responsi pneumonia gianyar

50
Laporan Kasus PNEUMONIA Oleh : A. A. Sagung Ika Nuriska. A (090 2005 166) PEMBIMBING : dr. Putu Wijana, Sp.A.

Upload: hendrik-surya-adhi-putra

Post on 23-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pneumonia

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

PNEUMONIA

Oleh :

A. A. Sagung Ika Nuriska. A (090 2005 166)

PEMBIMBING :

dr. Putu Wijana, Sp.A.DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

2014KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya maka responsi kasus yang berjudul Pneumonia ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sanjiwani, Gianyar.

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada :

1. dr. Putu Wijana, Sp.A sebagai pembimbing dan evaluator tugas ini,2. Rekan-rekan sejawat yang bertugas di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sanjiwani,Gianyar3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyusunan selanjutnya dan semoga bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, April 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR BAGAN

iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3

2.1 Definisi

3

2.2 Etiologi

3

2.3 Faktor Resiko................................................................................ 4

2.4 Patofisiologi

5

2.5 Diagnosis. 8

2.6 Klasifikasi....................................................................................... 9

2.7 Penatalaksanaan

10

2.8 Komplikasi

15

2.9 Pencegahan

16

2.10 Prognosis

17

BAB 3. LAPORAN KASUS

18

3.1 Identitas Pasien

18

3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)

18

3.3 Pemeriksaan Fisik

20

3.4 Pemeriksaan Penunjang

22

3.5 Diagnosa

23

3.6 Terapi

23

BAB 4. PEMBAHASAN

24

BAB 5. SIMPULAN

28

DAFTAR PUSTAKA

29

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1Etiologi CAP pada anak menurut kategori umur 4

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik.................................................11

Bagan 2 Tata Laksana Pneumonia Berdasarkan Derajat Manifestasi Klinis.13

Bagan 3 Penatalaksaan Pneumonia Berat > 2 Bulan ................................14

Bagan 4 Penatalaksaan Pneumonia Berat 2 Bulan.....................................14Bagan 5 Penatalaksanaan Pneumonia Sangat Berat......................................15BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang terjadi sebagai akibat invasi agen infeksius sehingga fungsi saluran napas terganggu. Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau aspirasi benda asing. Pada anak-anak, inflamasi lebih sering disebabkan oleh virus dan bakteri.1 Hingga saat ini pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan yang serius dan merupakan penyumbang angka kesakitan dan kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang.2Menurut UNICEF dan WHO, pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang terlupakan (major forgotten killer of children). Setiap tahunnya diperkirakan 156 juta anak terinfeksi pneumonia di seluruh dunia, 151 juta diantaranya berada di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), Cina (21 juta), Pakistan (10juta), disusul oleh Bangladesh, Nigeria dan Indonesia masing-masing sebanyak 6 juta kasus. 7-13 % adalah kasus berat yang mengancam nyawa dan memerlukan penanganan tepat sesegera mungkin. 2Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian balita di Indonesia.3Faktor risiko yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak balita di negara berkembang antara lain kemiskinan, derajat kesehatan rendah, status sosio ekologi buruk, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, paparan asap rokok, dan proporsi populasi lebih besar.3Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur pasien dan penyebab infeksinya. Gejala-gejala yang sering ditemukan pada anak-anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, nafsu makan hilang, dan mengi. Balita yang mengalami pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernapas, sehingga dadanya naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Kematian pada anak dengan pneumonia biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Berbagai macam komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh pneumonia antara lain efusi pleura, empiema, pneumothoraks, abses paru, sepsis, dan gagal napas.1,3Tatalaksana pneumonia bergantung pada patogen penyebab inflamasi, umur dan kondisi pasien. Hal-hal yang hendaknya dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia antara lain apakah pasien memerlukan antibiotik, pemilihan antibiotik yang sesuai, dan indikasi pasien yang harus rawat inap.3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dihubungkan dengan konsolidasi. Pneumonia tanpa adanya konsolidasi diberikan istilah pneumonitis.4 Pneumonia pada anak sering kali disertai infeksi akut pada bronkus. Kondisi ini disebut bronkopneumonia. Bronkopneumoni menyebabkan produksi eksudat mukopurulen yang menyumbat saluran respiratori kecil. Ini akan menyebaban terjadinya konsolidasi di lobus yang membatasi lokasi infeksi tersebut. 5Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab pneumonia, lokasi anatomi pneumonia, asal penyakit didapati dan gejala klinis.6 Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia masyarakat (community acquired pneumonia) bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan Pneumonia RS atau pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di Rumah Sakit.4 Berdasarkan penyebab pneumonia dapat dibagikan pneumonia disebakan virus, Pneumokokus, Streptokokus, aspirasi, hipostasis dan lain-lain. Bedasarkan lokasi pneumonia diklasifikasikan kepada pneumonia lobaris, pneumonia lobularis, pneumonia interstitial dan pleuropneumonia. 62.2. Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain, misalnya bahan kimia dan benda asing yang teraspirasi.1 Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), virus parainfluenza, virus influenza dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.2Umur Bacteria Viruses

