makalah ibd new

25

Click here to load reader

Upload: nununk-fharm

Post on 30-Jun-2015

958 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah ibd new

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia

sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia

dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang

Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga

diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.

Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal

dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan

yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan

antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban.

Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar

norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari

“dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat

diimplementasikan dimasyaakat.

Salah satu kebudayaan yang terjadi masyarakat umumnya dan remaja pada khususnya adalah

budaya konsumtif . Kita mungkin masih ingat peristiwa tahun  lalu (25/11), ribuan massa

mengatre untuk pembelian telepon seluar Blackberry  seri terbaru dengan potongan harga

tertinggi di Lobi Utara Pasific Place, SCBD, Jakarta Selatan. Massa rela mengantre dengan

iming-iming  harga murah, sehingga terjadilah    aksi berdesak-desakan, aksi dorong-

mendorong yang mengakibatkan beberapa orang pingsan, dan satu pengunjung menderita

patah tulang (Republika.co.id)

Untuk memenuhi  gaya hidup, manusia bisa garang. Mau mencuri, menodong bahkan

membunuh, mau berbuat apapun demi tujuannya. Akibat gaya hidup ini pula, banyak tikus-

tikus berdasi berkeliaran baik di kantor pemerintahan maupun swasta. Dengan gaya hidup

konsumtif banyak pula terjerat hutang, dan masuk buih.  Kemudian kasus-kasus korupsi tak

asing di telinga kita. Dengan berbagai istilah, rekening gendut, gayus, cek pelawat dll.

1

Page 2: Makalah ibd new

Sehingga kitapun muak mendengar berita-berita tersebut setiap harinya. Budaya konsumtif

seperti sudah mendarah daging dalam masyarakat kita.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ekonomi yang memiliki sifat tidak pernah puas,

banyak keinginan dan kebutuhan yang selalu meminta untuk di penuhi, dan selalu

mempertimbangkan pengorbanan dan manfaat dalam memenuhi kebutuhan dalam

kehidupannya. Sejak lahir hingga akhir hayatnya manusia tidak akan pernah dapat di

pisahkan dari kegiatan konsumsi. Konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan

nilai guna suatu barang dan jasa sehingga manusia memiliki perilaku konsumtrif yaitu

kecenderungan untuk membelanjakan pendapatan yang di peroleh pada barang-barang yang

akan di konsumsi.

Kehidupan manusia dalam kesehariannya tidak lepas dari kebutuhan konsumsi, yakni

pemakaian barang-barang (produksi). Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu

yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya.

Kehendak ini dapat disamakan pula dengan tenaga pendorong supaya berbuat sesuatu,

bertingkah laku. Banyaknya tuntutan atas kebutuhan diharapkan agar manusia mampu

memilah-milah mana barang yang hendak dikonsumsi, karena tidaklah semua barang yang

ada di pasaran harus dibeli sehingga berakibat pada perilaku konsumtif.

Remaja sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena

karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya

mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli

tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan

karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru,

ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya.

Budaya konsumtif pada Remaja

Remaja merupakan obyek yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok

usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen karena remaja biasanya

mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros

2

Page 3: Makalah ibd new

dalam menggunakan uangnya, lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku

dan biasanya lebih mementingkan gengsinya untuk membeli barang-barang bermerk agar

mereka dianggap tidak ketinggalan zaman.

Bagaimanapun perilaku membeli yang berlebihan, lepas kendali tidak lagi mencerminkan

usaha untuk memanfaatkan uang secara ekonomis, apabila dibiarkan terus menerus akan

sangat berbahaya, sebab akan membawa dampak negatif yakni mengeluarkan uang tanpa

perhitungan. Anak-anak muda memiliki kecenderungan berperilaku konsumtif.

Terlihat pada pola konsumsi yang berlebihan, dikarenakan keinginannya untuk mengangkat

wibawa diantara teman-teman sebayanya. Mereka menganggap bahwa kelompok sosial

menilai dirinya berdasarkan antara lain pada benda -benda yang dimiliki dan banyaknya uang

yang dibelanjakan. Hal ini membuat mereka cenderung berupaya untuk meningkatkan status

dirinya melalui pembelian barang-barang yang dapat mencerminkan peningkatan simbol

statusnya dengan tanpa berfikir untuk bersikap hemat.

Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif

atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang

yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha.

Secara tidak langsung, perilaku di atas menunjukkan adanya dampak negatif bagi individu

maupun keluarga. Namun, apakah benar pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu

dan keluarga berdampak negatif ? oleh karenanya, melalui tulisan ini, penulis ingin mencoba

untuk mengkajinya secara komperhensif, dengan rumusan masalahnya, yakni ; bagaimanakah

dampak pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu dan keluarga ?

3

Page 4: Makalah ibd new

B. MANFAAT DAN TUJUAN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pengidentifikasian masalah yang dapat diambil

sebagai berikut :

1. Apakah dampak dari prilaku konsumtif ?

2. Bagaimana cara untuk bisa menghilangkan sikap berprilaku konsumtif

4

Page 5: Makalah ibd new

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat

yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh

status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu

periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa,

yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa

disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi

peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.

Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan permasalahan, statemen ini sudah

dikemukakan jauh pada masa lalu di awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu

Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa

badai dan tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang

menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri.

Berkaitan dengan klasifikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut

Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monk, dkk (2000)

memberi batasan usia remaja adalah 12-30 tahun, sedangkann menurut Stanley Hall (dalam

Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan

para ahli juga dapat dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya

masa remaja sanagt variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan atau kemampuan

remaja dalam pemenuhan kapaasitas diri sebagai sosok orang dewasa.

5

Page 6: Makalah ibd new

James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2002: 3) ”mengemukakan bahwa perilaku konsumtif

dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam

usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Perilaku konsumtif bisa dilakukan oleh siapa saja. Fromm menyiratkan bahwa manusia

zaman ini terpesona oleh kemungkinan membeli dan membeli, terutama barang-barang baru.

Manusia lapar akan konsumsi, tindakan membeli dan mengkonsumsi telah menjadi tujuan

irasional dan kompulsif, karena tujuannya terletak pada membeli itu sendiri tanpa hubungan

sedikitpun dengan manfaatnya atau dengan kesenangan dalam membeli dan mengkonsumsi

barang-barang.

Perilaku konsumsi individu yang tidak mencerminkan usaha untuk memenuhi kebutuhan

akan tetapi lebih kepada keinginannya maka perilaku seperti ini oleh para ahli disebut sebagai

perilaku yang tidak rasional, dimana perilaku ini lebih menonjolkan pada penampakan gengsi

atau status individual. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi

menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam perilaku

konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhannya serta

bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan.

Perilaku konsumtif masyarakat pada dasarnya terbentuk ketika remaja yang kemudian

terbawa hingga dewasa. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila

melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui

eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.

Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu

menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang “tren”. Remaja

dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang

superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan

oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)

dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai

pada kepopulerannya.Apakah perilaku pola hidup konsumtif sesuai dengan pancasila?

Sesungguhnya perilaku hidup konsumsi memiliki banyak dampak negatifnya dari pada

dampak positifnya. Dampak negative dari perilaku pola hidup konsumtif terjadinya pada

6

Page 7: Makalah ibd new

seseorang yang tidak memiliki keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaranya

(boros). Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.

Dampak yang lebih parah lagi jika pemenuhannya menggunakan cara yang tidak benar missal

korupsi,dan tindak pidanan lainnya.

Dari penjelasan diatas maka dapat kita bandingkan dengan isi yang terkandung dalam butir-

butir pancasila. Dalam butir-butir pancasila yaitu sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Indonesia” butir ke 7 yang berbunyi “Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang

bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah”. Pancasila sebagai ideology bangsa telah

menyaring pegaruh yang berasal yang dari luar. Pancasila telah melarang kita untuk hidup

bermewah-mewahan dan boros atau yang sering kita sebut dengan perilaku konsumtif karena

dapat menimbulkan banyak dampak negative seperti yang telah disebutkan pada penjelasan

sebelumnya.

Johnstone, mengemukakan tipe-tipe konsumen remaja yakni :

1. Remaja amat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual

2. Mudah terbujuk rayuan iklan, terutama pada kerapian kertas bungkus (apalagi jika

dihiasi dengan warna-warna yang menarik)

3. Tidak berfikir hemat

4. Kurang realistis, romantis dan mudah terbujuk (impulsif)

B. Pengertian Budaya Konsumtif

1. Pengertian Budaya

Budaya atau yang dikenal dengan kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekertta yaitu kata

Buddhayah, kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal

hal yang berkaitan dengan budi atau akal manusia.  Sedangkan dalam bahasa Inggris,

kebudayaan disebut dengan Culture, kata Culture sendiri berasal dari kata latin colere yang

berarti mengola atau mengerjakan.

7

Page 8: Makalah ibd new

Sendangkan Pengertian budaya yang lebih lengkap, budaya adalah suatu cara hidup yang

berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi

ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan

politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,

sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga

banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang

berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan

perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu

pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya

turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi

banyak kegiatan sosial manusia.

2. Pengertian Konsumtifisme

Konsumtifisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata

sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.).

Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan,

menghabiskan sesuatu.

Lubis (Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi

berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang

sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.

Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan

perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa

batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.

Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan

menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki

kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih

mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan

mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan

dan kenyamanan fisik.

8

Page 9: Makalah ibd new

Sangat menarik, dalam bahasa inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan

penggunaan sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus. Bahkan

kata ini juga digunakan bagi orang yang terkena TBC di paru-paru.

Konsumtif, bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan

berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan

hidup, gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi,

menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu.

Namun rasanya tidak adil dan amat naif jika hanya berhenti mengartikan kata “konsumtif”

hanya demikian saja, karena menurut hemat penulis, manusia memang “konsumtif”.

Maksudnya, bukankah memang ada sifat mengkonsumsi sesuatu dalam kehidupan kita. Saat

ini saudara-saudara sedang mengkonsumsi waktu dan energi saudara untuk mendengarkan

saya berbicara. Tadi kita mengkonsumsi makanan. Kita juga menggunakan Villa tempat kita

retreat ini untuk berteduh, beristirahat. Setiap waktu kita pasti mengkonsumsi, menggunakan,

memakai sesuatu. Kita memakai atau menggunakan, atau meng-konsumsi sesuatu karena

kebutuhan-kebutuhan.

3. Remaja dan Pola Hidup Konsumtif.

Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya

antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu,

remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan

cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan

oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja yang memiliki

orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada,  terutama di kota-kota besar, mall sudah

menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode

yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak

pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.

Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga

usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh

lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima

dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk

mengikuti berbagai atribut yang sedang in.

9

Page 10: Makalah ibd new

Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang

superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan

oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)

dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai

pada kepopulerannya.

Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan

secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa

yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini

menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja

Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam

perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif.

Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah

lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam

cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara

instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak

ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

4. Pola Hidup Konsumtif dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Individu dan Keluarga.

Konsumtifisme, dalam pandangan ekonomi adalah gaya hidup yang mengutamakan

keinginan untuk mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Sifat ini cenderung

mengabaikan faktor pendapatan dan ketersediaan sumber daya ekonomi, yang seharusnya

menjadi pertimbangan utama seseorang sebelum melakukan tindakan konsumsi. Dalam

tataran yang lebih luas, jika tidak mampu megendalikan sifat konsumtifisme-nya, tentu akan

menjadi bahaya komunal yang sanggup menggulung bangsa ini pada kebangkrutan.

Dalam perspektif psikologis, pola hidup konsumtif adalah produk kebudayaan hedonis dari

sebuah masyarakat yang “sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan

(shock culture). Pola hidup ini terbentuk secara sadar atau tidak sadar berasal dari pola hidup

yang dijalani manusia setiap harinya. Proses pembentukan prilaku manusia, termasuk juga

prilaku konsumerisme umumnya berasal dari stimulus yang diterima oleh panca indera

melalui proses sosial atau melalui media audio visual yang kemudian terinternalisasi dan

membentuk kepribadian.

10

Page 11: Makalah ibd new

Saat sekarang, pola hidup konsumtifisme sebenarnya secara pelan-pelan sedang diajarkan

oleh media, masyarakat dan bahkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Lihatlah di

TV, majalah dan Koran yang setiap hari gencar menayangkan gaya hidup glamour, penuh

dengan sikap konsumtif yang dipamerkan terang-terangan. Juga masyarakat kita adalah

masyarakat yang terlanjur mengganggap sifat tersebut sebagai bagian hidup yang wajar.

Sebuah fakta menunjukan, bahwa ukuran seseorang dikatakan sukses apabila ia mampu

menumpuk barang-barang mewah di rumah, tanpa peduli apakah barang-barang tersebut

diperoleh dengan cara berhutang. Lebih parah lagi, sekolah sebagai penyelenggara

pendidikan ternyata ikut memberi andil bagi pembentukan sifat konsumtifisme dengan

melegalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti jor-joran membawa handphone (HP) dan

kebiasaan jajan pada anak didiknya. Maka lihatlah, suasana sekitar sekolah pada saat jam

istirahat yang riuh rendah dengan siswa-siswa yang antri jajan.

Suasana yang sebaliknya terjadi di perpustakaan-perpustakaan yang sunyi lengang. Budaya

konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang semestinya menjadi

kebiasaan bangsa yang tengah merangkak maju seperti bangsa Indonesia. Konsumtifisme

yang sifatnya menghabiskan sumber daya, jika tanpa imbangan kemampuan dan kreativitas

berproduksi, hanya akan menggiring bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing

dengan bangsa lain, serta berpotensi kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan

untuk kehidupan generasi mendatang.

Penyelenggara pendidikan semestinya memikul tanggung jawab pendidikan yang tidak

sekadar memberikan pelajaran pengetahuan (transfer knowledge), tapi juga sekaligus

membentuk karakter anak didik yang berjiwa produktif dengan meminimalisir sifat

konsumerismenya sehingga ke depan bangsa ini mampu bersaing dalam percaturan global.

Berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Fromm, maka dapat disimpulkan bahwa

karakteristik umum perilaku konsumtif yakni:

1. Pembelian Yang Impulsif

Adalah pembelian yang dilakukan tanpa rencana. Pembelian dibagi menjadi dua yakni

pembelian yang disugesti (sugesti buying) dan pembelian tanpa rencana berdasarkan ide

11

Page 12: Makalah ibd new

saran orang lain. Sedangkan pembelian pengingat adalah pembelian tanpa rencana yang

berdasarkan pada keinginan saja.

2. Pembelian Yang tidak Rasional

Adalah pembelian yang dilakukan berdasarkan motif emosional, yang berkaitan dengan

perasaan atau emosi seseorang seperti rasa cinta, kenyamanan. kebanggaan, kepraktisan dan

status sosial. Perbedaan dengan faktor rasional yang menekankan pada kebutuhan yang

sesungguhnya.

3. Pembelian yang bersifat pemborosan

Adalah pembelian dengan mengeluarkan uang yang digunakan untuk hal-hal yang kurang

diperlukan.

Sheth, mengindikasikan perilaku konsumtif sebagai compulsive buying dan compulsive

consumptions yaitu:

1. Compulsive buying

Sebagai suatu tendensi kronis untuk membeli produk secara berlebihan dan melampaui

kebutuhan dan sumber daya seseorang. Seorang compulsive buyer cenderung senang

(bahkan keranjingan) berbelanja, selalu membeli item-item yang mungkin dia sendiri tidak

pernah memakainya (terutama barang-barang yang sedang diobral) dan bahkan membeli

produk yang sesungguhnya diluar batas kemampuan finansialnya.

2. Compulsive Consumptions

Didefinisikan sebagai respon terhadap dorongan atau hasrat yang tidak terkendali untuk

mendapatkan, menggunakan atau mengalami suatu perasaan, substansi atau aktivitas yang

menyebabkan individu secara berulang terlibat dalam perilaku yang akhirnya dapat

merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua, yaitu internal dan eksternal :

12

Page 13: Makalah ibd new

1. Faktor Internal. Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis

dan faktor pribadi.

a. Faktor psikologis, juga sangat mempengaruhi seseorang dalam bergaya hidup

konsumtif

b. Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu

produk, barang / jasa maka mereka cenderung akan membeli tanpa menggunakan

faktor rasionalnya.

c. Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka

motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan ini menyebabkan orang tersebut

bertindak secara rasional.

d. Sikap pendirian dan kepercayaan. Melalui bertindak dan belajar orang akan

memperoleh kepercayaan dan pendirian. Dengan kepercayaan pada penjual yang

berlebihan dan dengan pendirian yang tidak stabil dapat menyebabkan terjadinya

perilaku konsumtif.

2. Faktor Eksternal / Lingkungan. Perilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan di

mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor

eksternal dan mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial,

kelompok sosial, dan keluarga.

Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif,

tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang

tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok.

Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :

1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli

barang tersebut.

2. Membeli produk karena kemasannya menarik.

Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang

13

Page 14: Makalah ibd new

dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya

motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus

dengan rapi dan menarik.

3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya

mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya

dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian

orang lain. Mahasiswa membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang

penampilan diri.

4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau

kegunaannya).

Konsumen mahasiswa cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan

mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.

5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,

berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat

eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang

lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar

kelihatan lebih keren dimata orang lain.

6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.

Mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk

menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga

cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan

publik figure produk tersebut.

7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

14

Page 15: Makalah ibd new

Mahasiswa sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa

yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan

Cross (dalam Hurlock,1999) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang

mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih

percaya diri.

8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain

dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis

dipakainya.

PEMECAHAN MASALAH

Pemecahan Masalah

1.      Harus tega

Tega, maksudnya tak berarti sama sekali tidak membelikan barang keperluan kita sehari-hari,

tetapi memberi batasan. Bila sudah di luar kewajaran, Dengan cara ini, kita mendidik diri kita

sendiri untuk bersikap rasional, tidak asal beli barang kalau mau atau suka. Ini bukan soal

punya atau tidak punya uang. Kemampuan mengendalikan diri agar tak konsumtif sangat

penting bagi seseorang. Sebab, bila dibiarkan sampai dewasa, akan memunculkan sikap

korupsi demi membeli benda kesukaan.

2.      Belajar menghargai

Kita harus bisa untuk menghindarkan diri dari pola hidup konsumtif, cobalah untuk

menghargai uang sebisa mungkin. Idealnya, sejak dini diperkenalkan konsep uang. Caranya,

antara lain, dengan memberi mainan jenis mata uang dan nilai nominalnya.

15

Page 16: Makalah ibd new

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan panjang di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulannya, yakni ; pola

hidup konsumtif memiliki dampak negatif bagi individu dan keluarga, hal ini terjadi karena

pola hidup konsumtif merupakan produk kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang

“sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan (shock culture). Budaya

konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang hanya akan menggiring

bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi

kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan generasi mendatang.

B.     Saran

Biasakan untuk hidup sederhana dan tidak terlalu mengikuti trend (khususnya kaum wanita)

yang ada. Control pengularan dalam 1 bulan ke depan dengan membuat daftar barang

kebutuhan apa saja yang akan dibeli dengan membuat list, dengan cara ini dimaksudkan agar

kita dapat memonitor barang yang memang benar-benar dibutuhkan dan barang yang tidak

perlu atau belum dibutuhkan pada saat itu.

16

Page 17: Makalah ibd new

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0251_0607193_chapter1.pdf

http://sdk2.yski.info/index.php?

option=com_content&view=article&id=174:pola-hidup-

konsumtif&catid=64:artikel&Itemid=142

http://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/01/31/pola-hidup-konsumtif/

http://nasional.kompas.com/read/2011/05/20/04451025/

Pola.Hidup.Konsumtif.yang.Bisa.Memicu.Korupsi

17