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan

spesiesnya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Dalam pengobatan, metabolit sekunder

lebih diminati daripada metabolit primer karena telah terbukti mampu mengobati

(mempunyai efek farmakologi), di samping itu metabolit primer lebih susah dipelajari karena

tidak stabil dan memerlukan peralatan yang canggih.

Biosintesis metabolit sekunder memiliki karakteristik yang bersifat :

adaptif (bereaksi dengan rangsang)

spesifik (ekspresi respon terhadap rangsang bersifat khas)

variatif (rangsang yang sama terhadap organ berbeda pada satu spesies tumbuhan

yang berbeda dapat menghasilkan respon yang berbeda)

Kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup ditentukan oleh faktor internal

yaitu genetik dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti iklim,

kondisi geografi, hama dan penyakit, dan sebagainya. Selain itu, waktu panen dan

penanganan pasca panen juga dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia.

1

Page 2: Resume

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas senyawa bioaktif (metabolit sekunder)

yang dihasilkan oleh tanaman antara lain :

1.1 Faktor Biologi dan Geografi

1. Temperatur (suhu)

Temperatur adalah faktor utama yang mengatur pertumbuhan dan proses metabolisme

dimana perubahan temperatur secara berkala dan pergantian musim akan berpengaruh

terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh tumbuhan.

Contoh : pada tanaman Matricaria chamomilla, kandungan minyak atsirinya

(kamazulen) paling tinggi adalah pada tanaman yang ditanam pada temperature siang

hari 250 c, atau malam hari pada temperatur 150 C.

2. Cahaya (intensitas, radiasi dan lama penyinaran)

3. Curah hujan dan ketersediaan air

4. Ketinggian di atas permukaan laut

5. Iklim

6. Angin

7. Keadaan tanah (fisik, kimia, mikrobiologi termasuk cemaran pestisida)

8. Kandungan nutrisi termasuk kandungan mineral

Contoh : produksi minyak atsiri pada tanaman Cymbopogum winterianus diinduksi

oleh kandungan Mn, Mo, Mg, dan B.

9. Jamur, bakteri dan virus

Adanya jamur, bakteri dan virus dapat menurunkan atau meningkatkan produksi

metabolit sekunder pada tanaman.

Contoh :

Berkurangnya kadar vinvaleukoblastin dari tanaman Vinca rosea karena infeksi

virus.

Berkurangnya kadar morfin dari tanaman Papaver somniverum karena

pertumbuhan jamur.

10. Keberadaan serangga (hama)

Adanya serangga atau hama tentu akan menyebabkan produksi metabolit sekunder

dari tanaman menjadi menurun. Selain itu, telur serangga yang menempel pada organ

tanaman dapat mengganggu proses respirasi dan fotosintesis sehingga produksi

metabolit sekunder akan terpengaruh.

2

Page 3: Resume

11. Adanya hewan herbivora

12. Banyaknya tanaman per area penanaman (planting density) atau kerapatan tanaman

13. Adanya kompetisi dengan tanaman lain.

1.2 Faktor Bahan Baku Simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia diperoleh dari tanaman liar atau dari tanaman

yang dibudidayakan/dikultur. Tanaman liar diartikan sebagai tanaman yang tumbuh dengan

sendirinya di hutan – hutan atau di tempat lain di luar hutan atau tanaman yang sengaja

ditanam tetapi bukan untuk tujuan memperoleh simplisia untuk obat (misalnya tanaman hias,

tanaman pagar). Sedangkan tanaman kultur diartikan sebagai tanaman budidaya , yang

ditanam secara sengaja untuk tujuan mendapatkan simplisia.

Gambar 1.1 Sumber Simplisia

Tanaman liar sebagai sumber simplisia memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

unsur tanaman pada waktu pengumpulan tanaman atau organ tanaman sulit atau tidak

dapat ditentukan oleh pengumpul. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia sering

dipengaruhi oleh umur tanaman pada waktu pengumpulan simplisia yang

bersangkutan. Ini berarti aktivitas biologis yang dikehendaki dari suatu simplisia

3

Tanaman obat (sumber simplisia)

Tumbuhan Liar Tumbuhan Budidaya

Hutan

Lahan Liar

Tanaman Pagar

Tanaman Hias Produksi Simplisia

Tumpang sari

Tanaman Perkebunan

Hutan

Page 4: Resume

sering berubah apabila umur tanaman dari suatu pengumpulan ke waktu pengumpulan

lain tidak sama.

Jenis (spesies) tanaman yang dikehendaki sering tidak tetap dari satu waktu

pengumpulan ke waktu pengumpulan berikutnya. Sering timbul kekeliruan akan jenis

tanaman yang dikehendaki. Dua jenis tanaman dalam satu marga kadang mempunyai

bentuk morfologi yang sama dari pengamatan seseorang (pengumpul) yang sering

bukan seorang ahli / seorang yang berpengalaman dalam mengenal jenis tanaman

yang dikehendaki sebagai sumber simplisia. Perbedaan jenis suatu tanaman akan

berarti perbedaan kandungan senyawa aktif .

Perbedaan lingkungan tempat tumbuh jenis tanaman yang dikehendaki. Satu jenis

tanaman liar sering tumbuh pada tempat tumbuh dan lingkungan yang berbeda

(ketinggian, keadaan tanah, cuaca yang berbeda). Simplisia yang diperoleh dari satu

jenis tanaman sama tetapi berasal dari dua lingkungan dapat mengandung senyawa

aktif dominan yang berbeda. Misalnya tanaman D. Myoporoides di daerah Australia

utara kandungan skopolamina yang dominan, sedangkan di Australia selatan

kandungan hiosiamina yang dominan.

Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen

dan galur tanaman dapat dipantau. Namun tanaman budidaya juga ada kerugiannya.

Pemeliharaan rutin menyebabkan tanaman menjadi manja, mudah terserang hama sehingga

pemeliharaan ekstra diperlukan untuk mencegah serangan parasit. Penggunaan pestisida

untuk ini membawa konsekuensi tercemarnya simplisia dengan residu pestisida. (Sehingga

perlu pemeriksaan residu pestisida).

