makalah isbd new
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Serangan merupakan pulau kecil bagian dari pulau Bali yang terletak
diantara Sanur, Tanjung Benoa, dan Nusa Dua. Pulau di Selatan Bali ini termasuk
dalam wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Madya Denpasar. Meski
termasuk dalam wilayah kota Denpasar, namun masyarakat desa Serangan
memiliki karakter yang berbeda dengan masyarakat kota.
Masyarakat desa Serangan sebagian besar hidup di pesisir pantai dengan
bermatapencaharian sebagai nelayan. Masyarakat mencukupi kebutuhan hidupnya
dengan mencari ikan hias di pesisir, mencari rumput laut, dan melaut ke laut
lepas. Beberapa ada yang menjadi pemandu wisata, instruktur selam, dan
wiraswasta, namun jumlahnya hanya minoritas.
Reklamasi terhadap pulau Serangan merupakan perluasan wilayah daratan
pulau dengan mengeruk tanah laut pesisir Serangan. Ini merupakan sebuah proyek
besar beberapa investor asing dengan pihak swasta Indonesia namanya Bali Turtle
Island Development (BTID) pada tahun 90-an untuk membangun dan menjadikan
desa Serangan sebagai pulau modern layaknya Singapura. Pulau Serangan
diharapkan menjadi sebuah kota yang mewah dengan sejumlah pusat
perbelanjaan, hotel, kasino, dan sarana pariwisata lain sehingga akan
meningkatkan pendapatan masyarakat Serangan. Didukung dengan dibangunnya
jembatan yang menghubungkan Denpasar dan Serangan akan mempermudah
akses menuju kota kecil ini, dan akan memudahkan pekerja mengangkut sarana
pembangunan yang akan digunakan untuk membangun desa Serangan nantinya.
Fakta saat ini di desa Serangan tidak terlihat sejumlah gedung megah
dengan sarana mewah seperti yang telah direncanakan. Proyek BTID
menimbulkan permasalahan bagi lingkungan dan masyarakat Pulau Serangan.
Permasalahan utama merupakan kerusakan lingkungan akibat pembangunan
BTID yang telah mengakibatkan kehilangan mata pencaharian untuk kebanyakan
masyarakat. Daerah reklamasi hanya menjadi tanah kosong dipenuhi semak
belukar dan hewan ternak penduduk yang mencari makan. Reklamasi telah
memperkecil luas laut pesisir Serangan dan air laut menjadi tenang. Ini
menyebabkan banyak kapal berlabuh di sana sehingga pesisir Serangan ditutupi
kapal-kapal nelayan luar. Adanya jembatan menyebabkan banyak orang luar yang
datang ke desa Serangan untuk sekadar melihat-lihat, berdagang, bahkan menetap
di sana sebagai penduduk. Dengan adanya daratan baru juga mempengaruhi
atmosfir desa Serangan menjadi lebih panas. Perubahan lingkungan ini secara
langsung berdampak pada kehidupan masyarakat pesisir Serangan, dari gaya
hidup dan pola pikir masyarakat, yang juga akan berdampak pada mata
pencaharian masyarakat pesisir Serangan.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Adapun rumusan masalah dari makalah kami yang berjudul “Pengaruh
Reklamasi Terhadap Mata Pencaharian Penduduk Pesisir Serangan” adalah:
1.2.1 Bagaimana pengaruh reklamasi wilayah pesisir di Serangan
terhadap mata pencaharian penduduk lokal?
1.2.2 Bagaimana pengaruh perubahan mata pencaharian terhadap kondisi
perekonomian?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari makalah kami yang berjudul
“Pengaruh Reklamasi Terhadap Mata Pencaharian Penduduk
Pesisir Serangan” adalah:
-Untuk mengetahui pengaruh reklamasi wilayah pesisir di Serangan
terhadap mata pencaharian penduduk lokal
-Untuk mengetahui pengaruh perubahan mata pencaharian terhadap
kondisi perekonomian
1.3.2Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang kami peroleh dari makalah yang
berjudul “Pengaruh Reklamasi Terhadap Mata Pencaharian
Penduduk Pesisir Serangan” adalah:
- Dapat mengetahui pengaruh reklamasi wilayah pesisir di Serangan
terhadap mata pencaharian penduduk local
- Dapat mengetahui pengaruh perubahan mata pencaharian terhadap
kondisi perekonomian
1.4 Kerangka Teori dan Konsep
1.4.1Kerangka Teori
1.4.2Konsep
Adapun konsep yang dipakai dalam penelitian ini beranjak dari judul
diatas, antara lain:
Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari
kosa kata dalam Bahasa Inggris, to reclaim yang artinya
memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia terbitan PT. Gramedia
disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the
sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation
diterjemahkan sebagai pekerjaan memperoleh tanah.
Mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk
memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah
yang satu dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf
kemampuan penduduk dan keadaan demografinya (Daldjoeni,
1987:89).
Bengen (2001). Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah
dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan
meliputi daerah-daerah yang tergenang dengan air maupun
yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi proses-
proses laut seperti pasang surut, angin laut, intrusi garam,
sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengeruhi
oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan
mengalirnya air tawar ke laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan manusia di daratan.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi tentang masyarakat
menurut beberapa ahli :
# PETER L. BERGER
Definisi masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks
hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang
kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas
bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
# MARX
Masyarakat ialah keseluruhan hubungan - hubungan
ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari
kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni teknik dan
karya
# GILLIn & GILLIN
Masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat
oleh kesamaan.
# HAROLD J. LASKI
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-
keinginan mereka bersama
# ROBERT MACIVER
Masyarakat adalah suatu sistim hubungan-hubungan yang
ditertibkan (society means a system of ordered relations)
# SELO SOEMARDJAN
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan
# HORTON & HUNT
Masyarakat adalah suatu organisasi manusai yang saling
berhubungan
# MANSUR FAKIH
Masyarakat adalah sesuah sistem yang terdiri atas bagian-
bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian
secara terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium)
dan harmoni
1.5 Metode Penelitian
1.5.1Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Serangan, Kelurahan Serangan,
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Madya Denpasar.
1.5.2Jenis dan Sumber Data
1.5.2.1 Jenis Data
Data Kuantitatif, data berupa angka laporan jumlah
penduduk serta persentase mata pencaharian sebagian besar
penduduk Serangan.
Data Kualitatif, berupa deskripsi atau gambaran umum dari
wilayah Serangan, sejarah, serta alur perkembangan dari wilayah
Serangan.
1.5.2.2 Sumber Data
Data Primer berupa hasil wawancara dari beberapa
penduduk desa Serangan serta dan hasil diskusi bersama dengan
lurah dan tokoh masyarakat setempat
Data Sekuder didapat dari hasil membaca beberapa
literature mengenai Serangan, membaca makalah, serta informasi
melalui media online internet.
1.5.3Teknik Pengumpulan Data
1.5.3.1 Pengumpulan Dokumen
Pengumpulan catatan/dokumen yang relevan untuk
membantu memahami fenomenal yang terjadi di masyarakat
Serangan, membuat interpretasi data, membantu menyusun teori
dan validasi serta reliabilitas data. Pengumpulan dokumen
dilakukan dengan bantuan media internet dan beberapa makalah
mengenai Serangan
1.5.3.2 Observasi
Pengambilan data melalui pengamatan secara langsung ke
Desa Serangan secara berkala pada tanggal 11 Desember 2011
dan observasi kedua pada tanggal 26 Desember 2011
1.5.3.3 Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap beberapa responden yang
berhubungan dengan tema dari makalah ini terutama beberapa
masyarakat lokal desa Serangan.
1.5.4Analisis Data
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya
Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan 111,9 ha yang
dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan perkebunan, dan 19
ha rawa atau hutan. Desa Serangan terdiri dari tujuh lingkungan yaitu enam banjar
dan satu kampung, di antaranya adalah Banjar Ponjok, Kaja, Tengah, Kawan,
Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis.
Serangan merupakan pulau kecil bagian dari pulau Bali yang terletak
diantara Sanur, Tanjung Benoa, dan Nusa Dua. Secara geografis wilayah
Serangan di bagian sebelah timur berbatasan dengan Sanur, bagian utara dengan
Desa Sidakarya, wilayah bagian selatan berbatasan langsung dengan Tanjung
Benoa, kabupaten Badung, dan sebelah barat berbatasan dengan kelurahan
Pedungan, kota madya Denpasar. Serangan merupakan wilayah administratif dari
kelurahan Denpasar Selatan, kota madya Denpasar yang kini dapat ditempuh
hanya sekitar 11 km dari pusat kota.
Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 915 Kepala Keluarga (KK)
dengan jumlah jiwa 3900 orang. Dengan jumlah laki-laki 1920 jiwa dan
perempuan 1865 jiwa.
AGAMAHindu Islam Kristen Katolik Keterangan:
♂ Laki-laki
♀ Wanita♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
Jumlah 1738 1686 152 154 2 1 3 3
ETNISJUMLAH
Laki-Laki Perempuan
Bali 1738 1686
Bugis 152 154
Betawi - 7
Jawa 10 2
Mandar - 2
Flores 5 2
Sumba 15 19
90% penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir (yang mencari hasil laut di
dataran pasang surut atau memakai perahu tradisional tanpa mesin), dan yang
lainnya merupakan karyawan. Dengan demikian, penduduk Serangan mempunyai
identitas sebagai orang pesisir, yang tidak biasa di Bali yang mana kebanyakan
orang Bali berorientasi terhadap tanah. Desa Serangan terdiri dari penduduk
Hindu dan Muslim. Orang Muslim ini sudah tinggal di Pulau Serangan berabad-
abad, kebanyakannya adalah keturunan orang Bugis dari Sulawesi Selatan yang
datang ke pulau Bali pada abad ke-17.
Menelaah sejarah asal nama “Serangan” diyakini oleh penduduk setempat
berasal dari kata “sira angen” yang artinya perasaan sayang atau kangen. Kata ini
diambil cerita ketika para pelaut Bugis mendarat di pulau ini untuk minum.
Setelah minum air dari pulau ini, mereka terkena “sira angen”. Mereka merasa
betah berada di pulau ini dan tidak mau pergi meninggalkannya. Pada zaman
dahulu Serangan merupakan tempat tersembunyi daerah kekuasaan Raja Puri
Pamecutan. Terjadinya perebutan tapal batas dengan kerajaan Mengwi ternyata
memicu terjadinya perang yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Pamecutan.
Sebagai penghargaan kepada salah datu prajuritnya yang merupakan orang Bugis
maka ia diberikan izin untuk tinggal di pesisir pantai Serangan. Pulau Serangan
memiliki alam yang sangat indah, terutama lautnya yang kaya dengan berbagai
biota laut. Pasir pantainya yang kuning keemasan sempat membuat pulau ini
dijuluki “pulau emas”. Alamnya yang kaya dan indah ini juga yang membuat para
pelaut Bugis yang beragama Islam memilih tinggal di pulau ini dan hidup rukun
bersama penduduk setempat yang beragama Hindu.
Sejak tahun 70-an industri pariwisata ada di Pulau Serangan, dengan turis
yang datang untuk melihat penyu. Namun, pada akhir tahun 80-an, industri
pariwisata itu berkembang ketika sekelompok investor mau membangun resort di
Serangan, namanya Bali Turtle Island Development (BTID). Kepemilikan BTID
sekarang kurang jelas, tetapi pada awalnya proyek dimiliki Grop Bimantara, yang
dipimpin oleh Bambang Trihatmojo, anak mantan Presiden Suharto, serta
saudaranya Tommy Suharto dan PT. Pembangunan Kartika Udayana, yang
dimiliki Komando Daerah Militer (Kodam) IX Udayana. Akan tetapi, sebelum
BTID muncul sebagai pembangun, pihak dari Kodam sudah mengajukan surat
permohonan kepada Gubernur Bali untuk melakukan “Pelestarian dan
Pengembangan Pariwisata di Pulau Serangan” pada bulan Januari 1990. Sasaran
proyek itu adalah “menyelamatkan kondisi fisik Pulau Serangan dari kerusakan
lebih parah, peningkatan sosial ekonomi penduduk, pelestarian peninggalan
budaya dan peningkatan apresiasi budaya”. Mereka diberikan ijin prinsip oleh
Gubernur Bali.
