referat skm.docx

35
BAB I PENDAHULUAN Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu.Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan medis. Surat keterangan medis adalah surat- surat keterangan yang dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medis juga menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga. 1 Aspek formal surat keterangan medis adalah yang berhubungan dengan penerbit surat keterangan medis. Untuk aspek materilnya adalah yang berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medis tersebut.Dokter yang menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau dinyatakannya. Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya. Adapun Pedomannya antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”, Bab II Pasal 12 KODEKI, “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan 1 MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4.

Upload: jefri-kurniawan

Post on 18-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu.Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan medis. Surat keterangan medis adalah surat-surat keterangan yang dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medis juga menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga.[footnoteRef:2] [2: MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4.]

Aspek formal surat keterangan medis adalah yang berhubungan dengan penerbit surat keterangan medis. Untuk aspek materilnya adalah yang berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medis tersebut.Dokter yang menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau dinyatakannya. Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya. Adapun Pedomannya antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI, Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya, Bab II Pasal 12 KODEKI, Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia dan Paragraf 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik Kedokteran. Dokter dianggap melanggar etik apabila ia mengetahui secara sadar menerbitkan surat keterangan yang tidak mengandung kebenaran.1,2Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan, selain tidak etis juga merupakan pelanggaran terhadap pasal 267 KUHP sebagai berikut : Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat diancam dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.3,[footnoteRef:3]Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu, dijatuhkan hukuman penjara paling lama delapan tahun enam bulan.Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu itu seolah-olah sesuai dengan kebenaran.3 Selanjutnya dalam pasal 179 KUHAP tercantum sebagai berikut : Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.3 Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3 Maka dari itu melihat penjelasan di atas surat keterangan medis sangatlah penting. Surat tersebut harus digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan. [3: Republik Indonesia.2004.Paragraf 4 Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jakarta. Hal. 16.3 Soerodibroto, Soenarto R. KUHP dan KUHAP. Jakarta : Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. 2012.3 Soerodibroto, Soenarto R. KUHP dan KUHAP. Jakarta : Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. 2012.]

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. SURAT KETERANGAN MEDISSurat keterangan medis adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter untuk tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien atau atas permintaan pihak ketiga dengan persetujuan pasien atau atas perintah undang-undang. Pembuatan surat keterangan medis harus berdasarkan hasil pemeriksaan, dan dokter pembuatnya harus mampu membuktikan kebenaran keterangannya apabila diminta.

2.2. PEDOMAN SURAT KETERANGAN DOKTER :1. BAB I Pasal 7 KODEKI : Setiap Dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya2. BAB II Pasal 12 KODEKI :Setiap Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia3. Paragraph 4 Pasal 48 Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

2.3. JENIS SURAT KETERANGAN MEDIS2.3.1. Surat Keterangan LahirSurat keterangan kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam) lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama orang tua.Diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya oleh karena sering adanya permintaan khusus daripasien.Hal yang sering menjadi masalah :1. Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor (Arteficial Insemination by Donor = AID)2. Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)3. Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami

2.3.2. Surat Keterangan Meninggal1. Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu dicantumkan identitas jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.2. Surat Keterangan kematian, mengenai hal ini perlu diisi sebab kematiansesuai dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat klinik belum dapat dilakukanhingga waktu ini, sebab kematian secara klinik saja dilaporkan. Lamanya menderita sakithingga meninggal dunia juga harus dicantumkan. Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau luar negeri maka adanya kematian karena penyakit menular harus diperhatikan.