1.3 Faktor Proses Pembuatan Simplisia

a. Pengumpulan Bahan Baku

Waktu Pengumpulan

Waktu yang tepat untuk panen adalah pada saat senyawa bioaktif berada dalan jumlah

maksimal pada organ tanaman yang dikumpulkan. Sebagai contoh mentol sebaiknya dipanen

pada saat cuaca cerah, jika dipanen saat cuaca mendung senyawa mentol dapat berubah

menjadi menthone sehingga kandungan mentol yang didapat menjadi sedikit. Adapun garis

besar pedoman panen adalah sebagai berikut.

4

Page 5: Resume

1. Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum

semuanya pecah. Contoh : Biji Jarak

2. Buah

Pemanenan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa bioaktifnya.

Saat menjelang masak

Contoh : piper (bila dipanen saat masak busuk timbul efek samping yaitu

hipertensi)

Setelah benar- benar masak

Contoh : Adas

Dengan melihat perubahan warna, tingkat kekerasan, kadar air, bentuk dan lain-

lain.

Contoh : Belimbing wuluh, timun

3. Daun atau Herba

Saat proses fotosintesis maksimal, yaitu saat mulai berbunga atau buah menjadi

masak. Pada saat ini proses fotosintesis berhenti sementara. Contoh : Herba meniran,

Daun jati belanda

4. Pucuk Daun

Pemanenan pucuk daun dilakukan pada saat warna pucuk daun belum berubah

menjadi seperti warna daun tua. Contoh : ginseng

5. Bunga

Pemanenan bunga tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa

bioaktifnya

Saat menjelang penyerbukan

Saat masih kuncup (melati)

Saat bunga mekar (mawar)

5

Page 6: Resume

6. Kulit Batang / Kortex

Hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur, saat panen yang paling baik

adalah awal musim kemarau. Contoh : Kina

7. Umbi Lapis

Pemanenan dilakukan pada akhir pertumbuhan karena merupakan tanaman semusim.

Contoh : Bawang merah

8. Rimpang

Dipanen pada awal musim kemarau. Diakhir musim kemarau kandungan senyawa

bioaktif tidak ada. Contoh : Kunyit

9. Akar

Dipanen saat proses pertumbuhan berhenti. Untuk pohon akar besar tidak boleh

diambil semua). Contoh : Akar Pule, Kelembak

Teknik Pengumpulan

Panen dapat dilakukan dengan tangan, tanpa atau dengan menggunakan mesin.

Apabila pengumpulan dilakukan secara manual langsung (pemetikan) maka keterampilan

pemetik dalam menentukan dan memetik organ yang sesuai dari tanaman sangat penting

diperhatikan. Dalam hal ini pengalaman memegang peranan penting. Keterampilan

diperlukan untuk memperoleh simplisia yang benar dan tepat (misalnya kalau diperlukan

daun muda, tidak terpetik daun tua dan ranting) serta tidak merusak tanaman induk (terutama

untuk tanaman yang dipanen organnya beberapa kali). Alat yang digunakan untuk memetik

(misalnya pisau) juga dipilih yang sesuai dan tepat. Alat dari logam tidak digunakan jika

merusak secara kimiawi senyawa aktif dalam simplisia (misalnya : simplisia yang

mengandung golongan fenol, glikosida).

Cara pemanenan mekanik dengan menggunakan mesin diperlukan apabila dari segi

pertimbangan ekonomi keadaaan simplisia yang dikumpulkan dapat dilaksanakan.

Penggunaan mesin-mesin biasanya digunakan untuik memanen simplisia dari tanaman sekali

panen.

b. Sortasi Basah

6

Page 7: Resume

Sortasi basah bertujuan untuk membersihkan benda- benda asing yang berasal dari

luar, seperti tanah, kerikil, rumput, bahan yang rusak, bagian lain tanaman yang tidak

diperlukan, dan bagian dari tanaman lain.

c. Pencucian

Pencucian terutama dilakukan terhadap simplisia organ tanaman bawah tanah untuk

mencuci sisa-sisa tanah yang melekat. Untuk simplisia jumlah besar umumnya digunakan

teknik dengan mengaliri air pada simplisia yang ditempatkan di atas alat seperti jaring-jaring.

Air yang digunakan dapat dari berbagai sumber namun tetap harus memperhatikan

kemungkinan adanya pencemaran.

Menurut Frazier (1978) pencucian sayuran sebanyak satu kali mengurangi jumlah

mikroba sebesar 25%, sebanyak tiga kali mikroba berkurang 58%. Bakteri-bakteri pencemar

air contohnya : Pseudomonas, Proteus, Escherichia, Bacillus, dll.

d. Pengubahan Bentuk

Pengubahan bentuk bertujuan untuk memperluas permukaan.

7

Pencucian (sumber Air)

Mata Air Air Sumur Air PAM

Cemaran:

Mikroba

pestisida

Cemaran:

Mikroba

limbah

Cemaran:

Kapur

Klor

Page 8: Resume

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan organ tanaman atau tanaman yang dipanen adalah untuk

mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat digunakan atau disimpan dalam

jangka waktu relatif lama dengan cara mengurangi kandungan air dan menghentikan reaksi

enzimatik yang mungkin dapat menguraikan senyawa bioaktif dan menurunkan mutu atau

merusak simplisia itu.

Pada tanaman hidup (sebelum pemetikan) pertumbuhan jamur dan reaksi enzimatis

yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses

metabolisme pada sintesa, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang

segera setelah sel mati. Dalam beberapa hal proses enzimatik ini justru dikehendaki setelah

pemetikan. Sebelum proses pengeringan organ tanaman dibiarkan dalam kondisi suhu dan

kelembaban tertentu untuk berlangsungnya reaksi enzimatik. Atau pengeringan dilakukan

perlahan-lahan agar reaksi enzimatik masih berlangsung selam proses pengeringan. Proses

enzimatik disini masih diperlukan untuk membebaskan kandungan kimia yang dikehendaki

dari ikatan kompleksnya di dalam tanaman. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah atau

dengan buatan .

8

Pengubahan Bentuk

Perajangan:

Rimpang, daun

Rimpang, daunPengupasan: buah

Pemiprilan: jagung

Pemecahan: biji, kayu

Penyerutan: kayu

Pemotongan: akar, batang

Page 9: Resume

Pengeringan Alamiah

Bergantung dari zat aktif yang dikandung dalam organ tanaman yang dikeringkan,

dapat dilakukan dengan dua cara pengeringan :

1. Panas sinar matahari langsung

Cara ini dilakukan untuk mengeringkan organ tanaman yang relatif keras (kayu,

kulit kayu, biji, dan lain-lain) dan mengandung senyawa bioaktif yang relatif stabil.

