refka obesitas.docx
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Obesitas atau kegemukan adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Penderita obesitas berpotensi
mengalami berbagai penyebab kesakitan dan kematian antara lain penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, gangguan fungsi hati dan diabetes mellitus. (1,2)
Obesitas hingga saat ini masih merupakan masalah gizi berlebih yang
semakin sering dijumpai pada hampir seluruh anak di setiap Negara. Obesitas pada
anak merupakan akibat dari asupan kalori yang melebihi jumlah kalori yang
dimetabolisme oleh tubuh sehingga mengakibatkan kalori banyak tersimpan dalam
tubuh dan akhirnya melebihi jumlah yang seharusnya. (1)
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga
obesitas merupakan suatu problem kesehatan yang harus diatasi. Di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup mengkibatkan
perubahan pada pola makan/konsumsi masyarakat yang menjadi tinggi kalori,
tinggi lemak dan kolestrol, terutama penawaran makanan fast food yang semakin
meningkatkan resiko obesitas. (1)
Diagnosis obesitas pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dari anamnesis bisa ditemukan anak kurang aktif bermain diluar
rumah, badan gemuk, asupan makanan lebih, dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan muka bulat dan leher pendek, serta pengukuran status gizi memakai
BMI dan chart CDC,melebihi persentil 95%.
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana obesitas adalah perbaikan
kesehatan fisik jangka panjang melalui kebiasaan hidup yang sehat secara
permanen. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat 4 tata laksana dengan
intensitas yang meningkat. Prinsip tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan
energi serta meningkatkan keluaran energi. Oleh karena itu, obesitas pada anak
memerlukan perhatian yang serius dan penanganan yang sedini mungkin dengan
melibatkan peran orang tua. (1)
KASUS
IDENTITAS :
Tanggal/jam masuk : 9-01-2015/ 23.00
Nama : An. AS
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/usia : 26-07-2004/ 10 tahun
Nama orang tua : Ny. Y
Pekerjaan : PNS
Alamat : BTN Petobo
ANAMNESIS :
Keluhan utama : Demam
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan demam sejak kemarin pagi, panas mendadak
tinggi. Pasien diberi obat penurun panas tapi tidak ada perubahan. Tidak ada
kejang. Tidak ada menggigil, Tidak ada batuk dan sesak nafas. Tidak ada sakit
kepala. Tidak ada perdarahan dari hidung. Tidak ada nyeri otot dan sendi. Mual,
tidak ada muntah. BAB dan BAK lancar. Nyeri tenggorokan saat menelan dialami
sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku pada hari sebelumnya makan makanan
pedis dan minum es di sekolah. Dalam sehari, biasanya pasien makan 4-5 kali
dengan porsi lebih banyak dari orang dewasa, selain itu pasien juga sering makan
cemilan berupa makanan ringan dan makanan cepat saji, serta jajan es krim.
Namun semenjak sakit, nafsu makan pasien berkurang.
Riwayat Penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami DBD dan tonsilofaringitis pada tahun lalu. Pasien
mempunyai riwayat kejang sejak umur 1 tahun sampai april tahun kemarin.
Riwayat Keluarga :
Tidak ada keluarga dirumah yang sakit serupa. Tidak ada keluarga yang
memiliki riwayat alergi, asma atau diabetes.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Menengah
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Sering jajan es. Suka menonton TV dan bermain games serta jarang berolah
raga.
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Riwayat kehamilan ibu yakni G2P2A0 dengan riwayat Ante Natal Care
(ANC) yang rutin. Pasien merupakan Anak ke-2 dari 2 bersaudara. Lahir normal di
rumah dibantu oleh bidan. Berat badan lahir 3.800 gram, panjang badan lahir tidak
di ingat lagi.
Kemampuan dan kepandaian bayi :
Pasien dapat merangkak umur 8 bulan dan berjalan serta berbicara umur 1
tahun.
Anamnesis Makanan :
Pasien mengkonsumsi ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun, susu formula sejak
1 tahun-5 tahun, bubur sejak 6 bulan, maknaan padat sejak usia 1 tahun hingga
sekarang.
