referat-rhinosinusitis

36
ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus- sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Sinus Maksila Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, Rhinosinusitis | Stase THT RSIJ Cempaka Putih Periode : 7 Juli-10 Agustus 2014 FK Universitas Muhammadiyah Jakarta

Upload: risya-theupstar

Post on 27-Dec-2015

168 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat-rhinosinusitis

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid

dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-

tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai

muara ke rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid

dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan

sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia

kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan

berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai

besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus

dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu

menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.

Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial

os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-

temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding

superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan

bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:

1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi

taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke

dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan

sinusitis.

2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

|

Page 2: Referat-rhinosinusitis

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase

kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus

maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal

            Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah

lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran

maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,

satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis

tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan

kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8

cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat

dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk

dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal

dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga

infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase

melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari

sinus etmoid anterior.1,2

Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir

ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus

lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan

lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara

konka media dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-

sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya,

sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 2

Page 3: Referat-rhinosinusitis

sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior

biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan

sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan

terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.1,2

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut

resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar

disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang

disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi

sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan

dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2

cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5

ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid

akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi

pada dinding sinus etmoid.1,2

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2

Kompleks Ostio-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini

rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari

infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,

bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 3

Page 4: Referat-rhinosinusitis

            Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus

paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi

apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada

beberapa pendapat yang dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata

tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga

hidung.Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang

sebanyak mukosa hidung.

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori

dianggap tidak bermakna.

4. Membantu resonansi suara

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 4

Gambar 1 : sinus paranasal12

Page 5: Referat-rhinosinusitis

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang

efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus

pada hewan-hewan tingkat rendah.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus

ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

RHINOSINUSITIS

Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya

disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab

utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya

dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan

pada sinus paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila

mengenai beberap asinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis

disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empatsinus yaitu sinus

maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di

dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2

Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps

2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis

Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice

Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah

rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih

untuk tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih

tepat untuk digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung

hingga ke dalam sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 5

Page 6: Referat-rhinosinusitis

pada sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang

terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang

mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun

sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru

saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10

Klasifikasi

Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana

adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis

didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh

CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh

CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara

4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut

mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan

rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut

yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP

mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis

akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa

rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu

atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8

minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip

hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan

kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia

silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.

Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis

alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis

sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan

menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos

leher posisi lateral.

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 6

Page 7: Referat-rhinosinusitis

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering

serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa

dan merusak silia. 1

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:

1. Rhinogenik

Penyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan

sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut,

rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan

predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa

sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya

menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.

2. Dentogenik/odontogenik

Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah

infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,

Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.

Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh

adanya kerusakan pada gigi.1,2

Sinusitis Dentogen

Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus

maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang

tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar

gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke

sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis

dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus

yang purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang

terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup

bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1

Sinusitis Jamur

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan

yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya

pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi.

Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 7

Page 8: Referat-rhinosinusitis

lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di

rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah

spesis Aspergillus dan Candida.1

Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti

berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya

gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna

putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur

terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif

dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur

invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien

diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia

atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan.

Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran

jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan

sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-

kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering kali

berakhir dengan kematian.1

Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan

ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif

dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya

tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan

lambat. Gejala-gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya

kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop

merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan

kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak

mendestruksi tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai

sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-

kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi

jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam

sinus.1

Epidemiologi

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 8

Page 9: Referat-rhinosinusitis

Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak

signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi

pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.Diperkirakan setiap tahun 6 miliar

dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis.Pada tahun 2007 di

Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta

individu. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa

penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat

utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih

sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus

dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi

menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus

dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba

serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.Cairan mukus secara alami

menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis

yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan

menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan

epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia

ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang

membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang

berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan

terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis

non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1

Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media

baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini

disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 9

Page 10: Referat-rhinosinusitis

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga

faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah

satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

Rhinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

Polyps 2012

DEFINISI RINOSINUSITIS DAN POLIP HIDUNG

Definisi klinis

Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :

• inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih

gejala, salah satunya

termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/

posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

dan salah satu dari

• temuan nasoendoskopi:

- polip dan/ atau

- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau

- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius

dan/ atau

• gambaran tomografi komputer:

- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus

Beratnya penyakit

Penyakit ini dapat dibagi menjadi RINGAN, SEDANG dan BERAT berdasarkan skor total

visual analogue scale

(VAS) (0-10 cm):

- RINGAN = VAS 0-3

- SEDANG = VAS > 3-7

- BERAT = VAS > 7-10

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 10

Page 11: Referat-rhinosinusitis

Untuk evaluasi nilai total, pasien diminta untuk menilai pada suatu VAS jawaban dari

pertanyaan:

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA DEWASA

UNTUK PELAYANAN PRIMER DAN DOKTER SPESIALIS NON-THT

Diagnosis

Berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologis tidak diperlukan (foto polos sinus paranasal

tidak direkomendasikan)

Gejala kurang dari 12 minggu:

Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung

tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 11

Page 12: Referat-rhinosinusitis

± penurunan/ hilangnya penghidu

dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi

dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, seperti bersin,

ingus encer seperti air, hidung

gatal dan mata gatal serta berair.