< 1 bulan Streptokokus Grup B

Escherichia coli

Bakteri gram negatif lain

Listeria monocytogenesSitomegalovirus

2 bulan 1 tahun Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenza type B

Staphylococcus aureus

Pseudomonas aeruginosa

Chlamydia trachomatisRespiratory syncytial virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Adenovirus

Human metapneumovirus

2 -5 tahun Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenza type B

Mycoplasma pneumonia

Mycobacterium tuberculosisRespiratory syncytial virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Adenovirus

Human metapneumovirus

Rhinovirus

6~ 18 tahun Streptococcus pneumonia

Chlamydophila pneumonia

Mycoplasma pneumonia

Mycobacterium tuberculosisInfluenza virus

Tabel 1. Etiologi CAP pada anak menurut kategori umur 3

2.3. Faktor Risiko

Faktor risiko yang meningkatkan beratnya penyakit dan kematian karena pneumonia yaitu status gizi kurang, anak yang tidak mendapat ASI, bayi berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan vaksinasi, serta pendidikan ibu, status sosio ekonomi keluarga, gangguan fungsi imun seperti HIV dan penggunaan steroid jangka panjang, penyakit campak, dan malnutrisi.1,3

2.4. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratori atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratori bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril.4 Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anataomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier.3 Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.4-5

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran napas menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.

Pneumonia ditandai oleh inflamasi alveoli dan ruang udara terminal sebagai respon terhadap invasi oleh agen infeksius yang menuju paru melalui jalur hematogen atau inhalasi. Kaskade inflamasi mencetuskan kebocoran plasma dan hilangnya surfaktan, menyebabkan hilangnya udara dan konsolidasi.

Aktivitas respon inflamasi menyebabkan migrasi target dari fagosit, dengan pelepasan substansi toksik dari granul dan mikrobisidal lain dan inisiasi kaskade yang teregulasi secara buruk (seperti komplemen, koagulasi, sitokin).5 Kaskade ini dapat merusak jaringan host secara langsung dan mengubah integritas endotel dan epitel, tonus vasomotor, hemostasis intravaskuler, dan aktivasi fagosit migratoris dan tetap pada fokus inflamasi. Peran apoptosis pada pneumonia masih belum dimengerti.6

Kerusakan paru disebabkan oleh mikroorganisme penginvasi atau material asing dan oleh respon tidak sesuai oleh sistem pertahanan tubuh yang dapat merusak jaringan tubuh separah atau bahkan lebih buruk dari agen penginvasi.3-4 Kerusakan langsung oleh gen penginvasi biasanya disebabkan oleh sintesis dan sekresi enzim mikrobial, protein, lipid toksik, dan toksin yang merusak membran sel host, perlengkapan metabolik, dan matriks ekstraseluler yang menghambat migrasi mikroba.Kerusakan secara tidak langsung disebabkan oleh molekul struktural atau yang disekresi, seperti endotoksin, leukosidin, dan Toxic Shock Syndrome Toxin-1 (TSST-1), yang dapat menghambat tonus dan integritas vasomotor lokal, mengubah karakteristik perfusi jaringan, dan mengganggu hantaran oksigen dan nutrien serta pembuangan bahan sisa dari jaringan lokal.7

