representasi hak muslim dalam film air mata fatimah skripsi diajukan kepada fakultas ilmu dakwah dan...
TRANSCRIPT
REPRESENTASI HAK MUSLIM DALAM FILM AIR MATA FATIMAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Thabitha Nasthy Dhiraja
NIM: 1112051000141
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
i
ABSTRAK
Thabitha Nasthy Dhiraja
NIM: 1112051000141
Representasi Hak Muslim dalam Film Air Mata Fatimah
Film merupakan media komunikasi massa. Film merupakan alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Akan tetapi
tidak selalu hal-hal yang ditayangkan dalam film dapat dimengerti tanpa
pengamatan yang mendalam. Air Mata Fatimah merupakan film drama religi
yang diangkat dari sebuah kisah nyata. Film Air Mata Fatimah ini
menggambarkan bagaimana Hamda dan Fatimah anak semata wayangnya yang
memperjuangkan hak-hak keIslamannya. Film drama religi ini merupakan film
yang berbeda dengan film lainnya, pasalnya film-film lain yang selama ini hadir
lebih mengedepankan percintaan dan berbalut religi, sedangkan film Air Mata
Fatimah lebih mengedepankan religi sosial.
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana makna denotasi, konotasi dan
mitos yang ada dalam film Air Mata Fatimah? Bagaimana perjuangan seorang
anak gadis yang menuntut hak keIslamannya di representasikan film Air Mata
Fatimah?
Metodologi penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme dan
pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan Metode
penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika Roland Barthes. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara yang diajukan kepada sutradara film Air
Mata Fatimah. Teknik observasi berupa pengamatan dan pencatatan dengan cara
menonton dan mengamati dialog dan adegan dalam film Air Mata Fatimah,
kemudian mencatat dan menganalisisnya. Penulis juga melakukan teknik
dokumentasi berupa pengumpulan dokumen-dokumen berupa film Air Mata
Fatimah, serta referensi dari artikel, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya
yang berkaitan dengan penulisan ini.
Penelitian ini menggunakan teori representasi Stuart Hall dan konsep
semiotika Roland Barthes. Menurut Stuart Hall representasi merupakan
perwakilan yang menghubungkan makna dan bahasa. Representasi dapat
berwujud gambar, kata, cerita yang mewakili ide, emosi, fakta dan sebagainya.
Dan bagaimana representasi tersebut dikaitkan dengan semiotika Roland Barthes
yang mengembangkan semiotik menjadi dua tataran pertanda tentang makna yang
terkandung dalam film. Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan penanda dan petanda yang disebut sebagai denotasi, kemudian konotasi
adalah istilah untuk menunjukan signifikasi tahap kedua, pada signifikasi tahap
kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.
Hasil penulisan mengacu kepada representasi hak muslim yang
disampaikan melalui tokoh-tokoh, dialog, perilaku, karakter dan kejadian dalam
film Air Mata Fatimah. Penulis menemukan bahwa film ini menggambarkan
bagaimana perjuangan seorang gadis muslim yang menuntut hak-haknya yang
terdapat dalam scene 21, scene 29-32, scene 43, scene 49-54, scene 55 dan scene
95. Film ini menggambarkan keterbatasan hak seorang gadis muslim dalam
kemerdekaan beragama, tidak mendapatkan hak persamaan, dan tidak
mendapatkan hak milik dan hak hidup.
Keyword: Semiotika, Representasi, Film, Hak, Air Mata Fatimah
ii
KATA PENGANTAR
bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syujur kita panjatkan kepada Allah SWT. Dialah tempat
bersandar, dan sumber hidup yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap
menghiasi asma-Nya, sehingga penulis diberikan kekuatan fisik dan psikis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Representasi Hak Muslim dalam
Film Air Mata Fatimah”.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan atas penghulu umat Islam Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang telah
membuka pintu keimanan yang bertauhidkan kebenaran dan pencerahan atas
kegelapan manusia serta uswatun hasanah yang dijadikan sebuah pelajaran bagi
muslim dan muslimah hingga akhir zaman.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkan penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih pada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, terutama kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. Arief
Subhan, M. A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto,
P.hD. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Roudhonah,
M. Ag. Serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr.
Suhaimi, M. Si.
iii
2. Bapak Drs. Masran, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Ibu Fita Fathurokhmah, M. Si, Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Gun Gun Heryanto, M. Si, Selaku Dosen Penasehat
Akademik KPI E angkatan 2012 yang telah memberikan bantuan
dalam penyusunan proposal skripsi..
5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mewariskan ilmu kepada penulis
selama masa aktif perkuliahan. Semoga ilmu yang Bapak dan Ibu
berikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal baik yang akan
terus mengalir.
6. COSMIC PRODUCTION, rumah produksi film Air Mata Fatimah
yang telah memberikan izinnya kepada penulis untuk melakukan
penelitian film produksinya. Serta Bapak Bayu Pamungkas Atmojo
selaku Sutradara film Air Mata Fatimah yang telah meluangkan
waktunya kepada penulis untuk diwawancarai.
7. Para staf Tata Usaha (TU) yang telah membantu surat-menyurat untuk
penelitian skripsi ini. dan juga para staf perpustakaan yang telah
memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku referensi.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sobary Firmansyah dan Ibu Nani
Nasution atas segala kasih sayang, perhatian, serta semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
iv
9. Sahabat tercinta, Falah Fachrani, Fitri Permatasari, Mia Kurnia yang
selalu memberi dorongan, masukan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan KPI E 2012, Mudillah, Aisyah, Sarah,
Syifa, Nenden, Dityan, Bilqis, Nufus, dan yang lainnya, yang telah
bersama-sama berjuang masuk ke Universitas, dan selalu menjadi
tempat bertukar pikiran serta berbagi pengalaman yang berharga
selama berada di bangku kuliah.
11. Kawan-kawan KKN Al-Malika yang saat ini tengah berjuang juga
menghadapi skripsi di fakultas masing-masing.
12. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga pasrtisipasi mereka dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan
yang baik dari-Nya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
Thabitha Nasthy Dhiraja
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6
E. Metodologi Penelitian .......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP .................. 14
A. Teori Representasi Stuart Hall ............................................................. 14
B. Ruang Lingkup Semiotika.................................................................... 17
1. Pengertian Semiotika ............................................................... 17
2. Semiotika Roland Barthes ........................................................ 20
C. Konsep Hak Seorang muslim ............................................................... 22
D. Tinjauan Tentang Film ......................................................................... 24
1. Pengertian Film ........................................................................ 24
2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa.................................. 26
3. Jenis-Jenis Film ........................................................................ 26
4. Unsur-Unsur dalam Film ......................................................... 28
5. Struktur Film ............................................................................ 30
BAB III GAMBARAN UMUM FILM AIR MATA FATIMAH .................... 33
A. Sekilas Tentang Film Air Mata Fatimah .............................................. 33
B. Sinopsis Film Air Mata Fatimah .......................................................... 34
C. Profil Sutradara Film Air Mata Fatimah .............................................. 36
D. Pemain Film Air Mata Fatimah............................................................ 36
1. Reyhanna Alhabsyi .................................................................. 36
2. Anindika Widya ....................................................................... 38
vi
3. Reza Pahlevi ............................................................................. 39
4. Oka Sugawa ............................................................................. 41
5. Dwi Andhika ............................................................................ 41
6. Jajang C. Noer .......................................................................... 43
E. Tim Produksi Film Air Mata Fatimah .................................................. 44
BAB IV TEMUAN ANALISIS DATA ........................................................... 46
A. Semiotika Cerita dalam Film Air Mata Fatimah .................................. 46
1. Scene 1 ..................................................................................... 46
2. Scene 2 ..................................................................................... 51
3. Scene 3 ..................................................................................... 61
4. Scene 4 ..................................................................................... 65
5. Scene 5 ..................................................................................... 72
6. Scene 6 ..................................................................................... 76
B. Representasi Makna dalam Film Air Mata Fatimah ............................ 79
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 83
A. Kesimpulan .......................................................................................... 83
B. Kritik dan Saran ................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 86
LAMPIRAN ..................................................................................................... 88
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Scene 1 ............................................................................................. 47
Tabel 4.2 Scene 2 ............................................................................................. 52
Tabel 4.3 Scene 3 ............................................................................................. 61
Tabel 4.4 Scene 4 ............................................................................................. 66
Tabel 4.5 Scene 5 ............................................................................................. 73
Tabel 4.6 Scene 6 ............................................................................................. 76
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes .......................................................... 21
Gambar 3.1 Bayu Pamungkas Atmodjo ........................................................... 36
Gambar 3.2 Reyhanna Alhabsyi ...................................................................... 36
Gambar 3.3 Anindika Widya ........................................................................... 38
Gambar 3.4 Reza Pahlevi ................................................................................. 39
Gambar 3.5 Oka Sugawa.................................................................................. 41
Gambar 3.6 Dwi Andhika ................................................................................ 41
Gambar 3.7 Jajang C. Noer .............................................................................. 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh
bagi manusia. Komunikasi massa bekerja seperti jarum hipodermik atau
teori peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana
kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan
obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.1 Salah
satu bentuk media komunikasi massa yang paling diminati adalah film,
karena melalui film pesan-pesan yang ingin disampaikan komunikator
dapat disalurkan dan dapat diterima oleh komunikan dengan baik. Film
yang menampilkan dan mempertunjukkan gambar-gambar hidup seolah-
olah memindahkan realitas ke atas layar besar. Maka tak heran apabila
film menjadi media komunikasi massa yang paling banyak diminati dari
dulu hingga saat ini.
Film merupakan karya estetika sekaligus sebagai alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Akan
tetapi tidak selalu hal-hal yang ditayangkan dalam adegan pada film dapat
dimengerti tanpa ada pengamatan yang mendalam, seringkali adegan yang
muncul mengandung pesan yang diwakilkan oleh properti-properti yang di
visualisasikan pada tayangan film itu sendiri. Film juga merupakan
ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia juga mencerminkan
1 Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tanggerang: Ramdina
Prakasa, 2005), h. 12
2
dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam
masyarakat.2 Maka dari itu terkadang kita harus lebih teliti dengan apa
yang kita tonton sehingga dapat memahami apa yang ingin disampaikan
dan dimaksud dari isi sebuah film.
Pembuatan film tidaklah mudah dan tidak sesingkat saat kita
menontonnya, tetapi membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang
baik proses pemikiran maupun proses teknik. Proses pemikiran berupa
pencarian ide atau gagasan cerita yang akan digarap, sedangkan proses
teknik berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan ide atau gagasan
menjadi sebuah film yang siap ditonton. Pencarian ide atau gagasan ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengangkat kisah dari novel,
kisah nyata, cerpen, puisi, dongeng atau bisa juga mengacu pada buku
catatan pribadi. Maka film yang diangkat oleh penulis ialah film “Air Mata
Fatimah” yang ide ceritanya diambil atau berasal dari sebuah kisah nyata
yang pernah terjadi di daerah Sumatera.
Film ini merupakan film drama religi yang mengisahkan tentang
perjuangan Hamda dan anak semata wayangnya yang bernama Fatimah.
Setiap hari mereka harus berjuang dengan kehidupan yang cukup
memprihatinkan. Mereka tersisih dari keramaian penduduk desa dan
tinggal di sebuah gubuk kecil di atas bukit yang jauh dari kehidupan
perkampungan. Hal ini dikarenakan, Hamda yang berprofesi sebagai
wanita tuna susila yang sering dicemooh dan diasingkan oleh warga.
2 Pranajaya, Film dan Masyarakat, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman, 1992),
h. 6
3
Hamda dan Fatimah yang terbuang menjadi menderita lahir dan batin
karena profesi sang Ibu yang hina tersebut.
Suatu hari Hamda mengalami dilema yang sangat serius ketika
Fatimah tidak menginginkan baju bagus untuk dikenakan, melainkan ia
ingin mempunyai Kitab Suci Al-Quran, mukena, sajadah, dan buku-buku
Agama Islam. Tentu saja Hamda yang berprofesi sebagai wanita tuna
susila tidak berani membelikan Fatimah alat-alat suci Islam dengan uang
hasil ia bekerja. Ketika Hamda dan Fatimah hendak membeli alat-alat suci
segera di usir dari toko dan di keroyok massa kampung tersebut karena
dianggap tidak pantas untuk membeli barang tersebut mengingat pekerjaan
sang ibu. Sebagai seorang muslim maka Fatimah memperjuangkan dan
menuntut hak-haknya sebagai seorang muslim yang ingin mempelajari
Agama Islam secara mendalam.
Film religi ini merupakan film yang berbeda dengan film religi
lainnya, pasalnya film-film lain yang selama ini hadir lebih
mengedepankan percintaan dan berbalut religi. Sedangkan film Air Mata
Fatimah lebih mengangkat religi sosial yang benar-benar mengandung
pesan moral Islam bagi penontonnya. Film ini dapat dikatakan sebagai
media dakwah, karena film ini mengandung nilai-nilai Islam dalam rangka
mengadakan suatu perbaikan umat dari kondisi buruk kepada kondisi yang
lebih baik lagi. Dakwah saat ini tidak selalu hanya melihat para Dai‟ah
yang memberikan tausyiah di depan mimbar dan forum majelis, melainkan
sudah berkembang kepada era globalisasi modern seperti melalui media
film. Dakwah adalah suatu kegiatan ajakan, baik berbentuk lisan maupun
4
tulisan (tingkah laku) dan sebagainya dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha memengaruhi orang lain, baik secara individu
maupun kelompok, agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,
sikap penghayatan serta pengalaman terrhadap ajaran agama sebagai pesan
yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur-unsur paksaan.3
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis mengenai
representasi perjuangan gadis muslim yang menuntut hak-hak untuk
mempelajari Agama Islam secara mendalam dalam film Air Mata Fatimah.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian sekaligus dijadikan sebagai judul skripsi yaitu:
“REPRESENTASI HAK MUSLIM DALAM FILM AIR MATA
FATIMAH”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini menjadi lebih terarah, maka penulis sengaja
membatasi pengambilan adegan-adegan dalam film “Air Mata Fatimah”
yang memiliki simbol dan merepresentasikan perjuangan Fatimah yang
menuntut hak-haknya, dari total 95 scene menjadi 6 bagian yaitu scene 21,
scene 29-32, scene 43, scene 49-54, scene 55 dan scene 95.
Berdasarkan pembatasan masalah tadi, maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:
3 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) cet. Ke-2, h.
17
5
1. Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam film Air
Mata Fatimah?
2. Bagaimana perjuangan seorang anak gadis yang menuntut hak
keislamannya di representasikan film Air Mata Fatimah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitianya
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui makna denotasi, konotasi, dan mitos dalam
film Air Mata Fatimah.
b. Untuk mengetahui bagaimana perjuangan seorang anak gadis yang
menuntut hak keIslamannya di representasikan dalam film Air
Mata Fatimah.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dan menjadi referensi di bidang ilmu komunikasi, bagi
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI), dalam mengembangkan penelitian skripsi
menganalisis film dalam kajian semiotika.
6
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah diharapkan
bisa memberikan deskripsi dalam membaca makna yang
terkandung dalam sebuah film melalui kajian semiotika. Selain itu,
dari segi praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
praktisi perfilman terutama untuk memberikan sudut pandang lain
dalam melihat sebuah film.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan
kepustakaan yang ada di Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir
serupa, diantaranya yaitu:
1. Skripsi Sita Mawarni Murdiarti (109051000167) dengan judul
“REPRESENTASI SIMBOL KEISLAMAN FILM MATA TERTUTUP
KARYA GARIN NUGROHO”. Dalam skipsi tersebut penulis
menganalisis simbol keIslaman dalam film Mata Tertutup. Penulis
menggunakan model analisis semiotika Charles Sanders Pierce dan
teori representasi. Kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis
teori reprentasi, yang kemudian dijadikan alasan penulis mengambil
skripsi tersebut sebagai acuan. Akan tetapi tentu saja terdapat
perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti
dan teori yang digunakan.
7
2. Skripsi Meta Yunita Kusuma (109051000152) dengan judul
“REPRESENTASI TOLERANSI UMAT BERAGAMA DALAM
FILM SANG MARTIR”. Dalam skripsi tersebut penulis membahas
tentang representasi toleransi umat beragama dalam film Sang Martir
dengan menggunakan metode analisis semiotik Charles Sanders
Pierce. Kesamaan pada teori representasi yang digunakanlah yang
menjadi alasan penulis menjadikan skripsi tersebut sebagai acuan.
Akan tetapi tentu saja selalu terdapat perbedaan skripsi penulis, yaitu
dari segi kasus yang diteliti, metode analisis, dan objek penelitiannya.
3. Skripsi Nurmalisa Nazaroni (1110051000114) dengan judul
“SEMIOTIKA JIHAD FI SABILILLAH „IBNU BATTUTAH‟
DALAM FILM JOURNEY TO MECCA”. Skripsi terakhir membahas
mengenai analisis semiotik jihad Ibnu Battutah dalam film Journey to
Mecca, menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Kesamaan
dalam menggunakan metode semiotika Roland Barthes lah yang
menjadi alasan penulis menjadikan skripsi tersebut sebagai acuan.
Sedangkan perbedaan dari skripsi tersebut ialah kasus yang diangkat
dan objek yang berbeda.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma konstruktivisme. Aliran ini melihat bahwa realitas ada
8
sebagai hasil konstruksi dari kemampuan berpikir seseorang.4 Maka
analisis dalam pandangan kontruktivis ialah menemukan bagaimana
realitas dikontruksi dan menggunakan cara apa kontruksi tersebut
dibentuk. Paradigma ini dipakai peneliti untuk menggali makna dan
pesan yang terkandung dalam film Air Mata Fatimah dan
mengkontruksikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada
penonton.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya
dengan menggunakan data empiris yang bertujuan mengembangkan
pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan
konteks yang relevan.5 Penulis akan menggunakan data-data empiris
lainnya untuk memberikan makna yang ingin disampaikan dalam film
Air Mata Fatimah, agar penafsiran pesan dalam film Air Mata
Fatimah tepat dengan isi pesan yang ingin disampaikan.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, yang berfokus
pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification).
Yang mana signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara
4 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta; Bumi Aksara, 2013),
h.48. 5 Mashuri dan M. Zainuddin, Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif (Malang:
Refika Aditama, 2008), hal. 13
9
signifer (penanda) dan signinified (petanda) di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi,
yaitu makna yang paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada
signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau
gejala alam.6
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah film Air Mata Fatimah. Adapun
objek penelitiannya adalah potongan gambar dan dialog yang
mengandung unsur perjuangan hak keislaman seorang anak gadis
yang ada dalam film Air Mata Fatimah.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer berupa data yang diperoleh dari rekaman video film
Air Mata Fatimah, yang kemudian dibagi per-scence dan dipilih
adegan-adegan sesuai rumusan masalah, yang digunakan untuk
penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen, atau
literatur-literatur data yang mendukung data primer, seperti buku-
6 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.127-128
10
buku yang sesuai dengan penelitian, artikel koran, catatan kuliah,
kamus istilah, internet dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data penulis menggunakan teknik
wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
a. Wawancara: Teknik wawancara (interview) adalah teknik
pencarian data atau informasi mendalam yang diajukan kepada
responden atau informan dalam bentuk pertanyaan.7 Penulis
melakukan wawancara kepada pihak terkait, yang dapat membantu
penulis guna menggali informasi lebih mendalam yang berkaitan
dengan penulisan. Dalam penulisan ini data diperoleh dari
wawancara kepada Produser Pelaksana film Air Mata Fatimah
yaitu Bayu Pamungkas Atmodjo.
b. Observasi: Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan
sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki.
Observasi dapat dilakukan sesaat atau pun mungkin dapat diulang.8
Observasi yang melakukan pengamatan secara langsung dan tidak
terikat terhadap objek penelitian dan unit analisis dengan cara
menonton dan mengamati secara teliti dialog-dialog, serta adegan-
adegan dalam film Air Mata Fatimah. Kemudian mencatat,
memilih, dan menganalisisnya sesuai dengan model penelitian yang
digunakan.
7 Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 79. 8 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu
sosial lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 116.
11
c. Dokumentasi: Teknik dokumentasi adalah pengumpulan dokumen-
dokumen berupa film Air Mata Fatimah, serta referensi-referensi
yang didapat dari buku, atau artikel-artikel dari internet, surat
kabar, majalah, jurnal catatan, dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan penulisan ini.
7. Teknik Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, kemudian
teknik analisis data diklasifikasikan sebagai berikut:9
a. Reduksi Data: Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi
data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis, ia
merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi.
b. Paparan Data: Tahapan penting yang kedua dari kegiatan analisis
adalah penyajian data, penyajian data ialah sekumpulan informasi
yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-
penyajian maka akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan
apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah
9 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualiatif, (Jakarta: Unversitas
Indonesia, 1992), hlm. 16-19
12
mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat
dari penyajian-penyajian tersebut.
c. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi): Kegiatan analisis ketiga yang
penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Penarikan
kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi
yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Kemudian, dilakukan analisis data dengan
menggunakan teknik analisis semiotik Roland Barthes. Dimana
Roland mengembangkan semiotik menjadi denotasi, konotasi dan
mitos.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah proses penulisan maka skripsi ini dibagi
menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN yang berisi Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penilitian, Tinjauan
Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
menjelaskan tentang semiotika, konsep semiotika Roland Barthes,
representasi hak muslim, serta tinjauan tentang film.
BAB III: GAMBARAN UMUM menguraikan gambaran umum
tentang film Air Mata Fatimah, profil Sutradara film Air Mata Fatimah,
tim produksi, dan profil pemain film Air Mata Fatimah.
BAB IV: TEMUAN DAN ANALISA DATA merupakan hasil
penelitian analisis semiotika terhadap film Air Mata Fatimah, berupa
13
identifikasi umum temuan data, makna konotasi, denotasi dan mitos dalam
film Air Mata Fatimah dan representasi makna dalam film Air Mata
Fatimah.
BAB V: PENUTUP DAN KESIMPULAN merupakan akhir atau
penutup dari penulisan skripsi ini, berisi kesimpulan dan saran-saran. Pada
bagian ini merupakan kesimpulan terhadap beberapa pertanyaan yang ada
dalam rumusan masalah.
14
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A. Teori Representasi Stuart Hall
Stuart Hall beragumentasi bahwa representasi dipahami sebagai
berikut:10
Representation: Cultural Representation and signifying Practice,
“Representation connect meaning and language to
culture...representation is an essential part of the process by wich
meaning is produced and exchanged between member of culture.”
Artinya: Perwakilan budaya dan praktek yang signifikan,
“perwakilan menghubungkan makna dan bahasa atas kebudayaan...
perwakilan merupakan bagian penting dari proses yang berarti
dihasilkan dan ditukar diantara para anggota”
Melalui representasi suatu makna diproduksi dan dipertukarkan
antar anggota masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa, representasi secara
singkat adalah cara memproduksi makna. Representasi bekerja melalui
sistem representasi, sistem ini terdiri dari dua komponen yang penting
yakni konsep pikiran dan bahasa. Keduanya saling berkorelasi, konsep dari
suatu hal yang diketahui dalam pikiran sehingga dapat mengetahui makna
akan hal tersebut, namun tanpa bahasa tidak akan bisa
mengkomunikasikannya. Kemudian akan menjadi lebih rumit ketika tidak
dapat mengungkapkan hal tersebut dengan bahasa yang dimengerti orang
lain.
Sistem representasi yang kedua adalah bekerja pada hubungan
antara tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah,
selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah akibat dari hal tersebut
10
Chris Baker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Bantul: Kreasi Wacana Offset, 2000), h. 19
14
15
maka makna juga berubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam
pemaknaan.
Jadi representasi adalah proses yang terus berkembang seiring
dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu
manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Oleh karena itu
yang terpenting dalam sistem representasi adalah bahwa kelompok
masyarakat tersebut dapat bertukar makna dengan baik yaitu kelompok
masyarakat yang memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan, sehingga
dapat menciptakan pemahaman yang sama. Menurut Stuart Hall11
Member of same cultural must share concept, images, and ideas
which enable them to think and feel about the world in roughly
similiar ways. The must share, broadly speaking, the same
„cultural codes‟ in this sense, thinking and feeling are themselves
„system of respresentation‟.
Artinya: Anggota dari budaya yang sama harus berbagi konsep,
gambar, dan ide-ide yang dapat memungkinkan mereka untuk
berfikir dan merasakan dunia dengan cara yang hampir sama.
Konsep harus berbagi, secara umum, adalah „kode budaya‟ yang
sama dalam hal ini, berpikir dan merasakan sendiri yang
merupakan „sistem perwakilan‟.
Berfikir dan merasa menurut Stuart Hall juga merupakan sistem
representasi, sebagai sistem representasi maka berfikir dan merasa juga
berfungsi untuk memaknai sesuatu. Oleh karena itu untuk dapat
melakukan hal tersebut maka diperlukan latar belakang pemahaman yang
sama terhadap konsep, gambar, dan ide (cultural code).
Pemahaman terhadap sesuatu benda tersebut dapat sangat berbeda
pada lompok lainnya. Karena pada dasarnya masing-masing masyarakat
mempunyai cara tersendiri dalam memaknai sesuatu. Suatu kelompok
11
Chris Baker, Cultural Studies: Teori dan Praktik, h. 22
16
masyarakat yang memiliki pemahaman yang berbeda dalam memaknai
kode-kode budaya tidak akan bisa memahami makna kelompok
masyarakat lain. Konsep yang masih abstrak harus diterjemahkan dalam
„bahasa‟ yang lazim, agar dapat dihubungkan antara konsep dan ide-ide
tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai
suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya.
Oleh karena itu konsep (dalam pikiran) dan tanda (bahasa) menjadi
bagian penting yang digunakan dalam proses kontruksi atau produksi
makna. jadi dapat disimpulkan bawha representasi adalah suatu proses
untuk memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita melalui
bahasa. Proses produksi makna tersebut dimungkinkan dengan hadirnya
sistem representasi.
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi
merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggaris bawahi
hal-hal tertentu. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan
untuk melakukan representasi tentang sesuatu yang mengalami proses
seleksi. Mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan
pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan
sementara tanda lain diabaikan.12
Representasi bukanlah suatu kegiatan
atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang
seiring dengan kemampuan intelekual dan kebutuhan para pengguna tanda
yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi
merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan
12
Marcel Danesi, Pesan Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 3
17
baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna
diproduksi dan dikontruksi. Ini menjadi proses penandaan praktik yang
membuat suatu hal bermakna sesuatu.13
Menurut pengertian di atas representasi adalah sebuah cara dimana
memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Representasi
merujuk kepada segala bentuk media terutama media massa terhadap
segala apa yang dikonstruksikannya dan bagaimana kita memaknainya.
B. Ruang Lingkup Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang
disebut dengan “tanda”. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat
tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda tersebut
sebagai “kebohongan”, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di
baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Menurut Saussure,
persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikontruksikan oleh kata-kata
dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini
dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia,
lebih dari sekedar merefleksikan realitas yang ada.14
13
Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 123 14
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 87
18
Dalam arti lain semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Semiotika atau dalam istilah Roland Barthes,
semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini
tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal ini di mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.15
Terdapat beberapa tokoh yang menggeluti bidang semiotik atau
semiotika, diantaranya sebagai berikut: 16
a. Charles Sanders Pierce: Pierce terkenal karena teori tandanya. Di
dalam lingkup semiotika, Pierce, sebagaimana dipaparkan Lechte,
seringkali mengulang-ngulang bahwa secara umum tanda adalah yang
mewakili sesuatu bagi seseorang. Berdasarkan objeknya, Pierce
membagi tanda atas ikon, indeks, dan simbol. Dijelaskan, ikon adalah
hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.
Misalnya seperti potret dengan peta. Indeks adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang
bersifat kausal atau kenyataan, contohnya seperti asap sebagai
penanda bahwa adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukan
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.
b. Ferdinand de Saussure: Sedikitnya ada lima pandangan Saussure yang
di kemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-
15
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 13-15 16
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 39-62
19
Strauss, salah satunya ialah Signifier (penanda) dan signified
(petanda). Dengan kata lain penanda adalah “bunyi yang bermakna”
atau “coretan yang bermakna”. Bisa juga disebut aspek material dari
bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau
dibaca. Sedangkan, petanda adalah gambaran mental, pikiran atau
konsep. Bisa juga disebut aspek mental dari bahasa. Dalam tanda
bahasa yang konkret, kedua unsur tadi merupakan sesuatu yang tidak
dapat dilepaskan.
c. Roland Barthes: Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli dalam tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
agar dapat berfungsi. Secara panjang lebar Barthes mengulas apa yang
sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua yang
dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua
ini disebut Barthes dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya
secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran
pertama.
Beberapa jenis semiotik umum yang digunakan dalam sebuah
penelitian yang diantaranya adalah:17
a. Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic): Semiotik Pragmatik
menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan,
dalam batas perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Wacana Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 100
20
merupakan tinjauan tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem
tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan. Semiotik
Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan
perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian.
b. Semiotik Sintaktik (semiotic syntactic): Semiotik Sintaktik
menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan
maknanya ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik
Sintaktik ini mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang
menginterpretasikan. Dalam arsitektur, semiotik sintaktik merupakan
tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi
dari berbagai sistem tanda.
c. Semiotik Semantik (semiotic semantic): Semiotik Sematik
menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan „arti‟ yang
disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan
tentang sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang
disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan perwujudan makna
yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui
ekspresi wujudnya.
2. Semiotik Roland Barthes
Roland Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga menengah
protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayyonne, kota kecil dekat
pantai Atlantik, di sebelah barat daya Prancis. Barthes dikenal sebagai
21
salah satu pemikir strukturalis yang rajin mempraktikkan model linguistik
dan semiologi saussuren.18
Barthes adalah salah satu pegikut Saussure, Barthes membuat
sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda.
Fokus Barthes lebih tertuju pada gagasan signifikasi dua tahap (two order
signification).
Gambar 2.1
Dalam gambar di atas, Barthes menjelaskan signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signified
(petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal, Barthes
menyebutnya sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada signifikasi tahap
kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).19
18
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 122 19
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 127-128
22
a. Makna Denotasi: Denotasi sebagai suatu hubungan tanda-isi sederhana
atau makna yang paling nyata. Apa yang digambarkan tanda terhadap
sebuah objek.
b. Makna Konotasi: konotasi adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
c. Makna Mitos: mitos adalah bagaimana menjelaskan atau memahami
beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan
produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.
C. Konsep Hak Seorang Muslim
Muslim adalah seseorang yang menganut Agama Islam, ketika
seseorang dikatakan sebagai muslim itu artinya ia memiliki hak untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Kewajiban seorang
muslim ialah berilmu, beriman, berdakwah, berjihad dan beristiqomah.
Berilmu yaitu mendalami Agama Islam dengan cara mempelajari ilmu
fiqih, apabila kita mempelajari ilmu fiqih maka kita akan mengetahui
mana yang diperintahkan dan mana yang harus ditinggalkan menurut
ajaran Islam. Beriman ialah mempercayai adanya Allah, dan ketika orang
beriman ia akan berjuang dijalan Allah. Amal ialah perbuatan yang sesuai
dengan tuntutan syariatnya. Berdakwah adalah menyampaikan Islam
dengan cara Bil-Hikmah, yaitu mengajak orang lain kepada kebaikan.
Berjihad, berjuang dan berkorban dalam membela keagungan dan
23
kemuliaan Al-Islam. Istiqomah ialah konsisten, sabar, tabah dalam
beragama Islam.
Hak asasi manusia menurut pandangan Islam dapat dilihat dalam
konteks penjabaran yang sama sebagaimana tercermin dengan Hak Asasi
Manusia di dunia modern.20
a. Hak Hidup dan Hak Milik
Hak paling utama bagi manusia adalah hak untuk hidup dan
mempunyai hak atas apa yang dimilikinya. Kedua hak ini dijamin oleh
Nabi yang mengatakan bahwa setiap Muslim adalah saudara.
b. Hak Kebebasan Berpendapat dan Mengeluarkan pernyataan
Hak ini telah dikenalkan Islam sejak semuka. Hak ini merupakan
kebiasaan orang Islam untuk bertanya kepada Nabi tentang beberapa
masalah yang berkenaan dengan suatu perintah Tuhan yang
diwahyukan kepadaNya. Seiap pemerintahan Islam berada dalam
urusan-urusan penting, baik melalui parlemen maupun melalui
referendum.
c. Amar bil-Ma‟ruf
Hak manusia yang lain, yang dianugerahkan Islam secara khas adalah
hak setaip Muslim untuk memerintahkan kebaikan kepada orang
muslim yang lain dan mencegah mereka dari perbuatan jahat. Setiap
muslim dapat menasehati muslim lainnnya untuk mengikuti tingkah
laku yang benar dan mencegah perbuatan salah.
20
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta: Asia
Foundation, 1987) h. 65
24
d. Hak Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan
Hak dasar manusia lainnya adalah hak kebebasan beragama dan
berkeyakinan. Orang Islam tidak hanya diharuskan untuk
menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan, mereka juga
diharapkan bermurah hati terhadap non-muslim yang tidak menyerang
dengan alasan Agama.
e. Hak Persamaan
Hak manusia lainnya adalah hak persamaan. Al-quran
menggambarkan idealisasinya tentang persamaan manusia seperti
yang tertera pada ayat berikut ini:
“Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan kamu laki-laki
dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
muliah di sisi Allah adalah orang yang paling baik tingkah lakunya.”
(Q.S. Al-Hujurat: 13)
D. Tinjauan Tentang Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis
yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat
potret) atau tempat gambar yang positif (yang akan dimainkan di
25
bioskop).21
Sedangkan secara etimologis, film berarti moving image atau
gambar bergerak. Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan
teknologi.22
Sedangkan menurut Hafied Cangara23
, film dalam pengertian
sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian
yang lebih luas bisa juga termasuk sebuah acara yang disiarkan melalui
televisi, dalam kemampuan visualisasinya dan disukung oleh audio yang
khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media
pendidikan serta penyuluhan dengan jangkauan tempat penonton yangn
berbeda juga sangat luas. Karena itu film merupakan rekaman segala
macam gambar hidup atau bergerak, dengan suara untuk mendukung
gambar-gambar tersebut.
Film saat ini juga menjadi media belajar manusia mengenai sejarah,
tingkah laku manusia dan ilmu pengetahuan. Film bukan lagi sekedar
hiburan karena dalam film mengangkat realita kehidupan yang ada
dimasyarakat yang dikombinasikan dengan unsur hiburan dan pendidikan
didalamnya.
Film adalah bagian dari kehidupan sehari-hari kita, dalam banyak
hal, bahkan cara kita berbicara dipengaruhi oleh metafora film.24
Jadi
dapat disimpulkan bahwa film merupakan karya seni berupa gambar
bergerak yang mengandung hiburan dan pembelajaran yang
dipertunjukkan lewat proyeksi atau media elektronik, yang dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari manusia.
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h. 316 22
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media, (Yogyakarta: Jalasutra 2010), h. 132. 23
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 138 24
John Vivian, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) h. 160
26
2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan
melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak luas.25
Komunikasi massa yang
mengandalkan media massa memiliki fungsi utama yaitu menjadi
penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa
memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada
masyarakat secara luas dalam waktu cepat dan singkat.26
Sehingga dapat
dipahami bahwa komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi
dimana seorang komunikator dapat menjangkau ribuan atau lebih khalayak
yang dilakukan melalui medium media massa.
Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari
berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian. Seni film sangat
mengandalkan teknologi sebagai bahan baku produksinya maupun dalam
hal eksibisi kehadapan penontonnya.27
Ini berarti film dapat digunakan
sebagai bentuk media komunikasi massa dan film dapat digunakan sebagai
bentuk penyampaian pesan moral dan juga sebagai bentuk kritik sosial.
3. Jenis-jenis Film
Marcel Danesi mengatakan bahwa ada tiga jenis atau kategori
utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi.28
25
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) h.
71 26
Burhan Bungin, h. 80 27
John Vivian, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2008) h. 160 28
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 134-135
27
a. Film Fitur
Film fitur merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu
berupa narasi, yag dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi
merupakan periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa
berupa adaptasi dari novel, atau cerita pedek, cerita fiktif atau kisah
nyata yang dimodifikasi, maupun karya cetakan lainnya, bisa juga
yang ditulis secara khusus untuk dibuat fimnya. Tahap produksi
merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan
scenario pengambilan gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita,
disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.
b. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang
menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu
menggambarkan perasaanya dan pengalamannya dalam situasi
yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau
pewawancara. Robert Claherty mendefinisikannya sebagai “karya
ciptaan mengenai kenyataan”, creative treatment of actually.
Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali
ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur.
Akan tetapi, film jenis ini sering tampil di televisi. Dokumenter
dapat diambil pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun
secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Dalam
kategori dokumenter, selain mengandung fakta, film dokumenter
mengandung suyektivitas pembuatnya. Dalam hal ini pemikiran-
28
pemikiran, ide-ide, dan sudut pandang idealisme mereka.
Dokumenter merekam adegan nyata dan faktual (tidak boleh
merekayasa sedikitpun) untuk kemudian diubah menjadi sefiksi
mungkin menjadi sebuah ceita yang menarik.
c. Film Animasi
Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi
gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.
Penciptaan tradisional dari animasi gambar bergerak selalu diawali
hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu
serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari
cerita. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan
ilustrasi latar belakang, dekorasi serta tampilan dan karakter
tokohnya. Pada masa kini, hampir semua film animasi dibuat
secara digital dengan komputer. Salah satu tokoh yang legendaris
adalah walt disney dengan film-film kartunnya seperti Mickey
Mouse, Donald Duck, dan Snow White.
4. Unsur-unsur dalam Film
Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni
unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi
dan berkesinambungan satu sama lain:
a) Unsur Naratif
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film.
Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,
waktu.
29
1. Tokoh
Dalam film terdapat dua tokoh penting, yaitu utama dan
pendukung. Tokoh utama sering diistilahkan sebagai tokoh
protagonis, sedangkan tokoh pendukung biasa disebut dengan
tokoh antagonis yang biasanya menjadi pemicu konflik.
2. Masalah dan Konflik
Masalah di dalam film dapat diartikan sebagai penghalang
yang dihadapi tokoh protagonis dalam meraih tujuannya.
Permasalahan ini yang kemudian memicu konflik (konfrontasi)
fisik atau batin dari luar diri tokoh protagonis ataupun dari
dalam diri tokoh protagonis (konflik batin).
3. Lokasi dan waktu
Tempat/ lokasi di dalam film biasanya berfungsi sebagai
pendukung narasi di dalam scenario. Pemilihan lokasi dapat
membangun cerita sehingga cerita dapat menjadi lebih
realistis. Waktu dalam narasi film merupakan salah satu aspek
penting dalam mmbangun cerita. Pagi, siang, sore dan malam
dalam film memiliki makna sendiri sebagai pembangun
suasana narasi film.
b) Unsur Sinematik
Adapun unsur sinematik meliputi aspek-aspek teknis dalam
produksi sebuah film. Seperti mise en (scene), sinematografi,
editing dan suara.
30
1. Mise en Scene
Segala hal yang berada di depan kamera. Tujuannya untuk
menimbulkan efek dramatis tertentu. Empat elemen pokok
Mise en Scene yaitu, setting atau latar, tata cahaya, kostum dan
make up, serta acting dan pergerakan pemain.
2. Sinematografi berasal dari bahasa Yunani “kinema” yang
berarti gerakan dan “graphein” yaitu merekam. Artinya,
pengaturan pencahayaan dan kamera ketika merekam gambar
fotografis untuk suatu sinema. Sinematografi sangat erat
hubungannya dengan objek yang diambil.29
3. Editing: transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot)
lainnya.
4. Suara: segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengarannya.
5. Struktur Film
Film jenis apapun panjang, pendek pasti memiliki struktur fisik yang
dapat dibagi menjadi berikut:30
a. Shot
Selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar
sejak kamera diaktifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau
juga sering di istilahkan take (pengambilan gambar). Ementara shot
setelah film telah jadi (pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian
gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing).
29
Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 107 30
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30
31
Sekumpulan shot biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah
adegan. Satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot.
Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit,
bahkan jam.
b. Scene (adegan)
Scene adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya
terdiri dari dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya
film cerita terdiri dari dari 30-35 adegan.
c. Sequence (sekuen)
Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
rangkaian peristiwa yang utuh atau sebuah rangkaian adegan. Satu
sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling
berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibarartkan bab
atau sekumpulan bab. Film biasanya terdiri dari 8-15 sequence.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk tampilan yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu:31
1. Extreme Long Shot (ELS), merupakan jarak kamera yang paling jauh
dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini
umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh.
2. Long Shot (LS), pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak
jelas namun latar belakang masih dominan. Long shot sering
31
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 104-106
32
digunakan sebagai establising shot, yakni shot pembuka sebelum
digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
3. Medium Long Shot (MLS), pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari
bahwah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan
dan lingkungan sekitar reatif seimbang.
4. Medium Shot (MS), pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia
dari pinggang ke atas. Gesture serta ekspresi wajah mulai tampak.
Sosok manusia mulai dominan dalam frame.
5. Medium Close Up (MCU), pada jarak ini memperlihatkan tubuh
manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame
dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal
biasanya menggunakan jarak medium close up.
6. Close Up (CU), umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau
sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan
ekspresi wajah dengan jelas serta gesture yang mendetil. Close up
biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close up
juga memperlihatkan mendetil sebuah benda atau objek.
7. Extreme Close Up (ECU), pada jarak terdekat ini mampu
memperlihatkan lebih mendetil bagian dari wajah, seperti telinga,
mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM AIR MATA FATIMAH
A. Sekilas Tentang Film Air Mata Fatimah
Film Air Mata Fatimah merupakan film yang diangkat dari sebuah
kisah nyata yang terjadi di daerah Sumatera Utara, yang sengaja tidak
disebutkan secara spesifik dalam film ini yang dikarenakan menurut
masyarakat asli cerita ini dianggap memilukan dan sebuah aib besar yang
patut di sembunyikan. Film ini mengangkat cerita tentang seorang tuna
susila yang ditinggal suaminya dan berjuang sendiri untuk menghidupi
anak semata wayangnya. Film Air Mata Fatimah tidak hanya
menyuguhkan dari sisi hiburan saja, melainkan juga memberikan banyak
pesan moral dan sosial yang di presentasikan dan bisa dijadikan sebagai
pembelajaran, seperti, “jangan menilai seseoran hanya dengan melihat
pakaiannya”, “Allah tidak pernah tidur dan selalu melihat apa yang
diperbuat oleh manusia” atau “jangan pernah membedakan manusia
dengan manusia lainnya karena Allah yang Maha Kuasa saja tidak pernah
membedakan makhluknya” dan sebagainya yang banyak erdapat dalam
film Air Mata Fatimah ini.
Film ini dapat dibilang berbeda dengan film drama religi lainnya,
karena film ini lebih banyak mengangkat religi sosial apabila
dibandingkan dengan film drama religi lainnya yang lebih mengedepankan
percintaan lalu dibalut dengan religi. Film ini merupakan film drama religi
yang digarap rumah produksi Cosmic Production, yang disutradarai OK
Mahadi dan Bayu Pamungkas Atmodjo. Film ini juga diperankan oleh
33
34
artis-artis yang namanya sudah tak asing lagi di dunia perfilman seperti
Reyhanna Alhabsi, Anindika Widya, Reza Pahlevi, Dwi Andhika dan Oka
Sugawa.
B. Sinopsis Film Air Mata Fatimah
Drama religi yang tayang pada Oktober 2015 ini mengisahkan
tentang perjuangan Hamda dan anak semata wayangnya yang bernama
Fatimah. Setiap hari mereka harus berjuang dengan kehidupan yang cukup
memprihatinkan. Mereka tersisih dari keramaian penduduk desa dan
tinggal di sebuah gubuk kecil di atas bukit yang jauh dari kehidupan
perkampungan. Hal ini dikarenakan, Hamda yang berprofesi sebagai
wanita tuna susila yang sering dicemooh dan diasingkan oleh warga.
Hamda dan Fatimah yang terbuang menjadi menderita lahir dan batin
karena profesi sang Ibu yang dianggap hina tersebut.
Pada suatu hari Hamda dibingungkan oleh permintaan Fatimah
yang menginginkan Kitab Suci Al-Quran, mukena, sajadah, dan buku-
buku Agama Islam. Tentu saja Hamda yang berprofesi sebagai wanita tuna
susila tidak berani membelikan Fatimah alat-alat suci agama Islam dengan
uang hasil ia bekerja. Kemudian hari Hamda dan Fatimah hendak membeli
alat-alat suci yang berada di pusat perkampungan, akan tetapi pemilik toko
tersebut langsung mengusir Hamda dan Fatimah dari toko dan mereka
dikeroyok warga. Warga menganggap Hamda dan Fatimah tidak pantas
untuk membeli barang tersebut mengingat pekerjaan sang ibu yang
berprofesi sebagai tuna susila.
35
Sementara itu, di kampung tersebuat ada seorang guru ulama
disegani dan terpandang yang bernama Guru Ali Daud. Mendengar
kericuhan yang terjadi di pusat perkampungan tersebut Guru Ali Daud
merasa perlu untuk menolong ibu dan anak tersebut. Guru Ali Daud
mengutus anaknya (Ichsanudin) untuk mengajarkan Fatimah tentang
Agama Islam, lalu Ichsanudin perintah Ayahnya dan membelikan
perlengkapan seperti Al-Quran, mukena, tasbih dan buku-buku agama
Islam. Namun niat baik tersebut disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh
Harunsyah, saingan Ali Daud saat muda untuk memperebutkan Hamda.
Harusnyah memfitnah Ali Daud memilik hubungan khusus dengan
Hamda, sedangkan Ichsanudin difitnah telah berbuat asusila dengan
Fatimah.
Sebagai seorang muslim yang haus akan ilmu maka Fatimah
memperjuangkan dan menuntut hak-haknya sebagai seorang muslim yang
ingin mempelajari Agama Islam secara mendalam walaupun cacian,
hinaan, bahkan perlakuan tidak manusiawi yang kerap diterimanya tidak
membuatnya gentar. Untuk membuktikan kepada para penduduk bahwa
mereka tidak melakukan hal nista itu maka Fatimah diuji dengan membaca
ayat Al-Quran di depan semua penduduk desa dan disaksikan para ahli
kitab.
36
C. Profil Sutradara Film Air Mata Fatimah
Gambar 3.1
Bayu Pamungkas Atmodjo
Bayu Pamungkas Atmodjo merupakan Sutradara sekaligus
Produser pelaksana dalam film Air Mata Fatimah. Lahir di Mojokerto, 16
April 1971. Bayu Pamungkas saat ini bekerja di rumah produksi Cosmic
Production yang menghasilkan karya yaitu film Air Mata Fatimah yang
tayang pada tanggal 1 oktober 2015 lalu. Bayu Pamungkas menjabat
sebagai Direktur Operasional di rumah produksi Cosmic Production.
Mengawali karirnya sebagai Creative Programmer di radio PASS FM, lalu
melanjutkan karirnya di dunia di sebuah rumah produksi yaitu Kakilangit
FILM dengan jabatan sebagai Direktur Produksi yang kemudian
menghasilkan karya berupa film Retak Gading pada tahun 2013, tidak
hanya itu, Bayu juga banyak menghasilkan beberapa video kreatif.
D. Pemain Film Air Mata Fatimah
1. Reyhanna Alhabsyi
Gambar 3.2
Reyhanna Alhabsyi
37
Nama lahir: Syarifah Reihan Afridila Al Habsyi
Nama lain: Reyhanna Alhabsyi
Tempat, tanggal lahir: Medan, Sumatra Utara, 16 April 199832
Pekerjaan: Aktris
Tahun aktif: 2014 – sekarang
Prestasi: Juara Miss Celebrity 2014
Film: Air Mata Fatimah Fatimah, sebagai Fatimah (2015)
Reyhanna Al-Habsyi merupakan artis pendatang baru yang berasal
dari Sumatera Utara. Reyhanna memulai karirnya melalui ajang bakat
model Miss Celebrity yang tayang di stasiun TV Indosiar, dan
memenangkan juara satu Miss Celebrity 2014. Setelah memenangkan
ajang bakat tersebut Reyhanna mulai banyak mendapat tawaran foto
majalah dan iklan. Kemudian Reyhanna mulai mencoba peruntungannnya
dalam film layar lebar garapan Cosmic Production. Dalam film garapan
Cosmic Production, Reyhanna dipercaya untuk memerankan peran utama
dalam film yang berjudul Air Mata Fatimah. Film ini sukses membuat
nama Reyhanna melambung tinggi dan mendapatkan banyak perhatian
penonton. Tugas dalam film perdananya dalam film Air Mata Fatimah
tidaklah mudah. Hampir di setiap scene Reyhanna harus berakting
menangis dikarenakan ia harus memposisikan dirinya sebagai gadis yang
selalu teraniaya oleh tekanan warga desa tempat tinggalnya. Aktingnya
dalam film Air Mata Fatimah ini dibilang sukses memenuhi semmua
permintaan sutradara termasuk dalam adegan-adegan yang dianggap sulit.
32
Profil dan Biodata Reyhanna Alhabsyi, artikel diakses pada tanggal 2 Agustus 2016 dari
http://biodata-artis.com/profil-dan-biodata-reyhanna-alhabsyi-foto-terbaru-lengkap
38
2. Anindika Widya
Gambar 3.3
Anindika Widya
Nama Lengkap: Anindika Widya
Nama Komersil: Anindika Widya
Tanggal Lahir: 21 Oktober 199233
Profesi: Aktris
Anindika Widya, wanita kelahiran Madiun pada 21 Oktober 1992
ini merupakan seorang aktris muda berbakat tanah air yang sudah sering
wara-wiri di industri perfilman dalam negeri. Anindika sendiri sebenarnya
masih tergolong baru di dunia hiburan tanah air, namun berkat
kemampuan aktingnya Anindika mampu menembuh karir sebagai aktris
populer. Di industri perfilman dalam negeri sosok selebriti cantik yang
satu ini memang sudah tergolong senior, bahkan ia pun sudah sangat
sering tampil di layar kaca tanah air. Anindika memulai karirnya di dunia
akting pada tahun 2010 yang lalu, kala itu ia memulai debutnya di industri
film layar lebar. Ia pertama kali mendapat peran sebagai pemeran
pendukung dalam film layar lebar berjudul „Mafia Insyaf‟ yang di bintangi
dua artis cantik tanah air Indah Kalalo dan Atiqah Hasiholan. Di film ini
33
Profil dan foto Anindika Widya, artikel diakses pada tanggal 2 Agustus 2016 dari
http://segiempat.com/entertainment/profil-selebriti/profil-anindika-widya/
39
Aninda memang hanya mendapat peran kecil namun dalam film tersebut ia
berhasil membuktikan diri jika bakat aktingnya sangat mumpuni.
Setelah ikut beperan sebagai pemeran pendukung, Anindika mulai
mengembangkan karirnya ke film sinetron. Disinilah Anindika mulai
mendapat banyak perhatian kalangan masyarakat. Ia ikut membintangi
sinetron kolosal berjudul „Tutur Tinular‟ yang juga di binangi artis cantik
Rosnita Putri. Di film ini ia mendapat peran sebagai Nari Ratihb terbilang
cukup sempurna, bahkan beberapa produser film pun mulai kepincut
dengan kemampuan akting Anindika.
3. Reza Pahlevi
Gambar 3.4
Reza Pahlevi
Nama: Reza Pahlevi
Tempat Lahir : Jakarta, Indonesia
Tanggal Lahir : 23 Desember 1985
Pekerjaan : Aktor
Tahun aktif: 2007-sekarang
Film dan Sinetron yang pernah dibintangi oleh Reza Pahlevi
40
Filmografi:34
f. Jelangkung 3 (2007)
g. Kuntilanak 3 (2008)
h. Hantu Perawan Jeruk Purut (2008)
i. Pocong Kamar Sebelah (2009)
j. Serigala Terakhir (2009)
k. Ratu Kostmopolitan (2010)
l. Taxi (2010)
m. Love Story (2011)
n. Dia Anakku (2011)
o. Kuntilanak-Kuntilanak (2012)
p. Air Mata Fatimah (2015)
q. Takutnya Tuh DiSini (2015)
Reza Pahlevi adalah aktor kelahiran Jakarta, 23 Desember 1985.
Reza mengawali karirinya di dunia perfilman Indonesia dengan
membintangi Film Jelangkung 3 yang rillis pada tahun 2007 lalu. Setelah
membintangi film Jelangkung 3, wajah Reza sering muncul menghiasi
film-film baru Indonesia. Selain Film, Reza Pahlevi juga beberapa kali
bermain untuk FTV, namun ia jarang sekali terlihat membintangi sinetron.
Reza Pahlevi menikah dengan Astrilika Lintong atau yang lebih akrab
disapa Ika Nico, pada tanggal 28 Agustus 2015. Astrilika Lintong sendiri
diketahui adalah seorang vokalis dari gup band TQLA.
34
Profil Lengkap Reza Pahlevi, Artikel diakses pada tanggal 2Agustus 2016 dari
http://ketemulagi.com/profil-lengkap-reza-pahlevi-aktor-indonesia/
41
4. Oka Sugawa
Gambar 3.5
Oka Sugawa
Nama: Ida Bagus Made Oka Sugawa
Tempat, Tanggal Lahir: Semarang, 9 september 197735
Pekerjaan: Aktor
Tahun Aktif: 1995-sekarang
Filmografi:
Lupus (1995)
Maling Kutang (2009)
Potong Bebek Angsa
My Idiot Brother (2014)
Air Mata Fatimah (2015)
5. Dwi Andhika
Gambar 3.6
Dwi Andhika
Nama asli : Muhammad Dwi Andhika
35
Oka Sugawa, diakses pada tanggal 2 Agustus 2016 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Oka_Sugawa
42
Tanggal lahir : 03 April 198636
Lahir: Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Pekerjaan: Actor dan Model
Tahun Aktif: 2000-sekarang
Zodiac : Aries
Filmografi:
Me vs High Heels (2005)
Hantu (2007)
Oh baby (2008)
Surat Kecil Untuk Tuhan (2011)
3 Semprul Mengejar Surga (2013)
Tendangan Si Madun 3 (2013)
Gol (2005)
Hikmah 2 (2005)
Muhammad Dwi Andhika akrab disapa Dwi Andhika adalah
seorang actor Indonesia kelahran Bandung 3 April 1986. Andika
mengawali karier keartisaanya menjadi bintang Model dan pernah menjadi
juara favorit dalam ajang Cover Boy pada tahun 2000. Namanya mulai
terkenal dimasyakat saat ia mulai terjun kedunia Presenter, debut
pertamanya di dunia presenter saat ia membawakan acara yang berjudul
Planet Rmaja, setelah terbilang sukses di dunia presenter andika pun
melangkahkan kakinya ke duania seni peran. Sinetron perdananya yang
36
Biodata Dwi Andhika, diakses pada tanggal 2 Agustus 2016 dari
http://www.wowkeren.com/seleb/dwi_andhika/profil.html
43
pernah ia bintangi berjudul 3 Semprul Mengejar Surge. Dari sanalah
namanya di besarkan dan terkenal seperti sekarang ini.
6. Jajang C. Noer
Gambar 3.7
Jajang C. Noer
Nama Asli: Lidia Djunita Pamuntjak
Tanggal Lahir: 28 Juni 1952
Tempat Lahir: Paris, Perancis
Kewarganegaraan: Indonesia
Ayah: Nazir Datuk Pamuntjak
Suami: Arifin C. Noer (sutradara, meninggal 1995)
Filmografi:
Terminal Cinta (1978)
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (2010)
Khalifah (2011)
Mata Tertutup (2011)
Dilema (2012)
Cinta Tapi Beda (2012)
Belenggu (2013)
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (2013)
What They Don't Talk About When They Talk About Love (2013)
44
Dan banyak lainnya
Prestasi:37
Drama Seri Terbaik Piala Vidia 1997 (Bukan Perempuan Biasa)
Aktris Terbaik Cinefan Award 2002 (Eliana Eliana)
Aktris Terbaik IKJ Award 2012
Pemeran Utama Wanita Terunggul, Apresiasi Film Indonesia 2012
(Mata Tertutup)
Dan banyak lainnya
Jajang C Noer (lahir dengan nama Lidia Djunita Pamoentjak, juga
dikenal dengan nama Jajang Pamuntjak; lahir di Paris, Perancis, 28 Juni
1952; umur 64 tahun) adalah seorang sutradara dan aktris film asal
Indonesia. Ia juga adalah putri tunggal dari tokoh nasional pergerakan
kemerdekaan Indonesia Nazir Datuk Pamoentjak. Jajang C. Noer adalah
pemenang Festival Film Indonesia tahun 1992 dalam kategori Aktris
Pendukung Terbaik melalui film Bibir Mer. Suaminya adalah Arifin C.
Noer, sutradara film asal Indonesia yang meninggal dunia pada Mei 1995.
E. Tim Produksi Film Air Mata Fatimah
Sebuah Film tidak akan terbentuk tanpa adanya tim produksi yang
bekerja, dan tim produksi di dalam film Air Mata Fatimah adalah:
Sutradara : Bayu Pamungkas Atmodjo
: OK. Mahadi
Produser : Aunuroup
37
Jajang C Noer, diakses pada tanggal 2 Agustus 2016 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Jajang_C._Noer
45
Executive Produser : Wawan R. Kosim
: Devie Muharna. SE
Produser Pelaksana : Bayu Pamungkas Atmodjo
Line Produser : Asep Anwar Zaetu
Supervisi Kreatif : OK. Mahadi
Ide Cerita dan Penulis
Skeneraio
: OK. Mahadi
: Bayu Pamungkas Atmodjo
Supervisi Pasca Produksi : Irat Gustafiano
Penyunting Gambar :Asep Anwar Zaetu
Penata Musik : Muhammad Fitri
Penata Kamera : Marno Jawir
Penata Artistik : Yon A. Danarso
Casting : Pippo Projectz
Penata Suara : MaulanaYudistira
: Olick N Roll
Cast : Reyhanna Alhabsyi sebagai Fatimah Remaja
: Anindika Widya sebagai Hamda
: Reza Pahlevi sebagau Harunsyah
: Oka Sugawa sebagai Ali Daud
: Dwi Andhika sebagai Ichsanudin Remaja
: Jajang C. Noer sebagai Nenek
Yafi Tessa sebagai Fatimah Kecil
46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Semiotika Film Air Mata Fatimah
Film merupakan karya estetika sekaligus sebagai alat informasi yang bisa
menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Mengingat bahwa tidak
selalu hal-hal yang ditayangkan dalam adegan pada film dapat dimengerti tanpa
ada pengamatan yang mendalam, seringkali adegan yang muncul mengandung
pesan yang diwakilkan oleh properti-properti yang di visualisasikan pada
tayangan film itu sendiri. Maka dari hal tersebut, dalam kesempatan ini penulis
mencoba menganalisis film Air Mata Fatimah menggunakan semiotika Roland
Barthes, yakni mencari makna denotasi, konotasi, dan mitos yang terdapat dalam
film Air Mata Fatimah.
1. Scene 1
Adegan ini menggambarkan saat Fatimah yang sudah beranjak dewasa
sadar akan keinginannya yaitu ingin mempelajari Islam secara mendalam, maka ia
meminta seperangkat alat suci yaitu mukena, sajadah, kitab suci Al-Quran, tasbih
dan buku-buku keIslaman lainnya. Ketika sudah beranjak dewasa Fatimah sadar
akan hak-nya yang bebas untuk memperdalam Agama yang dianutnya, maka
Fatimah meminta permintaan tersebut pada Ibunya. Namun, Hamda yang sadar
akan pekerjaannya sebagai tuna susila, yang mendapatkan uang hasil dari
pekerjaan yang tidak halal maka Hamda berperang dengan batinnya sendiri, antara
membeli perlengkapan suci dengan uang haram atau tidak membelikan dan
menghalangi hak anaknya sebagai seorang muslim.
46
47
Tabel 4.1
Visual Dialog Type of Shot
Hamda: Permintaanmu
itu terlalu berebihan
Fat..
Fatimah: Al-Quran,
mukena, sajadah dan
tasbih itu terlalu
berlebihan? Fatimah
butuh jawaban Bu,
kenapa Ibu merasa
berat untuk memenuhi
permintaan Fatimah?
Hamda: (diam)
Long Shot,
menampilkan secara
utuh Fatimah dan
Hamda yang sedang
duduk,
(memperlihatkan
bagaimana saat Hamda
dan Fatimah sedang
berbicara serius)
Close Up, digunakan
untuk melihat
bagaimana ekspresi
keberharapan Fatimah.
Close Up, menonjolkan
raut wajah Hamda yang
termenung setelah
mendengar permintaan
48
Denotasi:
Pada gambar pertama menampilkan Fatimah dan Hamda yang sedang
duduk yang memperlihatkan Fatimah dan Hamda sedang berbicara serius, Hamda
berkata “permintaanmu itu terlalu berlebihan Fat..”. Pada gambar kedua
Hamda: Kamu tahu
kan, Ibumu ini seorang
pelacur? Kamu bisa
bayangkan bagimana
tanggapan orang
kampung ketika kita
akan membeli benda-
benda suci itu,
sedangkan mereka tahu
darimana uang yang Ibu
dapatkan untuk
membelinya.
Fatimah: Begitu
hinakah hidup kita bu..
Fatimah.
Close Up, menampilkan
ekspresi sedikit marah
atas permintaan
anaknya yang
diberatkan karena
profesi Hamda sebagai
tuna susila.
Close Up, menampilkan
wajah sedih karena
pupus harapan Fatimah
yang menginginkan
hak-hak keislamannya
terpenuhi.
49
menampilkan wajah Fatimah dengan ekpresi mengharapkan dan juga terdapat
bagian belakang kepala Hamda, pada gambar ini Fatimah membalas perkataan
Ibunya “Al-Quran, mukena, sajadah dan tasbih itu terlalu berlebihan? Fatimah
butuh jawaban Bu, kenapa Ibu merasa berat untuk memenuhi permintaan
Fatimah?”. Pada gambar ketiga menampilkan Hamda yang menunduk dan
termenung dan diam tak berkata. Gambar keempat menampilkan wajah Hamda
yang sedikit marah kepada Fatimah dan mengatakan “Kamu tahu kan, Ibumu ini
seorang pelacur? Kamu bisa bayangkan bagimana tanggapan orang kampung
ketika kita akan membeli benda-benda suci itu, sedangkan mereka tahu darimana
uang yang Ibu dapatkan untuk membelinya”. Dan pada gambar terakhir
menampilkan Fatimah yang menangis ke arah Ibunya dan berkata “Begitu
hinakah hidup kita bu..”.
Konotasi:
Hamda dan Fatimah sedang duduk di teras, rumah mereka berada di salah
satu pedesaan kecil yang terletak di daerah Sumatera Utara. Berawal dari
permintaan Fatimah yang memberatkan Hamda atas permintaanya berupa Al-
Quran, mukena, sajadah dan tasbih yang terdapat pada gambar kedua. Hamda
yang merasa hina dengan profesi yang ia kerjaan merasa berat atas permintaan
anaknya yang sangat mustahil itu. Hamda merasa bahwa uang hasil ia bekerja
merupakan uang haram dan tidak pantas digunakan untuk membeli benda-benda
suci seperti yang diminta Fatimah. Terlebih lagi hamda berfikir apabila Hamda
dan Fatimah membeli benda-benda suci tersebut warga desa tidak akan
membiarkannya begitu saja karena warga desa mengetahui apa profesi dan
bagaimana cara Hamda menghidupi anak semata wayangnya. Fatimah yang sedih
50
setelah mendengar penjelasan dan pengertian yang diberikan Ibunya menangis
tersedu karena merasa permintaannya yang sulit terpenuhi, sedangkan menurut
Fatimah permintaannya tersebut sangat sederhana dan itu merupakan hak Fatimah
sebagai seorang gadis yang memeluk Agama Islam. Fatimah yang menagis disini
menunjukkan bahwa keinginan Fatimah yang sederhana ternyata susah untuk
dipenuhi Ibunya.
Mitos:
Film Air Mata Fatimah ini merupakan kisah nyata yang pernah terjadi di
daerah Sumatera Utara pada Tahun 1960-an. Nama desa yang tidak pernah
disebutkan ini dirahasiakan karena dianggap sebuah aib yang patut
disembunyikan keberadaannya. Desa tempat lahirnya cerita Fatimah ini mayoritas
atau bahkan semua warganya memeluk Agama Islam yang sangat kuat, sehingga
ketika ada seseorang seperti Hamda yang berprofesi sebagai tuna susila maka
segera langsung diasingkan dari kehidupan warga desa. Hamda yang hidup tanpa
suaminya terpaksa menjalani profesi sebagai tuna susila untuk menghidupi anak
semata wayangnya yaitu Fatimah, walaupun ia sebenernya merasa jijik dengan
profesinya itu. Menurut sudut pandang Agama Islam memang uang yang didapat
dari sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah adalah uang haram, maka tidak
sepantasnya kita membeli benda-benda suci dengan uang haram tersebut dan
digunakan untuk beribadah karena itu sangat tidak pantas. Landasan pemikiran ini
berdasarkan hadist dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:
51
Artinya: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Thoyyib (baik). Allah
tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang Thoyyib (baik). (HR. Muslim
no. 1015)
Berdasarkan hadits di atas, maka apabila membeli sebuah benda-benda
suci seperti Al-Quran, sajadah dan mukena dengan uang haram maka Allah tidak
akan memerima amalan ibadahnya karena benda-benda erbut bukan dibeli dengan
sesuatu yang thoyyib.
2. Scene 2
Scene ini menggambarkan saat pada akhirnya Hamda memberanikan diri
turun ke pusat kehidupan desa untuk membeli benda-benda suci seperti
permintaan dan keinginan Fatimah yang sebelumnya. Dengan berbekal uang hasil
ia bekerja maka Hamda memberanikan diri pegi bersama Fatimah ke sebuah toko
perlengakapan Agama Islam. Namun sedalam perjalanan ke toko tersebut, Hamda
dan Fatimah di perlakukan tidak manusiawi oleh warga desa. Lemparan batu,
cacian dan makian yang dilontarkan kepada Hamda dan juga Fatimah mereka
dapatkan. Sesampainya di toko, mereka pun tidak disambut dengan baik oleh Bibi
pemilik toko, usiran dan hinaan bertubi-tubi yang mereka dapat. Akan tetapi
perlakuan yang didapatkan Fatimah dan Ibunya tetap dijalani dengan tegar, sabar
dan ikhlas, karena Fatimah ingin haknya sebagai seorang muslim yang berhak
mempelajari Islam secara lebih mendalam.
52
Tabel 4.2
Visual Dialog Type of Shot
Warga: Hey pelacur,
ngapain kalian kesini.
Dasar pelacur..
Fatimah dan Hamda:
(tetap berjalan ke arah
toko yang di tuju)
Long Shot,
menampilkan secara
utuh bagian belakang
Fatimah dan Hamda
serta warga-warga di
pasar yang mencaci dan
melemparkan batu ke
arah Fatimah dan
Hamda.
Medium Close Up,
menonjolkan raut
wajah Fatimah dan
Hamda yang ketakutan.
Warga: Apa kamu ke
pasar? Mungkin
pelacur ini ke pasar
untuk membeli
kemenyan dan
kembang tujuh rupa
Medium Shot,
menampilkan tubuh
dari pinggang ke atas,
dan menonjolkan
ekpresi kemarahan
warga atas kehadiran
53
untuk menarik
perharian lelaki hidung
belang. Lihat saja
Ibunya seorang
pelacur, anaknya juga
akan menjadi pelacur.
Warga: Dasar pelacur
pergi sana!
Ichsanudin: (diam,
memperhatikan
Fatimah dan Hamda
yang dipojokkan)
Fatimah: Bu.. (melihat
ke arah toko peralatan
keagamaan)
Fatimah dan Hamda di
pasar.
Medium Shot,
menonjolkan raut
wajah Fatimah dan
Hamda yang takut dan
sedih.
Medium Shot,
menampilkan raut
wajah Ichsanudin yang
merasa kasihan kepada
Fatimah dan Hamda.
Medium Shot,
menonjolkan ekspresi
senang dan bahagia
ketika akhirnya melihat
dan bisa membeli
perlengkapan
keagamaan.
54
Fatimah: (menyentuh
tasbih)
Hamda: (diam
memperhatikan
anaknya)
Fatimah:
Alhamdulillah Bu,
akhirnya kesampaian
juga keinginan
Fatimah untuk
memiliki Al-Quran,
mukena, sajadah,
tasbih dan buku-buku
Agama.
Bibi: Hey pelacur,
mau apa kalian kesini?
Medium Shot,
menampilkan
kebahagiaan Fatimah
yang berada di toko
keagamaan.
Medium Close Up,
menonjolkan raut
wajah Hamda yang
terharu bahagia.
Medium Shot,
menampilkan ekspresi
bahagia Fatimah dan
Hamda yang
memperhatikan
anaknya dengan
ekspresi sedih dan
terharu. Dengan latar di
dalam toko.
Medium Shot,
menampilkan ekspresi
kaget dan marah Bibi
melihat kedatangan
Fatimah dan Hamda.
55
Hamda:
Assalamualaikum Bi,
kami mau membeli
mukena, sajadah, Al-
Quran, tasbih dan
buku-buku Agama,
ada?
Bibi: Apa?! Tidak
salah dengar saya?
Bibi: Heh pelacur,
kamu fikir saya mau
menjual barang-barang
suci ini sama kamu?
Lebih baik kamu dan
anakmu sekarang pergi
dari sini! Jangan
kalian membuat
usahaku ini menjadi
na‟as dan sial karena
dikotori manusia-
manusia kotor macam
kamu. Pergi!
Medium Shot,
menampilkan raut
wajah Hamda dan
Fatimah yang takut.
Medium Shot,
menonjolkan raut
wajah marah dan
keberatan.
Long Shot,
menampilkan penjual
toko yang marah dan
mengusir Fatimah dan
Hamda dengan latar di
dalam toko.
56
Denotasi
Pada gambar pertama menampilkan Fatimah dan Hamda yang dicaci dan
dihina saat datang ke pasar, terlihat warga yang berkata kasar yang berkata “Hey
pelacur, ngapain kalian kesini. Dasar pelacur..”. Pada gambar kedua terlihat
Hamda: Bi, ijinkan
kami membelinya,
kami mohon Bi..
Bibi: Marni, Irna, usir
pelacur ini! Pergi
kalian, pergi!
Warga: dasar pelacur!
Pergi sana! Pergi!
Medium Shot,
menampilkan Hamda
dan yang memohon
kepada penjual toko.
Medium Shot,
memperlihatkan
penjual toko yang
semakin geram dan
menyuruh pegawainya
untuk mengusir
Fatimah dan Hamda
secara paksa.
Long Shot,
menampilkan para
warga yang mengusir
Fatimah dan Hamda
secara paksa hingga
Hamda terjatuh ke
tanah.
57
Fatimah dan Hamda yang menunduk akibat terkena lemparan-lemparan batu dari
warga desa. Gambar ketiga menampilkan tiga gadis desa yang mencaci dan
menghina kedatangan dan keberadaan Fatimah dan Hamda di pasar dan berkata
“Apa kamu ke pasar? Mungkin pelacur ini ke pasar untuk membeli kemenyan dan
kembang tujuh rupa untuk menarik perharian lelaki hidung belang. Lihat saja
Ibunya seorang pelacur, anaknya juga akan menjadi pelacur”. Gambar keempat
menonjolkan raut sedih dan takut Fatimah yang berlindung dalam pelukannya
Ibunya. Gambar kelima menampilkan seorang pemuda bernama Ichsanudin yang
menampilkan ekspresi prihatin dengan perilaku yang diterima Fatimah dan
Hamda. Gambar keenam memperlihatkan ekspresi muka Fatimah yang berubah
menjadi senang. Gambar ketujuh menonjolkan ekpresi Fatimah yang bahagia
ketika menyentuh tasbih dan berada di dalam toko. Gambar kedelapan
menonjolkan ekpresi terharu Hamda. Gambar kesembilan menampilkan Hamda
yang sedang melihat Fatimah bahagia dan berkata “Alhamdulillah Bu, akhirnya
kesampaian juga keinginan Fatimah untuk memiliki Al-Quran, mukena, sajadah,
tasbih dan buku-buku Agama”. Gambar kesepuluh menampilkan penjual toko
yang kaget dan berteriak “Hey pelacur, mau apa kalian kesini?”. Gambar
kesebelas menampilkan Hamda yang merangkul Fatimah sembari menjelaskan
maksud kedatangannya ” Assalamualaikum Bi, kami mau membeli mukena,
sajadah, Al-Quran, tasbih dan buku-buku Agama, ada?”. Gambar kedua belas
terlihat penjual toko yang tidak terima dan marah “Apa?! Tidak salah dengar
saya?”. Gambar ketiga belas menampilkan penjual toko yang mengusir Fatimah
dan Hamda dengan latar di dalam toko dan berkata “Heh pelacur, kamu fikir saya
mau menjual barang-barang suci ini sama kamu? Lebih baik kamu dan anakmu
58
sekarang pergi dari sini! Jangan kalian membuat usahaku ini menjadi na‟as dan
sial karena dikotori manusia-manusia kotor macam kamu. Pergi!”. Gambar
keempat belas memperlihatkan Hamda yang memohon kepada penjual toko
sembari memeluk Fatimah, hamda memohon dengan nada sedih “Bi, ijinkan kami
membelinya, kami mohon Bi..”. Gambar kelima belas memperlihatkan penjual
toko yang mulai geram dan menyuruh karyawannya untuk mengusir Hamda dan
Fatimah “Marni, Irna, usir pelacur ini! Pergi kalian, pergi!”. Gambar keenam
belas menampilkan Hamda yang terjatuh ke tanah akibat usiran paksa warga.
Konotasi
Hamda dan Fatimah yang pada akhirnya memutuskan untuk
memberanikan diri datang ke pasar untuk membeli benda-benda suci seperti Al-
Quran, mukena, sajadah, tasbih dan buku-buku agama Islam. Sepanjang
perjalanan Hamda dan Fatimah mendapat cacian, makian, hinaan bahkan
lemparan batu yang sangat tidak manusiawi, hal ini dikarenakan warga desa yang
tidak suka dan tidak menerima keberadaan Hamda dan Fatimah di pasar. Warga
desa beranggapan bahwa tujuan Hamda dan Fatimah datang ke pasar ialah untuk
membeli kemenyan dan kembang tujuh rupa, yang menurut kepercayaan
kebudayaan warga desa setempat ialah untuk menarik perhatian lelaki. Akan
tetapi Hamda dan Fatimah tetap tegar dan terus berjalan untuk memenuhi maksud
dan tujuan mereka datang ke pasar tersebut. Sesampainya di dalam toko, Fatimah
sangat senang sekali karena ia merasa bahwa pada akhirnya dia bisa mendapatkan
keinginannya untuk memperdalam keIslamannya dan mempunyai Al-quran,
sajadah, mukena, tasbih dan buku-buku agama Islam. Akan tetapi yang mereka
dapatkan adalah usiran secara kejam yang dilakukan oleh pemilik toko. Lalu,
59
ketika keluar dari toko Hamda dan Fatimah mendapatkan perlakuan yang lebih
kejam lagi. Pada scene ini telah menunjukan bahwa perlakuan-perlakuan warga
desa kepada Fatimah dan Hamda merupakan hal yang sangat tidak manusiawi.
Tidak hanya cacian yang mereka dapatkan tetapi juga lemparan-lemparan batu,
bahkan salah satu warga sampai berani mendorong Hamda hingga terjatuh ke
tanah.
Mitos
Menurut pandangan kebudayaan lokal yang muncul di scene ini,
mempercayai bahwa kemenyan dan kembang tujuh rupa merupakan alat mistik
yang digunakan untuk memenuhi ritual-ritual untuk kepentingan pribadi ataupun
kepentingan umum. Kemenyan adalah sebuah benda berbentuk kristal keruh
berwarna coklat maupun putih yang biasa dibakar. Bagi masyarakat yang masih
memegang teguh nilai-nilai tradisi, tentunya sesajen atau sesaji bukanlah sebuah
hal yang dianggap kuno dan aneh, melainkan hal tersebut dinilai sangat sakral.
Ritual yang merupakan warisan dari budaya Hindu dan Budha ini, dahulu biasa
dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat yang
dianggap keramat. Ritual ini menghidangkan aneka makanan, bunga-bungaan atau
buah-buahan di lokasi yang dinilai memiliki daya spiritual itu, yang diyakini
mampu menolak malapetaka dan mendatangkan rezeki.
Tuna susila memang merupakan pekerjaan yang sangat tidak bermoral dan
diharamkan dalam Agama Islam. Akan tetapi, sebagai sesama manusia tidaklah
baik untuk melakukan perbuatan yang tidak manusiawi dengan cara main hakim
sendiri seperti warga desa yang ada dalam cerita Air Mata Fatimah. Hamda yang
60
merupakan seorang janda, menjadi sebagai tuna susila karna ia harus menghidupi
anaknya seorang diri dan tidak mempunyai cara lain selain berprofesi seperti itu.
Maka seharusnya warga desa tersebut merangkulnya dengan mengulurkan tangan
untuk membantunya sehingga keluar dari problema tersebut dan Hamda mungkin
tidak akan berprofesi menjadi tuna susila untuk menghidupi anak semata
wayangnya.
Seperti yang diketahui bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal mati
ayahnya. Anak seperti inilah yang dikatakan yatim dan punya keutamaan untuk
ditolong karena penanggung nafkahnya (yaitu ayahnya) sudah tiada. Jika ada yang
menikahi janda karena ingin menolong anaknya, maka ia akan dapat keutamaan
besar menyantuni anak yatim.
Hadits keutamaan menyantuni anak yatim adalah berikut:
“Kedudukanku dan orang yang menanggung anak yatim di Surga bagikan
ini” (Beliau merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, namun beliau
regangkan antara keduanya). (HR. Bukhari no. 5304).
Sudah seharusnya kita sesama umat yang beragama Islam harus
memegang teguh dan saling membantu, terutama apabila ada seorang janda yang
ditinggal oleh suaminya dan menghidupi anak yatim seorang diri. Bukannnya
mencemooh, menyaniaya dengan perbuatan yang tidak manusiawi dan
mengasingkannya dari peradaban dunia seperti yang terjadi dalam film Air Mata
Fatimah ini. Disinilah konflik yang terjadi antara intrapribadi atau batiniah Hamda
yang terpaksa dan sangat berat hati menjadi wanita tuna susila, dengan
61
masyarakat surau Sumatera Utara yang tidak membantu malah mengasingkan,
mencemooh, menghina, bahkan menganiaya secara tidak manusiawi.
3. Scene 3
Scene ini menggambarkan saat Fatimah yang akhirnya mendapatkan
kiriman berupa Al-Quran, sajadah, mukena, tasbih dan buku Agama dari
Ichsanudin. Namun ketika Ichsanudin mengantarkan benda suci tersebut ke
tempat tinggal Fatimah, ada seorang warga yang melihat Ichsanudin dan
menyebarkan berita tidak benar bahwa Ichsanudin datang ke tempat tinggal
Fatimah dan Hamda hanya untuk berbuat asusila dengan Fatimah. Warga desa itu
langsung melaporkan hal tersebut kepada Harunsyah, lelaki jahat yang memiliki
dendam pada ayah Ichsanudin yaitu Guru Ali Daud.
Tabel 4.3
Visual Dialog Type of Shot
Ichsanudin: (berjalan
menaiki bukit)
Hasan: (melihat
Ichsanudin dari jauh)
Long Shot,menampilkan
Ichsanudin secara utuh
yang menaiki bukit
dengan membawa benda-
benda suci ditanganya.
Extreme Long
Shot¸Hasan yang terlihat
kecil dengan latar
gunung.
Long Shot, menampilkan
62
Hasan: Anak Guru Ali
Daud bang, anak itu
sudah terpengaruh dan
berani datang ke gubuk
Hamda dan Fatimah.
Dia sudah tertarik untuk
berbuat susila. Saya
melihatnya sendiri
hingga anak itu masuk
kedalam gubuk Hamda
dan Fatimah.
Warga: sekarang lah
waktunya untuk
membalas sakit hati
abang kepada Ali Daud,
bukankah ini
kesempatan yang abang
tunggu?
Harunsyah: Ali daud,
saatnya kubalaskan
dendam yang
kupendam puluhan
tahun.
secara utuh Hasan yang
sedang berbicara dengan
Harunsyah dengan latar
halaman rumah
Harusnyah.
Medium Shot,
menampilkan wajah jahat
yang sedang menghasut
Harunsyah.
Medium Shot,
Menonjolkan ekpresi
termakan hasutan dan
ingin melakukan balas
dendam.
63
Denotasi
Gambar pertama menampilkan Ichsanudin yang sedang menanjak menaiki
bukit. Gambar kedua terlihat seorang warga bernama Hasan yang sedang
memerhatikan dari jauh. Gambar ketiga menampilkan hasan yang sedang
memberitahu kejadian yang ia lihat kepada Harunsyah, terlihat hasan yang sedang
manghasut Harunsyah dan berkata “Anak Guru Ali Daud bang, anak itu sudah
terpengaruh dan berani datang ke gubuk Hamda dan Fatimah. Dia sudah seperti
orang kebanyakan sudah tertarik untuk berbuat susila. Saya melihatnya sendiri
hingga anak itu masuk kedalam gubuk Hamda dan Fatimah”, adegan ini memiliki
latar halaman rumah Harusnyah. Gambar keempat terlihat teman Harunsyah yang
jahat menghasut Harusnyah, “sekarang lah waktunya untuk membalas sakit hati
abang kepada Ali Daud, bukankah ini kesempatan yang abang tunggu?”. Gambar
kelima Harunsyah yang sudah terhasut dan terlihat merencanakan sesuatu sambil
bergumam “Ali daud, saatnya kubalaskan dendam yang kupendam puluhan
tahun”.
Konotasi
Pada gambar petama menunjukkan ketulusan Ichsanudin yang ingin
memberikan perlengkapan suci untuk Fatimah yang ingin memperdalam agama
Islam. Ichsanudin datang sendiri ke rumah Fatimah untuk memberikan
perlengkapan suci tersebut. Namun, hal ini disalahgunakan oleh seorang warga
bernama Hasan yang merupakan orang kepercayaan Harunsyah. Setelah melihat
Ichsanudin yang mendatangi rumah Fatimah dan Hamda, Hasan segera bergegas
dan melaporkan kejadian itu kepada Harunsyah. Harunsyah memiliki dendam
64
yang dipendamnya selama puluhan tahun dengan Guru Ali Daud karena semasa
mudanya merebutkan Hamda. Akan tetapi Hamda tidak menyukai Harunsyah, dan
akhirnya Harusnyah menjadi dendam dengan Guru Ali Daud. Harunsyah adalah
orang terkaya di desa tersebut dan memiliki watak yang sangat sombong juga
jahat. Maka ketika ada kesempatan yang sangat bagus, Harusnyah tidak berfikir
dua kali untuk melaksanakan rencana balas dendamnya dengan memfitnah
Harunsyah dengan Fatimah yang berbuat tindakan asusila di gubuk mereka yang
terletak di atas bukit tersebut.
Mitos
Fitnah merupakan suatu kegiatan menyiarkan berita tanpa dasar
kebenaran, dengan tujuan untuk mencemarkan nama baik seseorang, hal ini
dilakukan untuk mencapai tujuan sang pemfitnah itu sendiri. Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah kepada orang-
orang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka
bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang sangat pedih”.
(Q.S. al-Buruj: 10)
Fitnah merupakan suatu kebohongan besar yang sangat merugikan dan
termasuk dalam dosa besar. Oleh karenya, Islam melarang umatnya memfitnah
sebab fitnah adalah haram. Allah SWT berfirman:
65
Artinya: “Wahai orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka,
(sehingga kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu
menggunjing setengahnya yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan
daging saudaranya yang telah mati? ( Jika demikian kondisi mengumpat) maka
sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Jadi patuhilah larangan-larangan tersebut)
dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q. S. Al-Hujarat : 12).
Berdasarkan firman-firman Allah di atas maka sudah sangatlah jelas
bahwa perbuatan fitnah merupakan perbuatan yang sangat di benci oleh Allah dan
fitnah hukumnya adalah haram, apabila kita melakukan perbuatan yang sangat
dilarang oleh Allah tersebut kita akan mendapatkan azab jahanam yaitu neraka
yang amat pedih.
4. Scene 4
Scene ini menggambarkan Fatimah yang senang mendapatkan Al-quran,
mukena, sajadah, tasbih dan buku-buku Agama. Ketika Fatimah hendak ingin
memperdalam ilmunya tentang Agama Islam di pondok pesantren Guru Ali Daud,
ia di halangi oleh warga-warga desa yang sudah termakan hasutan Harunsyah dan
semua peralatan suci Fatimah di rampas secara paksa. Fatimah merasa dirampas
hak-haknya oleh para warga yang main hakim sendiri dengan membeda-bedakan
status Fatimah yang seorang anak dari tuna susila dan melarang Fatimah untuk
memperdalam Ilmu keagamaan.
66
Tabel 4.4
Visual Dialog Type of Shot
Hamda: Fatimah, apa
yang menjadi
tujunmu, tidak akan
lepas dari
perjuanganmu Fat.
Lakukan apa yang
menjadi impianmu.
Fatimah: (berjalan
dengan riang)
Fatimah: Mau apa
mereka?
Extreme Lonf Shot,
menampilkan Fatimah
yang menuruni bukit
dengan membawa benda-
benda suci dengan latar
bukit-bukit yang luas.
Long Shot, menampilkan
sosok Fatimah yang
memakai pakaian
muslimah yang
menggenggam Al-Quran,
mukena, sajadah dan
tasbih.
Medium Shot,
menampilkan bagian
pinggang ke atas. (saat
Fatimah memalingkan
muka serta menonjolkan
raut wajah Fatimah yang
kaget dan was-was)
67
Warga: Kurung anak
pelacur itu!
Fatimah: Saya
memang anak
pelacur, tetapi salah
saya apa?
Bibi: Jelas kamu
salah. Kesalahan
kamu adalah kamu
tidak berhak untuk
barang-barang suci
yang menmpel di
badan dan tangan
kamu!
Fatimah: Ibu-ibu dan
bapak-bapak
semuanya, saya
memang anak dari
seorang pelacur yang
kalian sishkan dari
kehidupan kalian,
tetapi apakah salah
Long Shot, menampilkan
Fatimah dari belakang
dan segerombolan warga
yang menghalangi.
Medium Shot,
menampilkan warga yang
marah dan mengelilingi
Fatimah.
Medium Shot,
memperlihatkan Bibi
yang memojokkan
Fatimah dengan raut
wajah yang penuh
amarah.
Medium Shot,
menampilkan ukuran
pinggang keatas. (saat
Fatimah di hadang
warga)
68
jika saya memiliki
Al-Quran untuk
membaca dan
menafsirkan ayat-
ayatnya? Apakah
salah jika saya
mengenakan mukena
untuk mendirikan
shalat? Saya memang
anak dari seorang
pelacur, tetapi saya
dan ibu saya tidak
pernah berhenti
memuji kebesaran
Allah. Saya bukan
Fatimah Az-Zahra
putri Rasulullah dan
bukan pula Fatimah
Ibnu Khatab yang
membacakan surat
Thaha dalam Al-
Quran sehingga
membuat kakanya
Umar Ibnu Khatab
69
masuk Islam.
Bibi: Ayo semua
jangan terpengaruh
sama omongan anak
pelacur ini! Kamu
gausah ceramah
depan kita semua yah
Fatimah! Ayo ambil
Al-Quran itu!
Rampas sajadah,
mukena dan tasbih,
ayo!
Bibi: Semua yang
kamu pakai adalah
palsu dan penuh
kemunafikkan! Pergi
kamu!
Close Up,menampilkan
wajah seseorang dalam
ukuran penuh.
Menampilkan ekspresi
penuh amarah.
Medium Close Up,
menampilkan gambaran
dua orang dari batas dada
ke atas.
Denotasi
Gambar pertama menampilkan Fatimah yang menuruni bukit dan
terdengar suara dengungan Hamda yang menyemangati Fatimah, ia berkata
“Fatimah, apa yang menjadi tujunmu, tidak akan lepas dari perjuanganmu Fat.
Lakukan apa yang menjadi impianmu”. Gambar kedua memperlihatkan Fatimah
yang sedang bahagia dengan Al-quran, mukena, sajadah dan tasbih yang berada
70
dalam genggamannya. Gambar ketiga menampilkan Fatimah yang menunduk dan
berfikir, terlihat perubahan raut Fatimah yang senang menjadi was-was, hal ini
diperjelas dengan gumaman “Mau apa mereka?“. Gambar keempat menampilkan
bagian tubuh Fatimah dari belakang dan di hadang oleh warga yang berseru
“Kurung anak pelacur itu!”. Gambar kelima menampilkan Fatimah yang di
kelilingi warga dan Fatimah pun bertanya kepada warga “Saya memang anak
pelacur, tetapi salah saya apa?“. Gambar keenam memperlihatkan Bibi yang
melawan perkatan Fatimah “Jelas kamu salah. Kesalahan kamu adalah kamu tidak
berhak untuk barang-barang suci yang menmpel di badan dan tangan kamu!”.
Kemudian pada gambar ketujuh terlihat Fatimah menjelaskan dengan sangat
tenang “Ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya, saya memang anak dari seorang
pelacur yang kalian sishkan dari kehidupan kalian, tetapi apakah salah jika saya
memiliki Al-Quran untuk membaca dan menafsirkan ayat-ayatnya? Apakah salah
jika saya mengenakan mukena untuk mendirikan shalat? Saya memang anak dari
seorang pelacur, tetapi saya dan ibu saya tidak pernah berhenti memuji kebesaran
Allah. Saya bukan Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah dan bukan pula Fatimah
Ibnu Khatab yang membacakan surat Thaha dalam Al-Quran sehingga membuat
kakanya Umar Ibnu Khatab masuk Islam”. Gambar kedelapan menampilkan
wajah geram Bibi yang penuh amarah dan membalas perkataan Fatimah “Ayo
semua jangan terpengaruh sama omongan anak pelacur ini! Kamu gausah
ceramah depan kita semua yah Fatimah! Ayo ambil Al-Quran itu! Rampas
sajadah, mukena dan tasbih, ayo!”. Gambar kesembilan menampilkan Bibi yang
sedang mencaci Fatimah, dan juga terlihat baju Fatimah yang menjadi compang-
camping.
71
Konotasi
Fatimah berencana mempelajari dan memperdalam Agama Islam di
pondok pesantren Guru Ali Daud. Ketika menuruni bukit Fatimah merasa sangat
senang karena pada akhirnya apa yang diimpikannya tercapai, dan juga dengan
berbekal semangat dari sang Ibu, Fatimah pun merasa percaya diri menuruni bukit
dengan memakai pakaian muslim, dan membawa perlengkaan suci. Namun pada
setengah perjalanan Fatimah dihadang oleh para warga yang sudah terhasut oleh
berita fitnah yang disebarkan Harunsyah bahwa Fatimah dan Ichsanudin telah
melakukan hal tidak bermoral di dalam gubuk rumahnya yang terletak di atas
bukit. Para warga yang terhasut tersebut mengamuk dan merasa tidak terima
bahwa orang yang tidak suci dan telah melakukan perbuatan zinah tidak pantas
memiliki benda-benda suci seperti Al-Quran, mukena, sajadah, tasbih bahkan
untuk datang ke pondok pesantren dan mempelajari Agama Islam pun tidak
pantas. Berlandaskan pemikiran para warga yang beanggapan Fatimah penuh
kemunafikkan, maka para warga yang diketuai oleh Bibi menyuruh warga untuk
merampas benda-benda suci milik Fatimah dan mengkroyok Fatimah hingga
membuat bajunya menjadi compang-camping. Status Fatimah yang merupakan
anak dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai tuna susila bukan hal yang
menjadikan halangan Fatimah untuk tidak mendapatkan haknya sebagai seorang
muslim. Sebaliknya, Fatimah berhak untuk menuntut mendapatkan hak-haknya
kembali sebagai seorang gadis muslim.
72
Mitos
Merampas hak orang lain adalah perbuatan zhalim, dan kezhaliman adalah
kegelapan di hari kiamat. Ghasb secara bahasa artinya mengambil sesuatu secara
zhalim, sedangkan menurut istilah fuqaha adalah mengambil atau menguasai hak
orang lain secara zhalim dan aniaya dengan tanpa hak. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari
apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi
tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka)
terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas dengan mengangkat kepalanya,
sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS.
Ibrahim: 42-43)
Ketika seseorang telah berani mengambil barang atau hak milik orang lain
sekecil apapun, maka orang tersebut harus bersiap kehilangan bahkan kehilangan
yang akan dirasakan akan jauh lebih besar. berhati-hatilah untuk tidak mengambil
atau merampas hak orang lain karena cepat atau lambat seseorang tersebut akan
mendapat ganjaran yang lebih besar dari Allah SWT.
5. Scene 5
Scene ini menggambarkan para warga yang berdiskusi dengan para ulama
ditengah lapangan yang luas. Para ulama ini bertanya kepada warga mengapa
warga merampas benda-benda suci dari Fatimah. Disana juga mucul Ichsanudin
yang membela Fatimah danmengambil kembali barang-barang milik Fatimah
yang telah dirampas warga
73
Tabel 4.5
Visual Dialog Type of Shot
Bibi: Tadi saya sudah
mengatakanya guru
Mualim, ubuhnya
terlalu najis untuk
memegang benda-
benda suci itu.
Guru Mualim: Apakah
kalian lebih berhak
atas benda-benda itu?
Apa benar benda-
benda yang Bibi dan
kalian katakan tadi
kalian pergunakan
setiap harinya di
rumah? Mana yang
lebih baik anak
seorang pelacur
bernama Fatimah atau
kalian yang
mengatakan lebih
berhak atas benda-
Medium Shot,
menampilkan dari
pinggang ke atas.
Memperlihatkan empat
orang yang sedang
berbicara.
Medium Close Up,
menampilkan tiga orang
ulama yang sedang
berbicara.
74
benda itu? Saya tidak
mau dipersalahkan
Allah!
Ichsanudin:
(mengambil benda-
benda milik Fatimah)
Medium Shot,
menampilkan Ichsanudin
dari bagian pinggang
sampai ke atas yang
sedang mengambil
benda-benda milik
Fatimah.
Denotasi
Gambar pertama menampilkan Bibi yang sedang berbicara dengan tiga
ulama, pada gambar ini bibi berkata “Tadi saya sudah mengatakanya guru
Mualim, ubuhnya terlalu najis untuk memegang benda-benda suci itu”. Gambar
kedua menampilkan Guru Mualim yang berkata “Apakah kalian lebih berhak atas
benda-benda itu? Apa benar benda-benda yang Bibi dan kalian katakan tadi kalian
pergunakan setiap harinya di rumah? Mana yang lebih baik anak seorang pelacur
bernama Fatimah atau kalian yang mengatakan lebih berhak atas benda-benda itu?
Saya tidak mau dipersalahkan Allah!”. Gambar ketiga menampilkan Ichsanudin
yang sedang mengambil benda-benda milik Fatimah.
Konotasi
Para warga yang sudah berbondong-bondong merampas benda-benda
milik Fatimah bertemu dengan tiga ulama di sebuah lapangan besar. Disana para
75
ulama bertanya dan menginterogasi apa yang telah dilakukan warga terhadap
Fatimah. Namun Bibi yang mengetuai pergerakan ini tetap merasa benar dengan
apa yang dilakukannya, namun salah satu ulama tersebut yang bernama Guru
Mualim menasehati warga bahwa apa yang dilakukan mereka adalah perbuatan
yang salah, karena mereka telah merampas hak-hak Fatimah dan telah membeda-
bedakan Fatimah hanya karena Fatimah seorang anak pelacur. Guru Mualim
berkata bahwa beliau tidak mau dipersalahkan Allah atas kelakuan para warga
yang membeda-bedakan dan memojokkan Fatimah.
Mitos
Sebagai sesama manusia bahkan sesama muslim tidak diperkenan baginya
untuk membeda-bedakan sesamanya karena Allah SWT Sang Pencipta pun tidak
pernah membeda-bedakan makhluknnya. Seperti dalam firmannya yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan
lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela
dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”
(QS. Al-Hujurat 49:11)
Allah mengajarkan kepada kita bahwa semua manusia disisi Allah adalah
sama, tidak ada bedanya yang kaya dengan yang miskin, yang kuat dan yang
76
lemah, maupun antara lelaki dan perempuan. Karena bagi Allah yang
membedakannya hanyalah ketakwaan manusia itu sendiri. Masyarakat yang
dikehendaki Al-Qur‟an adalah masyarakat yang sederajat dan mempunyai hak
serta kewajiban yang sama. Jika ada manusia yang memiliki kemampuan dan
kekuatan, maka tidak diperkenankan menggunakan kekuatannya untuk mengejek
ataupun menindas orang-orang yang lemah. Maka sungguhlah aneh apabila
manusia yang terbuat dari tanah menjadi sombong dengan membeda-bedakan
orang lain, sedangkan Allah yang menciptakan mereka tidak pernah membeda-
bedakan satu dengan yang lainnya. Manusia tidak diperkenankan untuk
menggunakan kekuatannya untuk mengejek ataupun menindas orang-orang yang
lemah. Seharusnya, kekuatan itu hendaknya dipergunakan untuk melindungi
kebenaran, menyebarkan keadilan dan menghapuskan segala bentuk penindasan.
Scene 6
Scene ini menggambarkan Fatimah yang mengaji di depan warga desa
untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak asusila dengan Ichsanudin
melainkan belajar mengaji dan memperdalam agama Islam. Hal ini dilakukan
untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan membersihkan namanya dari
tuduhan-tuduhan kotor.
Tabel 4.6
Visual Dialog Type of Shot
77
Fatimah: (membaca
surat At-Thaha
dengan khusyuk dan
murrotal)
Warga desa: (terdiam
dan mendengarkan
Fatimah mengaji)
Harunsyah: (terdiam)
Hamda: (tersenyum
bahagia)
Fatimah: (Tersenyum
mengarah ke Ibunya
Medium Shot,
menamplkan Fatimah
yang duduk dan
membaca Al-Quran
dengan memakai pakaian
muslim.
Medium Shot,
menampilkan raut wajah
warga desa yang merasa
menunduk karena merasa
malu dan bersalah.
Medium Close Up,
menampilkan raut wajah
Harunsyah yang merasa
malu.
Medium Close Up,
menampilkan ekspresi
Hamda yang senang dan
bahagia)
Medium Close Up,
menampilkan ekspresi
bahagia Fatimah
78
Denotasi
Gambar pertama menampilkan Fatimah yang sedang duduk dan membaca
Al-Quran dengan khusyuk. Gambar kedua menampilkan warga desa yang
menunduk. Gambar ketiga menampilkan Harunsyah dengan wajah merenung.
Gambar keempat menampilkan Hamba yang tersenyum bahagia. Gambar kelima
menampilkan Fatimah yang melihat ke arah Ibunya dengan tersenyum bahagia.
Konotasi
Fatimah yang dituduh Harunsyah telah melakukan perbuatan susila dengan
Ichsanudin diharuskan membuktikan kepada warga desa bahwa apabila ia dapat
mengaji dengan lancar dan benar maka ia terbukti tidak melakukan perbuatan
susila melainkan belajar mengaji dan memperdalam agama Islam dengan
Ichsanudin. Fatimah yang duduk dihadapan para warga desa, mengaji surat Thaha
dengan lancar dan murrotal. Warga desa yang mendengarkannya merasa malu dan
merasa bersalah karena telah percaya dengan tuduhan-tuduhan palsu yang
membuat nama Fatimah dan Ichsanudin menjadi kotor. Setelah mendengar suara
mengaji Fatimah para warga percaya bahwa Fatimah dan Ichsanudin tidak
melakukan perbuatan susila. Harunsyah yang melihat danmendengarkan Fatimah
pun merasa malu bahwa Fatimah dapat membuktikkan kebenarannya. Fatimah
dan Hamda merasa bahagia akhirnya dapat membuktikkan kebenaran dan
mebersihkan tuduhan-tuduhan yang didapat Fatimah. Dengan ini, Fatimah bebas
mendapatkan hak-haknya sebagai muslim yaitu mendapatkan kemerdekaanya
dalam memeluk agama Islam, inilah hasil yang didapat Fatimah dan Hamda yaitu
buah kesabaran dan tawakal.
79
Mitos
Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Ta‟ala menyandingkan
antara tawakal dengan orang-orang yang beriman. Hal ini menandakan bahwa
tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh
orang-orang mukmin. Hal ini merupakan bagian dari ibadah hati yang akan
membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Seperti
firman Allah tentang tawakal ketika disandingkan dengan orang-orang beriman
adalah:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang
diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak
menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan
tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada
Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal (QS. Al Ma‟idah: 11).
B. Representasi Makna dalam Film Air Mata Fatimah
Berlandaskan pemahaman representasi yaitu pemaknaan dan
penggambaran pada suatu hal menjadi sesuatu yang memiliki makna tertentu dan
disepakati secara universal. Pemaknaan bisa disamakan bila kita memiliki
pengalaman yang sama dan pengalaman sendiri berkaitan dengan budaya yang
ada. Juga berdasarkan pengertian dari hak seorang muslim yaitu berhak
menjalankan segala kewajibannya sebagai penganut Agama Islam, seperti
memiliki hak berkeyakinan dan beragama.
Jadi representasi hak muslim adalah bagaimana hak-hak seorang muslim
tersebut digambarkan atau dimaknai secara luas penggambaran-penggambaran
80
tersebut berdasarkan pengalaman atau budaya yang terbentuk. Maka penulis akan
meneliti penggambaran yang ada dalam cerita yaitu perjuangan-perjuangan yang
dilakukan Fatimah untuk menuntut hak-haknya sebagai seorang muslim yang
terdapat dalam film Air Mata Fatimah.
Film Air Mata Fatimah merupakan film garapan Cosmic Production. Film
ini tidak hanya sekedar film biasa, namun juga menjadi tuntutan bagi seluruh
khalayak. Film ini diambil dari kisah yang pernah terjadi di daerah Sumatera pada
tahun 1960-an. Film ini mengandung banyak representasi hak seorang muslim
yang diwakilkan oleh peran Fatimah yang menuntut dan memperjuangkan hak-
haknya sebagai seorang muslim, seperti:
1. Keterbatasan hak seorang gadis muslim dalam kemerdekaan beragama
Film ini merepresentasikan bahwa seorang anak gadis bernama Fatimah
yang menginginkan Al-Quran, mukena, sajadah, tasbih dan buku agama yang
bertujuan untuk memperdalam keagamaannya itu tidak bisa didaptkan dengan
mudah. Fatimah yang berstatus anak seorang pelacur tidak bisa mendapatkan
haknya dalam kemerdekaan beragama. Penduduk desa dimana Fatimah tinggal
tidak memperbolehkan Fatimah untuk memiliki benda-benda suci dan
mempelajari Agama Islam secara mendalam di pondok pesantren yang ada di desa
ia tinggal. Walaupun Fatimah memiliki benda-benda itu dengan cara yang halal
yaitu diberikan oleh seorang pemuda bernama Ichsanudin pun tetap saja para
warga tidak memperbolehkan dan merampas benda-benda suci tersebut.
2. Tidak mendapatkan hak persamaan
Hak mendapatkan persamaan dalam film ini direpresentasikan dengan
Fatimah dan Hamda yang tidak mendapatkan hak persamaan dalam cerita ini.
81
Hamda dan Fatimah yang dikucilkan dan diasingkan dari kehidupan warga desa.
Fatimah yang dibedakan dianggap tidak pantas untuk memiliki benda-benda suci
lantaran status pekerjaan Ibunya yang berprofesi sebagai tuna susila.
Hak manusia lainya adalah hak persamaan. Secara lahiriah memang
manusia lahir dengan bentuk yang berbeda-beda akan tetapi manusia pada
dasarnya adalah sama dan sederajat. Seperti yang tertera dalam Al-Quran
menggambarkan idealisasinya tentang persamaan manusia dalam ayat dibawah
ini:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan kamu laki-laki dan perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-sukuagar kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang
yang paling baik tingkah lakunya.” (Q.S. 49:13)
Demikian, satu satunya keunggulan yang dinikmati seseorang manusia
atas manusia lain ditentukan oleh tingkah laku kebajikannya. Prinsip yang sama
juga diucapkan Nabi dalam khotbahnya di hadapan orang-orang Islam pada
peristiwa Haji Wada‟, ketika ia bersabda:38
“Hai manusia, Tuhan kamu satu, ayahmu pun satu. Tidaklah orang Arab
lebih tinggi daripada orang non-Arab, sebagaimana seoorang non-Arab tidak
lebih tinggi daripada seorang Arab, begitu juga tidaklah seorang berkulit cokelat
menikmati keunggulan atas seorang berkulit hitam, sebaliknya tidaklah seoorang
berkulit hitam menikmati keunggulan atas seorang berkulit cokelat, kecuali
dengan kesalehan”
3. Tidak mendapatkan hak hidup dan hak milik
Tidak mendapatkan hak hidup di representasikan saat para warga yang
mengeroyok Hamda dan Fatimah di pasar dengan hinaan, cacian, makian,
38
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta: Asia
Foundation, 1987) h. 70
82
emparan batu bahkan dorongan yang hingga menyebabkan Hamda jatuh ke tanah.
Kemudian warga yang yang merampas benda-benda suci (Al-Quran, mukena,
sajadah, dan tasbih) milik Fatimah ketika Fatimah dalam perjalanan menuju
pondok pesantren Guru Ali Daud.
Hak yang paling utama bagi manusia adalah hak untuk hidup
danmempunyai hak atas apa yang dimilikinya. Kedua hak ini dijamin oleh Nabi,
dalam khotbahnya di hadapan masyrakat pada peristiwa Haji Wada‟. Ia berkata:39
“Darah dan hak milikmu merupakan hal yang amat suci hingga kamu
bertemu dengan Tuhan, sebagaimana hari ini dan bulan ini adalah suci...
ketahuilah bahwa setiap Muslim adalah bersaudara. Yang boleh diambil adalah
apa yang diberikannya kepada kamu dengan sukarela.”
39
Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia dalam Islam, h. 65
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengamati dan menganalisis bab sebelumnya, penyimpulan hasil
pada skripsi ini mengacu kepada permasalahan yang ada yaitu Representasi Hak
Muslim dalam film Air Mata Fatimah. Representasi Hak Muslim ini disampaikan
melalui tokoh-tokoh yang berperan dalam film, dalam bentuk dialog, perilaku,
karakter dan kejadian dalam film tersebut. Maka kesimpulan terhadap
permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Makna Denotasi
Analisis film Air Mata Fatimah memiliki makna denotasi sebagai film
yang menggambarkan bagaimana keterbatasan hak-hak seorang gadis muslim
yang memiliki Ibu dengan status sosial tuna susila. Film ini merepresentasikan
hak seorang gadis muslim yang diwakilkan oleh peran Fatimah yang menuntut
dan memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang muslim, seperti:
a) Keterbatasan hak seorang gadis muslim dalam kemerdekaan
beragama.
b) Tidak mendapatkan hak persamaan.
c) Tidak mendapatkan hak hidup dan hak milik.
2. Makna Konotasi
Makna konotasi yang terdapat dalam film Air Mata Fatimah digambarkan
bagaimana seorang gadis muslim yang tidak bersalah ini selalu mendapatkan
perlakuan yang tidak adil dan tidak manusiawi saat menuntut hak-haknya. Gadis
itu berjuang menuntut haknya seperti gadis muslim lainnya yang memiliki Al-
83
84
Quran, mukena, sajadah, tasbih dan buku-buku agama untuk memperdalam ilmu
tentang agama islamnya. Dalam cerita ini juga digambarkan bagaimana
perjuangan-perjuangan Fatimah dalam menuntut hak kemerdekaan dalam
beragama dan berkeyakinan. Akan tetapi mengingat status sosial Ibunya yang
sebagai tuna susila, gadis tersebut mendapatkan banyak rintangan-rintangan
seperti yang terdapat pada potongan-potongan scene yang ditampilkan. Seperti
pada scene kedua yang menceritakan rintangan Hamda dan Fatimah saat hendak
membeli perlengkapan suci, Hamda dan Fatimah tidak diterima kedatangannya
oleh para warga dan di usir dari pasar dengan cara yang tidak manusiawi.
Kemudian juga ada pada scene-scene berikutnya yang mampilkan ketika Hamda
dan Fatimah di finah, dan juga para warga yang merampas barang-barang
Fatimah.
3. Mitos
Dari hasil analisis data mitos pada keenam scene film Air Mata Fatimah
yaitu menjelaskan bagaimana seorang gadis bernama Fatimah yang tidak
mendapatkan kebebasan dalam memeluk agamanya sehingga Fatimah berjuang
untuk mendapatkan hak-haknya sebagai seorang muslim yang dapat
memperdalam agamanya. Selain itu juga menjelaskan bagaimana Islam tidak
mengajarkan untuk merampas hak orang lain, membedakan-bedakan sesama
manusia dan juga tidak mengajarkan untuk menghalangi orang lain dalam
kebebasan beragama dan berkeyakinan.
B. Kritik dan Saran
Kritikan penulis terhadap film ini terdapat pada bahasa panggilan kasar
yang terdapat sepanjang dialog film Air Mata Fatimah. Seperti seringnya
85
penggunaan kata “pelacur” yang tidak di sensor dimulai dari awal film hingga
akhir film. Kurangnya bahasa asli yang menampilkan budaya Sumatera Utara
dalam film ini.
Menurut penulis, akan lebih baik apabila sutradara memilah dengan bijak
bagaimana penggunaan kata-kata yang baik dan benar yang akan digunakan
selama proses pembuatan film. Dan juga akan lebih terasa bahwa cerita Fatimah
ini merupakan cerita yang diangkat dari kisah nyata apabila bahasa yang
digunakan dalam film ini adalah bahasa daerah sumatera utara.
86
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. (1993). Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Bina Aksara.
Baker, C. (2000). Cultural Studies: Teori dan Praktek. Bantul: Kreasi Wacana
Offset.
Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Cangara, H. (2003). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danesi, M. (2010). Pengantar Memahami Semiotik Media. Yogyakarta: Jalasutra.
Danesi, M. (2010). Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalsutra.
Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hikmat, M. M. (2011). Metodelogi Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu
Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
J. Moleong, L. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mashuri. (2008). Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatis.
Malang: Refika Aditama.
Miles, M. B. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.
Morissan. (2005). Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi.
Tanggerang: Ramdina Prakasa.
Nasional, P. B. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Nasution, H. (1987). Hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta: Asia Foundation.
Pranajaya. (1992). Film dan Masyarakat, Sebuah Pengantar. Jakarta: Yayasan
Pusat Perfilman.
Pratista, H. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
86
87
Rumidi, S. (2009 ). Metodologi Penelitian: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Politik, dan Ilmu sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Sobur, A. (2006). Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sobur, A. (2006). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukandarrumidi. (2009). Metodologi Penelitian: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Politik, dan Ilmu sosial lainnya . Jakarta: Kencana.
Vivian, J. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenada Media Group.
Wibowo. (2011). Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Zainuddin, M. (2008). Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif.
Malang: Refika Aditama.
Referensi Lain:
http://biodata-artis.com/profil-dan-biodata-reyhanna-alhabsyi-foto-terbaru-
lengkap, diakses pada tanggal 2 Agustus 2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Jajang_C._Noer, diakses pada tanggal 2 Agustus
2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Oka_Sugawa, diakses pada tanggal 2 Agustus 2016.
http://ketemulagi.com/profil-lengkap-reza-pahlevi-aktor-indonesia/, diakses pada
tanggal 2 Agustus 2016.
http://segiempat.com/entertainment/profil-selebriti/profil-anindika-widya/, diakses
pada tanggal 2 Agustus 2016.
http://www.wowkeren.com/seleb/dwi_andhika/profil.html, diakses pada tanggal 2
Agustus 2016.
88
LAMPIRAN
A. Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Apa tujuan Cosmic Production mengangkat film Air Mata Fatimah?
2. Berapakah total scene yang terdapat dalam film Air Mata Fatimah?
3. Pada scene berapakah adegan Fatimah dan Hamda yang sedang
melakukan dialog ketika Fatimah meminta dibelikan perlengkapan
suci kepada Ibunya?
4. Pada scene berapakah adegan yang menampilkan Fatimah dan Hamda
saat di pasar yang hendak membeli perlengkapan suci?
5. Pada scene berapakah adegan yang menampilkan Hasan yang sedang
menghasut Harunsyah untuk balas dendam?
6. Pada scene berapakah yang menampilkan Fatimah yang hendak turun
datang ke pondok pesantren Guru Ali Daud namun dihalangi oleh
warga desa?
7. Pada scene berapakah yang menampilkan adegan guru Mualim yang
menegor para warga yang merampas perlengkapan suci Fatimah?
8. Apakah ideologi yang diangkat dalam film Air Mata Fatimah?
B. Daftar Jawaban Wawancara
1. Tujuan mengangkat film ini adalah ingin menyuguhkan tontonan
drama religi yang berharap kedepannya bisa jadi tuntunan dan panutan.
2. Total scene yang terdapat dalam film Air Mata Fatimah: 95 Scene
(belum termasuk montage 10 scene)
3. Scene 21
4. Scene 29-32
88
89
5. Scene 43
6. Scene 49-54
7. Scene 55
8. Ideologi film Air Mata Fatimah adalah “Jangan pernah menilai
keimanan seseorang hanya dengan melihat dari pakaian, pekerjaan,
ekonomi, atau masa lalunya. Karena hanya Allah SWT yang berhak”.
90
91
92
93