2. Tidak dikenai sinar matahari langsung

Dapat juga dengan diangin-anginkan di tempat teduh (bunga) atau ditutup dengan

kain hitam (daun, rimpang). Digunakan kain hitam karena kain hitam dapat

menyerap panas bukan sinarnya sehingga UV terhalang (UV dapat merusak zat

aktif).

Pada kedua cara tersebut untuk tempat pengeringan digunakan dasar pengering

berlubang-lubang (anyaman bambu, kain kasa) bukan terbuat dari logam, karena logam akan

beraksi dan menguraikan senyawa bioaktif tertentu yang dikehendaki. Letak tempat

pengeringan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara

dengan baik.

Pengeringan Buatan

Pada cara pengeringan ini digunakan alat yang dapat diatur suhu, kelembaban,

tekanan dan sirkulasi udaranya. Misalnya Oven.

9

Pengeringan

Alamiah Buatan

Matahari Oven max 600 C

Langsung Tidak Langsung FERMENTASI

CEPAT

LAMBAT

Page 10: Resume

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah :

Waktu pengeringan.

Suhu

Kelembaban udara dan kelemban bahan

Ketebalan bahan yang dikeringkan

Sirkulasi udara

Luas permukaan bahan

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir penyiapan simplisia.

Tujuan sortasi disini adalah memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman

yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering,. Proses ini dilakukan sebelum simplisia

dibungkus kemudian disimpan.

g. Pengepakan dan penyimpanan

Tujuan penyimpanan yang baik dari suatu simplisia adalah untuk mencegah

menurunnya mutu simplisia dalam masa penyimpanan. Wadah yang bersih, kedap udara

diperlukan untuk simplisia. Kekedapan terhadap udara luar diperlukan untuk mencegah

masuknya kelembaban udara yang tinggi dari luar ke dalam wadah. Udara tropik dengan

kelembaban tinggi memudahkan peetumbuhan jamur. Wadah dari logam tidak dianjurkan

karena dalam beberapa hal berpengaruh terhadap kadar senyawa aktif. Wadah dari plastik

tebal kualitas baik atau dari gelas berwarna gelap relatif baik. Pengaruh-pengaruh luar yang

perlu dicegah antara lain masuknya serangga, sinar matahari langsung, dan kotoran udara

lain.

Ruang penyimpanan simplisia yang telah diwadahi juga perlu diperhatikan. Suhu

rendah, kelembaban relatif rendah, tekanan udara dalam ruang relatif tinggi dari tekanan

udara luar atau sistem sirkulasi udara yang baik, adalah kondisi ruang yang dianjurkan.

Disamping itu perlu juga diatur letak dan susunan wadah di dalam ruang sehingga

memudahkan orang mencari simplisia yang diperlukan.

10

Page 11: Resume

BAB II

STANDARISASI DAN SPESIFIKASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK

2.1 Latar Belakang

Obat tradisional atau obat herbal umumnya digunakan oleh masyarakat

berdasarkan pengalaman pribadi atau turun-temurun dan belum terstandarisasi. Secara

alamiah senyawa bioaktif dalam tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan herbal

dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Oleh karena itu,

kadar senyawa bioaktif dalam tumbuhan atau simplisia cenderung fluktuatif dan bervariasi.

Fenomena inilah yang menjadikan proses standarisasi sangat penting dilakukan sebelum

dilanjutkan ke proses formulasi atau manufaktur sediaan obat alami agar diperoleh

keseragaman komponen aktif, keamanan, kualitas dan manfaat obat yang dimaksud.

2.2 Pengertian dan Tujuan Standarisasi

Standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, merevisi

standard yang dilaksanakan secara tertib dan kerjasama semua pihak (menurut SSN 1998).

Sedangkan menurut McCutcheon, 2002 standarisasi adalah seluruh informasi dan kontrol

yang diperlukan untuk menghasilkan produk secara konsisten. Sementara pihak Depkes RI

mendefinisikan standarisasi sebagai serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran

yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam

artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, farmasi).

Adapun tujuan dari proses standarisasi adalah sebagai berikut.

Untuk memperoleh konsistensi produk dari batch ke batch,

Untuk mengetahui jumlah ekstrak per unit dosis sehingga mempermudah formulasi,

Sebagai indikasi adanya kehilangan atau degradasi selama proses produksi atau

mengetahui stabilitas suatu produk sehingga dapat mengantisipasi terbentuknya

senyawa baru, dan

Mencegah pemalsuan.

11

Page 12: Resume

Standarisasi memiliki banyak keuntungan baik bagi produsen maupun bagi

konsumen obat herbal. Keuntungan standarisasi bagi produsen adalah mempermudah proses

produksi karena ada prosedur yang jelas, obat herbal yang diproduksi dapat dipercaya oleh

masyarakat, dan sekaligus meminimalkan kesalahan dan kerugian. Sedangkan bagi

konsumen, standarisasi dapat menjamin tersedianya produk yang baik dan kandungan bahan

aktifnya konstan (tetap/ajeg) sehingga efek terapi yang diharapkan akan tercapai.

Namun standarisasi obat herbal juga memiliki beberapa kendala, seperti :

Susah dilakukan untuk obat yang efek farmakologinya tidak terukur, seperti

antioksidan.

Butuh biaya relatif besar.

Memerlukan keahlian dan peralatan khusus.

Beberapa tumbuhan masih tidak diketahui zat aktifnya karena dalam memberikan

efek terapi seringkali yang berkhasiat adalah gabungan beberapa zat aktif, hal ini jelas

mempersulit proses standarisasi.

Tidak tersedianya senyawa standar.

Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan senyawa marker, yaitu senyawa tertentu

yang digunakan sebagai petunjuk spesifik dengan metode tertentu.

Standarisasi obat tradisional perlu dilakukan dari hulu ke hilir. Standarisasi dapat

dilakukan melalui penerapan teknologi yang tervalidasi pada proses menyeluruh yang

meliputi penyediaan bibit unggul (pre-farm), budidaya tanaman obat (on-farm), pemanenan

dan pasca panen (off-farm), ekstraksi, formulasi, uji preklinik dan uji klinik.

2.3 Standarisasi Simplisia

Standarisasi simplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai berikut.

Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum (non

spesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan

penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi)

Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-

Safety-Efficacy

12

Page 13: Resume

Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap respon

biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa

kandungan.