Riwayat Imunisasi :
Riwayat imunisasi dasar lengkap.
PEMERIKSAAN FISIK :
Kondisi Umum :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : Komposmentis
BB : 39 kg
TB : 131 cm
Status gizi : Obesitas ( CDC = 39/27 = = 144%)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 112 kali/menit
Pernafasan : 40 kali/menit
Suhu : 38 ºC
Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (+), eritema (-), turgor kembali
cepat,
Kepala : Normocephal, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-),
Rhinorrhea (-),otorrhea (-), Lidah kotor (-), bibir kering (-),
tonsil T2/T2 hiperemis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri
tekan(-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bunyi vesikular (+), Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan SIC V inea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Bentuk cembung, massa (-), distensi (-), cicatrix (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstermitas : Akral Hangat dan tidak ada edem
Genital : Tidak ditemukan adanya kelainan
Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot meningkat
Refleks : Kaku Kuduk (+) Chaddok Sign (+)
Schaeffer sign (+) Gordon Sign (+)
Oppenheim sign (+) Babinsky sign (+)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : RBC = 3,36x106 / m2
WBC = 7.20x103/ m2
Hgb = 11,5 g/dl
Hct = 32,3 %
Plt = 119 L
Resume :
Pasien masuk dengan keluhan demam sejak kemarin pagi, panas mendadak tinggi.
Pasien diberi obat penurun panas tapi tidak ada perubahan. Nyeri tenggorokan saat
menelan dialami sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku pada hari sebelumnya
makan makanan pedis dan minum es di sekolah. Dalam sehari, biasanya pasien
makan 4-5 kali dengan porsi lebih banyak dari orang dewasa, selain itu pasien juga
sering makan cemilan berupa makanan ringan dan makanan cepat saji, serta jajan
es krim. Namun semenjak sakit, nafsu makan pasien berkurang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran tonsil T2-T2 yang
hiperemis.
Diagnosis Kerja : Tonsilofaringitis + Obesitas
Terapi :
IVFD futrolit 15 tpm
Inj. Dexametasone 1 amp
Inj. Ceftriaxon 1 gr/8 jam
Paracetamol 3 x ½ tab
Antasida 3 x ½ tab
Anjuran Pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan EEG
Follow Up :
Sabtu, 10-01-2015
S : Panas (+), kejang (-), mual-muntah (-), sakit menelan (+) tonsil T2-T2 Hiperemis, BAB dan BAK normal.
O : TD : 100/70 mmHg
N : 108 kali/menit
P : 40 kali/menit
S : 38ºC
BB : 39 Kg
A : Tonsilofaringitis + obesitas
P : Inj. Dexametasone 1 amp
Inj. Ceftriaxon 1 gr/8 jam
Paracetamol 3 x ½ tab
Minggu, 11-01-2015
S : Panas (+) mulai berkurang, kejang (-), mual-muntah (-),Sakit menelan (+) mulai berkurang, tonsil T2-T2 Hiperemis,, BAB dan BAK normal.
O : TD : 110/70 mmHg
N : 104 kali/menit
P : 40 kali/menit
S : 37,6ºC
BB : 39 Kg
A : Tonsilofaringitis + obesitas
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Dexametasone 1 amp
Inj. Ceftriaxon 1 gr/8 jam
Paracetamol 3 x ½ tab
Senin, 12-01-2015
S : Panas (-), kejang (-), mual-muntah (-),Sakit menelan (+) mulai berkurang, tonsil T2-T2 non-Hiperemis,, BAB dan BAK normal.
O : TD : 110/70 mmHg
N : 104 kali/menit
P : 40 kali/menit
S : 36,9ºC
BB : 39 Kg
A : Tonsilofaringitis + obesitas
P : IVFD RL 16 tpm
Inj. Dexametasone 1 amp
Inj. Ceftriaxon 1 gr/8 jam
Selasa, 13-01-2015
S : Panas (-), kejang (-), mual-muntah (-), sakit menelan (-), BAB dan BAK normal.
