Download - Referat-rhinosinusitis
![Page 1: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/1.jpg)
ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-
tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid
dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan
sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia
kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan
berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai
besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu
menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial
os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang
atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
|
![Page 2: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/2.jpg)
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase
kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah
lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran
maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,
satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis
tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan
kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8
cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat
dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk
dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari
sinus etmoid anterior.1,2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan
lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara
konka media dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-
sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya,
sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 2
![Page 3: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/3.jpg)
sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior
biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan
sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan
di infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi
sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan
dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2
cmn tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5
ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi
pada dinding sinus etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 3
![Page 4: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/4.jpg)
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi
apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada
beberapa pendapat yang dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata
tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga
hidung.Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan
fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori
dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 4
Gambar 1 : sinus paranasal12
![Page 5: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/5.jpg)
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang
efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus
pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
RHINOSINUSITIS
Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab
utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya
dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan
pada sinus paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai beberap asinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empatsinus yaitu sinus
maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di
dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis
Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice
Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah
rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih
untuk tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih
tepat untuk digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung
hingga ke dalam sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 5
![Page 6: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/6.jpg)
pada sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang
terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang
mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun
sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru
saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10
Klasifikasi
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana
adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis
didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh
CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh
CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara
4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut
mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan
rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut
yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP
mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis
akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa
rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu
atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8
minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia
silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis
alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos
leher posisi lateral.
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 6
![Page 7: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/7.jpg)
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa
dan merusak silia. 1
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1. Rhinogenik
Penyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut,
rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan
predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa
sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya
menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh
adanya kerusakan pada gigi.1,2
Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang
tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar
gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke
sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis
dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus
yang purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang
terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup
bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan
yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya
pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi.
Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 7
![Page 8: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/8.jpg)
lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di
rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah
spesis Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti
berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya
gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna
putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur
terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif
dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur
invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien
diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia
atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan.
Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran
jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan
sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-
kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering kali
berakhir dengan kematian.1
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif
dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya
tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan
lambat. Gejala-gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya
kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop
merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan
kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak
mendestruksi tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai
sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-
kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi
jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam
sinus.1
Epidemiologi
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 8
![Page 9: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/9.jpg)
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak
signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi
pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.Diperkirakan setiap tahun 6 miliar
dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis.Pada tahun 2007 di
Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta
individu. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih
sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi
menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus
dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba
serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.Cairan mukus secara alami
menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis
yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan
menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan
epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia
ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis
non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini
disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 9
![Page 10: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/10.jpg)
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga
faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah
satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1
Rhinosinusitis berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps 2012
DEFINISI RINOSINUSITIS DAN POLIP HIDUNG
Definisi klinis
Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :
• inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
gejala, salah satunya
termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/
posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
dan salah satu dari
• temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau
- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau
- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan/ atau
• gambaran tomografi komputer:
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus
Beratnya penyakit
Penyakit ini dapat dibagi menjadi RINGAN, SEDANG dan BERAT berdasarkan skor total
visual analogue scale
(VAS) (0-10 cm):
- RINGAN = VAS 0-3
- SEDANG = VAS > 3-7
- BERAT = VAS > 7-10
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 10
![Page 11: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/11.jpg)
Untuk evaluasi nilai total, pasien diminta untuk menilai pada suatu VAS jawaban dari
pertanyaan:
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA DEWASA
UNTUK PELAYANAN PRIMER DAN DOKTER SPESIALIS NON-THT
Diagnosis
Berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologis tidak diperlukan (foto polos sinus paranasal
tidak direkomendasikan)
Gejala kurang dari 12 minggu:
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 11
![Page 12: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/12.jpg)
± penurunan/ hilangnya penghidu
dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, seperti bersin,
ingus encer seperti air, hidung
gatal dan mata gatal serta berair.