Apabila sejak penyediaan bibit sudah diterapkan standarisasi, maka tanaman

tersebut akan menghasilkan simplisia dengan kandungan senyawa bioaktif yang tidak

fluktuatif. Budidaya yang menerapkan kaidah Good Agricultural Practice (GAP) akan

menghasilkan simplisia yang memenuhi persyaratan kualitas. Persyaratan yang harus

dipenuhi adalah kemurnian simplisia (tidak dipalsu atau dicampur simplisia lainnya, tidak

mengandung pestisida berbahaya, logam berat dan senyawa toksik lainnya), persyaratan

kadar senyawa aktif , maupun persyaratan lain yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia,

Materia Medica Indonesia atau standar acuan lainnya.

Pengembangan bibit unggul tanaman obat dapat dilakukan dengan dua

pendekatan, yaitu melalui selektif breeding dan perbaikan galur baik secara perlakuan atau

rangsangan kimiawi maupun secara rekayasa genetika guna mendapatkan bibit yang mampu

menghasilkan senyawa aktif dengan yield tinggi.

2.4 Standarisasi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif

dari simplisia nabati/hewani dengan pelarut yang sesuai. Kegunaan ekstrak obat herbal yang

terstandar antara lain mempertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch

yang diproduksi, pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat

mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan

terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan

sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet dan

lain-lain.

Parameter yang ditetapkan dalam standarisasi ekstrak antara lain : parameter non

spesifik (susut pengeringan dan bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu

pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba) dan parameter spesifik (identitas,

organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar serta profil kromatografi).

13

Page 14: Resume

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah sebagai berikut.

Faktor biologi dan geografi, berkaitan dengan tumbuhan obat (dikontrol dengan

penerapan GAP)

Faktor Kimia, dikontrol dengan GMP (Good Manufacturing Practice)

- Faktor internal: jenis senyawa aktif, komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa

aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif

- Faktor eksternal: metode ekstraksi, alat ekstraksi, ukuran kekeringan/kadar air

simplisia, pelarut, kandungan logam berat, pestisida.

Mutu ekstrak dipandang dari senyawa-senyawa kimia yang ada dalam ekstrak

yang berkontribusi terhadap respon biologis. Senyawa kimia dalam ekstrak antara lain :

1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal

Standarisasi: komposisi senyawa kandungan asli

2. Senyawa hasil perubahan dari senyawa asli

3. Senyawa kontaminasi (polutan/residu proses)

4. Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli/senyawa perubahan

1 dan 2 : Parameter standar umum spesifik

3 dan 4 : Parameter standar umum non spesifik

2.5 Metode Pengukuran Parameter-Parameter Standarisasi

Pada dasarnya standarisasi meliputi tiga bidang yaitu botani, fisiko-kimia dan

farmakologi. Botani dan fisiko-kimia pada prakteknya merupakan pengujian untuk identitas

simplisia dan pengujian terhadap mutu dan kualitasnya. Uji farmakologi dipersyaratkan

untuk obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Herbal terstandar adalah obat tradisional yang

ditingkatkan kualitas, manfaat dan keamanannya melalui evaluasi farmakologi dengan

melakukan uji praklinik pada hewan coba. Sedangkan fitofarmaka adalah obat tradisional

yang lulus tahap evaluasi farmakologi khasiat dan keamanannya melalui uji klinik pada

manusia.

14

Page 15: Resume

Pengujian untuk identitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa simplisia yang

diuji benar- benar merupakan simplisia yang diinginkan sedangkan pengujian terhadap

kualitas dimaksudkan untuk mengontrol apabila terhadap kerusakan simplisia tersebut.

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa metode pengukuran parameter standarisasi.

a. Organoleptik

Pengujian organoleptik meliputi pengujian morfologi yaitu bentuk dan warna disertai bau

dan rasa. Pengujian ini dapat dilakukan langsung oleh penguji dengan cepat dan

sederhana.

b. Makroskopik

Pengujian ini pada umumnya dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca

pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang digunakan untuk simplisia.

c. Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan dan serbuk

dan meliputi pemeriksaan terhadap kandungan sel masing-masing jaringan dan

pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Untuk dapat melihat kandungan sel dapat

langsung di bawah mikroskop atau setelah dilakukan pewarnaan. Pemeriksaan anatomi

jaringan dapat dilakukan setelah dilakukan penetesan pelarut tertentu seperti kloralhidrat

untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat

terlihat jelas di bawah mikroskop.

d. Fluoresensi

Bahan-bahan tertentu dapat diperiksa dalam bentuk potongan tipis di bawah sinar UV

dengan panjang gelombang 350-366 nm dan akan memberikan fluoresensi yang spesifik.

Misalnya akar kelembak (Rheum officinale) berfluoresensi kecoklatan, sedangkan

kelembak (Rheum rhaponticum) berfluoresensi ungu. Uji Fluoresensi ini dapat dilakukan

terhadap ekstrak, atau larutan yang dibuat dari simplisia.

e. Kelarutan

Pengujian kelarutan dilakukan terutama untuk simplisia yang berupa eksudat tanaman.

Misalnya gom arab seluruhnya larut dalam air dingin.

f. Reaksi Warna, Pengendapan dan reaksi lain

Reaksi warna dapat dilakukan terhadap simplisia yang telah diserbuk atau ekstraknya.

Reaksi pengendapan harus dilakukan terhadap ekstrak simplisia dan larutan atau ekstrak

yang diuji harus jernih. Selain reaksi warna dan pengendapan terdapat reaksi atau metode

15

Page 16: Resume

lain sejenis yang dapat digunakan untuk standarisasi. Salah satunya mikrosublimasi yang

digunakan untuk memisahkan konstituen mudah menguap dalam bentuk kristal yang

selanjutnya dapat diuji titik lebur dan reaksi warnanya.

g. Kromatografi

Kromatografi lapisan tipis (KLT) merupakan salah satu cara pengujian yang utama dalam

standarisasi simplisia. Cara ini mempunyai tingkat kepekaan yang cukup tinggi, cepat,

sederhana, dan relatif murah sehingga dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang

memerlukannya. Namun akan lebih baik bagi perusahaan atau instansi yang mampu

untuk melengkapinya dengan kromatografi lainnya (KCKT,Gas, dan lain-lain).

h. Penetapan Kadar

Dalam Farmakope, pada setiap monografi simplisia penetapan kadar selalu dimaksudkan

untuk zat berkhasiat dan untuk mengontrol mutu simplisia dalam hubungannya dengan

khasiat yang dicantumkan. Zat berkhasiat itu sendiri dalam simplisia dapat berupa zat

tunggal atau campuran. Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat

berkhasiat ini adalah telah diketahui secara pasti kadar minimal zat berkhasiat yang harus

dikandung suatu simplisia.