O : TD : 110/70 mmHg
N : 100 kali/menit
P : 36 kali/menit
S : 36,8ºC
BB : 39 Kg
A : Tonsilofaringitis + obesitas
P : IVFD RL Stop
Pasien dipulangkan
DISKUSI
Obesitas di definisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan,
yang terjadi akibat ketidak seimbangan antara asupan energi (energy
expenditure), sehingga terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan. Penderita obesitas berpotensi mengalami berbagai penyebab
kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
gangguan fungsi hati, diabetes mellitus. (1)
Obesitas pada masa anak beresiko tinggi menjadi obesitas di masa
dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit
degeneratif di kemudian hari. Profil lipid darah pada anak obesitas
menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang
obesitas mempunyai resiko hipertensi lebih besar.
Menurut National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) IV, dalam periode 1999-2002, dilaporkan bahwa 15% anak
overweight dan 31% beresiko menjadi overweight atau sudah melebihi.
Angka ini meningkat 300% dibandingkan tahun 1960-an dan sekitar
45% meningkat sejak NHANES terakhir kali melakukan survey tahun
1988-1994.(2)
Obesitas terjadi akibat adanya disregulasi dari asupan kalori dan
energi dan penggunaannya. Suatu mekanisme kompleks yang terjadi
antara faktor predisposisi genetik suatu individu dan lingkungannya
mengakibatkan peningkatan nafsu makan. Perubahan pola makanan dan
jenisnya berubah sangat drastis dalam beberapa dekade terakhir, industri
makanan di negara berkembang cenderung membuat masyarakat
mengkonsumsi makanan tak terkontrol kadar kalori, lemak, karbohidrat,
natrium dan rendahnya mikronutriennya. Begitu pula dengan perubahan
pola makan, seperti cemilan yang sangat meningkat peminatnya dalam 2
dekade terakhir, dengan cemilan yang tinggi lemak, gula dan keduanya.(2)
Untuk mendiagnosis obesitas, diperlukan kriteria berdasarkan
pengukuran antropometri atau pemeriksaan laboratorium, yang pada
umumnya menggunakan :
Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standard an
disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.
Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB) dan
dikatakan obesitas bila BB/TB > persentil ke 95 atau > 120% atau Z
skor > +3 SD.
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thicknes
(tebal lipatan kulit). Sebagai indikator obesitas bila tebal lipatan kulit
triceps > persentil 85.
Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri,
hidrometri, dan sebagainya, tidak digunakan pada anak karena sulit
dan tidak praktis.
Indeks Massa Tubuh (IMT) > persentil 95 sebagai indicator obesitas.
Pada kasus ini didapatkan BB/TB adalah 144% sehingga pasien
masuk kriteria diagnosis obesitas.
Gejala klinis yang ditimbulkan berdasarkan distribusi jaringan
lemak dibedakan menjadi :
Apple shape body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian
dada dan pinggang).
Pear shape body/ gynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak
dibagian pinggul dan paha).
Secara klinis, mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri khas antara
lain:
Wajah bulat dengan pipi tampak berisi dan dagu bersusun.
Leher relatif pendek.
Dada membusung dengan payudara membesar.
Perut membuncit (pendulous abdomen) dan Striae abdomen.
Pada anak laki-laki: Burried penis, gynecomastia.
Puberitas dini
Genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha
bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat
menyebabkan laserasi kulit.
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan
obesitas dan dampak yang terjadi. Tujuan utama tata laksana obesitas
adalah perbaikan kesehatan fisik jangka panjang melalui kebiasaan
hidup yang sehat secara permanen. Untuk mencapai tujuan tersebut,
terdapat 4 tahap tata laksana dengan intensitas yang meningkat.
Prinsip tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta
meningkatkan keluaran energi.(1)
Tahap I : Pencegahan plus
Pada tahap ini, pasien overweight dan obesitas serta keluarga
memfokuskan diri pada kebiasaan makan yang sehat dan aktivitas
fisik sebagai strategi pencegahan obesitas. Kebiasaan makan dan
beraktivitas yang sehat adalah sebagai berikut : (1)
Mengkonsumsi 5 porsi buah-buahan dan sayur-sayuran setiap
hari. Setiap keluarga dapat meningkatkan jumlah porsi menjadi
9 porsi per hari.
Kurangi meminum minuman manis, seperti soda, punch, dll.