Setelah itu, ijin prinsip diberikan kepada BTID guna pengajuan
permohonan Hak Guna Bangunan, yang diberikan kepada BTID dalam Surat
Keputusan Gubernur Bali, tanggal 24 Desember 1992. BTID kemudian
mengadakan penelitian untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal),
yang disetujui oleh Gubernur Bali pada tahun 1995. Akhirnya, BTID diberikan
Ijin Kerja Keruk dan Reklamasi disekitar Pulau Serangan pada bulan Juli 1996
oleh Departmen Perhubungan.
Proyek yang direncanakan BTID adalah untuk membangun lapangan golf,
resort, lagoon untuk sarana rekreasi air, yacht club, beach club house,
pembangunan Superlot yang berupa villa, fasilitas penunjang pariwisata lainnya,
serta marina atau ferry dan jembatan penyeberangan dari daratan pulau Bali ke
Pulau Serangan. Selain itu, supaya proyek BTID lebih menarik masyarakat Bali
dan Serangan, ada rencana untuk membangun pusat penelitian penyu dan bakau,
kios dan restoran, serta perbaikan fasilitas pemukiman masyarakat seperti sarana
air, listrik, wc umum dan lain-lainnya. Proyek itu “memanfaatkan lahan Pulau
Serangan sekitar 112 ha”, yang sebenarnya seluruh wilayah pulau asli, dan di
samping itu melakukan pengerukan dan penimbunan (reklamasi) pantai,
“sehingga luas lahan keseluruhan yang akan dikembangkan sehingga mencapai
kurang lebih 481 Ha”, atau hampir 4 kali lipat luasan pulau asli.
Dengan adanya proyek BTID menimbulkan permasalahan bagi lingkungan
dan masyarakat Pulau Serangan. Permasalahan utama merupakan kerusakan
lingkungan akibat pembangunan BTID yang telah mengakibatkan kehilangan
mata pencaharian untuk kebanyakan masyarakat. Permasalahan justru menimbul
untuk masyarakat setempat akibat pembangunan, akan tetapi, permasalahan
tersebut harus disosialisasikan terhadap masyarakat. Feasibility Study untuk
proyek BTID, yang dilakukan konsultan luar negeri, menegaskan bahwa “proses
Amdal tidak hanya prosedur dokumentasi proyek, tapi juga proses demokratis di
mana masyarakat meninjau rencana dan menyetujui, merubahkan atau menolak
rencana itu”. Akan tetapi, dalam kasus Serangan, kebanyakan masyarakat tidak
tahu rencana BTID, dan sama sekali tidak ada masukan. Masyarakat baru tahu
adanya proyek selama tahap pembebasan tanah, dan rencana reklamasi hanya
muncul setelah reklamasi tersebut berjalan pada tahun 1996. Saat pra-konstruksi
memang dilakukan sosialisasi, dan penduduk Serangan dijanjikan bahwa
kehidupan mereka akan sejahtera dengan adanya proyek, dengan kesempatan
pekerjaan baru, dan fasilitas desa lengkap. Akibat sosialasi itu dengan janjian
yang akan menguntungkan masyarakat Serangan, pada dasarnya mereka setuju
dengan proyek (dilihat dalam hasil survei Amdal yang menunjukkan bahwa
6,73% sangat setuju dan 69,23% setuju).
Proyek BTID terpaksa berhenti karena kondisi politik serta kesulitan dana
akibat krisis moneter pada tahun 1998, dengan mencapai 60% dari rencana
pengerukan dan reklamasi. Sampai sekarang, tidak ada investor baru, dan lahan
BTID ‘kosong’. Namun, permasalahan lingkungan dan bagi masyarakat Serangan
terus terjadi dan semakin diperparah lagi. Oleh karena itu, masyarakat Serangan
membentuk Tim 18, yang anggotanya diambil dari tokoh-tokoh masyarakat untuk
mewakilinya dalam mengadakan kesepakatan dengan BTID. Pada tanggal 14
Oktober 1998 kesepakatan, atau Memorandum of Understanding (MoU),
dibentuk, yang mewajibkan BTID melakukan beberapa hal-hal yang akan
menguntungkan penduduk Serangan. Namun, sampai sekarang hanya dua pasal
yang terpenuhi karena tidak dicantumkan waktu perlakuan dan pengakhiran, dan
sanksi-sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Juga, beberapa butir dalam MoU
benar-benar menempatkan masyarakat dalam posisi lemah, misalnya pasal 9, yang
menyebutkan bahwa masyarakat Serangan harus mendukung proyek BTID, dan
juga menjaga dan mengamankan proyek, maka akhirnya kesepakatan itu tidak
menguntungkan masyarakat Serangan.