Selain zat berkhasiat terdapat kadar lain yang seringkali dipersyaratkan pada monografi

setiap simplisia yaitu kadar sari. Kadar sari ini dipersyaratkan untuk simplisia yang belum

diketahui secara pasti zat berkhasiat yang dikandungnya. Kadar yang lain adalah kadar

abu untuk mengontrol jumlah pencemaran benda-benda anorganik seperti tanah dan pasir

yang seringkali terikut dalam simplisia. Untuk menghindari terjadinya reaksi enzimatik,

cemaran mikroba dan produk toksiknya serta mencegah pertumbuhan jamur pada

umumnya simplisia nabati dikontrol pula dengan batas kadar airnya.

i. Cemaran mikroba dan aflatoksin

Beberapa penelitian di Indonesia terhadap obat tradisional menunjukkan adanya cemaran

mikroba yang kemungkinan dapat terjadi pada proses pembuatannya atau memang telah

terdapat pada simplisia sebagai bahan bakunya. Tetapi jenis yang diketemukan harus

dilihat apakah bersifat toksik pada tubuh atau metabolitnya yang toksik. Seperti

Aspergillus flavus merupakan mikroba jenis jamur yang tidak menimbulkan penyakit

(toksik) tapi metabolitnya aflatoksin dapat menyebabkan keracunan. Cara penetapan

aflatoksin dapat dilihat pada buku-buku standar (AOAC)

16

Page 17: Resume

j. Cemaran logam berat

Menurut Farmakope Indonesia percobaan batas logam berat dimaksudkan untuk

menunjukkan bahwa kadar pengotor yang dengan hidrogen sulfida memberikan warna

tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada masing-masing monografi yang

dinyatakan sebagai timbal.

17

Page 18: Resume

BAB III

FLAVONOID

3.1 Definisi dan Sifat Flavonoid

Flavonoid adalah suatu golongan metabolit sekunder tanaman yang memiliki inti

prenilpropanoid terdiri dari 15 C, yang dapat dimodifikasi secara luas, baik dengan penataan

ulang (rearrangement), oksidasi, alkilasi dan glikosilasi. Ada juga yang mendefinisikan

flavonoid sebagai suatu golongan metabolit sekunder tanaman yang mengandung cincin

aromatik, berasal dari fenil dan malonil koenzim-A (CoA, terbentuk melalui jalur asam

lemak).

Adapun sifat-sifat dari senyawa flavonoid adalah sebagai berikut.

1. Senyawa flavonoid biasanya mengalami perubahan warna bila direaksikan dengan

basa seperti ammonia karena memiliki struktur senyawa fenolik.

2. Umumnya flavonoid larut dalam air (bersifat polar) karena substituen utama dari

flavonoid adalah –OH atau gugus hidroksi.

3. Flavonoid jarang sekali berada dalam bentuk tunggal. Keberadaan flavonoid di alam

lebih sering sebagai senyawa campuran, misalnya dengan gula dalam bentuk

glikosida dimana flavonoid berperan sebagai aglikon (senyawa bukan gula) dari

glikosida tersebut. Flavonoid dalam bentuk glikosida atau aglikon polihidroksi

bersifat polar, terdapat dalam cairan vakuola sebab terdapat gula sehingga larut dalam

air. Flavonoid yang bersifat non polar seperti flavonoid dalam bentuk polimetoksi

tidak larut dalam air, terdapat pada dinding sel.

4. Semua flavonoid mempunyai sistem aromatik yang mengalami konjugasi sehingga

flavonoid menunjukkan pita serapan yang kuat pada spektrum ultraviolet (UV) dan

spektrum tampak.

Bagi tanaman flavonoid dapat berperan sebagai faktor pertahanan alamiah.

Sedangkan dalam dunia pengobatan flavonoid digunakan secara luas sebagai diuretik,

antifertilitas (butin dari biji Butea monosperma), antispasmodik, antitumor, antibakteri,

18

Page 19: Resume

antifungi, antiinfeksi, antialergi, antiparasit (chalkon, flavonol), antitrombosis dan

vasoprotektif.

Secara umum, dalam tanaman flavonoid bisa terbentuk lewat jalur metabolisme

asam asetat dan asam sikhimat. Flavonoid terbentuk dari gabungan 3 unit asam asetat dan

fenil propan seperti digambarkan bagan dibawah ini.

Gambar 3.1. Skema biogenesis dari flavananon, isoflavon dan flavon (Evans, W.C., 2000).

3.2 Penggolongan Flavonoid

Berdasarkan struktur inti yang dimiliki, flavonoid dapat dibagi menjadi tiga

golongan besar antara lain sebagai berikut.

1. Flavonoid

Berdasarkan distribusinya pada tanaman, golongan flavonoid dibagi lagi menjadi dua

yaitu :

a. Flavonoid mayor, yaitu golongan flavonoid yang tersebar luas pada semua

tanaman. Contohnya flavon, flavanol, dan flavanonol.

19

Page 20: Resume

b. Flavonoid minor, yaitu golongan flavonoid yang distribusinya terbatas hanya

pada famili tertentu dari tanaman. Contohnya chalkon, auron, flavanon dan

isoflavon.

2. Flavanoid, contohnya katekin dan leukoantosian.

3. Antosianin, contohnya sianidin dan pelargonidin.

3.2.1 Golongan Flavonoid

Flavonoid mempunyai inti berupa cincin piron. Struktur inti flavonoid juga disebut

fenil benzo γ–piron karena letak gugus karbonil pada posisi C nomor 3 dari O inti piron.

Senyawa ini paling banyak digunakan dalam bidang farmasi. Ada banyak kerangka substitusi

yang diturunkan dari struktur ini flavonoid tersebut, antara lain: flavon, isoflavon, flavonol,

flavanon, flavanonol, chalkon, dan auron. Substituen utama pada flavonoid adalah gugus –

OH. Substituen lain yang sering terikat pada struktur inti flavonoid adalah gugus metoksi ( -

OCH3 ), gugus metil ( - CH3 ), gula (mono, di-glukosil, rhamnosil).

a. Flavonoid Mayor

Flavon

Flavon di alam biasanya berada dalam bentuk glikosida. Contoh: Apigenin (Apium

graveolens), Luteolin (Daucus carota, Sonchus arvensis, Apium graveolens).