2.3.3. Surat Keterangan SehatAdapun kegunaan surat keterangan sehat ini adalah sebagai berikut :1. Untuk Asuransi JiwaDalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu diperhatikan agar : Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh keinginan calon nasabah atau agen perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorangcalon yang masih atau pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia jabatan Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik kepada pasien, langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi kesehatan.Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada dasarnya untuk kepentingan pihak asuransi oleh karena sebagai dokter penguji kesehatan tersebut, dokter wajib memberitahukan kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang ia ketahui dari orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak melanggar wajib simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter keluarga menolak untuk menguji kesehatan pasiennya.2. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)Perlu diperhatikan olehkarena pengendara atau faktor manusia merupakan faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas.3. Untuk NikahSelain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan edukasi reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan calon suami-istri. Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter harusmemberitahukan kepada salah satu calon suami-istri tersebut apabila menemukan kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit yang diderita salah satu calon pasangannya.

2.3.4. Surat Keterangan Sakit Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan sandiwara (simulasi) atau melebih-lebihkan (agrravi) pada waktu memberikan keterangan mengenai cuti sakit seorang yang meminta surat keterangan sakit. Ada kalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.

2.3.5. Surat Keterangan CacatSurat keterangan cacat adalah surat yang menerangkan kondisi seseorang apakah orang tersebut dalam keadaan cacat ataupun normal. Surat keterangan cacat hanya boleh diisi oleh dokter yang memeriksa orang tersebut. Surat keterangan cacat berisikan tentang riwayat medis dan bagaimana kondisi cacat yang diderita mempengaruhi kehidupan orang tersebut. Dalam surat keterangan cacat terdapat juga keterangan yang menyatakan apakah seseorang tersebut mengalami cacat tetap atau hanya cacat sementara. Surat keterangan cacat juga berhubungan erat dengan besarnya tunjangan maupun uang pensiun yang akan diterima oleh pekerja berdasarkan keterangan dokter mengenai sifat dari cacat yang diderita orang tersebut

2.3.6. Surat Keterangan Cuti HamilHak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan sebelum dan 2 bulan setelahpersalinan. Tujuan : agar si ibu cukup istirahat dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan, dan mulai kerja kembali setelah masa nifas.

2.3.7. Visum et Repertum1. Pengertian Visum et RepertumDalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang Menuliskan langsung tentang Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan:Pasal 1: Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada[footnoteRef:4] waktu menyelesaikan pelajaran di negeri belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. 1 [4: Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005, Hal. ]

Pasal 2:Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di negeri Belanda ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut: saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang [footnoteRef:5]sebaik-baiknya. Semoga tuhan yang maha pengasih dan penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin 1 [5: 1Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005, Hal. 2]

Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna: Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di negeri belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus dapat membuat VeR VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara pidana VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-benda/korban yang diperiksa.Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali sebelum membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan yang akan disampaikan untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ktetantuan ini, maka sumpah yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat VeR biarpun lafal dan maksudnya berbeda. Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir cisum, masih dicantumkan ketetntuan hukum ini untuk mengingatkan yang membuat maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.1Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981 pengertian visum dirumuskan lebih jelas, yaitu:laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia (hidup atau mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut. 12. Dasar Hukum Visum et RepertumDasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)Pasal 1331. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.2Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat bukti yang sah KUHAP pasal 184. Alat bukti yang sah adalah:a. Keterangan saksib. [footnoteRef:6]Keterangan ahli [6: 1Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005, Hal. ]