Common cold/ rinosinusitis viral akut didefinisikan sebagai:
Lamanya gejala < 10 hari
Rinosinusitis non-viral akut didefinisikan sebagai:
Perburukan gejala setelah 5 hari atau gejala menetap setelah 10 hari dengan lama sakit
< 12 minggu
Gambar 1. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Pelayanan
Kesehatan Primer
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA DEWASA
UNTUK DOKTER SPESIALIS THT
Diagnosis
Gejala
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satu termasuk hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 12
![Page 13: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/13.jpg)
Pemeriksaan
• pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)
• pemeriksaan mulut (post nasal drip)
• singkirkan infeksi gigi
Pemeriksaan THT termasuk Nasoendoskopi
Pencitraan
(Foto polos sinus paranasal tidak direkomendasikan)
Tomografi komputer juga tidak direkomendasikan, kecuali terdapat:
• penyakit sangat berat
• pasien imunokompromais (penurunan imunitas)
• tanda komplikasi
Gambar 2. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Dokter
Spesialis THT
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 13
![Page 14: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/14.jpg)
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN ATAU
TANPA POLIP HIDUNG PADA DEWASA UNTUK PELAYANAN PRIMER DAN DOKTER
SPESIALIS NON-THT
Diagnosis
Gejala lebih dari 12 minggu
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, ingus seperti
air, hidung gatal, mata gatal dan berair, jika positif ada, seharusnya dilakukan
pemeriksaan alergi. (Foto polos sinus paranasal/ tomografi komputer tidak
direkomendasikan)
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 14
![Page 15: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/15.jpg)
Gambar 3. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Dengan Atau Tanpa Polip
Hidung Pada Dewasa Untuk Pelayanan Kesehatan Primer Dan Dokter Spesialis NON THT
Terapi Bedah Berbasis Bukti Untuk Rinosinusitis
Penelitian mengenai operasi sinus sangat sulit untuk digeneralisasi, karena operasi
diindikasikan pada pasien tertentu yang tidak memberikan respon yang adekuat
terhadap pengobatan medikamentosa. Terdapat masalah khusus dalam melaksanakan
studi operatif, karena operasi sangat sulit untuk diprediksi atau distandarisasi, terutama
pada penelitian multisenter, dan tipe penatalaksanaan sulit dibuat membuta (blinding/
masking). Randomisasi kemungkinan berhadapan dengan masalah etik kecuali kriteria
inklusi dipersempit dan adalah sangat sulit untuk memperoleh kelompok pasien
homogen dengan prosedur terapi yang dapat dibandingkan untuk menyingkirkan bias
evaluasi hasil operasi sinus. Meskipun demikian :
1. Pada rinosinusitis akut, operasi diindikasikan pada kasus yang berat dan komplikasi
yang berhubungan.
2. Lebih dari 100 kasus berseri (level IV) dengan hasil yang konsisten bahwa pasien
rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip mendapat manfaat dari operasi sinus
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 15
![Page 16: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/16.jpg)
3. Komplikasi mayor terjadi pada kurang dari 1 % dan operasi revisi dilaksanakan kira -
kira 10 % dalam kurun waktu 3 tahun
4. Pada sebagian besar kasus rinosinusitis kronis, pengobatan medikamentosa yang
adekuat sama efektifnya dengan operasi, jadi operasi sinus seharusnya dicadangkan
untuk pasien yang tidak memberikan respon memuaskan terhadap pengobatan
medikamentosa. (level Ib)
5. Bedah sinus endoskopik fungsional lebih superior dibandingkan prosedur
konvensional termasuk polipektomi dan irigasi antrum (Level Ib), tetapi superioritas
terhadap antrostomi meatus inferior atau sfenoetmoidektomi belum terbukti
6. Pada pasien rinosinusitis kronis yang belum pernah dioperasi, operasi yang lebih luas
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan prosedur operasi yang terbatas
(level Ib). Walaupun bukan berbasis bukti, perluasan operasi biasanya disesuaikan
terhadap perluasan penyakit, yang merupakan pendekatan secara rasional. Pada bedah
sinus paranasal primer, direkomendasikan bedah secara konservatif.
7. Operasi sinus endonasal revisi hanya diindikasikan jika pengobatan medikamentosa
tidak efektif. Perbaikan gejala secara umum diobservasi pada pasien dengan
rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip, walaupun perbaikannya kurang
dibandingkan setelah operasi primer. Angka komplikasi dan terutama resiko rekurensi
penyakit lebih tinggi dibandingkan operasi primer
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK TANPA POLIP
HIDUNG PADA DEWASA UNTUK DOKTER SPESIALIS THT
Diagnosis
Gejala lebih dari 12 minggu
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
Pemeriksaan
Nasoendoskopi – tidak terlihat adanya polip di meatus medius, jika diperlukan setelah
pemberian dekongestan.
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 16
![Page 17: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/17.jpg)
(Definisi ini menerima bahwa terdapat spektrum dari rinosinusitis kronik termasuk
perubahan polipoid pada sinus dan/ atau meatus medius tetapi menyingkirkan penyakit
polipoid yang terdapat pada rongga hidung untuk menghindari tumpang tindih).