Flavonol

Flavonol mempunyai struktur seperti flavon, hanya saja pada posisi C nomor 3 dari O

inti piron terdapat gugus –OH. Flavonol tersebar luas pada tumbuhan baik sebagai ko

pigmen antosianin dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan. Flavonol paling

sering terdapat dalam bentuk glikosida. Yang paling umum dikenal dalam dunia

farmasi adalah kuersetin 3-rutinosida, yang dikenal sebagai rutin, karena digunakan

untuk pengobatan kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia.

Xanthon

Xanthon terutama ditemukan pada famili Gentianaceae dan Guttiferae. Beberapa juga

ditemukan pada famili Moraceae dan Polygalaceae. Contoh : Xanthon dari A.

paniculata mempunyai efek antimalaria, Mangiferin (Hypericum sp., Cratoxylem

pruniflorum, Swertia chirata) mempunyai efek antiinflamasi, antihepatotoksik,

antivirus, Garciniaxhanton dari Garcinia dulcis yang mempunyai efek antimalaria.

20

Page 21: Resume

b. Flavonoid Minor

Chalkon dan Auron

Berupa pigmen kuning, umumnya dalam bentuk glikosida. Chalkon dan auron

terdistribusi terbatas pada famili tertentu, misal Compositae (Coreopsis), dan

Moraceae (Artocarpus champeden: Morachalkon). Chalkon dan auron dideteksi

dengan diuapi dengan basa/amonia dan warnanya berubah menjadi merah jingga atau

merah. Senyawa chalkon menunjukkan berbagai aktivitas farmakologis seperti

antimalaria (Morachalkon dan Licochalkon).

Isoflavon

Isoflavon keberadaanya sangat terbatas. Senyawa seperti 7,4’-dihidroksi isoflavon

(daidzein) dan 5,7,4’-trihidroksi isoflavon (genistein) merupakan estrogen alam lemah

yang terdapat dalam semanggi (Trifolium pratense).

3.2.2 Golongan Flavanoid

Flavanoid memiliki struktur inti berupa cincin piran. Ada 2 golongan flavanoid

yang umum yaitu Katekin dan Leukoantosian.

a. Katekin

Beberapa sifat dari katekin antara lain :

Larut dalam air, etanol, etil asetat, eter

Tidak larut dalam kloroform dan PE

Apabila dipanaskan dengan asam maka akan muncul endapan merah coklat yang disebut

flobafen dan warna larutannya coklat.

Katekin mempunyai aktivitas menghambat efek kafein.

b. Leukoantosian

Beberapa sifat dari leukoantosian antara lain :

Larut dalam air, etanol, etil asetat

Tidak larut dalam eter, kloroform dan PE

3.2.3 Golongan Antosianin

Pada struktur inti antosian terdapat inti berupa cincin pirinium. Antosianin merupakan

pigmen warna yang penting dan tersebar luas pada tumbuhan dan merupakan penyebab warna merah,

ungu dan biru pada daun bunga, daun dan buah pada tumbuhan tinggi serta dapat larut dalam air. Di

alam sebagian besar antosianin terdapat dalam bentuk glikosida. Antosianin umum terdapat pada

21

Page 22: Resume

tanaman berpembuluh, tetapi juga telah dideteksi pada beberapa lumut, daun muda paku,

angiospermae dan gymnospermae. Beberapa sifat antosian adalah :

Larut dalam air, etanol dan pelarut beroksigen

Tidak stabil sebagai zat warna

Bila terdapat gugus o-OH dapat membentuk khelat dengan logam berat

Contoh antosianin adalah sianidin pada bunga jagung, Rosa sp. (merah), pelargonidin pada

bunga pelargonium (merah oranye), malvidin pada Malva sp. (merah ungu).

Beberapa struktur inti dari senyawa flavonoid adalah sebagai berikut.

Gambar 3.2 Struktur inti golongan flavonoid

22

Page 23: Resume

BAB IV

TANIN, PEPTIDA DAN RESIN

4.1 Tanin

Istilah tanin berasal dari bahasa Perancis, yaitu tanning. Awalnya senyawa tanin

dikenal sebagai zat samak atau tanning substance yang berguna dalam proses penyamakan

kulit hewan sehingga kulit menjadi liat dan kuat dan siap diproses lebih lanjut menjadi

kerajinan tangan dan lainnya. Efek antiseptik dari senyawa tanin yang ringan menyebabkan

kulit yang telah disamak menjadi awet.

Setelah diadakan penelitian lebih lanjut, ternyata tidak semua zat samak adalah

tanin, sehingga dikembangkan definisi baru dari senyawa tanin. Tanin secara kimia

merupakan senyawa kompleks campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak dapat

dikristalkan. Tanin terdistribusi pada kulit batang, kayu, daun, buah, akar dan biji tumbuhan

tingkat tinggi.

Berdasarkan bobot molekulnya, tanin dikelompokkan menjadi dua, yaitu true

tannin (tanin sejati) dan pseudotanin. True tannin atau tanin sejati adalah senyawa tanin

dengan bobot molekul (BM) 1000-5000 dan akan menunjukkan hasil positif jika diuji dengan

skin test. Pseudotanin adalah senyawa tanin dengan BM kurang dari 1000 dan jika diuji

dengan skin test belum tentu menunjukkan hasil positif.

Berdasarkan dapat atau tidaknya senyawa mengalami proses hidrolisis, tanin

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Tanin terhidrolisis, yaitu tanin yang bentuk esternya dapat terhidrolisis oleh enzin

tanase menjadi asam fenolat dan gula. Tanin terhidrolisis di alam umumnya dalam

bentuk glikosida. Contoh tanin terhidrolisis adalah gallitanin (tersusun dari asam

galat) dan ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).

2. Tanin terkondensasi, yaitu tanin yang hanya terdiri dari inti fenolik tetapi kadang

terikat pada karbohidrat atau protein. Tanin terkondensasi tidak dapat terhidrolisis

oleh asam atau enzim, melainkan dapat membentuk endapan berwarna merah

(flobafen). Contohnya pada red chincona bark yang berwarna merah karena

23

Page 24: Resume

mengandung tanin terkondensasi. Kebanyakan tanin merupakan hasil kondensasi 2

atau lebih flavan-3-ol seperti katekin atau flavan-3,4-diol seperti leukosianidin.