Pada level makroskopis, agen penginvasi dan pertahanan tubuh cenderung meningkatkan resistensi otot polos jalan napas, sekresi mukus, dan munculnya sel inflamasi dan debris pada sekresi ini. Material ini dapat meningkatkan resistensi jalan napas lebih jauh dan mengobstruksi saluran napas, parsial atau total, menyebabkan airtrapping, atelektasis, dan ventilatory dead space.7,8 Sebagai tambahan, terganggunya integritas endotel dan epitel alveoli memungkinkan surfaktan untuk diinaktivasi oleh eksudat berprotein, sebuah proses yang dapat dieksaserbasi lebih lanjut oleh efek langsung dari mekonium atau mikroorganisme patogenik.

Pada akhirnya, saluran napas memberikan resistensi yang lebih banyak dan dapat mengalami obstruksi, alveoli dapat menjadi atelektasis atau hiperekspansi, perfusi alveolus dapat terhambat secara bermakna, serta jaringan multipel dan populasi sel di paru dan tempat lain mengalami kerusakan yang meningkatkan kebutuhan oksigen basal dan pengeluaran gas ekskresi ketika paru kurang mampu menyelesaikan tugas ini.4,6

Pertahanan difusi alveolar mungkin meningkat, sambungan intrapulmuner bisa memburuk, ketidaksesuaian vetilasi/perfusi (V/Q) bisa memperburuk gangguan pertukaran gas walaupun homeostasis endogen berusaha untuk meningkatkan kesesuaian melalui konstriksi atau dilatasi jalan napas regional dan vaskuler. Karena miokardium harus bekerja ebih keras untuk menanggulangi resistensi vaskuler paru, paru bisa jadi kurang mampu untuk menambahkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari darah vena untuk dikirim ke organ target. Penyebaran respon infeksi atau inflamasi, baik sistemik maupun lokal, dapat mengeksaserbasi situasi lebih jauh.3

Virus akan menginvasi saluran napas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskuler. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran napas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Pasien dengan infeksi ini muncul dengan wheezing dan crackles.5,8 Perjalanan penyakit ketika sel alveolus tipe II kehilangan integritas strukturalnya dan produksi surfaktannya dihentikan, membran hialin terbentuk, dan terjadi edema pulmoner. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.9

Pada infeksi bakteri, alveoli terisi cairan berprotein, yang memicu masuknya sel darah merah (RBC) dan pulimorfonuklear (PMN) secara cepat (hepatisasi merah) diikuti dengan deposisi fibrin dan degradasi sel inflamasi (hepatisasi abu). Selama resolusi, debris intra-alveoli dimakan dan dihilangkan oleh makrofag alveoli. Konsolidasi ini mengarah pada penurunan masuknya udara dan redupnya suara perkusi; inflamasi pada jalan napas kecil mengarah pada crackles.10

Empat stadium pneumonia lobaris telah dideskripsikan. Pada stadium pertama, yang terjaadi dalam 24 jam infeksi, karakteristik mikroskopik paru berupa kongesti vaskuler dan edema alveoli. Banyak bakteri dan beberapa neutrofil muncul.7 Stadium hepatisasi merah (hari ke 2-3), disebut demikian karena konsistensinya mirip dengan hati, ditandai oleh munculnya banyak eritrosit, neutrofil, deskuamasi sel epitel, dan fibrin dalam alveoli.8 Pada stadium hepatisasi abu (hari ke 2-3), paru berwarna abu kecokelatan hingga kuning karena eksudat fibrinopurulen, disintegrasi RBC, dan hemosiderin. Stadium akhir dari resolusi ditandai oleh resorpsi dan restorasi dari arsitektur paru. Inflamasi berfibrin dapat mengarah pada resolusi atau organisasi dan adhesi pleura.