Masalah Pulau Serangan berlangsung, dan Pemerintah Daerah Bali
membentuk Panitia Khusus (Pansus) evaluasi proyek BTID untuk mengetahui
sejauhmana keberadaan proyek-proyek BTID di Pulau Serangan. Pansus
mengeluarkan rekomendasi yang intinya menyetujui proyek BTID itu dilanjutkan,
tertanggal 15 Mei 2001, tetapi sampai sekarang proyek BTID belum dijalankan
lagi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Reklamasi Terhadap Mata Pencaharian
Pascareklamasi kehidupan masyarakat desa Serangan secara umum
mengalami perubahan. Reklamasi yang dilakukan dari tahun 1990 sampai tahun
1998 dalam proyek Bali Turtle Island Development (BTID) yang dimiliki Grop
Bimantara, dipimpin oleh Bambang Trihatmojo, anak mantan Presiden Suharto,
serta saudaranya Tommy Suharto dan PT. Pembangunan Kartika Udayana, yang
dimiliki Komando Daerah Militer (Kodam) IX Udayana bertujuan untuk
pengembangan pariwisata dengan alasan meningkatkan pendapatan daerah.
Namun para investor mencari keuntungan dengan cara membeli tanah di desa
serangan dengan harga murah dan paksaan. Dari pro-kontra tersebut diadakan
MOu antara investor PT BTID dengan masyarakat. Perjanjian tersebut
memberikan jaminan pada masyarakat bila proyek pembangunan daerah
pariwisata berhasil maka karyawan akan diambil dari masyarakat lokal, kehidupan
mereka akan sejahtera dengan adanya proyek, dengan kesempatan pekerjaan baru,
dan fasilitas desa lengkap. Sayangnya, pembiaayaan proyek reklamasi yang
terlalu besar dan mulai adanya krisis menyebabkan pembangunan terhenti.
Permasalahan baru pun bermunculan, perluasan daerah daratan yang
mengambil pasir dari bawah laut pulau Serangan membuat peraiaran beberapa
daerah disana semakin dalam dan tidak memungkinkan lagi untuk pertanian
rumput laut, pembuatan jalan menuju Serangan membuat akses ke desa semakin
mudah dan jasa juru sebrang pura Sakenan tidak diperlukan lagi, pembuatan pulau
baru mengakibatkan daerah pantai semakin menjauh dan perairan disekitar pulau
menjadi lebih tenang, kondisi ini dimanfaatkan sebagai dermaga bagi kapal-kapal
besar.
Pekerjaan masyarakat yang awalnya 90% berprofesi sebagai nelayan
secara perlahan mengalami perubahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mata pencaharian ini antara lain perubahan lingkungan sekitarnya dan
perubahan pola pikir masyarakat itu sendiri. Kondisi yang berubah membuat
masyarakat lokal yang berprofesi sebagai nelayan lepas, juru sebrang Sakenan,
supir kapal, dan petani rumput laut, yang pada awalnya berorientasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup kini beralih ke sektor pariwisata dan perdagangan,
yang sebagian besar berorientasi untuk memenuhi permintaan wisatawan. Peluang
ini dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan bukan hanya bagi masyarakat
lokal tetapi juga untuk masyarakat luar Serangan, sehingga banyak penduduk
pendatang yang akhirnya menetap di Serangan.
Beberapa masyarakat lokal membuat kerjasama dengan investor asing dari
Negara Jepang mendirikan Marine Garden dan penangkaran lumba-lumba di
tengah laut yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dengan menyewakan
perahu-perahu mereka. Ada juga yang lebih memilih menjadi pedagang souvenir
dan pedagang makanan khas masyarakat pesisir.
Masyarakat yang bersedia diwawancarai secara pribadi, menyatakan
bahwa setelah reklamasi pantai dengan adanya perubahan kondisi lingkungan
sebagian dari mereka terpaksa harus kehilangan mata pencaharian atau beralih
profesi untuk tetap bertahan hidup di Serangan. Walaupun dengan ketrampilan
yang terbatas pada akhirnya masyarakat dituntut untuk dapat meningkatkan
potensi diri atau berusaha menggali potensi lain yang dapat mereka kembangkan
di daerah Serangan. Namun tak sedikit dari mereka mengalami kehilangan apa
yang disebut ‘budaya primal’, yakni budaya nelayan dan petani. Artinya, mereka
akan berada dalam kebingungan, akibat perubahan prilaku dari budaya petani atau
nelayan ke budaya lain. Hal ini bermasalah untuk orang ini, yang selain nelayan
atau petani tidak ada ketrampilan lain, karena budaya baru itu tidak jelas.
Masyarakat di Serangan pada umumnya tidak berpendidikan, yaitu, walaupun
59,98% penduduk tamat dari Sekolah Dasar, hanya 8,55% tamat Sekolah
Menengah Pertama, dan 4,26% tamat Sekolah Menengah Atas. Akibatnya, waktu
pekerjaannya sebagai nelayan atau petani hilang, susah untuk mereka mengalih
profesi, dan mereka berubah dari budaya nelayan yang makmur, kepada budaya
yang bersifat banyak pengangguran, waktu bebas, dan ketidakpastian.
Berikut hasil wawancara kami dengan beberapa masyarakat pesisir desa
Serangan mengenai pengaruh reklamasi terhadap mata pencaharian mereka :
3.2 Pengaruh perubahan mata pencaharian terhadap kondisi ekonomi
Salah satu daerah reklamasi yang pernah dilakukan oleh Bali
adalah di daerah Pulau Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota
Denpasar. Reklamasi di Pulau Serangan ini dilakukan mulai pada tahun
1992 hingga akhirnya terjadi krisis moneter yang menyebabkan
pembangunan proyek dari reklamasi Pulau Serangan ini terhenti. Dampak
dari krisis moneter ini bagi Pulau Serangan adalah proyek pembangunan
yang seharusnya hampir selesai dilakukan, harus terpaksa dihentikan.
Dalam proyek reklamasi yang dilakukan oleh BTID, BTID
menjanjikan ekonomi masyarakat Serangan akan meningkat akibat proyek,
namun yang terjadi adalah penurunan ekonomi Serangan. Selain 150
warga Serangan yang nanti di-PHK, kebanyakan penduduk tidak dapat
pekerjaan dalam proyek BTID, dan mata pencahariannya sebagai nelayan
hilang karena penimbunan di dataran pasang surut dan kerusakan
lingkungan lain, sehingga mereka mengalami kesusahan dalam aspek
ekonomi kehidupannya. Feasibility Study merekomendasikan bahwa
kehilangan sumber-sumber pencaharian masyarakat harus ditenangkan
oleh antara lain penyediaan kesempatan pekerjaan dan pelatihan pekerjaan,
yang merupakan syarat penting untuk menggantirugikan penduduk
Serangan Menurut salah satu penduduk Serangan, kerugian masyarakat
sudah mencapai Rp8.829.250.000 per tahun. Akibatnya, beberapa
penduduk Serangan sudah mencari sumber nafkah lain, misalnya,
penduduk yang terpaksa menambang untuk menghidupi keluarganya
karena ikan sudah hilang.
Sejak proses reklamasi berlangsung, perubahan mata pencaharian
para penduduk di Pulau Serangan menimbulkan dampak terhadap
perekonomian penduduk di sana pula. Dampak-dampak perekonomian
yang ditumbulkan akibat reklamasi tersebut ada yang bersifat positif ada
pula yang bersifat negative. Secara umum pendapatan mereka pasca
reklamasi ini adalah menurun, tapi tidak sedikit juga yang diuntungkan
dengan adanya reklamasi ini, karena selain masyarakat asli dari Pulau
Serangan, masyarakat dari luar Pulau Serangan juga mencoba meraih
rejekinya dengan bekerja di Pulau Serangan. Menurunnya pendapatan
mereka disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, peralihan mata
pencaharian dari sebelum dan setelah reklamasi, keterbatasan lahan bagi
para nelayan yang masih meneruskan profesi mereka sebagai nelayan
setelah dilakukan reklamasi. Walaupun mereka tahu jika pendapatan
mereka menurun setelah adanya reklamasi ini, tapi tidak ada yang bisa
mereka lakukan, karena sebagian besar mengatakan bahwa mereka tidak
mempunyai keahlian lain lagi selain apa yang mereka lakukan sekarang.
Sebagai contoh, seseorang asli Pulau Serangan yang dulunya
berprofesi menjadi seorang nelayan dalam sehari mereka memiliki
pendapatan rata-rata minimal Rp 50.000,00 per hari. Namun, setelah
dilakukannya reklamasi, pendapatan mereka menjadi tidak tentu karena
setelah adanya jalan, banyak juga yang menangkap ikan di Serangan
padahal sebelum adanya reklamasi hanya masyarakat di Serangan saja
yang menangkap ikan, sehingga pendapatan mereka bisa dikatakan cukup
besar per hari nya. Selain itu, ada juga seseorang yang dulunya nelayan
sekarang menjadi petani rumput laut padahal rata-rata penghasilan menjadi
rumput laut lebih sedikit daripada menjadi nelayan. Hal itu disebabkan
adanya reklamasi tersebut. Kemudian ada pula yang dulunya bekerja
sebagai petani rumput laut, namun setelah adanya reklamasi banting stir
menjadi pedagang biasa. Pendapatan yang dihasilkan dari berjualan jauh
lebih sedikit daripada menjadi petani rumput laut. Dulu, selama menjadi
petani rumput laut, pendapatannya kira-kira Rp 50.000,00 sampai Rp
100.000,00 per hari. Namun, setelah menjadi pedagang biasa,
pendapatannya hanya dapat digunakan untuk membalikkan modalnya saja,
sehingga sangat sulit untuk mendapatkan untung selama menjadi seorang
pedagang biasa. Alasannya untuk tidak kembali menjadi petani rumput
laut adalah karena sudah terlanjur selama 3 tahun meraup rejeki dengan
bekerja sebagai pedagang. Semua yang tertulis tersebut dapat disebutkan
sebagai dampak negative dari reklamasi di Pulau Serangan yang dilakukan
oleh pemerintah.
Namun, tidak hanya dampak negative saja yang disebabkan oleh
reklamasi tersebut, masih ada dampak positif dalam bidang perekonomian
akibat reklamasi tersebut. Yang pertama adalah seseorang asli Pulau
Serangan yang dulunya tidak bekerja sekarang setelah adanya reklamasi
bekerja sebagai pedagang souvenir. Walaupun pendapatannya memang
tidak tentu, namun setidaknya dia dapat memiliki penghasilan daripada
sebelum reklamasi. Selain itu, ada pula yang dulunya bekerja sebagai
instruktur selam sekarang setelah reklamasi bekerja di water sport.
Pendapatannya setelah bekerja di water sport memang lebih besar
dibandingkan dulu bekerja sebagai instruktur selam. Kemudian di samping
dua kasus tadi terdapat pula kasus seseorang yang dulunya bekerja sebagai
kapten pelayaran Nusa Penida, Lombok, dan Sumbawa sekarang setelah
adanya reklamasi bekerja sebagai penanggung jawab di sebuah
penangkaran ikan-ikan hias. Pendapatan yang dia peroleh lebih besar
daripada menjadi kapten karena pendapatannya diperoleh dari para-para
investor Jepang, sehingga pendapatannya akan selalu diberikan oleh pihak
investor dari Jepang. Kasus-kasus mengenai dampak negatif dan dampak
positif di bidang perekonomian tadi dialami oleh masyarakat asli Pulau
Serangan. Namun ternyata terdapat pula masyarakat pendatang baru yang
mengadu nasib di Pulau Serangan. Seseorang yang dulunya bekerja
sebagai pegawai hotel kemudian datang dan menetap di Pulau Serangan,
setelah adanya reklamasi dia hanya bekerja sebagai pedagang di pesisir
Serangan. Pendapatannya setelah menjadi pedagang di pesisir Pulai
Serangan ini lebih sedikit dibandingkan menjadi pegawai hotel dulu.
Pendapatan yang dia peroleh dari bekerja menjadi pedagang ini adalah
tidak tentu. Namun, antara bulan Juli sampai Agustus, pendapatannya agak
lebih besar karena lebih banyak wisatawan yang datang ke Serangan
untuk liburan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dampak reklamasi
terhadap perekonomian masyarakat Pulau Serangan adalah kurang baik.
Karena banyak dari mereka yang mengalami kerugian dan peubahan mata
pencarian yang mempengaruhi pendapatan mereka. Sehingga solusi di
bidang ekonomi untuk jangka pendek adalah perlu adanya mata
pencaharian alternatif untuk penduduk Serangan untuk mengganti
kerugian yang dialami oleh masyarakat serangan akibat dampak dari
reklamasi ini. Selain untuk solusi jangka pendeknya, solusi jangka
panjangnya juga harus dirumuskan untuk mengurangi dampak proyek
yang buruk pada ekonomi Serangan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN :
Pak Nyoman Soma
1. Dari tahun berapa bapak menjadi nelayan ?2. Bagaimana pengaruh dari reklamasi ini khususnya untuk bapak sendiri ?3. Berapa penghasilan bapak per harinya ?4. Berapa banyak ikan yang bapak dapatkan sekali memancing ?5. Kemana bapak menjual hasilnya ?6. Berapa harga per kilo ikan yang bapak dapatkan ?7. Apa bedanya sebelum dan sesudah reklamasi bagi bapak sendiri ?8. Apakah bapak tidak berminat untuk mencari pekerjaan yang lain ?
Bu Mardi
1. Apa pekerjaan ibu saat ini ?2. Berapa harga rumput laut yang ibu jual ?3. Bagaimana pengaruh reklamasi terhadap pekerjaan ibu saat ini ?4. Bagaimana cara pengolahannya ?5. Apakah menggunakan mesin atau dengan manual ?
Pak Nyoman Tastre
1. Apakah pekerjaan bapak saat ini ?2. Apakah bapak asli serangan ?3. Berapa harga penyewaan perahu sekali berlayar ?4. Apa pekerjaan bapak sesudah dan sebelum reklamasi ?
Pak punia
1. Apakah bapak asli dari serangan ?2. Apakah pekerjaan bapak saat ini ?3. Berapakah pendapatan bapak per hari ?4. Pada saat bulan apa penghasilan bapak meningkat ?
Bu Made Kasih
1. Apakah pekerjaan ibu saat ini ?2. Darimana ibu mendapatkan keterampilan untuk membuka usaha ini ?3. Berapakah pendapatan ibu yang didaptkan per harinya ?4. Apakah ibu setiap hari membuat kerajinan ini ?5. Pada saat kapan usaha ibu rame pembeli ?
Pak Nyoman Manjur
1. Apakah pekerjaan bapak saat ini ?2. Berapa harga rumput laut yang bapak jual ?3. Kemana bapak menjual hasil rumput laut ini ?4. Berapa per hari pendapatan yang bapak hasilkan ?5. Berapakah hasil rumput laut yang bapak dapatkan per hari ?6. Apakah pekerjaan bapak sebelum reklamasi ini terjadi ?
Bu I Wayan Ruji
1. Apakah ibu asli dari serangan ?2. Apakah inu sudah lama berjualan di tempat ini ?3. Dulu sebelum adanya reklamasi apa pekerjaan ibu ?4. Kira-kira berapa penghasilan ibu per harinya selama berjualan ?5. Mana lebih menguntungkan pekerjaan yang sekarang apa yang dulu?6. Kenapa memilih pekerjaan yang sekarang dibandingkan dengan
pekerjaan yang dulu ?7. Bagaimana kunjungan wisatawan yang dating kesini ?
Pak Made Dbl
1. Apakah bapak sebagai pemilik atau pengelola akuarium ini ?2. Apa tujuan dari dibuatnya akuarium ini ?3. Darimana bapak mendapatkan dana untuk mengelola akuarium ini ?4. Pengelolaan akuarium ini secara sukarela atau bapak mendapat
keuntungan tersendiri ?5. Dulu sebelum adanya reklamasi apakah pekerjaan bapak ?6. Bagaimana perbandingan pengaruh perbedaan pekerjaan bapak yang
sekarang dengan yang dulu?
7. Selain mengelola akuarium apakah sekarang ada pekerjaan lainnya ?