3. Tanin kompleks, yaitu campuran antara tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.

Contoh distribusi tanin pada tanaman antara lain sebagai berikut :

1. Tanin terhidrolisis

Gallitanin : cengkeh, Castanea sp

Ellagitanin : pomegranatae, Castanea sp

2. Tanin terkondensasi:

Kulit batang : chincona, akasia, kayu manis

Bunga : lime

Biji : cocoa, kola, areca

Buah : anggur

Daun : teh (green tea)

Manfaat tanin bagi tanaman antara lain sebagai proteksi terhadap infeksi, serangga,

dan hewan herbivora. Produksi tanin pada tanaman akan meningkat apabila tanaman terluka,

ini semakin menguatkan peran tanin sebagai proteksi bagi tanaman. Secara tradisional tanin

telah dimanfaatkan sebagai pengobatan diare, diuretik, tumor duodenum, antiinflamasi, dan

antiseptik. Tanin memiliki sifat khas yaitu mengendapkan protein dari larutan dan dapat

berkombinasi dengan protein menyebabkan tahan terhadap enzim protelitik. Efek

mengendapkan protein inilah yang dimanfaatkan dalam proses penyamakan kulit hewan. Jika

diaplikasikan pada jaringan hidup menimbulkan efek astringen yang merupakan prinsip dasar

terapi tanin. Tanaman mengandung tanin seperti hamamelis dan nutgall, asam tanan dan

derivatnya dimanfaatkan sebagai astringen saluran cerna dan abrasi kulit. Pada pengobatan

luka bakar, protein dari jaringan yang terpapar diendapkan dan membentuk antiseptik ringan

sehingga membentuk lapisan pelindung dari jaringan baru yang beregenerasi. Efek samping

dari penggunaan tanaman berkadar tanin tinggi seperti Areca catechu atau Rhus copallina

adalah karsinogenik sehingga menyebabkan kanker mulut atau esofagus. Namun efek

karsinogenik ini juga tergantung pada keadaan individu yang mengonsumsi tanin berkadar

tinggi.

24

Page 25: Resume

Di laboratorium tanin digunakan sebagai pereaksi pendeteksi gelatin, protein, dan

alkaloid. Tanin juga berguna sebagai antidot keracunan alkaloid dengan cara berikatan

dengan alkaloid membentuk tanat yang tidak larut air.

Tanaman mengandung tanin seperti Hamamelis virgiana mengandung

hamamelitanin dan derivat asam galat, gula hexosa, minyak atsiri, asam galat dan asam

oksalat. Efek hemostatiknya dimanfaatkan untuk pengobatan hemoroid sedangkan efek

astringennya dimanfaatkan untuk pengobatan digigit serangga.

4.2 Peptida

Peptida umumnya dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bobot molekulnya,

yaitu senyawa peptida dengan bobot molekul rendah dan senyawa peptida dengan bobot

molekul tinggi. Perbedaan bobot molekul ini menyebabkan sifat fisika, kimia dan aktivitas

farmakologi dari dua macam peptida tersebut berbeda.

Peptida dengan bobot molekul rendah, hanya terdiri dari 2 unit asam amino

(dipeptida) yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Tripeptida merupakan gabungan 3 asam

amino dan polipeptida merupakan gabungan banyak asam amino. Peptida dengan bobot

molekul tinggi merupakan gabungan beberapa unit asam amino membentuk peptida protein

sederhana seperti albumin, globulin, prolamin, glutalin, protein kompleks, protein

terkonjugasi (protein yang tersusun dari monomer-monomer yang saling gandeng) seperti

casein, nukleoprotein dan lipoprotein.

Beberapa senyawa peptida dengan bobot molekul rendah, adalah antibiotik dengan

struktur polipeptida siklis, seperti gramicidin, bacitracin, polymyxin, dan hormon peptida,

misalnya oksitosin, vasopresin (hormon yang berasal dari kelenjar pituitari posterior) dan

glutation yang ditemukan pada hampir semua sel hidup.

25

Page 26: Resume

4.2.1 Sintesis Peptida

Gambar 4.1 Proses sintesis peptida

Secara kimia, peptida disintesa dari C-terminal asam amino yang pertama dan N-

terminal dari asam amino yang kedua. Peptida banyak digunakan untuk mempelajari enzim

dan reseptor substratnya dan membuat antigen untuk merangsang pembentukan antibodi.

4.2.2 Hormon Peptida

Kelenjar pituitari atau kelenjar hipofise menghasilkan beberapa hormon peptida

yang penting. Beberapa hormon yang dihasilkan oleh hipofise adalah sebagai berikut.

Kelenjar Pensekresi Nama Hormon Fungsi

Hipofise Anterior

LH (Luteinizing

hormone) dan FSH

(Folicle Stimulating

hormone)

Berkaitan dengan fungsi gonad (alat

reproduksi), sering disebut gonadotropin

hormon.

Prolaktinhormon laktogenik yang mengontrol sekresi

air susu

ACTH

(Adrenocorticotrophic

hormone)

bekerja pada korteks adrenal untuk mengatur

pelepasan glukokortikoid

GH (Growth

Hormone)

bekerja pada tulang, otot dan liver dalam

proses pertumbuhan

Hipofise Posterior ADH (Antidiuretic merangsang peristalsik dan menghambat 26

Page 27: Resume

hormone) atau

vasopressin

diuresis, dimana kedua efek ini berhubungan

dengan aktivitas vasopressor yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Oksitosin meningkatkan kontraksi ritmik dari uterus

Gambar 4.2 Hormon peptida dari kelenjar hipofise dan jaringan tempat kerjanya

Hormon peptida dihasilkan dalam berbagai organ dan jaringan, misalnya dalam

jantung dihasilkan ANP (Atrial-natriuretic peptide), dalam pankreas dihasilkan insulin dan

dalam saluran pencernaan dihasilkan kolesitokinin dan gastrin. Apabila terjadi defisiensi

hormon dalam tubuh dapat dilakukan terapi hormon eksternal yang memanfaatkan kelenjar

hormon dari hewan. Kelenjar pituitari diambil dari beberapa spesies mamalia, umumnya dari

sapi (Bos taurus Linn.) karena memberikan hasil yang lebih baik. Hormon peptida lain

seperti insulin (penting dalam pengobatan diabetes), umumnya diperoleh dari pankreas babi

(Sus scrofa) famili Suidae dan sapi (Bos taurus Linn.) Famili Bovidae.

