referat tripanosomiasis
DESCRIPTION
tripanosomiasisTRANSCRIPT
REFERAT
TRIPANOSOMIASIS
Oleh :
Nyimas Inas Mellanisa
04111001067
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Flagellata atau Mastigophora dalam taksonomi kuno merupakan salah satu
kelas dalam fillum protozoa atau protista yang mirip hewan, namun dalam
taksonomi modern menjadi superkelas yang dibagi menjadi dua kelas:
Phytomastigophorea dan Zoomastigophorea. Alat gerak Flagellata adalah
flagellum atau cambuk getar, yang juga merupakan ciri khasnya, sehingga
namanya disebut Flagellata (flagellum = cambuk). Flagellata juga memiliki alat
pernapasan yang disebut stigma. Stigma ini berfungsi sebagai alat respirasi yang
dilakukan untuk pembakaran hidrogen yang terkandung di dalam kornel.
Beberapa jenis Flagellata bersifat parasit dan merugikan, Flagellata pada darah
dan jaringan sering disebut hemoflagelata. Hemoflagelata disebarkan pada
manusia oleh serangga-serangga penghisap darah yang menimbulkan infeksi-
infeksi yang ganas dan kadang kala mematikan. Genus yang dikenal adalah
Trypanosoma dan Leishamaniasis (Davison, 2000).
Trypanosoma menyebabkan penyakit Tripanosomiasi yang dikenal sebagai
penyakit tidur Afrika; penyakit Chagas di Amerika Serikat bagian selatan,
Meksiko, dan Amerika Tengah serta Selatan; dan tripanosomiasis asimtomatik di
Amerika Tengah dan Selatan. Bentuk induk di Afrika adalah Trypanosoma brucei
yang menyebabkan nagana pada hewan ternak dan hewan buruan; dua bentuk
manusia adalah T brucei rhodesiense dan T brucei gambiense. Ketiga bentuk
tersebut tidak dapat dibedakan secara morfologis tetapi berbeda secara biokimia,
ekologi, dan epidemiologi. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga spesies tersebut
yaitu Tripanosomiasis tidak ditemukan di Indonesia.
Penyakit Tripanosomiasis termasuk dalam vector-borne disease; parasit
masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan lalat tsetse (Glossina spp). Tanpa
diagnosis dan tatalaksana yang tepat penyakit ini bisa fatal. Parasit bermultiplikasi
dalam tubuh, melewati sawar darah otak (blood brain barrier) dan menginvasi
sistem saraf pusat. Penyakit tidur ditemukan di daerah terpencil di Sub Saharan
dimana sistem kesehatannya masih lemah.
T b gambiense endemis di 24 negara di daerah Afrika barat dan tengah, dan
menyebabkan lebih dari 98% kasus penyakit tidur. T b rhodesiense endemis di 13
negara di Afrika timur dan selatan. Antara tahun 1999 hingga 2013, jumlah kasus
baru yang dilaporkan dari Tripanosomiasis Afrika kronis menurun 78%, dari
27.862 menjadi 6228. Dalam periode yang sama, jumlah kasus baru yang
dilaporkan dari Tripanosomiasis Afrika akut menurun 86% dari 619 menjadi 86.
BAB II
ISI
2.1 Morfologi dan Identifikasi Trypanosoma Afrika
T. b gambiese dan T b rhodesiense dari Afrika bervariasi dalam ukuran,
bentuk badan, dan panjang flagela (biasanya 15-30 µm) tetapi pada hakikatnya
tidak dapat dibedakan. Bentuk pendek seperti “puntung” bersifat infektif terhadap
pejamu serangga dan memiliki serangkaian enzim yang lengkap untuk
metabolisme energi. Bentuk yang panjang memerlukan bantuan metabolik pejamu
dan bentuk ini khusus untuk multiplikasi cepat dalam aliran darah vertebrata yang
kaya nutrisi. Bentuk yang sama terlihat dalam darah seperti yang terdapat dalam
aspirat kelenjar getah bening.
Trypanosoma rhodensiense tidak dapat dibedakan dengan
morfologinya dengan trypanosome gambiense, perbedaannya
terletak pada:
1) Vektor
2) Keganasan penyakit
3) Tuan rumah reservoir
Secara morfologi, trypanosome rhodensiense dan
trypanosome gambiense dapat diklasifikasikan kedalam 2
stadium, yaitu
1) Stadium trypomastigote (trypanosoma)
Panjang tubuh 18-14 mikrometer, ujung posterior
tumpul. Kinetoplas kecil letak subterminal. Membrane
undulans terlihat nyata, terdapat flagel bebas kecuali
pada bentuk pendek. Selalu polymorfik, artinya di dalam
darah memiliki bermacam-macam bentuk :
a) Bentuk ramping
i. Ukuran (23-33) x (1,5-3,5) micrometer
ii. Bagian posterior runcing, terdapat flagella bebas
yang panjang di bagian anterior
iii. Inti sentral kadang-kadang posterior, memanjang
iv. Kinetoplas berupa titik
b) Bentuk gemuk
i. Ukuran (14-20) x 2,5 mikrometer
ii. Tidak berflagellum atau kadang kadang pendek
iii. Inti bulat sentral
iv. Ujung posterior tumpul
c) Bentuk lain
i. Bentuk peralihan/intermediate
ii. Bentuk post nucleated
2) Stadium epimastigote (crithidial) :
a) Terdapat pada kelenjar liur vector dan pada
pembiakan
b) Bentuk dan ukuran badan sama dengan bentuk
trypanosome memiliki sebuah inti di sentral,
membrane undulans dan flagel berasal dari
kinetoplast yang terletak berdekatan dan anterior
dari inti. Tidak didapatkan bentuk leptomonas dan
leishmania (Powar, 2006)
Gambar 2.1 Trypanosoma Rhodiense
Bentuk trypanosoma (trypomastigot) dapat ditemukan
dalam darah, cairan serebrospinal (CSS), aspirasi kelenjar limfe,
dan aspirasi caian dari chancretrypanosomal yang terbentuk
pada tempat gigitan lalat tsetse. Bentuk tripomastigot
berkembang biak secara belah pasang longitudinal. Organisme
ini bersifat pleomorfik, pada satu sediaan hapus darah dapat
terlihat aneka bentuk tripanosomal (Cross, 1986).
Dalam darah bentuk
trypanosoma tidak berwarna
dan bergerak dengan cepat
diantara sel darah merah.
Membran bergelombang dan
flagel mungkin terlihat pada
organisme yang bererak
lambat. Bentuk tripomastigot
panjangnya 14 sampai 33 µm dan lebar 1,5 sampai 3,5 µm.
dengan pulasanGiemsa dan Wright, sitoplasma tampak berwarna
biru muda, dengan granula yang berwarna biru tua, mungkin
terdapat vakuola. Inti yang terletak di tengah berwarna
kemerahan. Pada ujung posterior terletak kinetoplas, yang juga
berwarna kemerahan. Kinetoplas berisi benda parabasal dan
bleparoflas, yang tidak mungkin dibedakan. Flagel muncul dari
blefaroplas, demikian juga membran bergelombang. Flagel
berjalan sepanjang tepi membran bergelombang sampai
membaran bergelombang bersatu dengan badan trypanosoma
pada ujung anterior organisme. Pada titik ini flagel menjadi
bebas melewati badan trypanosoma (Powar, 2006).
Bentuk trypanosoma akan
ditelan lalat tsetse (Glosinna)
ketika mengisap darah.
Organisme akan berkembang
biak di dalam lumen “midgut“
dan “hind-gut“ lalat. Setelah kira
– kira 2 minggu, organisme akan
bermigrasi kembalai ke kelenjar
ludah melalui hipofaring dan saluran kelenjar ludah; organisme
kemudia akan melekat pada sel epitel saluran kelenjar ludah dan
mengadakan transpormasi ke bentuk epimastigot. Pada bentuk
epimastigot, inti terletak posterior dari kinetoplas, berbeda
dengan tripomastigot, dimana inti terletak anterior dari
kinetoplas.
2.2 Siklus Hidup
Organisme terus memperbanyak diri dan bentuk metasiklik
(infektif) selama 2-5 hari dalam kelenjar ludah lalat tsetse,.
Dengan terbentuknya metasiklik, lalat tsetse tersebut menjadi
infektif dan dapat memasukkan bentuk ini dari kelenjar ludah ke
dalam luka kulit pada saat lalat mengisap darah lagi. Seluruh
siklus perkembangan dalam lalat tsetse membutuhkan waktu 3
minggu, Trypanosomagambiense ditularkanoleh Glossinapalpalis
dan Glossinatachinoides, baik lalat tsetse betina maupun jantan
dapat menularkan penyakit ini (Powar, 2006).
Gambar 2.4 siklus hidup Trypanosoma Rhodensiense
2.3 Diagnosis
Diagnosis definitif dari Tripanosomiasis adalah ditemukannya parasit. Jika
didapatkan chancre, harus diperiksa cairannya untuk kemungkinan adanya
Trypanosoma yang masih motil. Juga bisa diperiksakan dengan pewarnaan
Giemsa. Jika parasit tidak ditemukan dalam pemeriksaan darah, bisa dilakukan
cara untuk mengkonsentrasikan parasit, yaitu dengan tabung mikrohematokrit
yang mengandung acridine orange. Parasit akan terpisah dari sel darah dan akan
lebih mudah terlihat dengan mikroskop cahaya karena pengecatan. Diperlukan
pemeriksaan CSS pada pasien yang diduga terinfeksi Trypanosoma. Pemeriksaan
lainnya adalah dengan pemeriksaan serologis, yaitu PCR.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari Tripanosomiasis Afrika ada 2 stadium. Pada stadium
pertama, parasit ditemukan di sirkulasi perifer, namun berlum menginvasi sistem
saraf pusat. Setelah parasit menembus sawar darah otak dan menginfeksi sistem
saraf pusat, penyakit memasuki stadium 2. Subspesies yang menyebabkan
Tripanosomiasis Afrika memiliki progresi penyakit yang berbeda, dan manifestasi
klinis bergantung pada bentuk parasit (T b rhodesiense atau T b gambiense
penyebab infeksi. Namun kedua infeksi sama-sama akan berlanjut pada koma dan
kematian jika tidak segera diobati.
Infeksi T. b. rhodesiense berprogresi secara cepat. Pada beberap pasien,
akan terbentuk chancre pada daerah gigitan lalat tsetse. Kebanyakan pasien akan
mengalami demam, sakit kepala, sakit otot dan sendi, dan pembesaran kelenjar
getah bening dalam 1-2 minggu setelah gigitan infeksi. Beberapa orang akan
mengalami ruam.Setelah beberapa minggu infeksi, parasit akan emnginvasi sistem
saraf pusat dan menyebabkan keterbelakangan mental dan gangguan neurologis
lainnya. Kematian akan terjadi setelah beberapa bulan.
Infeksi T. b. gambiense infection berprogresi lebih lambat. Awalnya hanya
akan ada gejala ringan. Orang yang terinfeksi akan mengalami demam intermiten,
sakit kepala, sakit otot dan sendi, dan malaise. Gatal pada kulit, pembengkakan
KGB, dan penurunan berat badan juga dapat terjadi. Biasanya setelah 1-2 tahun
akan ditemukan gangguan sistem saraf pusat dengan perubahan personalitas,
mengantuk pada siang hari, gangguan tidur pada malam hari, dan kebingungan
yang bersifat progresif.
2.5 Penatalaksanaan
Obat-obatan yang sering digunakan untuk Tripanosomiasis
Afrika pada manusia adalah suramin, pentamidine, dan arsenik
organik.
Trypanosomal chancre merupakan sel limited inflammatory
lesion dimana reaksi radangan akan hilang sekitar satu minggu
setelah gigitan lalat tsetse.
Species Drug of choice
Adult Dosage Pediatric Dosage
T. b. rhodesiense, hemolymphatic stage
Suramin 1 gm IV on days 1,3,5,14, and 21
20 mg/kg IV on days 1, 3, 5, 14, and 21
T. b. rhodesiense, CNS involvement
Melarsoprol 2-3.6 mg/kg/day IV x 3 days. After 7 days, 3.6 mg/kg/day x 3 days. Give a 3rd series of 3.6 mg/kg/d after 7 days.
2-3.6 mg/kg/day IV x 3 days. After 7 days, 3.6 mg/kg/day x 3 days. Give a 3rd series of 3.6 mg/kg/d after 7 days.
T. b. gambiense, Hemolymphatic stage
Pentamidine 4 mg/kg/day IM or IV x 7-10 days
4 mg/kg/day IM or IV x 7-10 days
T. b. gambiense, CNS involvement
Eflornithine 400 mg/kg/day in 4 doses x 14 days
400 mg/kg/day in 4 doses x 14 days
2.6 Prognosis
Prognosis penyakit ini pada kebanyakan penderita adalah
baik. Walaupun penderita sudah memasuki stadium lanjut.
Syaratnya adalah pengobatan yang adekuat dan teratur.
Kekambuhan jarang terjadi, hanya sekitar 2%. Bila penyakit ini
tidak ditangani, atau terapi yang diberikan terlambat, dapat
terjadi kerusakan otak yang ireversibel, sehingga diikuti
kematian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari referat ini
adalah sebagai berikut:
1. Trypanosoma merupakan jenis protozoa berflagel yang
bersifat parasit di dalam darah atau jaringan berbagai jenis
vertebrata, bentuknya panjang bergelombang, kedua
ujungnya lancip dan menginfeksi manusia melalui gigitan
lalat pengisap darah atau melalui feses arthropoda (vector-
borne diseases).
2. Infeksi karena Trypanosoma disebut Tripanosomiasis.
3. T b rhodesiense merupakan spesies Trypanosoma yang menyebabkan
Tripanosomiasis pada daerah Afrika Timur, sedangkan T b gambiense
merupakan spesies Trypanosoma yang menyebabkan Tripanosomiasis
pada daerah Afrika Barat.
4. Tatalaksana Tripanosomiasis adalah dengan pemberian obat-obatan
suramin, pentamidine, dan arsenik organik.
5. Tripanosomiasis dapat mengakibatkan kematian jika tidak
ditatalaksana dengan tepat.
3.2 Saran
Penyakit Tripanosomiasis ini dapat berakibat kematian jika
tidak diobati dengan segera, sehingga perlu penegakkan
diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G.F., J.S. Butel, dan S.A. Morse. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,
Melnick, & Adelberg, Ed. 23, Jakarta: EGC.
Burhan, Niniek.2009. Tripanosomiasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: InternaPublishing.
Centers for Disease Control and Prevention. 2012. “Parasites – African
Trypanosomiasis (also known as Sleeping Sickness) dalam
http://www.cdc.gov/parasites/sleepingsickness/disease.html (diakses pada
27 Agustus 2014)
Cross JH. 1986. Human Protozoa parasites of the gastrointestinal tract. Howell
MJ.
Davison HC, Thrusfield MV, Husein A, Muharsini S, Partoutomo S, Rae P,
Luckins AG. 2000. The Occurrence of Trypanosoma evansi in Buffaloes in
Indonesia, Estimated Using Various Diagnostic Tests. Epidemiology and
Infection Vol. 124 (1) : 163-172.
Powar RM, Shegokar VR, Joshi PP, Dani VS, Tankhiwale NS, Truc P, Jannin J,
Bhargava A. 2006. A rare case of human trypanosomiasis caused by
Trypanosoma evansi. Indian J Med Microbiol Vol. 24 : 72-4.
WHO. 2014. “Trypanosomiasis, human African (sleeping sickness)” dalam
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs259/en/ (diakses pada 27
Agustus 2014)
REFERAT
KALA AZAR
(VISCERAL LEISHMANIASIS)
Oleh :
Clara Adelia Wijaya
04111001020
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014