Bronkopneumonia, konsolidasi berpola yang melibatkan satu atau lebih lobus, biasanya mengenai area paru yang berhubungan, sebuah pola yang disebabkan oleh aspirasi orofaringeal.10,12 Eksudat neutrofilik berpusat di bronkus dan bronkiolus, dengan penyebaran sentrifugal ke alveoli yang berdekatan.

Pada pneumonia interstisial, peradangan merata atau tersebar yang melibatkan interstisium ditandai oleg infiltrasi limfosit dan makrofag. Alveoli tidak mengandung eksudat yang signifikan, tetapi membran hialin kaya protein yang mirip seperti yang ditemukan pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dapat melapisi ruang alveolar. Superinfeksi bakteri dari pneumonia virus juga dapat menghasilkan pola campuran inflamasi interstisial dan ruang udara alveoli.

Pneumonia milier ditandai oleh lesi multipel dan diskrit yang disebabkan oleh penyebaran patogen ke paru via aliran darah. Beberapa derajat immunocompromise pada tuberculosis milier, histoplasmosis, dan dapat bermanifestasi sebagai granuloma dengan nekrosis kaseosa ke fokus nekrosis. Infeksi herpesvirus milier, sitomegalovirus (CMV), atau virus varisela-zooster pada pasien immunocompromised yang berat menyebabkan beberapa lesi necrotizing hemorrhagic akut. 11

2.5. Diagnosis

Diagnosis pada pneumonia didasarkan kepada manifestasi klinis penyakit dan pemeriksaan penunjang. Secara umum manifestasi klinis pneumonia dapat dibedakan menjadi manifestasi nonspesifik dan spesifik infeksi saluran napas bawah. 5

Manifestasi klinis nonspesifik dari pneumonia meliputi demam, sakit kepala, iritabel, malaise, nafsu makan turun, keluhan saluran cerna, gelisah dan lain-lain. Manifestasi klinis spesifik infeksi saluran napas bawah yang mengarah pada pneumonia meliputi batuk, takipneu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih, air hunger, sulit minum, sianosis, kejang, distensi abdomen dan hepar yang mungkin teraba. Dari pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan tanda-tanda spesifik untuk pneumonia meliputi: retraksi dada, fremitus yang melemah, pekak pada perkusi, suara napas melemah, ronki basah halus. Sering pula dijumpai anggukan kepala, kaku kuduk, nyeri dada, friction rub dan nyeri abdomen.5

Apabila presentasi klinis meragukan maka pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menentukan agen penyebab pneumonia.3

Pada pemeriksaan darah lengkap umumnya ditemukan leukositosis dengan dominan PMN terutama pada penumonia bakteri. Foto x-ray dada secara umum dijadikan sebagai standar emas dalam mengkonfirmasi diagnosis pneumonia. Foto x-ray yang dilakukan bisa dalam posisi AP, PA maupun lateral. Foto x-ray dada terutama dianjurkan dilakukan pada pasien berusia di bawah 5 tahun dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya. 6

Deteksi antigen dari bakteri pada serum kurang spesifik dan sensitif nilai diagnosisnya dan tidak direkomendasikan. Sementara itu uji serologi untuk IgM dan IgG diantara fase akut dan kovalensen untuk anak suspek pneumonia Chlamidial dan Mycoplasma menunjukkan hasil yang memuaskan namun memiliki nilai klinis yang terbatas. PCR (polymerase chain reaction) dapat membantu mendiagnosis pneumonia akibat infeksi C. pneumonia dan M. pneumonia.6

Pulse oksimetri harus dilakukan pada seluruh pasien dengan suspek pneumonia. Hal ini penting karena pemantauan saturasi oksigen berguna untuk mendukung diagnosis pneumonia dan mempengaruhi manajemen perawatan pasien.3 2.6. Klasifikasi

Berdasarkan derajat gejala klinisnya World Health Organization (WHO) membagi pneumonia menjadi: 41. Bukan Pneumonia

