makalah efusi new
DESCRIPTION
newTRANSCRIPT
`
MAKALAH
‘’EFUSI PLEURA’’
DALAM MEMENUHI TUGAS PADA MATA KULIAH
SISTEM RESPIRASI II
PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
Dosen Pembimbing:
ILKAFAH M.Kep.
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Beny Afandi P (11.02.01.0843) M. Nur Kolis (11.02.01.0864) Nanda Lestari (11.02.01.0868) Yodha Sigit W (11.02.01.0899) Tutik Murniasih (11.02.01.0892)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan limpahan rahmat serta
limpahannya serta hidayahnya sehingga makalah yang berjudul ”EFUSI
PLEURA” dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Sistem
Respirasi II Program Study S 1 Keperawatan STIKES MUHAMMADIYAH
LAMONGAN.
Pada pengantar ini kami ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya
kepada:
1. Drs.H.Budi Utomo.Amd.m.Kes Selaku ketua STIKES Muhammadiyah
Lamongan.
2. Ilkafah M.Kep. Selaku dosen mata kuliah Sistem Respirasi II.
3. Dan pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian mata kuliah ini
Dalam penyusunan mata kuliah ini masih belum sempurna,untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah yang akan datang.
Lamongan, September 2012
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 2
1.3. Tujuan..................................................................................... 2
1.4. Manfaat .................................................................................. 3
BAB II KONSEP TEORI MEDIS
2.1. Definisi Efusi Pleura............................................................... 4
2.2. Etiologi Efusi Pleura............................................................... 4
2.3. Patofisiologi Efusi Pleura....................................................... 6
2.4. Pathway Efusi Pleura.............................................................. 7
2.5. Manifestasi Klinis Efusi Pleura.............................................. 8
2.6. Komplikasi Efusi Pleura......................................................... 9
2.7. Pemeriksaan Diagnosa Efusi Pleura....................................... 9
2.8. Penatalaksanaan Medis Efusi Pleura...................................... 10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN....................................... 11
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan............................................................................. 19
4.2. Saran....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 20
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti
tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut
mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura.
Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu
penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan
tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi
pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar merupakan akibat
dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura,
maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak
penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar
50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan
jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah
bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini
seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan
bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan
keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah diatas dapat dirumuskan pertanyaan masalah
yaitu:
1.Apa Definisi dari Efusi Pleura?
2.Apa Etiologi dari Efusi Pleura?
3.Bagaimana Patofisiologi dari Efusi Pleura?
4.Bagaimana Pathway dari Efusi Pleura?
5.Apa Manifestasi Klinis dari Efusi Pleura?
6.Apa Komplikasi dari Efusi Pleura?
7.Bagaimana Pemeriksaan Diagnosa pada Efusi Pleura ?
8.Bagaimana Penatalaksanaan medis dari Efusi Pleura?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk :
1.Untuk mengetahui Definisi dari Efusi Pleura
2.Untuk mengetahui Etiologi dari Efusi Pleura
3.Untuk mengetahui Patofisiologi dari Efusi Pleura
4.Untuk mengetahui Pathway dari Efusi Pleura
5.Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Efusi Pleura
6.Untuk mengetahui Komplikasi dari Efusi Pleura
7.Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnosa pada Efusi Pleura
8.Untuk mengetahui Penatalaksanaan medis dari Efusi Pleura
1.4. Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademis
Merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal
memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah respirasi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan pengetahuan tentang konsep dan proses keperawatan
pada klien gangguan efusi pleura: Definisi, Etiologi, Patofisiologi,
Pathway, Manifestasi klinis, Komplikasi, Pemeriksaan diagnosa dan
Penatalaksanaan medis.
BAB II
KONSEP TEORI MEDIS
2.1 Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,
2000).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995).
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner
& Suddarth, 2001).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di
rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (John Gibson, MD, 1995,Waspadji Sarwono (1999, 786).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2.2 Etiologi Efusi Pleura
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder.
Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman
primer intrapleura dan tumor primer pleura. Timbulnya efusi pleura dapat
disebabkan oleh kondisi-kondisi :
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus
ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis
peritoneal, dan atelektasis akut.
2. Eksudat
Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip
plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek
samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi
pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan
pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan
darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut
selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan
pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik
dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan
pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi
pleura. Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi.
Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik
intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas
pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-
paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang
secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
2.4 Pathway
Gagal jantung Infeksi Hipoalbumin
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
( transudat )
Peningkatan permeabilitas pleura parietalis
( eksudat )
Penurunan tekanan onkotik
intravaskuler
Hipertensi kapiler sistemik
Peningkatan cairan Penurunan absorbsi cairan
Cairan bocor
Efusi Pleura(akumulasi cairan)
Penurunan ekspansi Paru
Iritasi Paru Pembuangan Cairan
Pola pernafasan tidak efektif
Gangguan rasa nyaman ( Nyeri
Akut )Pemasangan WSD
Tidak terpenuhi kebutuhan O2 ke jaringan
atau otot
Energi Menurun
Kelemahan Intoleransi Aktifitas
2.5 Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran
efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak
saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area efusi. Deviasi trakea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural
yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea
mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,
pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur
bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel
darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
2.6 Komplikasi
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis
2.7 Pemeriksaan Diagnosa
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil
tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis
sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
2.8 Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam
keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau
pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data Biografi
Nama
Usia
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Penanggung jawab
Tanggal masuk RS
Tanggal pengkajian
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernapas serta batuk non produktif.
Keluhan penyakit sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
3.2 Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breating)
- Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai penggunaan
otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang simetris
(pergerakan dada yang tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar,
rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen.
- Palpasi
Pendorongan mediastinum kearah hemathoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun
terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >300 cc. Disamping
itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
- Perkusi : Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah
cairannya.
- Auskultasi: Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang
sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin
tipis.
2) B2 (Blood)
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis
normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio claviculas kiri selebar 1
cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran
jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate)
dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya detak jantung.
Selain itu, perlu juga memeriksa adanya thrill, yaitu Getaran ictus cordis.
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung daerah
mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah
terjadi pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung, serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan
arus turbulensi darah.
3) B3 (Brain)
Pada saat dilakukan inspeksi, tingakat kesadaran perlu dikaji, setelah
sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah
klien berada dalam keadaan composmentis, somnolen atau koma. Selain
itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.
5) B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus
menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada atau tidaknya
benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi
mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah edema peritibial, feel
pada kedua ekstrimitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta
dengan pemeriksaan capillary refill time. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot untuk kemudian dibandingkan antara bagian
kiri dan kanan. (Arif Muttaqin, 2008 : 129-131)
Data dasar pemeriksaan fisik efusi pleura menurut Marilynn E. Doenges,
(2000: 196). Kulit: pucat, sianosis, berkeringat.sedangkan mata,
konjungtifa anemis, karena efusi pleura terdapat cairan terkadang
bercampur dengan darah.
3.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax
2. CT – SCAN
3.4 Analisa Data
No. Data Etiologi Problem TTD
1 DS : Pasien mengeluh
sesak napas saat
bernapas.
DO :
RR = 26 x/ menit
Denyut nadi = 96
x/menit
Pasien bernapas
tersengal-sengal
cepat, pendek
ICS melebar
dekstra
Retraksi (-) otot
bantu nafas (-)
Fremitus raba ↓
Perkusi redup
Ekspansi paru menurun Pola napas tidak
efektif.
2. DS : Pasien mengeluh
nyeri dada sesak saat
beraktifitas yang berat.
Penurunan suplai O2 Intoleransi aktifitas
DO :
Pasien tampak
lemah.
Sesak nyeri ↑ saat
dipindahkan
posisinya dari
duduk ke berdiri
3. DS : Pasien mengeluh
nyeri pada bagian
dada,nyeri bertambah
hebat saat aktivitas.
DO:
P : nyeri bertambah
hebat saat
aktivitas
Q : skala nyeri 2
sedang
R : nyeri terasa pada
dada kiri
S : nyeri hanya
terasa pada daerah
dada
T : nyeri semakin
berat saat aktivitas
Nadi 96x/menit,
ekspresi wajah
menyeringai/
kesakitan saat
dipindahkan
posisinya dari
Iritasi pleura pemasangan
WSD
Nyeri
duduk ke berdiri.
3.5 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
akibat akumulasi cairan di kavum plura
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai 02 ke
jaringan sekunder karena gangguan pola nafas tidak efektif.
