referat ptsd.docx

Upload: agry-ridho-cendikia

Post on 14-Apr-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    1/21

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    2/21

    2

    I.2. Tujuan

    Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

    1. Tujuan umumMengetahui mengenai topik gangguan stress pasca trauma

    2. Tujuan khususa. Mengetahui mengenai definisi, penyebab, epidemiologi dan

    manifestasi klinis dari gangguan stress pasca trauma

    b. Mengetahui mengenai cara diagnosis dan diagnosis bandingdari gangguan stress pasca trauma

    c. Mengetahui mengenai tatalaksana pada gangguan stress pascatrauma.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    3/21

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1.Definisi

    National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan gangguan

    stress pasca trauma (PTSD) sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul

    setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau

    fisiknya.1Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, (DSM-

    IV-TR), PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma

    yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian

    atau ancaman kematian, atau cidera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik

    atas diri seseorang.2 Kejadian tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem,

    horror, atau rasa tidak berdaya. Menurut Departemen Kesehatan RI (Depkes RI)

    gangguan stress pasca trauma merupakan reaksi dari individu terhadap kejadian

    yang luar biasa akibat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa yang

    bersifat amat hebat dan luar biasa, jauh dari pengalaman yang normal bagi

    seseorang.3

    Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, gangguan stress pasca

    trauma merupakan gangguan yang diakibatkan satu atau lebih kejadian traumatik

    yang dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian, kematian,

    cidera fisik yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, horror, rasa tidak berdaya

    hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak

    ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis dan berkembang menjadi

    gangguan stress pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian.

    II.2.Epidemiologi4

    Insidensi Post Trauma Stress Disorder(PTSD) diperkirakan 9 sampai 15

    persen. Sedangkan prevalensinya di populasi umum adalah 8 persen. Pada

    populasi yang mengalami resiko besar menghadapi pengalaman traumatis

    prevalensinya dapat mencapai 75%. Wanita lebih sering mengalami PTSD

    dibanding pria. PTSD bisa timbul pada usia kapan saja namun lebih sering pada

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    4/21

    4

    usia dewasa muda. Pada umumnya, trauma pada pria berhubungan dengan

    peperangan sedangkan pada wanita sering disebabkan oleh tindakan pemerkosaan.

    Gangguan ini lebih sering terjadi pada orang yang masih lajang, telah bercerai,

    orang yang menarik diri secara sosial atau oramg dengan kelas sosioekonomi yang

    rendah. Pasien PTSD umumnya memiliki tingkat komorbiditas yang tinggi.

    Sekitar 2/3 pasien memiliki paling tidak 2 gangguan lainnya bersamaan.

    Sumber :http://ajp.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=175021

    II.3.Etiologi4

    Seseorang dapat mengalami PTSD adalah akibat respon terhadap suatu

    trauma yang ekstrem atau sebuah kejadian yang mengerikan yang seseorang

    alami, saksikan, atau dipelajari, terutama yang mengancam hidup atau yang

    menyebabkan penderitaan fisik. Pengalaman tersebut menyebabkan seseorang

    merasakan takut yang sangat kuat, atau perasaan tidak berdaya

    1. StressorStressor yang menyebabkan stress akut dan PTSD cukup hebat untuk

    mempengaruhi setiap orang. Stressor tersebut dapat timbul dari

    pengalaman perang, penyiksaan, bencana alam, penyerangan, perkosaan,

    dan kecelakaan serius. Meskipun demikian, tidak semua orang mengalami

    gangguan ini setelah peristiwa traumatik. Klinisi harus

    mempertimbangkan faktor psikososial dan biologis yang sebelumnya ada

    http://ajp.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=175021http://ajp.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=175021http://ajp.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=175021http://ajp.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=175021
  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    5/21

    5

    dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah trauma. Contohnya,

    seorang anggota suatu kelompok yang bertahan hidup pada bencana

    kadang-kadang dapat menangani trauma karena anggota yang lainnya juga

    mengalami pengalaman yang sama. Arti subjektif suatu stressor pada

    seseorang juga penting. Contohnya, orang yang selamat dari bencana dapat

    mengalami rasa bersalah yang dapat menjadi predisposisi atau

    memperberat PTSD.

    2. Faktor RisikoSeperti yang telah disebutkan sebelumnya bahkan ketika mengalami

    trauma yang hebat, sebagian besar orang tidak mengalami gejala PTSD.