Common cold/ rinosinusitis viral akut didefinisikan sebagai:

Lamanya gejala < 10 hari

Rinosinusitis non-viral akut didefinisikan sebagai:

Perburukan gejala setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 hari dengan lama sakit

< 12 minggu

Gambar 1. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Pelayanan

Kesehatan Primer

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA DEWASA

UNTUK DOKTER SPESIALIS THT

Diagnosis

Gejala

Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satu termasuk hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 12

Page 13: Referat-rhinosinusitis

Pemeriksaan

• pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)

• pemeriksaan mulut (post nasal drip)

• singkirkan infeksi gigi

Pemeriksaan THT termasuk Nasoendoskopi

Pencitraan

(Foto polos sinus paranasal tidak direkomendasikan)

Tomografi komputer juga tidak direkomendasikan, kecuali terdapat:

• penyakit sangat berat

• pasien imunokompromais (penurunan imunitas)

• tanda komplikasi

Gambar 2. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Dokter

Spesialis THT

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 13

Page 14: Referat-rhinosinusitis

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN ATAU

TANPA POLIP HIDUNG PADA DEWASA UNTUK PELAYANAN PRIMER DAN DOKTER

SPESIALIS NON-THT

Diagnosis

Gejala lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, ingus seperti

air, hidung gatal, mata gatal dan berair, jika positif ada, seharusnya dilakukan

pemeriksaan alergi. (Foto polos sinus paranasal/ tomografi komputer tidak

direkomendasikan)

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 14

Page 15: Referat-rhinosinusitis

Gambar 3. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Dengan Atau Tanpa Polip

Hidung Pada Dewasa Untuk Pelayanan Kesehatan Primer Dan Dokter Spesialis NON THT

Terapi Bedah Berbasis Bukti Untuk Rinosinusitis

Penelitian mengenai operasi sinus sangat sulit untuk digeneralisasi, karena operasi

diindikasikan pada pasien tertentu yang tidak memberikan respon yang adekuat

terhadap pengobatan medikamentosa. Terdapat masalah khusus dalam melaksanakan

studi operatif, karena operasi sangat sulit untuk diprediksi atau distandarisasi, terutama

pada penelitian multisenter, dan tipe penatalaksanaan sulit dibuat membuta (blinding/

masking). Randomisasi kemungkinan berhadapan dengan masalah etik kecuali kriteria

inklusi dipersempit dan adalah sangat sulit untuk memperoleh kelompok pasien

homogen dengan prosedur terapi yang dapat dibandingkan untuk menyingkirkan bias

evaluasi hasil operasi sinus. Meskipun demikian :

1. Pada rinosinusitis akut, operasi diindikasikan pada kasus yang berat dan komplikasi

yang berhubungan.

2. Lebih dari 100 kasus berseri (level IV) dengan hasil yang konsisten bahwa pasien

rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip mendapat manfaat dari operasi sinus

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 15

Page 16: Referat-rhinosinusitis

3. Komplikasi mayor terjadi pada kurang dari 1 % dan operasi revisi dilaksanakan kira -

kira 10 % dalam kurun waktu 3 tahun

4. Pada sebagian besar kasus rinosinusitis kronis, pengobatan medikamentosa yang

adekuat sama efektifnya dengan operasi, jadi operasi sinus seharusnya dicadangkan

untuk pasien yang tidak memberikan respon memuaskan terhadap pengobatan

medikamentosa. (level Ib)

5. Bedah sinus endoskopik fungsional lebih superior dibandingkan prosedur

konvensional termasuk polipektomi dan irigasi antrum (Level Ib), tetapi superioritas

terhadap antrostomi meatus inferior atau sfenoetmoidektomi belum terbukti

6. Pada pasien rinosinusitis kronis yang belum pernah dioperasi, operasi yang lebih luas

tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan prosedur operasi yang terbatas

(level Ib). Walaupun bukan berbasis bukti, perluasan operasi biasanya disesuaikan

terhadap perluasan penyakit, yang merupakan pendekatan secara rasional. Pada bedah

sinus paranasal primer, direkomendasikan bedah secara konservatif.

7. Operasi sinus endonasal revisi hanya diindikasikan jika pengobatan medikamentosa

tidak efektif. Perbaikan gejala secara umum diobservasi pada pasien dengan

rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, walaupun perbaikannya kurang

dibandingkan setelah operasi primer. Angka komplikasi dan terutama resiko rekurensi

penyakit lebih tinggi dibandingkan operasi primer

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK TANPA POLIP

HIDUNG PADA DEWASA UNTUK DOKTER SPESIALIS THT

Diagnosis

Gejala lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Pemeriksaan

Nasoendoskopi – tidak terlihat adanya polip di meatus medius, jika diperlukan setelah

pemberian dekongestan.