27

Page 28: Resume

4.3 Resin

Resin tidak dapat didefinisikan secara jelas tetapi umumnya dikenal sebagai hasil sisa

metabolisme. Resin seringkali terdapat bersama-sama dengan minyak atsiri dan gum.

4.3.1 Karakteristik Resin

1. Karakter fisik

Resin mempunyai bobot jenis yang lebih besar daripada air, berbentuk padatan

keras dan setengah padat. Apabila terkena panas, resin menjadi lebih lembek atau

meleleh, resin yang berupa padatan keras menjadi lembek, dan warnanya lebih

terang.

2. Kelarutan dalam pelarut

Resin praktis tidak larut dalam air, sangat jarang larut dalam petroleum kecuali

colophony dan damar. Larut atau sedikit larut dalam alkohol, eter, aseton,

kloroform, karbon disulfida, larutan kloralhidrat dan minyak atsiri.

3. Komposisi kimia

Resin merupakan campuran kompleks dari berbagai konstituen kimia seperti

asam, ester dan glikosida. Hampir sebagian besar resin tidak mengandung unsur

N (Nitrogen). Resin dapat mengalami perubahan dalam penyimpanan, misalnya

perubahan warna menjadi lebih gelap dan perubahan kelarutan karena oksidasi.

4.3.2 Penggolongan Resin

Resin adalah campuran asam, ester dan glikosida. Semua konstituen kimia tersebut

dapat ditemukan dalam resin, namun terkadang ada konstituen tertentu yang utama

(dominan). Berdasarkan konstituen kimia utamanya, resin digolongkan menjadi :

1. Resin asam, konstituen utama adalah asam, misalnya: Colophony, Burgundy

Pitch, Sandarac, dan Guaiacum

2. Resin ester, konstituen utama adalah ester, misalnya Benzoin dan Dragon’s

Blood

3. Resin campuran, tidak ada konstituen kimia yang dominan, misalnya Mastich

dan Shellac28

Page 29: Resume

4.3.3 Contoh Resin dan Kegunaannya

a. Resin

No Nama Resin Penghasil Kandungan Kimia Kegunaan

1. Colophony Pinus palustris Miller,

Pinus toeda Linn., Pinus

echinata Miller, Pinus

cubensis Grisebach, Pinus

cariboea Mor.

84% abietic acid

(C20H26O2) yang

mempunyai isomer α,

β dan γ

stimulan dan

diuretik.

2. Bordeaux

Turpentine

Pinus maritima Poiret (=

Pinus pinaster Ait)

Pimarinic, pimaric, α

dan β pimarolic acid

-

3. Venice Turpentine Larix europoea DC

(Familia Pinaceae)

α dan β- larinolic

acid

-

4. Sandarac Tetraclinis articulata

(Familia Cupressaceae)

85% pimaric acid dan

sebagian kecil

minyak atsiri

(berwarna agak

kekuningan)

untuk cat kayu-

kayu dengan

warna terang

5. Guaiacum Resin batang pohon Guaiacum

officinale Linn. dan

Guaiacum sanctum Linn.

(Familia Zygophyllaceae)

70% α dan β-

guaiaconic acid, 11-

25% guaiaretic acid,

guaiaic acid, vanilin

dan guaiac-saponin

stimulan lokal

misalnya pada

produk-produk

lozenges, pada

pengobatan gout

kronis dan

reumatik

6. Benzoin (Benzoin

Sumatera, Benzoin

Siam, Benzoin

Palembang)

Benzoin Sumatera : Styrax

benzoin dan Styrax

paralleloneurus (Famili

Styraceae)

asam sinamat, asam

benzoat dan bentuk

alkoholnya yaitu

benzoresinol

Carminativum,

ekspektoran serta

untuk penggunaan

eksternal sebagai

antiseptik

Benzoin Siam : Styrax

tonkinensis Craib.

- sama dengan

benzoin Sumatera

29

Page 30: Resume

tetapi aktivitas

preservatifnya

terhadap lemak babi

yang lebih baik

7. Mastich Pistasia lentiscus Linn.

(Famili Anacardiaceae)

38% α dan β-

masticonic acid yang

berupa serbuk amorf

dan larut dalam

alkohol, 30% α-

masticoresene yang

larut dalam alkohol,

20% β-masticoresene

yang tidak larut

dalam alkohol, 2%

minyak atsiri.

stimulan, dan

penyalut tablet

enterik dengan

cetyl alcohol.

8. Shellac Tacchardia lacca R.

Blanchard (Familia

Coccidae)

- penyalut tablet

atau pil enterik

setelah dilarutkan

dalam cetyl

alcohol

b. Gum Resin

Merupakan campuran gum dan resin yang mengandung minyak atsiri, glikosida, dan enzim sehingga selalu mengandung unsur Nitrogen (N). Contoh gum resin adalah :

Nama Gum

ResinPenghasil Kandungan Kimia Kegunaan

Myrrh batang pohon Commiphora

molmol dan spesies lain

dari Famili Burseraceae

25-35% campuran resin,

2,5-6,5% minyak atsiri

dan 57-61% gum

stimulan dan

antiseptik pada

mouthwash

c. Oleoresin

30

Page 31: Resume

Merupakan campuran resin dan minyak atsiri. Oleo resin yang mengandung asam benzoat dan asam sinamat biasanya dikenal dengan istilah ”balsam”. Contoh oleoresin adalah sebagai berikut.

No Nama Oleoresin Penghasil Kandungan Kimia Kegunaan

1. Balsam Copaiba batang Copaifera lansdorfii

Desfontaines (Famili

Leguminosae)

- desinfektan,

ekspektoran,

pengobatan

bronchitis kronis

dan inflamasi

pada uretra.

2. Balsam Tolu batang pohon Myroxylon

balsamum Linn. (Famili

Leguminosae)

mengandung resin

dalam jumlah besar,

sekitar 80%, benzil

benzoat, benzil

sinamat, asam

sinamat dan vanilin

Antiseptik serta

penambah rasa

pada obat batuk.

3. Balsam Peru batang pohon Myroxylon

pereiroe (Famili

Leguminosae)

- antiseptik,

ekspektoran dan

parasitisida

misalnya pada

scabies.

31

Page 32: Resume

32