Kurangi kebiasaaan menonton televisi (ataupun bentuk lain
menonton) hingga 2 jam perhari. Jika anak berusia < 2 tahun
maka sebaiknya tidak menonton sama sekali. Untuk membantu
anak beradaptasi, amak televisi sebaiknya dipindahkan dari
kamar tidur anak.
Tingkatkan aktivitas fisik, ≥ 1 jam perhari. Bermain adalah
aktivitas fisik yang tepat untuk anak-anak yang masih kecil,
sedangkan pada anak yang lebih besar dapat melakukan
kegiatan yang mereka sukai seperti olah raga atau menari, bela
diri, naik sepeda, dan berjalan kaki.
Persiapkan makanan rumah lebih banyak ketimbang membeli
makanan jadi di luar.
Biasakan makan di meja makan bersama keluarga minimal 5
atau 6 kali per minggu.
Mengkonsumsi makanan bergizi setiap hari.
Libatkan seluruh anggota keluarga dalam perubahan gaya
hidup.
Biarkan anak untuk mengatur sendiri makanannnya dan hindari
terlalu mengekang perilaku makan anak, terutama pada anak
usia < 12 tahun.
Bantu keluarga mengatur perilaku sesuai kultur masing-masing.
Tahap II : Manajemen Berat Badan Terstruktur
Pada tahap inin berbeda dari tahap I dalam hal lebih
sedikitnya target perilaku dan lebih banyak dukungan kepada
anak dalam mencapai perubahan perilaku. Beberapa tujuan yang
hendak dicapai disamping tujuan-tujuan pada tahap I adalah
sebagai berikut : (1)
Diet terencana atau rencana makan harian dengan
makronutrien seimbang sebanding dengan rekomendasi pada
Dietary Reference Intake, diutamakan pada makanan
berdensitas makanan rendah.
Jadwal makann terencana beserta snack (3 kali makan
disertai 2 kali snack, tanpa makanan ataupun minuman
mengandung kalori lainnya diluar jadwal).
Pengurangan waktu menonton televisi dan kegiatan
menonton lainnya hingga 1 jam perhari.
Aktivitas fisik atau bermain aktif yang terencana dan terpadu
selama 60 menit perhari.
Pemantauan perilaku ini sebaiknya tercatat.
Reinforcement terencana untuk mencapai target perilaku.
Tahap III : Intervensi multidisipliner menyeluruh
Pendekatan ini meningkatkan intensitas perubahan
perilaku, frekuensi kunjungan dokter, dan dokter spesialis yang
terlibat untuk meningkatkan dukungan terhadap perubahan
perilaku. Untuk implementasi tahap ini, hal-hal berikut harus
diperhatikan : (1)
Program modifikasi perilaku dilaksanakan terstruktur,
meliputi pemantauan makanan, diet jangka pendek, dan
penetapan target aktivitas fisik.
Pengaturan keseimbangan energi aktif hasil dari perubahan
diet dan aktifvitas fisik.
Partisipasi orang tua dalam teknik modifikasi perilaku
dibutuhkan oleh anak < 12 tahun.
Orang tua harus dilatih untuk memperbaiki lingkungan
rumahnya.
Evaluasi sistemik, meliputi pengukuran tubuh, diet, aktivitas
fisik harus dilakukan pada awal program dan dipantau pada
interval tertentu.
Tim multidispliner yang berpengalaman dalam hal obesitas
anak saling bekerja sama, meliputi pekerja sosial, psikologi,
perawat terlatih, dietisien, pelatih fisik, ahli gizi, dokter
spesialis anak dengan berbagai subspesialisasi seperti nutrisi,
endokrin, pulmonologi, kardiologi, hepatologi, dan tumbuh
kembang.
Kunjungan ke dokter yang regular harus dijadwalkan, tiap
minggu selama 8-12 minggu paling efektif.
Kunjungan secara berkelompok lebih efektif dalam hal biaya
dan manfaat terapeutik.
Tahap IV : intervensi pelayanan tersier
Intervensi tahap IV ditujukan untuk anak remaja yang
obesitas berat. Intervensi ini adalah tahap lanjutan dari tahap III.
Anak-anak yang mengikuti tahap ini harus sudah mencoba
tahap ini harus sudah mencoba tahap III dan memiliki
pemahaman tentang resiko yang muncul akibat obesitas dan
mau melakukan aktivitas fisik berkesinambungan serta diet
bergizi dengan pemantauan. (1)
Obat-obatan yang telah dipakai pada remaja adalah
Sibutramine yaitu suatu inhibitor re-uptake serotonin yang
meningkatkan penurunan berat badan pada remaja yang
sedang mengalami program diet dan pengaturan aktivitas
fisik, dan orlistat yang menyebabkan malabsorbsi lemak
melalui inhibisi lipase usus. Manfaat obat-obatan ini cukup
baik. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui
penggunaan orlistat pada pasien >12 tahun.
Diet sangat rendah kalori, yaitu pada tahap awal dilakukan
pembatasan kalori secara ekstrim lalu dilanjutkan dengan
pembatasan kalori secara moderat.
Bedah mengingat semakin meningkatnya jumlah remaja
dengan obesitas berat yang tidak berespons terhadap
intervensi perilaku, terdapat beberapa pilihan terapi bedah,
baik gastric bypass atau gastric banding. Tata laksana ini
hanya dilakukan dengan indikasi yang ketat karena terdapat
risiko perioperatif, pasca prosedur, dan perlunya komitmen
pasien seumur hidup. Kriteria seleksi meliputi BMI ≥50
kg/m2, maturitas fisik (remaja perempuan berusia 13 tahun
dan anak remaja laki-laki berusia ≥15 tahun, maturitas
emosional dan kognitif, dan sudah berusaha menurunkan
berat badan selama ≥6 bulan melalui program modifikasi
perilaku). Hingga kini belum ada bukti ilmiah yang
menyatakan keamanan terapi intensif ini jika diterapkan pada
anak. (1)
Dengan semakin meningkatnya prevalensi obesitas pada anak
diseluruh dunia menyebabkan terjadinya berbagai kondisi yang
memperberat hidup dari penderita obesitas. Komplikasi ini
berupa komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Dari studi
yang dilakukan Daniel, obesitas meningkatkan resiko kematian.
Selain kematian, berikut adalah kondisi yang sering ditemukan
pada anak dengan obesitas yang dipaparkan dalam table berikut:(3)
Sistem dan Penyakit
Kardiovaskuler - Hipertensi
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Aterosklerosis
Metabolik - Resistensi insulin
- Dyslipidemia
- Sindrom metabolik
- Diabetes Tipe 2
Pulmoner - Asma
- Apnea obstruktif tidur
Gastrointestinal - Non-alkoholic fatty liver
- Gastroesofageal reflux
Skeletal - Tibia Vara
- Epifisis femur bergeser
Lain-lain - Sindrom polisiklik ovarium
- Pseudotumor cerebri
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas disertai
komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi
konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah,
farmakoterapi dan terapi bedah. Prognosis obesitas pada kasus
ini yaitu dubia, meskipun belum terdapat komplikasi dari
obesitas, namun bila anak maupun keluarga kurang mengatur
ataupun mengontrol asupan anak ini, maka ada kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi. Dengan memberikan edukasi
kepada orang tua agar memperhatikan asupan nutrisi anaknya,
serta pengawasan kegiatan anak yang ketat, menghindari faktor
pencetus tonsilofaringitis, maka komplikasi dari obesitas pun
dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Obesity. Preventing and Managing the Global Epidemic,
WHO Technical Report Series 2000; 894, Geneva.
2. Surasmo, R., Taufan H. Penanganan Obesitas Dahulu, Sekarang dan
Masa Depan. Dalam Naskah Lengkap National Obesitas Symposium
I, Editor: Tjokoprawiro A., dkk. Surabaya, 2002.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I.
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
4. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. Overweight and Obesity.
Dalam: Kliegman et al., Nelson Textbook of Pediatric 18th Edition.
Elsevier. Philadelphia: 2007: Chapter 44.
5. Daniels, S.R. Complications of Obesity in Children and Adolescence.
International Journal of Obesity. 2009.