3. Nyeri pada dada yang berhubungan dengan iritasi pleura pemasangan
WSD
3.6 Rencana Keperawatan
Hari / tangga
No DxTujuan &
Kriteria HasilIntervensi Rasional TTD
1 Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan 3X 24 jam
pola nafas pasien efektif
KH:
K:Pasien
mengetahui
penyebab terjadinya
pola nafas tidak
efektif
A:Pasien
mengetahui cara
mengatasi pola
nafas tidak efektif
P: Pasien dapat
melakukan latihan
batuk efektif
P:RR:
16-20x/menit,
1. Evaluasi fungsi
pernafasan(nafas
cepat,sianosis,TTV)
2. Auskultasi bunyi
nafas
3. Catat
pengembangan
ndada/fremitus
taktil
4. Membuat posisi
semifowler (tinggi
kepala 45°)
5. Lakukan postural
drainage
6. Kolaborasi
1. Distress
pernafasan dan
perubahan TTV
akibat stres,nyeri
atau hipoksia)
2. Bunyi nafas dapat
menurun atau
tidak ada
3. Suara taktil
fremitus menurun
pada jaringan
tensi cairan
4. Meningkatkan
inspirasi
maksimal dan
ekspansi paru
5. Mengencerkan
dan melancarkan
aliran cairan.
Retraksi otot bantu
nafas (-),
Pernafasan cuping
hidung (-),
Pengembangan
dinding dada
simetris,Cairan
pungsi pleura (-),
Nadi:
60-100x/menit
pemberian nasal
kanul
6. alat dalam
menurunkan kerja
nafas
2 Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
3X24 jam pasien dapat
meningkatkan toleransi
aktivitas.
KH:
K:Pasien
mengetahui
penyebab
intoleransi aktivitas
A:Pasien
mengetahui cra
mengatasi
intoleransi aktivitas
P:Pasien dapat
melakukan toleransi
terhadap aktivitas
meningkat &
mampu beraktivitas
secara mandiri
1. Evaluasi respon
pasien terhadap
aktivitas
2. Berikan lingkungan
yang tenang dan
nyaman
3. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam
rencana pengobatan
dan perlunya
keseimbangan
aktivitas dan istirahat
4. Bantu aktivitas
perawatan diri yang
diperlukan
1. Menetapkan
kebutuhan pasien
dan memudahkan
pilihan intervensi
2. Menurunkan stres
dan rangsangan
berlebihan ,
meningkatkan
istirahat.
3. Tirah baring
dipertahankan
untuk menurunkan
kebutuhan
metabolic,menghe
mat energy untuk
penyembuhan
4. Meminimalkan
kelelahan dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
P:Tidak ada turgor
kulit
kebutuhan O2
3 Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan 3 X 24 jam
nyeri berkurang sampai
dengan hilang
KH :
K:Pasien
mengetahui
penyebab
terjadinya nyeri
A:Pasien
mengetahui cara
mengatasi nyeri
P:Pasien dapat
melakukan
tehnik distraksi
dan relaksasi
P:Tidak ada
iritasi,Nyeri
berkurang skala
(0–1),Ekspresi
menyeringai
(-),Nadi : 60–100
x/menit
1. Kaji terhadap adanya
nyeri,skala dan
intesitas nyeri
2. Ajarkan pada klien
tentang manajemen
nyeri dengan dengan
distraksi dan
relaksasi
3. Amankan selang
dada untuk
membatasi gerakan
dan menghindari
iritasi.Kaji efektifan
tindakan penurunan
rasa nyeri
4. Berikan kompres
dingin di area nyeri
5. kolaborasi analgesik
sesuai indikasi
1. Menentukan berat
ringannya nyeri
2. Tindakan non
analgesic
diberikan dapat
menghilangkan
ketidaknyamanan
dan memperbesar
efek terapi
analgesic
3. Pembedahan yang
dilakukan
untuk pemasa
ngan WSD (selang
dada) akan
menimbulkan
nyeri, posisi
selang
diperhatikan agar
tidak
menimbulkan
iritasi
4. Memvasodilatasik
an pembuluh
darah dan nervus
nyeri
5. Analgesic
diberikanuntuk
menghilangkan
rasa nyeri
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat
4.2. Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang
pembuatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
yang baik dan benar .
4.2.2 Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih
baik dalam pebuatan makalah selanjutnya.
4.2.3 Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya
untuk mahasiswa keperawatan agar lebih mengerti tentang proses
keperawatan dalam sistem respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Ganong, & F, W. (1998). Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
S, & Noer. (1996). Buku ajar illmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: Balai penerbit
FKUI.
Smeltzer, & Suzanne. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Vol.2.
Jakarta:EGC.