2. Pneumonia Tidak Berat

Batuk

Sesak napas Napas cepat (takipneu) Usia < 2 bulan: 60x/ menit

Usia 2-12 bulan: 50x/menit

Usia 1-5 tahun: 40x/menit

Usia 5-8 tahun: 30x/menit

3. Pneumonia Berat

Batuk atau sesak napas disertai salah satu di bawah ini:

Retraksi dinding dada

Napas cuping hidung

Grunting (merintih)

Pada auskultasi ditemukan ronki positif, suara napas menurun dan suara napas bronkial positif

4. Pneumonia Sangat Berat

Batuk atau sesak napas yang disertai dengan:

Sianosis sentral

Kejang, letargi, kesadaran menurun

Anggukan kepala

Tidak bisa minum

Muntah

Pada auskultasi ditemukan ronki positif, suara napas menurun dan suara napas bronkial positif.4 2.7. Penatalaksanaan

Idealnya tata laksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis virologi dan kesulitan dalam isolasi pasien, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.9

Namun apabila pada daerah yang mendukung untuk dilakukannya biakan kuman dan tes sensitivitas, hal ini sangat baik agar terapi pemberian antibiotika sesuai dengan kuman penyebabnya. Golongan beta laktam (penisilin, sefalosforin, karbapenem dan monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin.8.9Jika dalam 48-72 jam respon (-)

Tambahkan antibiotik lain

Respon (-)

Respon (+)

Obat sesuai hasil biakan Obat lanjut Bagan 1. Evaluasi Penggunaan Antibiotik4,10Antibiotika yang dapat ditambahkan apabila antibiotika empiris tidak memberikan respon adalah sebagai berikut :

Usia < 3 bulan : Ampicillin + Gentamisin

Usia 3 bulan - 5 tahun : ampisilin + klorampenikol, tambahkan makrolid jika tidak berespon dengan ampisilin+ klorampenikol

Usia 5tahun : makrolid, tambahkan golongan -laktam bila tidak berespon dengan makrolid

Lama pemberian antibiotik tergantung pada kemajuan klinis pasien, hasil laboratorium, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika kuman penyebab adalah stafilkokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu secara parenteral. Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus pneumoniae pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari. Secara umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan 10-14 hari.10

Pada keadaan immunocompromised (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik sefalosporin generasi 3. Dapat juga dipertimbangkan pemberian :

Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus

Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur

Pemberian imunoglobulin.9

Pemberian terapi pengobatan untuk pasien pneumonia dengan napas cepat namun tanpa penarikan dinding dada/chest indrawing atas saran WHO sebaiknya dirawat secara poliklinis dengan menggunakan antibiotik oral dengan pilihan antibiotiknya adalah amoksisilin, ampisilin, trimetoprim/sulfametoksazol atau penisilin prokain selama 5 hari. Akan tetapi apabila pasien didiagnosis pneumonia berat (didapatkan chest indrawing) maka pasien dirawat inapkan dan diberikan antibiotika secara parenteral seperti benzylpenisilin atau ampisilin. Klorampenikol juga dapat diberikan, dimana pada beberapa daerah tertentu dapat diberikan secara intramuscular. Pada bayi berumur kurang dari 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian penisilin dan gentamisin. Dengan penerapan kriteria WHO ini, terjadi penurunan angka kematian karena infeksi saluran napas di negara-negara berkembang.9,10Selain pemilihan antibiotika yang tepat untuk pasien pneumonia, terapi suportif juga penting untuk diberikan seperti;

Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal napas.

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian restriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).

Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk memperbaiki transport mukosiliar

Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia, asidosis metabolik

Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya serta komplikasi bila ada10Berikut merupakan bagan penatalaksanaan pneumonia berdasarkan manifestasi klinisnya:

Bagan 2. Tata Laksana Pneumonia Berdasarkan Derajat Manifestasi Klinis10Pneumonia Rawat Jalan

Berikan kotrimoksasol (trimethoprim + sulfamethosazol (5-7 mg/kg/hari untuk Trimethoprim dan 25-35 mg/kg/hari sulfamethosazol) selama 5 hari, atau

Amoksisilin (30-40mg/kg/hari) terbagi dalam 2-3 dosis untuk 3-5 hari, follow up perlu dilakukan setelah 2 hari.8Pneumonia Berat > 2 Bulan