c. Suratd. Petunjuke. Keterangan terdakwa. 1Pasal 186Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilanPasal 187 (c)Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarka keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.23. Fungsi dan Peran Visum et RepertumVisum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.3Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan. Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertummerupakan pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli.4Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turutadalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbedansesuai dengan urutannya. Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik.4Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.44. Jenis-jenis Visum et RepertumBerdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan atas:1. Visum seketika adalah visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.2. Visum sementara adalah visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.3. Visum lanjutan adalah visum diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan merupakan lanjutan dari visum semsentara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.1Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua yaitu:1. Objek psikisVisum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana.2Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis) yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan dokter.3Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum et Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.32. Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu1. Visum et Repertum orang hidup Visum et Repertum perlukaan atau keracunanTujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya.Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan Visum et Repertum-nya akan datang terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et Repertumini dapat diperkecil dengan diadakannya kerja sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan dengan penyidik atau instansi kepolisian.3Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan.1Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang, atau berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan dan luka berat. 1KUHP pasal 90Luka berat berarti:1. Luka yang mengancam nyawa.2. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali3. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.4. Kehilangan salah satu panca indra5. Mendapat cacat berat6. Menderita sakit lumpuh7. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.1,2Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352 dan penganiayaan sedang diatur dalam KUHP pasal 351 ayat 1.KUHP pasal 352Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah. 1KUHP pasal 351Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah1. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun2. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun3. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 12. Visum et Repertum korban kejahatan susilaPada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et Repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.2Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.2 Visum et Repertum orang mati (jenazah)Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan Visum et Repertumini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan Visum et Repertum-nya harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et Repertum-nya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133 KUHAP). 1,2 Visum et Repertum dengan pemeriksaan luarPemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan tanpa merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat dicantumkan dalam bagian kesimpulan. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalamBila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib memberi tahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal 134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga berupa jenazah yang didapat dari penggalian kuburan (Pasal 135 KUHAP).3Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan waktu kematian.35. Struktur Visum et RepertumVisum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:1. Pro justitiaMenyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila dibuat diatas kertas materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan pos, maka bila dokter menulis pro-justitia dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai.2. PendahuluanBagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan jam), dimana diperiksa, mengapa diperiksa, dan atas permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai degnan yang tercantum dalam permintaan visum.3. PemberitaanBagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif. Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh korban seperti apa adanya. Misalnya didapati suatu luka dokter menuliskan dalam visum suatu luka mulai dari panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan jarak luka.4. KesimpulanUntuk pemakai visum, ini adalah bagian yang terpenting, karena diharpkan dokter dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana harapan kesembuhan.Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu umur korban.5. PenutupBagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. 1Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan dokter. 16. Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et RepertumAda beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat Visum et Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos3. Bukan kejadian yang sudah lewat4. Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter5. Ada identitas korban6. Ada identitas peminta7. Mencantumkan tanggal permintaannya8. Korban diantar oleh polisi atau jaksaJika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP pasal 133 maka permintaan dilakukan secaraq tertulis dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus diberi label mayat yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak penegak hukum tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi polisi No. Pol. INS/E/20/IX/75 tentang tata cara permohonan/pencabutan Visum et Repertum.Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum tidak dapat dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya diberikan oleh koman[footnoteRef:7]dan kesatuan paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya oleh DANTES. [7: ]

2.3.8. Surat Keterangan Ibu Hamil bepergian dengan Pesawat UdaraSesuai dengan ketentuan internasional Aviation, Ibu hamil tidak dibenarkan bepergian dengan pesawat udara, jika mengalami :1. Hiperemesis atau emesis gravidarum2. Hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsi dsb)3. Hamil >36 minggu4. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.

2.3.9. Laporan penyakit menularDiatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang wabah.Pasal 1 UU No. 4 tahun 1984:1. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnyasuatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secaranyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapatmenimbulkan malapetaka.2. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda yang mengandungdan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat menimbulkan wabah.Pasal 2 UU No. 4 tahun 1984Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi penduduk dari malapetaka yangditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

2.3.10. KUITANSISering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan masalah apabila sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan tepat pasien atau pasangannya bekerja.Contoh :.....perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta dibuatkan kuitansi sebesar 2 kali imbalan jasa yan diterima dokter.....pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan dibagi 50-50% antara dokter dan pasien,.....Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke tempat berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in), sedangkan dokter tidak menerima bagian dari biaya pengangkutan tersebut.Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminil.

2.4. SANKSI HUKUM PELANGGARAN DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN MEDISAdapun pelanggaran dalam pembuatan surat keterangan medis dapat menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263, 267, dan 268 KUHP :1. Pasal 263 KUHP 1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.2. Pasal 267 KUHP1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.3. Pasal 268 KUHP1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu