makalah indo new

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam amino merupakan prekursor dari banyak senyawa kompleks nitrogen yang penting dalam fungsi fisiologis. Porfirin salah satu dari komplek tersebut, adalah senyawa siklik yang membentuk heme dan klorofil. Sebagai gugus prostetik dari banyak protein, heme membentuk sejumlah hemeprotein yang secara terus menerus mengalami proses sintesa dan degradasi. Sebagai contoh, 6 sampai 7 gram hemoglobin disintesa setiap hari untuk menggantikan heme yang hilang dalam proses katabolismenya. Pembentukan dan pemecahan komponen porfirin dari hemoglobin berperan dalam menjaga keseimbangan nitrogen tubuh. Sejumlah kelainan dapat terjadi selama proses sintesa porfirin dan hasil penguraian senyawa porfirin akan membentuk pigmen empedu yaitu bilirubin. Gangguan dalam metabolisme bilirubin selanjutnya akan memunculkan keadaan klinis yang sering dijumpai yaitu ikterus. Ikterus disebabkan adanya kenaikan kadar bilirubin karena sintesanya yang berlebih atau gangguan ekskresinya, biasanya 1

Upload: dek-pipin

Post on 06-Aug-2015

89 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Indo New

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asam amino merupakan prekursor dari banyak senyawa kompleks

nitrogen yang penting dalam fungsi fisiologis. Porfirin salah satu dari

komplek tersebut, adalah senyawa siklik yang membentuk heme dan klorofil.

Sebagai gugus prostetik dari banyak protein, heme membentuk sejumlah

hemeprotein yang secara terus menerus mengalami proses sintesa dan

degradasi. Sebagai contoh, 6 sampai 7 gram hemoglobin disintesa setiap hari

untuk menggantikan heme yang hilang dalam proses katabolismenya.

Pembentukan dan pemecahan komponen porfirin dari hemoglobin berperan

dalam menjaga keseimbangan nitrogen tubuh. Sejumlah kelainan dapat terjadi

selama proses sintesa porfirin dan hasil penguraian senyawa porfirin akan

membentuk pigmen empedu yaitu bilirubin. Gangguan dalam metabolisme

bilirubin selanjutnya akan memunculkan keadaan klinis yang sering dijumpai

yaitu ikterus. Ikterus disebabkan adanya kenaikan kadar bilirubin karena

sintesanya yang berlebih atau gangguan ekskresinya, biasanya muncul pada

sejumlah penyakit yang berkisar dari anemia hemolitik hingga hepatitis serta

penyakit kanker pankreas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan heme?

2. Dimanakah biosintesis hema berlangsung?

3. Gangguan apa yang terjadi dalam setiap tahapan enzimatik sintesa heme?

4. Senyawa apa yang dihasilkan pada katabolisme heme?

5. Bagaimana bilirubin diproses dalam tubuh?

6. Apakah penyebab terjadinya ikterus?

1

Page 2: Makalah Indo New

C. Tujuan

1. Mengetahui dan memahami heme

2. Mengetahui tempat terjadinya biosintesis heme

3. Mengetahui gangguan yang terjadi dalam setiap tahap enzimatis sintesa

heme

4. Dapat mengetahui senyawa yang dihasilkan pada katabolisme heme

5. Mengetahui tahapan bilirubin diproses dalam tubuh

6. Mengetahui penyebab terjadinya ikterus

2

Page 3: Makalah Indo New

BAB II

TEORI

A. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,

karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, juga

berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun,

protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu

terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan

terjadi secara besar-besaran. Pada masa kehamilan proteinlah yang

membentuk jaringan janin dan pertumbuhan emrio (Harper,2000).

Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang relatif sama dengan

karbohidrat dan lemak, yaitu sama-sama terjadi dari unsur-unsur karbon,

hidrogen dan oksigen, tetapi bagi protein unsur-unsur ini ditambah lagi

dengan unsur nitrogen dan ditemukan pula unsur mineral (fosfor, belerang,

besi). Molekul protein tersusun dari asam amino, 12 sampai 18 macam asam

amino yang saling berhubungan dalam suatu ikatan peptida. Protein adalah

sumber-sumber asam amino yang mengandung unsure C, H, O dan N yang

tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein adalah makromolekul

polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan

oleh ikatan peptida, berbobot molekul tinggi dari 5000 sampai berjuta-juta.

Protein terdiri dari bermacam-macam golongan, makro molekul yang

heterogen, walaupun demikian semuanya merupakan turunan dari polipeptida

dengan BM yang tinggi. Unsur yang ada dalam hampir semua protein adalah

hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang. Beberapa protein berisi unsur lain

seperti besi yang terdapat dalam hemoglobin, iodium terdapat dalam

thiroglobin dan fosfor terdapat dalam kasein. Molekul protein sangat besar,

masa molekulnya berkisar antara 10.000-25.000. oksihemoglobin dengan

rumus molekul (C783H 1166O208N203S2Fe (4 mempunyai massa molekul kurang

3

Page 4: Makalah Indo New

lebih 65.000. Protein secara kimia dapat dibedakan menjadi protein sedehana

(terdiri dari polipeptida) dan protein kompleks (yang mengandung zat-zat

tambahan seperti hem, karbohidrat, lipid atau asam nukleat) (Harper,2000).

Struktur protein terbagi atas 4 struktrur dasar yaitu :

1. Struktur Primer / Struktur Utama

2. Struktur Sekunder

3. Struktur Tersier

4. Struktur Kwartener

Berdasarkan fungsinya protein dapat dikelompokkan menjadi :

1. Protein transport (hemoglobin, albumin serum)

2. Protein enzim (tripsin, pepsin)

3. Protein struktural (keratin, kolagen)

4. Protein pertahanan (antibodi, trombin)

5. Protein nutrien (kasein, ovalbumin)

6. Protein pengatur (insulin, hormon pertumbuhan)

(Harper,2000).

B. Heme

Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi

yang merupakan gugus prostetik berbagai protein seperti hemoglobin,

mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase.

Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen tergantung pada

gugus prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas pada kedua

hemeprotein tersebut. Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi.

Bagian organik protoporfirin tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya

terikat satu sama lain melalui jembatan metenil, membentuk cincin tetrapirol.

Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua rantai samping

propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut . Atom besi didalam heme

4

Page 5: Makalah Indo New

mengikat keempat atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin. Atom besi

dapat berbentuk fero (Fe2+) atau feri (Fe3+) sehingga untuk hemoglobin yang

bersangkutan disebut juga sebagai ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau

methemoglobin. Hanya bila besi dalam bentuk fero, senyawa tersebut dapat

mengikat oksigen (Stryer,1995).

5

Page 6: Makalah Indo New

BAB III

PEMBAHASAN

A. Biosintesa Porfirin dan Heme

Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil

ko-A yang berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino

glisin membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat

sintase dan memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam

diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering

disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan

reaksi .

Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi

dehidrasi membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.

4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol

linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase

kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu

tetrapirol siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks

enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua kompleks

enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan

rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat

enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris

yang tidak fisiologis.

Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III

mengalami dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan

melepas 4 molekul CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi

metil, reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya

koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami

dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh enzym

koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping propionat

koproporfirinogen menjadi vinil.

6

Page 7: Makalah Indo New

Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh

protoporfirinogen oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III

diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan disebut juga dengan

protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar simetris tidaknya

gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV.

Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase

atau Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

B. Porfiria

Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan

oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan

penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya dijaringan atau didalam

urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu dipikirkan dalam keadaan tertentu

misalnya sebagai diagnosa banding pada penyakit dengan keluhan nyeri

abdomen, fotosensitivitas dan gangguan psikiatri .

Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :

1. Porfiria eritropoetik

2. Porfiria hepatik

3. Protoporfiria (gabungan)

Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena

ketidak seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada

jenis porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah

besar. Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan derivat simetris

lainnya. Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan memunculkan

fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena

ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena

deposisi porfirin dan kulit yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang

diaktifkan cahaya bersifat sangat reaktif .

Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :

- Intermitten acute porfiria ( IAP )

7

Page 8: Makalah Indo New

- Koproporfiria herediter

- Porfiria variegata

- Porfiria cutanea tarda

- Porfiria toksik

IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan

secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan

asam amino levulenat yang meningkat menyebabkan urine berwarna gelap.

Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial koproporfirinogen

oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi

koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.

Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen

oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi

hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme.

Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen

dekarboksilasi, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan

ekskresi uroporfirin yang bila terpapar cahaya menyebabkan urine berwarna

merah. Porfiria ini paling sering dijumpai dibanding yang lainnya .

Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti

griseofulvin, barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya. Protoporfiria

atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya defisiensi partial

ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat peningkatan

ekskresi protoporfirin dalam urine. Gejala klinis yang dapat muncul dapat

dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu bila kelainan enzym sintesa heme

menyebabkan penumpukan asam amino levulenat dan porfobilinogen disel atau

cairan tubuh akan menghambat kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga

menimbulkan gejala-gejala neuro-psikiatri sedangkan bila kelainan enzym sintesa

heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit dan dijaringan lain akan

teroksidasi spontan membentuk porfirin yang apabila terpapar dengan cahaya,

porfirin akan bereaksi dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal bebas yang

8

Page 9: Makalah Indo New

sangat reaktif dan merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi,

peristiwa ini memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.

Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena therapi

kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat dipakai dan

beberapa tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat atau obat

yang merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid

dan lain-lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria. Pemberian zat-zat seperti

glukosa dan hematin yang menekan kerja ALA sintase untuk menghambat

pembentukan pra zat porfirin. Pemberian anti oksidan seperti karoten, vitamin E

dan C juga dapat dianjurkan pemakaian tabir surya guna menggurangi pemaparan

terhadap cahaya (Stryer,1995).

C. Katabolisme Heme

Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari,

eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan

berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr

per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh

limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam

aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi

mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme

oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah

awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk

biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan

oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi

dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal

dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen

berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan

NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III –

IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna

9

Page 10: Makalah Indo New

pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini. Bilirubin bersifat lebih

sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan

unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti

pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti

oksidan yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang

terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam askorbat dalam

perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih bermakna lagi,

bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran, bersaing dengan

vitamin E (Lehninger,1993).

D. Bilirubin Dirubah Menjadi Bentuk Larut

Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg

bilirubin. Perhari bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa,

berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan

pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah

bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat

nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya

lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang

melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi

kejaringan. Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil

pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin.

Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi

penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan

dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika

tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi

bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu.

Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan

dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati

mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat

terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,

memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama

10

Page 11: Makalah Indo New

akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang

kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua

(Lehninger,1993).

Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung

dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam

keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu

berada dalam bentuk terkonjugasi (Lehninger,1993).

E. Pembentukan Urobilin

Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa

oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida

direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak

berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan

portal dan dibawa keginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi

warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan

dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning

kecoklatan (Lehninger,1993).

F. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah

melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan

menyebabkan gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan

dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi

bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah.

Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya

yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih dan

hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam darah

karena adanya obstruksi bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada

kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas

mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya

sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini menunjukkan

kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme meningkat, hati

11

Page 12: Makalah Indo New

masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan

tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia

ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari

kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin

tak larut didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak

terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterik acholuria

(Champe,1994).

Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak

larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat

dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh

karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih

rendah. Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan

albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan

menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus

(Champe,1994).

Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti

Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena

glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan

kasus yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20

mg/dl (Champe,1994).

Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I,

karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin

monoglukoronida terdapat dalam getah empedu.

Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan

uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan

diturunkan secara autosomal dominan.

Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya

obstruksi pada saluran empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan

dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan

menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati

12

Page 13: Makalah Indo New

menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.

Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan

disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran

empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin terkonjugasi dapat

terikat secara kovalen pada albumin dan membentuk θ bilirubin yang memiliki

waktu paruh (T1/2) yang panjang mengakibatkan gejala ikterik dapat berlangsung

lebih lama dan masih dijumpai pada masa pemulihan. Beberapa kelainan lain

yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin

Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada

sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab

pastinya belum diketahui.

Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an

organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab

pastinya juga belum dapat diketahui.

Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti

chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga

akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.

Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan

menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang

tidak larut.

Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi

bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi

tidak pada sindroma Crigler najjar. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah

bilirubin menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi beberapa isomer yang larut

dalam air meskipun tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga dapat

diekskresikan keempedu. Kasus obstruksi umumnya ditangani dengan tindakan

bedah (Champe,1994).

13

Page 14: Makalah Indo New

BAB IV

KESIMPULAN

1. Heme adalah senyawa besi porfirin, dimana empat cincin pirol disatukan oleh

jembatan metenil. Delapan rantai samping dari empat cincin pirol dapat berupa gugus

asetil, metil, vinil dan propionil.

2. Biosintesa cincin heme berlangsung dalam mitokondria dan sitosol melalui delapan

tahapan enzymatik

3. Gangguan dalam setiap tahapan enzymatik sintesa heme mengakibatkan kelainan

bawaan yaitu porfiria.

4. Katabolisme heme menghasilkan senyawa biliverdin yang akan direduksi menjadi

bilirubin. Zat besi pada heme dan asam amino dari globin akan disimpan atau

digunakan kembali.

5. Bilirubin akan diambil oleh sel-sel hati, kemudian dirubah menjadi bentuk larut

dan disekresi kedalam kandung empedu. Kerja enzym bakteri dalam usus terhadap

bilirubin akan membentuk urobilinogen dan urobilin yang kemudian diekskresi dalam

feces dan urine.

6. Kadar bilirubin darah yang meninggi disebut hiperbilirubinemia, menjadi penyebab

ikterus. Kelainan ini dikelompokkan berdasar penyebab prehepatik, hepatik dan

posthepatik. Pengukuran kadar biliribin dalam darah dan urine serta urobilinogen

dalam urine dapat menjadi petunjuk diagnostik dari kelompok penyebab ikterus

tersebut.

14

Page 15: Makalah Indo New

DAFTAR PUSTAKA

Champe P C PhD, Harvey R A PhD.1994. Lippincott’s Illustrated Reviews

Biochemistry 2nd . San Francisco : W.H. Freeman and Company.

Lehninger A, Nelson D, Cox M M. 1993. Principles of Biochemistry. New York :

Worth Publishers Inc.

Murray R K, et al. 2000. Harper’s Biochemistry 25th. America : Academic Press.

Stryer L.1995. Biochemistry 4th . New York : Plenum Press.

15