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 16

Page 17: Referat-rhinosinusitis

(Definisi ini menerima bahwa terdapat spektrum dari rinosinusitis kronik termasuk

perubahan polipoid pada sinus dan/ atau meatus medius tetapi menyingkirkan penyakit

polipoid yang terdapat pada rongga hidung untuk menghindari tumpang tindih).

• melakukan evaluasi diagnosis dan penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan primer

• mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan

Penatalaksanaan harus berdasarkan keparahan gejala

• tentukan tingkat keparahan gejala menggunakan VAS

Gambar 4. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Hidung Pada

Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 17

Page 18: Referat-rhinosinusitis

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN

POLIP HIDUNG PADA DEWASA UNTUK DOKTER SPESIALIS THT

Diagnosis

Gejala selama lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah / rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 18

Page 19: Referat-rhinosinusitis

Pemeriksaan

Nasoendoskopi – polip bilateral yang terlihat dari meatus medius dengan menggunakan

endoskopi

• Melakukan evaluasi diagnosis dan penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan primer

• Mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan

Tingkat Keparahan Gejala

• (dinilai berdasar skor VAS) ringan/ sedang/ berat

Gambar 5. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Dengan Polip Hidung Pada

Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA ANAK

Skema berikut diharapkan dapat membantu berbagai disiplin ilmu dalam pemberian

terapi rinosinusitis pada anak. Rekomendasi yang diberikan berdasar pada bukti-bukti

yang ada, tetapi beberapa pilihan harus dibuat pada situasi dan kondisi secara

individual.

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 19

Page 20: Referat-rhinosinusitis

Diagnosis

Gejala

Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung

tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Pemeriksaan (jika dapat dilakukan)

• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus

• pemeriksaan mulut: post nasal drip

• singkirkan infeksi gigi geligi

Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi

Pencitraan

(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)

Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:

• penyakit parah

• pasien imunokompromais

• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 20

Page 21: Referat-rhinosinusitis

Gambar 6. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK PADA ANAK

Diagnosis

Gejala selama lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Informasi diagnostik tambahan

• pertanyaan tentang alergi harus ditambahkan, tes alergi harus dilakukan

• faktor predisposisi lain harus dipertimbangkan: defisiensi imun (dapatan, innate,

GERD)

Pemeriksaan

• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus

• pemeriksaan mulut: post nasal drip

• singkirkan infeksi gigi geligi

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 21

Page 22: Referat-rhinosinusitis

Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi

Pencitraan

(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)

Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:

• penyakit parah

• pasien imunokompromais

• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)

Pengobatan haruslah berdasarkan tingkat keparahan sakitnya

Tabel 5. Penatalaksanaan Berbasis Bukti Dan Rekomendasi Untuk Rinosinusitis Kronik

Pada Anak

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 22

Page 23: Referat-rhinosinusitis

Komplikasi

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik

dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.Komplikasi infeksi

rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised.

Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada

invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6

Komplikasi mungkin timbul dengan cepat.Komplikasi yang sering adalah selulitis

atau abses pada daerah preseptal atau orbita.Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik

dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan

pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari

penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada

sinus ethmoid.Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus

frontal dan maksila.Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.

Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan

terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema,

chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi

oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya

meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus

cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan

sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi

intrakranial.1,5

Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott

bengkak(Pott’s puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal

menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan

bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis

frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat

timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5

Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles.Mereka

merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus.Sinus frontal adalah yang

paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu

bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan

perubahan pada mata, mengakibatkan diplopia.Dekompresi sering menyebabkan

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 23

Page 24: Referat-rhinosinusitis

hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi .

Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5

Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis.

Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan

sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

Prognosis

Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.

Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus

yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik

secara spontan tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98

%.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya

menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang

sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam waktu 48 jam atau

memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang tidak diobati atau

diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti meningitis,

tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6

Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-

tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat

mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi,

pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi

sinus.6

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 24

Page 25: Referat-rhinosinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,

tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2012.h.150-4.

2. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Position

Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-298.;

www.rhinologyjournal.com; www.ep3os.org.

3. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht.

Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240

4. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis

and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari

informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 .

5. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head

and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.

6. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and immunology.

California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.

7. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview.

8. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33 Suppl 1:24-

7

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 25

Page 26: Referat-rhinosinusitis

9. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM,Sachs APE.Systemic corticosteroid

monotherapy for clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized controlled trial.

CMAJ. 2012; 184: 751-7

10. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari

http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pre

vention

11. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a

synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43

12. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and

chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2

13. Rhinosinusitis, diunduh dari :

https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-

sinusitis,-rhinosinusitis.aspx ,

Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014

FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 26