Tata laksana anak yang berumur > 2bulan dengan diagnosa pneumonia berat adalah seperti bagan di bawah ini:

Bagan 3. Penatalaksaan Pneumonia Berat > 2 BulanPneumonia Berat 2 Bulan

Pada bayi yang berumur 2 bulan alur tata laksana dapat dilakukan seperti bagan di bawah ini:

Bagan 4. Penatalaksaan Pneumonia Berat 2 Bulan10Pneumonia Sangat Berat

Pada kasus sangat berat/empiyema, diberikan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberi sampai 48-72 jam bebas demam, lalu diganti peroral (total 7-10hari) bila diduga oleh karena S. Aureus, beri kloksasin atau vankomisin. Bila alergi penisilin, beri klindamisin atau vankomisin.9,10O2 IV fluidsIV Ampicillin+ Gentamicindievaluasi setelah 48 jamRespon (+)

Respon (-)

Bagan 5. Penatalaksanaan Pneumonia Sangat Berat2.8. KomplikasiPneumonia dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, diantaranya:1. Efusi pleura

Efusi pleura diakibatkan oleh infeksi stafilokokus. Tanda efusi pleura berupa pergerakan dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura, kaku kuduk bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.32. Abses paruStaphylococcus aureus merupakan penyebab paling banyak, tetapi juga terdapat kemungkinan infeksi oleh karena kuman anerob1. Ia ditandai dengan terbentuknya suatu rongga yang berisi debris jaringan mati atau cairan yang umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri di dalam paru-paru2.

3. Sepsis

Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal dan jantung dan sering menyebabkan kematian2.

4. Gagal NapasPneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus acute respiratory distress syndrome (ARDS)2. Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan atau intubasi1. 2.9. Pencegahan

Kunci pencegahan pneumonia yang penting adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif dan memenuhi kebutuhan nutrisi anak. ASI mengandungi nutrien, anti oksidan, hormon dan antibodi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, berkembang dan membangun sistem kekebalan tubuh.6Pencegahan lain dapat dilakukan adalah dengan menghindari paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi pasien, menghindarkan bayi/ anak kecil dari tempat keramaian umum dan menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan pasien ISPA2.

Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus pneumonia berat.5

Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis, dan varisella sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia. Beberapa macam vaksin dapat diberikan antara lain, vaksin campak, vaksin pertusis, vaksin Hib, dan vaksin pneumococcus.2.10. Prognosis Dengan pengobatan, sebagian tipe dari pneumonia karena bakteri dapat diobati dalam satu sampai dua minggu. Pneumonia karena virus mungkin berakhir lama, pneumonia karena Mycoplasma memerlukan empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali. Hasil akhir dari episode pneumonia tergantung dari bagaimana seseorang sakit, kapan dia di diagnosa pertama kalinya. Salah satu cara untuk meramalkan hasil dipakai skor beratnya pneumonia atau CURB-65 score, dimana memerlukan perhitungan dari beratnya gejal-gejala, penyakit utama dan umur. Skor ini dapat membantu dalam memutuskan orang tersebut dirawat di rumah sakit atau tidak. 2Pada daerah-daerah didunia tanpa kemajuan sistem perawatan kesehatan, pneumonia merupakan ancaman kematian. Akses yang terbatas untuk klinik dan rumah sakit, akses terbatas untuk sinar x, terbatasnya antibiotik pilihan dan ketidak mampuan untuk perawatan kondisi utama yang tidak dapat dihindari menunjukan tingginya angka kematian dari pneumonia3.BAB III

LAPORAN KASUS

3.1.Identitas Pasien

Nama : MECUmur : 11 Bulan

Jenis kelamin: Perempuan

Alamat :Lebah Bedulu

Agama: Hindu

Suku

: Bali MRS

: 5/4/2014 (Pkl. 22.00 WITA) Tanggal Pemeriksaan: 5/4/2014 (Pkl. 22.10 WITA) 3.2.Anamnesis (Heteroanamnesis)

3.2.1. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama : sesak napasPasien dikeluhkan mengalami sesak napas sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (4 April 2014). Sesak awalnya dikatakan muncul setelah pasien mengalami demam disertai batuk dan pilek. Sesak dikeluhkan muncul sepanjang hari, tidak dipengaruhi oleh waktu. Dikeluhkan disertai suara grok grok dengan kebiruan disangkal. Sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi.

Demam dikatakan terjadi sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit (31 Maret 2014), naik turun dengan obat penurun panas dengan suhu sempat mencapai 39,00 C. Keluhan tambahan pasien adalah batuk yang dialami sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit (2/4/2014). Pasien mengalami batuk berdahak, sulit dikeluarkan, batuk dikeluhkan muncul sepanjang hari, batuk membuat pasien sulit tidur. Pilek juga dikeluhkan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit (2/4/2014) dengan sekret encer dan bening.

Mual dan muntah disangkal. Nafsu makan dan minum dikatakan menurun, sedangkan buang air kecil dan buang air besar pasien dikatakan normal. Pasien sempat dibawa ke Puskesmas (4 April 2014) oleh kedua orangtuanya namun keluhan tidak membaik.3.2.2. Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat keluhan sesak napas sebelumnya disangkal. Keluarga menyangkal pasien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya.

3.2.3 Riwayat Penyakit dalam Keluarga & Riwayat Sosial

Ibu pasien dan kakak kedua pasien dikatakan memiliki penyakit

asma sejak kecil. Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan tinggal bersama keluarga pasien (ayah, ibu, dan kedua kakaknya). Ayah pasien dikatakan tidak merokok dan keluarganya tidak memelihara binatang. Rumah pasien berada di pinggir jalan besar. Jendela biasanya dibiarkan terbuka dan pasien biasanya bermain di lantai.3.2.4. Riwayat Pengobatan

Pasien sempat diajak ke Puskesmas oleh kedua orangtuanya. Di Puskesmas pasien diberikan obat sirup dan puyer.3.2.5. Riwayat Persalinan

Pasien lahir normal di RSUD Sanjiwani Gianyar ditolong oleh dokter dengan cukup umur serta berat lahir 3100 gram, panjang badan serta lingkar kepala dikatakan lupa, segera menangis dan tidak ditemukan adanya kelainan kongenital.3.2.6. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan umur (BCG 1 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 3 kali, DPT 3, Campak 1 kali)3.2.7. Riwayat NutrisiASI diberikan sejak pasien lahir sampai sekarang (11 bulan). Makanan pendamping asi (PASI) seperti susu formula tidak diberikan karena pasien menolak sedangkan, bubur susu mulai diberikan ketika pasien mulai menginjak usia 5 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari sampai sekarang. 3.2.8. Riwayat Tumbuh Kembang

Menegakkan kepala: 4 bulan

Balik badan

: 5 bulan

Duduk

: 7 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 11 bulan3.2.9. Riwayat Alergi

Riwayat alergi pada pasien disangkal3.2.9. Riwayat Operasi

Riwayat operasi pasien disangkal.3.2.10. Riwayat TransfusiRiwayat transfusi pasien disangkal.3.3. Pemeriksaan Fisik

3.3.1. Status Present (5 April 2014)Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: kompos mentis (E4M4V4)

Nadi

: 100 x/ menit

Respirasi : 50 x/ menit

Temp Aksila : 39,2( C 3.3.2. Status General (5 April 2014)

Kepala

: Normosefali

Mata

: konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : napas cuping hidung (-)

Tenggorok: faring hiperemis(-),tonsil T1/ T1,hiperemis (-).

Lidah : sianosis (-)

Leher : pembesaran kelenjar (-)

Thoraks: simetris (+), retraksi (+) subcostal

Jantung: S1S2 normal reguler murmur (-)

Paru-paru: suara nafas bronkial +/+, rhonki +/+, wheezing +/+

Abdomen: distensi (-), bising usus (+) normal, hepar-lien tidak teraba, turgor kembali cepat.

Ekstremitas

: hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-), sianosis (-),

CRT