refrat ibd bedah

Upload: nick-manik

Post on 04-Apr-2018

308 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    1/27

    1

    BAB I. PENDAHULUAN

    Inflamatory Bowel Disease dipakai secara umum untuk menggabungkan

    dua jenis penyakit yaitu kolitis ulserativa dan penyakit crohn dalam satu istilah

    yang belum diketahui penyebab pastinya. Hal ini untuk secara praktis

    membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lain yang telah diketahui

    penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi.Pada beberapa keadaan kolitis

    ulserativa dan penyakit crohn mempunyai gambaran klinis yang tumpang tindih

    sehingga tidak jarang sulit dibedakan. Selain kedua penyakit tersebut juga

    dimasukkan indeterminate colitis kedalam kelompok IBD, bila gejalanya tidak

    jelas masuk ke diagnosis kolitis ulserativa maupun penyakit crohn.1,2,3,4

    Inflamatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi

    dinegara-negara Eropa atau Amerika. Di Amerika serikat terdapat 1-2 juta

    penduduk yang mempunyai penyakit Crohn dan kolitis ulcerativa colitis. Laporan

    sekitar tahun 1990 an didapatkan angka insiden untuk kolitis ulserativa/penyakit

    crohn di Eropa 11,8/7 ,Norwegia 13,6/5,8 ,Belanda 10,0/6,9 ,Jepang 1,9/0,5 ,Italia

    5,2/2,3 dalam% per 100.000 orang. Dan di Amerika Serikat insidennya untuk

    penyakit Crohn disease 5,8 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya dan insiden

    untuk kolitis ulcerativa 7,3 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Sedangkan

    di indonesia sendiri dari data endoskopi pada beberapa rumah sakit di jakarta

    (RSCM, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles) didapatkan data bahwa kaus IBD

    terdapat 12,2% dari 196 kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari 129

    kasus yang dikirim dengan hematosezia, 25,9% dari 54 kasus yang dikirim dengan

    diare kronis berdarah yang disertai nyeri, serta 2,8 % dari 72 kasus yang dikirim

    dengan nyeri perut.1,4

    Adanya gambaran klinis IBD yang bervariasi memerlukan pengetahuan

    yang cukup memadai untuk membedakannya dengan penyakit lain yang sering

    ditemukan di Indonesia dan akan dibahas dalam tinjauan pustaka ini.

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    2/27

    2

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Anatomi

    Kolon merupakan bagian akhir usus yang terbentang dari ileum

    terminalais sampai anus. Kolon mempunyai panjang sekitar 1,5 meter dengan

    diameter terbesar (8,5 cm) dalam sekum, berkurang menjadi sekitar 2,5 cm dalam

    kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. bagian

    ascenden dan descenden termasuk dalam retroperitoneum sedangkan kolon

    sigmoideum dan tranversum mempunyai mesenterium sehingga terletak

    intraperitoneum.2,5

    Beberapa gambaran luar yang membedakan kolon dari usus halus

    mencakup kehadiran tiga otot longitudinalis terpisah (taenia coli) yang

    ditempatkan melingkar sekeliling kolon dan berkonvergensi pada basis apendiks.

    Haustra (sakulasi) ada dalam dinding kolon. Haustra dipisahkan oleh plika

    semilunaris yang sepintas dan tergantung pada kerja kontraktil kolon. Tunika

    serosa usus besar mempunyai tambahan lemak (apendik epiploika) yang melekat

    ke dinding medial kolon, terutama pada bagian distalnya. Dalam kolon

    sigmoidium, apendises tampak dalam dua alur, satu pada tiap sisi taenia anterior.

    Berbeda dari usus halus yang mobil, kolon relatif terfiksasi dalam posisinya

    karena perlekatan retroperitoneum. Di samping itu kolon dibedakan oleh

    omentum, yang melekat ke kolon tranversum.2,5

    Sekum dan bagian kolon tranversum maupun kolon sigmoideum

    seluruhnya di dalam peritoneum, sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah

    peritoneum dan sepertiga atas ekstraperitoneum di atas permukaan posteriornya.

    Bagian ascenden dan descenden kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada

    permukaan anterior. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas

    yaitu tunika serosa, muskularis submukosa dan tunika mukosa. stratum

    longitudinal tunika muskularis luar tak lengkap serta membentuk tiga taenia

    terpisah kecuali dalam rektum, dimana taenia tidak tampak sebagai pita terpisah.

    Sel ganglion pleksus mesenterikus (auerbach) terutama terletak sepanjang

    permukaan luar stratum sirkularis tunika muskularis. Tunika serosa membentuk

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    3/27

    3

    apendik eplipoika tetapi sepertiga distal rektum tidak mempunyai penutup serosa.

    tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai vili

    serta banyak kriptus tubular yang dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel

    goblet penyekresi mukus ada di keseluruhan kolon.2,5

    Suplai darah kolon terutama melalui arteri mesenterika superior dan

    inferior. Arteri mesenterika superior memberi cabang arteri ileokolika, kolika

    dekstra dan kolika media sedangkan arteri mesenterika inferior memberi cabang

    arteri kolika sinistra, hemoroidalis superior (rektalis) dan sigmoidea. Masing-

    masing mempunyai anastomosis dengan arteri berdekatan yang membentuk

    pembuluh darah kontinyu di sekeliling keseluruhan kolon (arteria marginalis

    Drummond) yang terletak 1 cm dari tepi kolon yang terdekat sepanjang kolon

    descenden dan sigmoideum. Rektum dilayani setengah atasnya oleh arteri

    hemoroidalis superior yang merupakan cabang terminal arteri mesenterika

    inferior. Arteri hemoroidalis media muncul dari arteri iliaka interna dan

    memberikan cabang yang kurang penting bagi suplai darah rektum. Arteri

    hemoroidalis inferior muncul dari arteri pudenda interna serta melayani rektum

    bawah dan anus. ketiga arteri hemoroidalis ini beranastomosis satu sama lain.

    Drainase vena kolon sejajar dengan arterinya tetapi tidak memasuki sistem vena

    kava inferior. Vena mesenterika superior dan inferior bergabung dengan vena

    splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati. Kolon dilayani

    banyak jalinan pembuluh limfe serta saluran limfe mengikuti arteria regional ke

    limfonodi preaorta pada pangkal arteria mesenterika superior dan inferior.