• melakukan evaluasi diagnosis dan penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan primer
• mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
Penatalaksanaan harus berdasarkan keparahan gejala
• tentukan tingkat keparahan gejala menggunakan VAS
Gambar 4. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Hidung Pada
Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 17
![Page 18: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/18.jpg)
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN
POLIP HIDUNG PADA DEWASA UNTUK DOKTER SPESIALIS THT
Diagnosis
Gejala selama lebih dari 12 minggu
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah / rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 18
![Page 19: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/19.jpg)
Pemeriksaan
Nasoendoskopi – polip bilateral yang terlihat dari meatus medius dengan menggunakan
endoskopi
• Melakukan evaluasi diagnosis dan penatalaksanaan dari pelayanan kesehatan primer
• Mengisi kuesioner untuk alergi, jika positif dilakukan tes alergi bila belum dilakukan
Tingkat Keparahan Gejala
• (dinilai berdasar skor VAS) ringan/ sedang/ berat
Gambar 5. Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Dengan Polip Hidung Pada
Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS AKUT PADA ANAK
Skema berikut diharapkan dapat membantu berbagai disiplin ilmu dalam pemberian
terapi rinosinusitis pada anak. Rekomendasi yang diberikan berdasar pada bukti-bukti
yang ada, tetapi beberapa pilihan harus dibuat pada situasi dan kondisi secara
individual.
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 19
![Page 20: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/20.jpg)
Diagnosis
Gejala
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
Pemeriksaan (jika dapat dilakukan)
• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus
• pemeriksaan mulut: post nasal drip
• singkirkan infeksi gigi geligi
Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi
Pencitraan
(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)
Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:
• penyakit parah
• pasien imunokompromais
• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 20
![Page 21: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/21.jpg)
Gambar 6. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak
SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK PADA ANAK
Diagnosis
Gejala selama lebih dari 12 minggu
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
± penurunan/ hilangnya penghidu
Informasi diagnostik tambahan
• pertanyaan tentang alergi harus ditambahkan, tes alergi harus dilakukan
• faktor predisposisi lain harus dipertimbangkan: defisiensi imun (dapatan, innate,
GERD)
Pemeriksaan
• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus
• pemeriksaan mulut: post nasal drip
• singkirkan infeksi gigi geligi
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 21
![Page 22: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/22.jpg)
Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi
Pencitraan
(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)
Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:
• penyakit parah
• pasien imunokompromais
• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)
Pengobatan haruslah berdasarkan tingkat keparahan sakitnya
Tabel 5. Penatalaksanaan Berbasis Bukti Dan Rekomendasi Untuk Rinosinusitis Kronik
Pada Anak
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 22
![Page 23: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/23.jpg)
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik
dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.Komplikasi infeksi
rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised.
Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada
invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat.Komplikasi yang sering adalah selulitis
atau abses pada daerah preseptal atau orbita.Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik
dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan
pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari
penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada
sinus ethmoid.Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus
frontal dan maksila.Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan
terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema,
chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi
oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya
meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus
cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan
sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi
intrakranial.1,5
Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott
bengkak(Pott’s puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal
menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan
bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis
frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat
timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles.Mereka
merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus.Sinus frontal adalah yang
paling sering terlibat.Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu
bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan
perubahan pada mata, mengakibatkan diplopia.Dekompresi sering menyebabkan
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 23
![Page 24: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/24.jpg)
hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi .
Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis.
Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan.1
Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.
Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus
yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik
secara spontan tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98
%.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya
menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang
sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam waktu 48 jam atau
memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang tidak diobati atau
diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti meningitis,
tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-
tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat
mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi,
pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi
sinus.6
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 24
![Page 25: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/25.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2012.h.150-4.
2. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Position
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-298.;
www.rhinologyjournal.com; www.ep3os.org.
3. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht.
Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-240
4. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis
and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari
informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 .
5. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head
and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201.
6. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and immunology.
California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.
7. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview.
8. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33 Suppl 1:24-
7
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 25
![Page 26: Referat-rhinosinusitis](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051516/55cf94fd550346f57ba5cb01/html5/thumbnails/26.jpg)
9. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM,Sachs APE.Systemic corticosteroid
monotherapy for clinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized controlled trial.
CMAJ. 2012; 184: 751-7
10. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pre
vention
11. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a
synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
12. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and
chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2
13. Rhinosinusitis, diunduh dari :
https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-
sinusitis,-rhinosinusitis.aspx ,
Stase THT- RSIJ Cempaka Putih JakartaPeriode : 7 Juli-10 Agustus 2014
FK Universitas Muhammadiyah Jakarta Page 26