    Kemudian limfe didrainage ke dalam sisterna kili (bagian sistem duktus torasikus)

    yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia

    dan jugularis sinistra. Pembuluh limfe rektum berdrainase sepanjang pembuluh

    darah hemoroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis analis menyebar ke nodi

    limfatisi iliaka interna, sedangkan pembuluh limfe anus dan kulit perineum

    berdrainase ke dalam limfatisi ingunalis superficialis. Persarafan kolon dilayani

    oleh serabut saraf simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula

    spinalis, melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preaortika lalu bersinap

    dengan serabut postganglion yang mengikuti arteria utama untuk berakhir dalam

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    4/27

    4

    pleksus mesenterika (Auerbach) dan sub mukosa (Meissner). Rektum dilayani

    oleh nervus presakralis atau hipogastrika yang merupakan perluasan pleksus

    preaorta dan nervus splanikus lumbalis. Persarafan parasimpatis berasal dari

    serabut nervus vagus dan nervus erigentes.2,5

    Gambar 1. Anatomi Kolon dan rektum.6

    Gambar 2. Perdarahan dan persarafan kolon dan rektum.6

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    5/27

    5

    2.1 Batasan

    Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang

    melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum

    diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis yaitu kolitis

    ulserativa, penyakit crohn dan bila sulit untuk membedakan kedua hal tersebut

    maka dimasukkan dalam indeterminate kolitis. Hal ini untuk secara praktis

    membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui

    penyebabnya seperti infeksi, iskemi dan radiasi.1,2,3,4

    2.2 Epidemiologi

    Inflamatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi

    dinegara-negara Eropa atau Amerika. Di Amerika serikat terdapat 1-2 juta

    penduduk yang mempunyai penyakit Crohn dan kolitis ulcerativa. Laporan sekitar

    tahun 1990 an didapatkan angka insiden untuk colitis ulseratif/penyakit crohn di

    Eropa 11,8/7, Norwegia 13,6/5,8, Belanda 10,0/6,9, Jepang 1,9/0,5, Italia 5,2/2,3

    dalam% per 100.000 orang. Dan di Amerika Serikat insidennya untuk penyakit

    Crohn 5,8 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya dan insidennya untuk kolitis

    ulserativa 7,3 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Jadi terdapat perbedaan

    tingkat kekerapan antara Negara barat (bahkan antara Eropa Utara dan Selatan dan

    Amerika Serikat) dengan Negara asia pasifik.1,3,4

    Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia

    muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki

    dan perempuan. Selain adanya perbedaan geografis diatas tampaknya orang kulit

    putih lebih banyak terkena dibandingkan kulit hitam (untuk populasi penduduk di

    negara barat). Dari segi ras IBD banyak terdapat pada orang yahudi. IBD

    cenderung terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai

    kontrasepsi oral dan diet rendah serat.1,3

    Di RSCM Jakarta pada tahun 2000 terdapat kasus 10,4% IBD dari total

    kasus diare kronik, berdarah dan nyeri perut. Dari data di unit endoskopi pada

    beberapa Rumah Sakit di Jakarta (RS Ciptomangunkusumo, RS Tebet, RS Siloam

    Gleaneagles, RS Jakarta) pada tahun 2000 didapatkan data bahwa kasus IBD

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    6/27

    6

    terdapat pada 12,2% dari kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari kasus

    hematochezia, 25,9% dari kasus dengan diare kronik, berdarah, nyeri perut.

    Sedangkan kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.1

    2.3 Etiologi Dan Patogenesis

    Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD maupun penjelasan yang

    memadai untuk menerangkan fenomena populasi ataupun data geografis penyakit

    ini. Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan

    adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterkaitan familial.1

    Teori adanya peningkatan permeabilitas permeabilitas epitel usus,

    terdapatnya anti neutrophyl cytoplasmic autoantibodies, peran nitric oxide dan

    riwayat infeksi banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa

    yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara

    interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas

    epitel usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD.

    Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh

    adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intra lumenal kolon, yang terjadi

    pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun,

    lingkungan, sehingga terjadi proses inflamasi dinding usus.1,4

    Gambar 3. Patogenesis IBD

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    7/27

    7

    2.4 Jenis Penyakit Pada Inflamatory Bowel Disease

    2.4.1 Kolitis Ulserativa

    Kolitis ulserativa adalah penyakit kronis yang ditandai oleh peradangan

    tunika mukosa dan tela submukosa kolon. Peradangan dan panjang kolon yang

    terlibat bervariasi luasnya. Luas anatomi penyakit ini bisa mencakup keseluruhan

    kolon (pankolitis) atau sebagian, seperti proktosigmoiditis yang menunjukkan

    penyakit yang terbatas pada rektum atau rektosigmoideum atau kolitis sisi kiri

    yang menunjukkan penyakit kolon descenden.2,4,5

    Kolitis ulserativa diperkirakan melibatkan 2 sampai 7 kasus per 100.000

    populasi di Amerika Serikat. Insiden dan prevalensi kolitis ulserativa kira-kira se-

    banding dengan kolitis. Walaupun penyakit Crohn dan kolitis ulserativa semakin

    dikenal, namun tak ada bukti bahwa insiden kolitis ulserativa benar-benar mening-

    kat. Di Amerika Serikat antara 200.000 sampai 400.000 individu menderita

    penyakit peradangan usus, dengan sejumlah 30.000 kasus baru didiagnosis tiap

    tahun. Kolitis ulserativa lebih sering mengenai wanita daripada pria dan

    mempunyai distribusi usia bimodal, dengan insuden puncak kedua yang Iebih

    kecil pada usia 55 sampai 60 tahun. Insiden kolitis ulserativa dalam kulit hitam

    rendah dan sekitar sepertiga dari yang terlibat pada orang Kaukasus. Insiden ini

    tiga sampai lima kali lebih besar di antara Yahudi dari pada di antara non-

    Yahudi.2,5,7

    Etiologi dan Patogenesis

    Walaupun ada banyak penelitian, namun etiologi kolitis ulserativa kronika

    tetap tak diketahui dan model hewan percobaan yang tepat bagi kelainan manusia

    belum ditetapkan. Banyak perdebatan telah muncul tentang peranan faktor

    psikosomatik dalam pemulaian dan perkembangan kolitis ulserativa. Bila penyakit

    menjadi bermanifestasi, maka sering tak mungkin membedakan pcngaruhnya pada

    perilaku dari kepribadian pasien sebelumnya.2

    Kolitis ulserativa adalah penyakit peradangan yang ditandai oleh reaksi

    jaringan di dalam usus yang menyerupai reaksi yang disebabkan oleb patogen

    mikrobiologi yang dikenal seperti Shigella. Tetapi tak ada organisme peniru yang

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    8/27

    8

    terlihat bertanggung jawab bagi keadaan ini. Banyak perhatian telah memberikan

    fenomena imunologi dalam penyakit peradangan usus, dan seringnya anamnesis

    pribadi serta keluarga adanya penyakit atopik dalam pasien ini, maupun adanya

    secara bersamaan eritema nodosum, artritis, uveitis dan vaskulitis,

    menggambarkan mekanisme patogenesis yang diperantarai imunologi. Antibodi

    antikolon yang bersirkulasi telah digambarkan dalam kolitis ulserativa, tetapi

    maknanya tetap tak diketahui. Efek bermanfaat terapi kortikosteroid bagi kolitis

    ulserativa sesuai dengan efek anti inflamasi dan imunosupresif agen ini. Sejumlah

    manifestasi ekstraintestinalis kolitis ulserativa seperti bercak kulit, artritis dan

    vaskulitis menggambarkan penimbunan kompleks imun. Adanya kompleks imun

    bersirkulasi dalam serum pasien penyakit peradangan usus juga telah diduga dari

    penelitian yang menunjukkan bahwa serum tersebut menghambat sitotoksisitas

    selular yang tergantung antibodi antibodi antilimfosit ini ditemukan sekitar 40

    persen dari pasien kolitis ulserativa.2,4,5,7

    Patologi

    Perubahan yang terlihat dalam kolitis ulserativa tidak spesifik, dan

    kebanyakan gambaran bisa terlihat dalam penyakit peradangan lain seperti

    shigelosis. Tetapi kronisitas dan pola distribusinya khas. Kolitis ulserativa

    terutama melibatkan tunika mukosa serta berbeda dari lesi segmental penyakit

    Crohn, tunika mukosa secara kontinyu meradang, yang kadang-kadang berakhir

    pada sejumlah titik di dalam kolon, dimana keterlibatan patologi secara bertahap

    berubah menjadi penampilan normal dalam jarak beberapa sentimeter. Tunika

    mukosa yang terlibat berwarna merah, granular dan berdarah difus, serta lesi

    makroskopik bisa berlanjut dari ulserasi petekia kecil ke ulkus linear lebih dalam

    yang dipisahkan oleh pulau tunika mukosa yang meradang. Dalam kasus yang

    parah, area besar kolon bisa tanpa tunika mukosa.5,7

    Sejumlah gambaran kolitis u1serativa akibat usaha kolon yang meradang

    untuk meregenerasi atau menyembuhkan kriptus yang rusak. Kriptus yang bere-

    generasi menjadi berkurang jumlahnya, berubah bentuk serta bercabang dan

    mengandung sel goblet. Jaringan granulasi sangat vaskular bisa berkembang

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    9/27

    9

    dalam daerah yang bebas dan kolagen bisa ditimbun di dalam lamina propria

    dengan hipertrofi lamina muskularis mukosa. Proses alternatif ulserasi

    superfisialis dan granulasi yang diikuti oleh reepitelisasi bisa menyebabkan

    tonjolan polipoid yang membentuk polip peradangan (pseudopolip), yang tidak

    neoplastik. Penyakit yang berlangsung lama menyebabkan hiperplasia lamina

    muskularis mukosa dan bila disertai oleh fibrosis pasca peradangan, terjadi

    pemendekan kolon.2,5,7

    Manfestasi klinik

    Gejala terlazim kolitis ulserativa meliputi perdarahan rektum, diare, nyeri

    abdomen, penurunan berat badan dan demam. Biasanya pasien dalam dasawarsa

    kedua sampai keempat kehidupan dan mulainya gejala bisa mengikuti pengalaman

    emosional atau infeksi saluran pernapasan atas.2,4,5,7

    Bila tanda dan gejala peradangan kolon seperti malaise, nyeri abdomen

    bawah, diare dan perdarahan rektum tidak jelas, maka sering ditegakkan diagnosis

    kolitis ulserativa ringan. Bentuk ini melibatkan sekitar setengah dari keseluruhan

    pasien kolitis utserativa serta mungkin tidak terdiagnosis selama beberapa bulan

    atau tahun. Mortalitasnya rendah, dan prognosis jangka lama bagi banyak pasien

    ini adalah baik. Insiden perkembangan kanker kolon pada pasien kolitis ulserativa

    ringan sekitar sepertujuh dari yang timbul pada pasien dengan bentuk penyakit

    yang lebih parah.2,4,5

    Kolitis ulserativa sedang didefinisikan sebagai kelainan yang dimulai lebih

    mendadak, khas disertai dengan beberapa buang air besar encer dan berdarah

    perhari. Pada bentuk ini melibatkan sekitar 30 persen pasien kolitis ulserativa,

    kram abdomen bisa parah dan bisa membangunkan pasien dari tidur. Demam

    ringan, kelelahan dan malaise bisa mcrupakan gcjala yang menonjol, seperti yang

    bisa tcrjadi pada sejumlah manifestasi ekstrakolon, yang mencakup anoreksia dan

    penurunan berat badan. Sejumlah pasien ini memburuk dengan peningkatan diare

    parah, perdarahan dan demam serta dengan progresivitas penyakit, maka risiko

    kanker kolon meningkat.2,4,5

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    10/27

    10

    Kolitis ulserativa parah (fulminan) sering tampil akut dengan diare hebat,

    perdarahan rektum dan demam setinggi 39'C. Bentuk ini timbul sekitar 15 persen

    pasien, serta kram abdomen, urgenci rektum dan kelemahan yang jelas merupakan

    gejala yang lazim ditampilkan. Mual intermiten dan penurunan berat badan bisa

    juga timbul. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien demam, lemah, pucat dan

    sakit akut. Bisa ada takikardia, hipotensi dan jarang syok. Nyeri tekan abdomen

    generalisata dengan nyeri lepas menunjukkan mulainya iritasi peritoneum, serta

    menggambarkan bahwa proses peradangan yang telah meluas melewati tunika

    mukosa. Tak adanya bunyi usus akan menggambarkan diagnosis dilatasi kolon

    toksik, yang merupakan komplikasi serius dan memerlukan penyingkiran cermat.

    Berbagai manifestasi klinis ekstrakolon bisa menyertai kolitis ulserativa yang

    mencakup eritema nodosum, pioderma gangrenosum, spondilitis ankilopoetika,

    artritis perifer, keadaan hiperkoagulasi, batu ginjal, stomatitis, konjungtivitis,

    iritis, kolangitis dan sirosis.2,4,5

    Gambar 4. Kolitis ulserativa7

    Dilatasi Toksik Pada Kolon (Megatoksik Kolon)

    Pada kolitis ulserativa parah, pasien bisa menjadi sakit parah dengan tanda

    dan gejala keadaan toksik umum yang disertai nyeri abdomen, distensi, nyeri

    lepas dan dilatasi kolon sampai 6 cm atau lebih. Pada pasien kolitis aktif parah,

    megakolon toksik bisa dicetuskan oleh enema barium, deplesi kalium atau obat

    antikolinergik atau narkotika. Peradangan parah mengganggu unsur saraf dan otot

    yang mempertahankan tonus kolon yang normal dan memungkinkan tekanan

    intralumen memperluas kolon benar-benar di luar diameter normalnya. Bakteri

    http://nerr.tair.va/http://nerr.tair.va/
  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    11/27

    11

    tumbuh berlebihan dan dianggap menghasilkan toksin yang memperhebat

    komplikasi dan menyokong resiko peritonitis. Absorpsi produk toksik ini ke

    dalam sirkulasi sistemik lebih memperkuat keadaan toksik. Tanda klinis

    mencakup demam, takikardia, dehidrasi, distensi dan nyeri tekan abdomen serta

    hilangnya bunyi usus. Kolon berdilatasi, lekositosis, hipokalemia, anemia dan

    hipoalbuminemia sering didapatkan. Mortalitas dilatasi toksik kolon bisa setinggi

    20 sampai 30 persen dan terapi medis intensif dengan kolektomi total yang dini

    (biasanya dalam 24 jam) diharuskan.2

    Gambar 5. Dilatasi Toksik Pada kolon7

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan kolitis ulserativa memerlukan pemahaman terpadu

    kebutuhan medis, gizi dan psikologi pasien. Kolitis ulserativa cenderung

    menempuh perjalanan berulang akut dengan interval tenang, yang selama ini

    tunika mukosa rektum bisa tampak normal. Selama remisi, terapi dirancang untuk

    mencegah kekambuhan, sedangkan dengan terapi peradangan aktif kronika

    dirancang untuk menekan peradangan. Penting keputusan diet dan gizi serta

    kandungan serat, diet harus dikurangi selama masa diare. Pada pasien yang tidak

    mentoleransi laktosa, maka pembatasan masukan laktosa (penghindaran produk

    susu) bisa meredakan diare. Sebagai alternatif, laktase bakteri tersedia secara

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    12/27

    12

    komersial dan bisa digunakan untuk mengurangi kandungan laktosa susu sampai

    tingkat yang dapat ditoleransi. Tersedia formula gizi cair bersisa minimum yang

    seimbang secara gizi dan dapat diterima sebagai tambahan bagi kebanyakan

    pasien. Pada pasien katabolik yang sakit parah, alimentasi parenteral bisa

    diindikasikan untuk mengistirahatkan usus, terutama dalam mempersiapkan

    pasien untuk kolektomi. Ada beberapa penyebab anemia dan mencakup penyakit

    kronis, perdarahan, serta akibat defisiensi besi dan defisiensi folat. Besi oral bisa

    kurang ditoleransi yang mengharuskan pcnggunaan preparat parenteral. Defisiensi

    folat berhubungan dengan terapi sulfasalazin maupun masukan diet tak adekuat

    karena pengurangan makanan yang mengandung folat seperti buah segar dan

    sayuran.2,4,5,7

    Pada pasien kolitis ringan atau sedang, penting agen untuk mengendalikan

    diare dan mencakup difenoksilat dengan atropin (Lomotil) (2,5 -5 mg), kodein (15

    sampai 30 mg), tingtura opium deodorisasi (6 sampai 10 tetes), Paregorik (4

    sampai 8 ml) dan loperamid (2 sampai 4 mg) sebelum makan dan waktu akan

    tidur. Tingtura beladona (15 tetes) 4 kali sehari dan anti kolinergik lain bisa

    digunakan untuk menurunkan kram abdomen. Harus sangat hati-hati

    menggunakan obat ini pada pasien sakit sedang karena resiko tercetusnya dilatasi

    toksik. Tindakan lain mencakup perhatian bagi stres psikologi, dan pasien harus

    didorong untuk istirahat dan tidur secara adekuat. Seperti pada penyakit kronis

    lain pendidikan penting dalam memungkinkan pasien dan keluarganya memahami

    sifat penyakit dan efeknya terhadap individu.2,4,5,7

    Terapi Pembedahan

    Sekitar 30 % penderita dari seluruh penderita kolitis ulserativa memerlukan

    pembedahan. Indikasi pembedahan pada kolitis ulserativa tergantung dari lama

    dan derajat keparahan kolitis ulserativa, pada pasien dengan kolitis ulserativa aktif

    membutuhkan pembedahan darurat jika terjadi kolitis ulserativa berat dengan

    perdarahan, perforasi maupaun toksik yang tidak berespon dengan terapi medis.

    Operasi pada keadaan ini yang paling aman adalah total kolektomi dengan end

    ileostomi dan tetap meninggalkan rektum pada tempatnya. Pada pasien kolitis

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    13/27

    13

    ulserativa kronis indikasi pembedahan meliputi ketergantungan terhadap steroid,

    terdapat displasia atau karsinoma pada waktu pemeriksaan skreening kolonoskopi,

    dan retardasi pertumbuhan pada anak-anak. Metode pembedahan yang dapat

    dilakukan pada kolitis ulserativa meliputi total proktocolectomy dengan end

    ileostomy, continent ileostomy or ileal pouch-anal anastomoosis dan total

    kolektomi dengan anastomosis ileorektal.5

    Terapi Kolitis Akuta Parah

    Pengenalan dan diagnosis dini keadaan ini penting dalam mengurangi

    mortilitas. Pemilihan antara terapi medis intensif dan intervensi bedah sesegera

    mungkin, diperlukan secara dini dalam perjalanan penyakit, terutama jika ada

    bukti perforasi atau peritonitis atau jika ada perdarahan yang tak dapat

    dikendalikan. Dilatasi toksik mungkin merupakan jenis kolitis ulserativa parah

    akuta yang paling mengancam nyawa. Kegagalan dilatasi toksik untuk berespon

    terhadap penatalaksanaan medis dalam 24 jam berarti tak menyenangkan, karena

    mortalitas tinggi, kecuali dilakukan kolektomi. Penggantian adekuat volume

    sirkulasi dengan kristaloid, plasma dan darah adalah penting. Antibiotika

    berspektrum luas harus diberikan, biasanya kloramfenikol ditambah

    aminoglikosida, atau sefalosporin ditambah aminoglikosida dalam kombinasi

    dengan klindamisin. Kortikosteroid intravena sering diindikasikan hidrokortison

    (300 mg intravena per hari) efektif, tetapi bisa menyebabkan retensi air dan

    natrium. Sebagai alternatif dapat diberikan prednisolon intravena 60 mg per hari

    atau 48 mg metilprednisolon perhari dalam dosis terbagi.2

    Terapi yang berhasil tergantung pada pengenalan segera, konsultasi bedah

    yang dini serta terapi anti inflamasi, antibakteri dan resusitatif yang intensif. Tin-

    dakan penting mencakup pemberian cairan, plasma, antibiotika intravena serta

    kortikosteroid intravena dan pengisapan nasogaster. Penting agar pasien sering di-

    reevaluasi dan bahwa foto polos abdomen dibuat dua kali sehari untuk

    pengawasan cermat. Kegagalan untuk berespon terhadap terapi maksimum dalam

    24 sampai 48 jam menunjukkan kebutuhan bagi intervensi bedah segera.

    Kolektomi abdomen dengan ileostomi biasanya disukai, yang meninggalkan

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    14/27

    14

    rektum di tempatnya untuk pembentukan kesinambungan usus berikutnya setelah

    pemulihan, jika tak ada keterlibatan distal.2

    Proktitis Ulserativa

    Proktitis ulserativa merupakan bentuk kolitis ulserativa yang terbatas pada

    rektum. Khas, pasien tampil dengan diare, tenesmus rektum dan perdarahan

    rektum ringan atau sedang. Episode simtomatik kambuh secara periodik beberapa

    kali setahun. Gambaran makroskopik dan mikroskopik serupa dengan yang

    terlihat pada kolitis ulserativa, walaupun hanya 3 sampai 10 cm distal rektum bisa

    terlibat. Pada sigmoidoskopi, biasanya ada garis batas tegas antara proses pe-

    radangan distal dan tunika mukosa sigmoideum bawah atau rektum proksimal

    yang normal.2

    Terapi mencakup tindakan umum bagi kolitis ulserativa (2 sampai 4 g

    sulfasalazin, per oral tiap hari) dan pemakaian kortikosteroid topikal. Enema yang

    mengandung 100 mg hidrokortison atau 40 mg metilprednisolon yang diberikan

    per hari bermanfaat, dan supositoria steroid (25 mg hidrokortison) atau busa

    steroid (90 mg hidrokortison per dosis) bisa disisipkan per rektum sekali atau dua

    kali per hari. Respon terhadap bentuk terapi ini biasanya sangat memuaskan.2

    Prognosis Kolitis Ulserativa

    Prognosis bagi pemulihan dari serangan pertama kolitis ulserativa cukup

    baik. Mortalitas yang sekitar 5 persen, hampir seluruhnya timbul pada yang

    menderita bentuk penyakit parah yang melibatkan keseluruhan kolon. Mortalitas

    lebih tinggi dalam pasien di atas 60 tahun (sekitar 17 persen) dibandingkan

    dengan pasien di antara 20 dan 59 tahun (sekitar 2 persen). Megakolon toksik

    mempunyai mortalitas sekitar 20 persen dengan kematian umumnya akibat

    komplikasi perdarahan masif, infeksi sistemik, embolisme pulmonalis atau

    kelainan jantung yang menyertai. Perbaikan terapi medis dan kolektomi lebih dini

    bagi pasien yang tak berespon terhadap terapi medis membuat prognosis lebih

    baik.2,4,7

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    15/27

    15

    Setelah serangan pertama, sekitar 10 persen pasien mendapat remisi yang

    berlangsung sampai 15 tahun atau lebih. Sepuluh persen lainnya mengalami

    kolitis aktif kontinyu. Tujuh puluh lima persen lainnya mendapat remisi dan

    eksaserbasi dalam beberapa tahun tanpa memandang keparahan serangan awal.

    Sekitar seperlima pasien memerlukan proktokolektomi pada sejumlah stadium

    dalam penyakitnya. Setelah tahun pascabedah pertama, prognosis jangka lama

    pasien kolektomi untuk kolitis ulserativa serupa dengan populasi umum.2,7

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    16/27

    16

    FIGURE 1. Guidelines for the management of ulcerative colitis, which is diagnosed by

    clinical evaluation, colonoscopy, barium enema, flexible sigmoidoscopy, laboratory tests

    and stool studies. Treatment of this illness can require numerous adjustments of therapy,

    depending on the situation and the individual patient. A close working relationship with a

    gastroenterologist and/or surgeon is essential (5-ASA=5-acetylsalicylic acid

    [mesalamine; Asacol, Pentasa, Rowasa]).

    Gambar 6. Alur penatalaksanaan colitis ulserativa8

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    17/27

    17

    2.4.2 Penyakit Crohn (Kolitis Granulomatosa)

    Penyakit Crohn adalah enteritis granulomatosa yang etiologinya tak

    diketahui, yang bisa melibatkan bagian saluran pencernaan mana pun. Pertama

    dilaporkan sebagai keadaan peradangan ileum terminalis oleh Crohn dan rekannya

    dalam tahun 1932 dan mula mula disebut ileitis regionalis. Segera setelah itu,

    laporan peradangan granulomatosa transmural serupa pada bagian usus halus dan

    usus besar, membuat istilah enteritis regionalis terlihat lebih tepat. Peradangan

    granulomatosa serupa pada kolon yang dapat dibedakan dari kolitis ulserativa,

    kemudian digambarkan sebagai ileokolitis, dengan keterlibatan usus halus distal

    dan keterlibatan segmen kolon bervariasi. Ileitis juga merupakan nama umum

    untuk penyakit Crohn yang terbatas pada ileum.2,5,9

    Epidemiologi

    Seperti pada kolitis ulserativa, penyakit Crohn lebih lazim di Eropa Utara

    dan Amerika Serikat, kurang sering di Eropa Tengah dan TimurTengah, serta

    jarang di Asia dan Afrika. Prevalensinya sekitar setengah dari kolitis ulserativa.

    Tetapi insiden dan prevalensinya meningkat, sedangkan yang dengan kolitis

    ulserativa stabil. Penyakit Crohn didiagnosis dalam 2 sampai 4 pasien per 100.000

    pasien per tahun di Amerika Serikat dan Eropa utara, di Amerika Serikat saja pe-

    nyakit ini mengenai 50.000 sampai 100.000 pasien dengan 5000 sampai 10.000

    kasus baru yang didiagnosis tiap tahun. Insiden penyakii Crohn kira-kira sama

    dalam pria dan wanita serta tak lazim di bawah usia 10 tahun. Puncak insiden

    dalam dua dasawarsa berikutnya dan kemudian menurun. Insidennya rendah

    dalam orang kulit hitam Amerika, Indian dan orang Jepang, tetapi enam kali lebih

    lazim pada pria Yahudi dan tiga kali lebih sering pada wanita Yahudi.2,4,9

    Patologi

    Bagian usus yang paling lazim terlibat meliputi ileum distalis dan kolon

    kanan proksimal. Usus menebal dan hiperemi disertai penimbunan fibrin serosa

    dan perlekatan di antara gelung usus yang berdekatan. Mesenterium yang

    berdekatan umumnya menebal dengan pembendungan pembuluh limfe

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    18/27

    18

    mesenterika dan pembesaran kelenjar getah bening. Segmen yang sakit

    memperlihatkan penebalan dinding dan tunika mukosa mungkin hampir normal

    atau hanya hiperemi ringan dengan pemanjangan ulserasi linear biasanya dalam

    sumbu panjang usus. Pada penyakit lebih lanjut, gambaran tunika mukosa dirusak

    oleh beberapa ulserasi dengan hanya pulau kecil tunika mukosa yang normal atau

    beregenerasi yang masih ada. Ulkus bisa meluas ke dalam tunika submukosa yang

    menebal dan edematosa serta kadang-kadang melalui permukaan serosa.2,4,5,9

    Fistula dapat terbentuk dalam keadaan peradangan transmural ini, bila

    ulserasi dalam dan fisura bergabung dengan obstruksi dan stenosis untuk

    mcmbentuk jalan tembus yang menghilangkan tekanan ke gelung usus

    berdekatan, atau yang melekat atau visera lain dan kadang-kadang ke dinding

    abdomen. Paling lazim hubungan ileoileal, ileosigmoideum dan ileosekal, tetapi

    hubungan dengan bagian traktus gastrointestinalis lain yang mencakup lambung,

    duodenum dan vesika bilier telah dilaporkan. Fistula bisa juga timbul dari usus ke

    vesika urinaria; sistem koligetes ginjal dan traktus genitalia wanita, yang

    mencakup tuba fallopii, uterus dan paling sering vagina. Proses peradangan

    melibatkan seluruh lapisan usus dan terdiri dari infiltrasi limfosit, histiosit dan sel

    plasma dengan agregasi khas untuk membentuk granuloma tanpa perkijuan.

    Granuloma fokal ditemukan dalam sekitar setengah pasien, pada lapisan sisanya,

    peradangan lebih difus. Perubahan patologi ini dan progresivitasnya berhubungan

    dengan banyak manifestasi klinis yang penting dari penyakit Crohn. Nyeri dan

    kram abdomen menunjukkan penyempitan lumen dan obstruksi sebagian akibat

    penebalan dinding usus. Diare bisa mengikuti kelainan fungsi absorpsi-sekresi

    tunika mukosa atau motilitas usus abnormal. Peradangan transmural

    meningkatkan perlekatan gelung usus, yang menghasilkan tanda iritasi peritoneum

    dan yang membentuk massa abdomen.2,4,5,9

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    19/27

    19

    Gambar 7. Penyakit Crohn

    Manifestasi klinik

    Bila penyakit Crohn terutama mengenai usus halus distal (enteritis

    regionalis), maka sering timbul dalam pasien berusia belasan tahun atau dua

    puluhan tahun dengan nyeri abdomen episodik sebagai gejala yang ditampilkan.

    Sering nyerinya periumbilikus serta kadang-kadang disertai dengan demam ringan

    dan diare ringan. Episode tersebut sering mereda spontan, tetapi kemudian

    kambuh dengan peningkatan frekuensi dan keparahan, kemudian dengan nyeri

    yang terlokalisir dalam kuadran kanan bawah.2,4,5,9

    Sering nyeri abdomen bersifat sama seperti obstruksi usus sebagian, yaitu

    nyeri diperburuk oleh makan dan berespon simtomatik terhadap panas lokal dan

    puasa. Pasien bisa menyadari nyeri tekan di kuadran kanan bawah dan bahkan

    massa yang dapat dipalpasi dalam daerah itu. Kemiripan presentasi ini dengan

    apendisitis akut lazim menyebabkan eksplorasi abdomen dan diagnosis

    ditegakkan saat operasi. Bila keterlibatan lebih besar seperti pada sindromjejunoileitis, maka presentasi bisa mencakup nyeri abdomen yang lebih difus,

    serta penurunan berat badan lebih besar, retardasi mental dan edema perifer. Pada

    anak, retardasi pertumbuhan dan kelambatan pematangan seks bisa merupakan

    gambaran klinis yang disajikan dalam penyakit Crohn. Dalam kolitis Crohn

    presentasinya ditandai oleh nyeri kram abdomen bawah yang diperburuk oleh

    makan serta diare dan demam. Kolitis Crohn cenderung lebih samar mulainya

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    20/27

    20

    dibandingkan kolitis ulserativa, sehingga mungkin tidak terdiagnosis sampai

    anemia atau komplikasi sistemik lain muncul.2,4,5,9

    Sepertiga dari semua pasien penyakit Crohn dan setengah dari kolitis

    crohn menyebabkan fistula perirektum atau perianus yang menampilkan nyeri,

    massa, drainase purulenta dan demam. Komplikasi perianus bisa menampilkan

    komunikasi traktus fistulosa dari usus halus sepanjang alur presakralis ke area

    perirektum, tetapi lebih lazim merupakan komplikasi ulserasi profunda

    mempenetrasi yang terlihat da!am kolitis Crohn kolon bawah. Bila drainase

    tcrganggu, maka terbentuk abses lokal. Manifestasi ekstraintestinalis seperti

    artritis, spondilitis ankilopoetika dan eritema nodosum bisa mendahului atau

    sangat mempengaruhi sindroma yang disajikan.2,5

    Penyakit Crohn harus dicurigai pada pasien usia berapa pun, tetapi

    terutama yang dalam dasawarsa kedua, ketiga atau keempat, dimana ada riwayat

    episode berulang nyeri abdomen yang diperburuk oleh makan, dan perubahan

    dalam kebiasaan buang air besar dengan diare intermiten atau menetap. Penurunan

    berat badan lazim ditemukan. Adanya nyeri, nyeri tekan dan massa di kuadran

    kanan bawah akan sangat mempertinggi kecurigaan bagi diagnosis ini. Di

    samping itu penyakit perianus, demam berulang, artritis yang tak dapat dijelaskan,

    atau pada anak penghentian pertumbuhan normal akan menimbulkan dugaan

    penyakit Crohn, bahkan jika gejala gastrointestinalis minimum.2,5

    Edema perifer bisa terjadi akibat deplesi protein. Area rektum atau

    perianus bisa mempunyai fistula atau pembentukan abses, serta sekret vagina

    purulenta bisa terjadi akibat fistula enterovaginalis. Diagnosis penyakit Crohn

    tergantung pada adanya gambaran radiografi khas di dalam usus. Foto polos bisa

    memperlihatkan gelung usus halus yang berdilatasi dengan adanya obstruksi

    sebagian. Diagnosis terutama tergantung pada pemeriksaan kontras barium usus

    atas dan bawah. Perubahan khas pada rontgenogram usus halus mencakup

    penyempitan segmental, obliterasi pola mukosa yang normal dengan atau tanpa

    bukti ulserasi, pembentukan fistula enteroenterik serta "tanda benang" klasik

    medium kontras yang terlihat pada foto segmental ileum terminalis, terutama bila

    perubahan terbatas pada usus halus paling distal dan kolon kanan yang

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    21/27

    21

    berdekatan. Perubahan mencakup penebalan dan edema valvula koniventes di

    dalam usus halus dan hilangnya tanda haustra usus besar. Ulkus mukosa mungkin

    longitudinalis. Bila ada penyakit ulserativa parah, maka perubahan ulkus dengan

    mukosa regencerasi menghasilkan penampilan cobblestone. Karena penyakit

    berlanjut, maka pembentukan parut menjadi lebih menonjol dengan hilangnya

    pola mukosa dan penyempitan segmen usus yang terlibat. Adanya traktus fistulosa

    di antara segmen usus sering dapat diperlihatkan dengan manipulasi cermat

    selama eneme barium. Adanya segmen usus yang menyempit yang jelas tidak

    perlu diinterpretasikan sebagai bukti jelas obstruksi sikatrik dan irreversibel,

    karena gambaran ini sering merupakan manifestasi edema parausus dan penebalan

    usus. Bisa sangat membaik sctelah terapi pemeriksaan darah hisa memperlihatkan

    anemia serta sering ada malbsorpsi dan defisiensi vitamin. Berbeda dari kolitis

    ulserativa, rektum terlihat pada kurang dari setengah pasien ini, serta

    proktosigmoideskopi bisa hanya menunjukkan edema yang secara nonspesifik

    disertai diare.2,4,5,9

    Terapi

    Terapi umum penyakit Crohn tanpa komplikasi diarahkan ke peredaan

    gejala. Remisi simtomatik bisa timbul selama terapi atau tanpa terapi, tetapi

    biasanya penyakit ini menetap dengan remisi dan eksaserbasi selama hidup.

    Penatalaksanaan bedah diperlukan untuk terapi komplikasi.2,5

    Penatalaksanaan Medis

    Penatalaksanaan medis penyakit Crohn memerlukan penilaian terpadu

    keadaan klinis pasien. Sangat penting untuk menentukan luas dan keparahan

    penyakit, terutama dengan cara radiologi dan endoskopi serta menilai kehadiran

    atau ketidakhadiran komplikasi yang diuraikan sebelumnya. Hanya dengan infor-

    masi lengkap ini dan pengetahuan pasien sebagai seorang individu, maka program

    terapi gizi, farma kologi dan suportif yang tepat dapat dirancang secara rasional.2

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    22/27

    22

    Terapi Gizi

    Penilaian gizi didasarkan pada riwayat diet yang cermat untuk menentukan

    luas insufisiensi kalori, riwayat penurunan berat badan dan analisis keadaan gizi

    berdasarkan pengukuran tubuh dan tes laboratorium. Pada pasien prapubertas,

    penilaian pola pertumbuhan merupakan bagian kritis evaluasi. Bagi pasien yang

    bisa berjalan, tujuan diet harus ditetapkan secara adekuat bagi kebutuhan gizi,

    tetapi yang meminimumkan stres pada segmen usus yang meradang dan sering

    menyempit. Bukti intoleransi laktosa harus dicari dengan anamnesis dan bila

    mungkin dikonfirmasi dcngan analisis tes pernapasan atau darah. Penyingkiran

    makanan kaya laktosa dalam pasien defisiensi laktase bisa mempunyai manfaat

    simtomatik segera. Dalam banyak pasien yang kram dan diare, penurunan

    masukan makanan yang mengandung serat bisa bermanfaat dan pada pasien

    dengan steatore, penurunan masukan lemaksampai 70-80g perhari bisa sangat

    memperbaiki diare. Perhatian bagi pemulihan diet yang adekuat harus selalu

    menyertai deplesi ini. Anemia serta defisiensi vitamin dan mineral harus

    dikoreksi.2,5,9

    Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan eksaserbasi simtomatik

    penyakit Crohn menampilkan masalah penatalaksanaan yang berbeda. Lebih dari

    setengah pasien tersebut menderita defisiensi kalori, protein, vitamin dan mineral

    tertentu. Pasien-pasien tersebut mcmpunyai diet tak adekuat yang dibatasi oleh

    memburuknya gejala usus setelah makan dan pendekatan logis dalam pasien

    demikian untuk menempatkan usus yang meradang dan menyempit "istirahat'

    dengan menghilangkan rangsangan masukan makanan pada sekresi dan motilitas

    usus. Banyak pasien mendapat manfaat simtomatik dari istirahat usus sebagian

    dari pada total dengan pemberian zat gizi secara enteral dalam bentuk diet formula

    tertentu rendah residu. Penggunaan sonde nasogaster kaliber kecil untuk tetes

    kontinyu atau intermiten memberikan cara alternatif pemberian yang ditoleransi

    dcngan baik, yang sering disertai dengan penurunan jelas dalam flora bakteri,

    frekuensi buang air besar dan gejala.2,5,9

    Pada pasien yang sakitnya lebih parah dan yang tak dapat mentoleransi

    makanan enteral atau yang usus tidak adekuat bagi absorpsi pemberian, makan

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    23/27

    23

    perenteral total sering digunakan. Dengan ketidakmampuan usus yang pendek

    setelah reseksi usus yang besar, maka pemberian makan parenteral total dapat

    digunakan untuk sokongan pemberian makan yang lama di rumah sampai respon

    adaptasi memungkinkan pemberian makan secara oral. Pada kolitis granulomatosa

    terapi digunakan sekonservatif mungkin karena berbeda dengan kolitis ukerativa

    dimana kolektomi dengan prostektomi dan ileostomi permanen bersifat

    menyembuhkan sedangkan pada kolitis granulomatosa tidak ada operasi yang

    menyembuhkan dengan pasti. Kekambuhan setelah reseksi kolon segmental

    timbul sekitar setengah pasien. Usus halus bisa atau menjadi terlibat dalam

    pembentukan fistula, sehingga operasi dicadangkan bagi komplikasi seperti

    obstruksi usus, diare berdarah yang berlarut-larut, perforasi atau pembentukan

    fistula. Tetapi jumlah kolon yang direseksi harus minimum dan sesuai dengan

    pencapaian tujuan yang diperlukan.2,5,9

    Sulfalazin

    Sulfasalazin (3 g per oral tiap hari) telah ditetapkan oleh penelitian sebagai

    terapi efektif bagi penatalaksanaan eksaserbasi penyakit Crohn, terutama yang

    melibatkan kolon dan dapat dikombinasi dengan prednison dalam terapi

    eksaserbasi akut penyakit Crohn. Kemanjuran sulfasalazin dalam penyakit Crohn

    yang terbatas pada usus halus belum ditentukan dengan lengkap. Agen

    farmakologi belum terbukti mengurangi kekambuhan penyakit Crohn setelah

    remisi klinis, apakah spontan, diinduksi obat atau setelah reseksi usus, tetapi

    penggunaan terapi sulfasalazin sering dianggap lebih disukai.2,4,5,9

    Terapi Antimikroba

    Walaupun ada fakta bahwa tak ada agen mikrobiologi spesifik terlibat

    dalam etiologi patogenesis penyakit Crobn, antibiotika sering digunakan secara

    empiris. Antibiotika parenteral lazim diberikan ke pasien sakit akut dengan

    demam dan tanda iritasi peritoneum, serta kadang-kadang sebagai tambahan

    dalam program bagi istirahat usus atau bersama terapi kortikosteroid.2,5,9

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    24/27

    24

    Terapi Kortikosteroid

    Dasar pemikiran bagi terapi kortikosteroid dalam pasien penyakit Crohn

    serupa dengan pasien kolitis ulserativa, untuk menekan peradangan maupun ma-

    nifestasi sistemik peradangan yang terjadi bersamaan. Keputusan penggunaan

    kortikosteroid dalam penyakit Crohn harus dibuat dengan bijaksana. Prednison

    dalam dosis 0,25 sampai 0,75 mg per kg selama 4 bulan telah terbukti efektif

    dalam terapi eksaserbasi penyakit Crohn, tetapi diragukan apakah penggunaan

    kortikosteroid jangka lama dapat mencegah eksaserbasi penyakit ini. Pada pasien

    prapubertas, sangat pcnting memberikan kortikostcroid selang sehari (jika

    mungkin) untuk mengurangi retardasi pertumbuhan dan paduan demikian harus

    digunakan, bila mungkin pada pasien dewasa. Dosis kortikosteroid harus

    diturunkan terusmenerus bila memungkinkan.2,4,5,9

    Terapi imunosupresif

    Kemungkinan peranan faktor imunologi dalam etiologi penyakit Crohn

    atau dalam patogenesis sejumlah manifestasi dan komplikasinya telah membawa

    ke penggunaan obat imunosupresif. Azatioprin telah lama digunakan dengan hasil

    baik dalam penatalaksanaan umum pasien ini.2,4,5,9

    Terapi pembedahan

    Pada pasien yang lebih dari 20 tahun menderita penyakit crohn menurut

    penelitian National Cooperative crohns disease kemungkinan untuk dilakukan

    pembedahan sebanyak 78 % kasus. Indikasi pembedahan pada penyakit crohn

    terbatas pada komplikasi yang ditimbulkan meliputi obstruksi usus, perforasi usus

    dengan pembentukan fistula atau abses, perdarahan gasrtointestinal, komplikasi

    urologis, kanker, penyakit perianal dan retardasi pertumbuhan pada anak-anak.

    Prinsip pembedahan pada penyakit crohn adalah reseksi segmen usus yang terlibat

    dan reanastomose. Reseksi luas maupun penggunaan metode frozen section

    dalam membantu reseksi usus tidak dianjurkan karena tidak terdapat perbedaan

    dalam angka kekambuhan. Pada penyakit crohn dengan obstruksi usus dilakukan

    reseksi segmental dan dilakukan reanastomose tergantung pada letak obstruksi

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    25/27

    25

    usus, hanya pada pasien-pasien tertentu dilakukan strikturoplasty. Penderita

    penyakit crohn dengan fistula dilakukan tindakan pembedahan pada fistula ini

    meliputi eksisi fistula (fistulektomi) jika fistula terbatas pada gelung usus yang

    berdekatan, sedangkan jika fistula terjadi terbatas pada organ-organ yang normal

    seperti pada usus halus maupun kolon, pembedahan yang dilakukan adalah reseksi

    untuk menjamin kesembuhan yang baik. Pada penyakit crohn dengan perforasi

    pembedahan dilakukan dengan mereseksi usus yang terlibat dan dilakukan

    reanastomose sedangkan jika sudah terjadi peritonitis generalisata dilakukan

    enterotomis sampai sepsis intraabdominal teratasi baru dilakukan reanastomose.

    Perdarahan gantrointestinal sering terjadi pada penyakit crohn dan biasanya

    melibatkan kolon dibandingkan usus halus, pembedahan untuk mengatasi dan

    mencegah komplikasi dari perdarahan gasstrointestinal adalah dengan mereseksi

    kolon yang terlibat dan melakukan reanastomose kadang-kadang dilakukan

    arteriografi untuk mengetahui lokasi perdarahan sebelum pembedahan. Pasien

    dengan penyakit crohn mempunyai risko yang lebih besar terjadi kanker

    manajemen untuk penderita ini meliputi reseksi reanastomose dan pengangkatan

    limfonodi regional.2,5

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    26/27

    26

    FIGURE 2. Guidelines for the management of Crohn's disease, which is diagnosed by

    clinical evaluation, radiographic studies, endoscopy, laboratory tests and stool studies.

    Treatment of this illness can require numerous adjustments, depending on the situation

    and the individual patient. A close working relationship with a gastroenterologist and/or

    surgeon is essential (5-ASA=5-acetylsalicylic acid [mesalamine; Asacol, Pentasa,

    Rowasa]).

    Gambar 8. Alur penatalaksanaan penyakit crohn8

  • 7/30/2019 Refrat IBD Bedah

    27/27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Djojodiningrat, D. 2006. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis danPengobatannya Di Indonesia Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.

    Jakarta:Pusat Penerbitan, Departemen IPD FK UI.

    2. Towsend Jr, C.M.T. et all (ed). 2005. Inflammatory Bowel Disease dalamSabiston Textbook of Surgery The Biological Basis Of Modern Surgical

    Practise. New York:W.B Saunders Company.

    3. Shapiro, W. et all. 2008. Inflammatory Bowel Disease. Diambil dariwww.emedicine.com

    4. Friedman, S. Richard S.B. 2007. Inflammatory Bowel Disease dalamHarrisons Principles of Internal Medicine. New York:McGraw-Hill.

    5. Welton, M.L. et all. 2000. Colon, Rectum and Anus dalam surgery basicscience and clinical evidence. New York:Matrix Publising Services.

    6. Netter, F.H.1997. Atlas of Human Anatomy. USA:Icon Learning SystemLLC, MediMedia inc.

    7. Le,T.H. et all. 2008. Ulcerative Colitis. Diambil dari www.emedicine.com

    8. Botoman, V.A. et all. 1998. Management of Inflammatory Bowel Disease.Diambil dari www.aafp.com

    9. Wu, G. et all. 2007. Crohn Disease. Diambil dari www.emedicine.com

    http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.aafp.com/http://www.aafp.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/