    National Comorbidity Study menemukan bahwa 60% laki-laki dan 50%

    perempuan mengalami sejumlah trauma yang signifikan tetapi prevalensi

    PTSD yang dilaporkan hanya 6,7%. Demikian juga peristiwa yang

    mungkin tampak biasa atau kurang dianggap sebagai bencana besar bagi

    sebagian orang dapat menimbulkan PTSD pada sejumlah orang lainnya.

    Adapun faktor risiko yang berperan antara lain :

    o Biologis

    Kerentanan genetik. Kepribadian borderline, paranoid,dependent atau antisosial. Perempuan

    o Psikososial

    Kejadian traumatis sebelumnya (terutama saat anak-anak). Perubahan hidup penuh stress yang baruterjadi. Sistem pendukung yang tidak adekuat(Dukungan keluarga atau

    kelompok yang kurang).

    Konsumsi alkohol yang berlebihan.

    3. Faktor PsikodinamikModel psikoanalitik gangguan ini menghipotesiskan bahwa trauma

    mengaktifkan kembali konflik psikologis yang sebelumnya tenang tetapi

    tidak terselesaikan. Penghidupan kembali trauma masa kanak-kanak dapat

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    6/21

    6

    menimbulkan regresi, penyangkalan, reaction formation, dan undoing.

    Konflik yang sebelumnya telah ada secara simbolis dibangkitkan kembali

    oleh traumatik yang baru.

    4. Faktor Perilaku KognitifModel kognitif PTSD menyatakan bahwa orang yang mengalaminya tidak

    mampu memproses dan merasionalisasikan trauma yang mencetuskan

    gangguan ini. Mereka terus mengalami stress dan berupaya menghindari

    hal tersebut dengan teknik penghindaran.

    Model perilaku PTSD menekankan ada 2 fase, yang pertama adalah

    trauma yang menimbulkan respon takut dengan stimulus yang dipelajari.

    Yang kedua adalah melalui pembelajaran instrumental melalui stimulus

    yang tidak dipelajari.

    5. Faktor Biologis1. Sistem Noradrenergik

    Pada PTSD menunjukkan gejala gugup, peingkatan tekanan darah,

    dan denyut jantung, palpitasi, berkeringat, rona merah diwajah, dan

    tremor. Gejala-gejala tersebut berkaitan dengan gejala adrenergik.

    Sejumlah studi menemukan peningkatan konsentrasi epinefrin urin

    24 jam pada tetara veteran dengan PTSD dan peningkatan

    konsentrasi katekolamin urin pada anak perempuan yang

    mengalami penyiksaan seksual.

    2. Sistem OpioidPada PTSD ditemukan adanya abnormalitas sistem opioid yaitu

    penurunan konsentrasi -endorfin plasma.

    3. Faktor Pelepas Kortikotropin dan Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA)

    Sejumlah studi menunjukkan konsentrasi kortisol bebas yang

    rendah di dalam plasma dan urin pada PTSD. Terdapat

    peningkatan reseptor glukokortikoid pada limfosit dan faktor

    pelepas kortikotropin eksogen yang menunjukkan respon hormon

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    7/21

    7

    adreno-kortikotropin yang tumpul. Selain itu, supresi kortisol

    meningkat pada PTSD, hal ini menunjukkan hiper regulasi aksis

    HPA pada PTSD.

    Sejumlah studi juga telah menemukan terjadinya hipersupresi

    kortisol pada pasien yang terpajan trauma dan mengalami PTSD

    dibandingkan pasien yang terpajan trauma tapi tidak mengalami

    PTSD sehinggga mungkin hipersupresi ini secara spesifik

    berkaitan dengan PTSD bukan hanya dengan trauma.

    II.4. Faktor Risiko

    1. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko seseorangmengalami gangguan stres pasca trauma, antara lain:

    4

    Seberapa berat dan dekatnya trauma yang dialaminya. Semakin berattrauma yang dialami dan semakin dekat ia berada saat kejadian

    semakin meningkatkan risiko PTSD

    Durasi trauma yang dialamiya. Semakin lama/kronik seseorangmengalami kejadian trauma semakin berisiko berkembang menjadi

    PTSD

    Banyaknya trauma yang dialami. Trauma yang multipel lebih berisikomenjadi PTSD

    Pelaku kejadian trauma. Semakin dekat hubungan antara pelaku dankorban (misalnya: kekerasan anak yang dilakukan oleh orangtuanya

    sendiri) semakin berisiko menjadi PTSD

    Kejadian trauma yang sangat interpersonal seperti, perkosaan Jenis kelamin: anak dan remaja perempuan lebih berisiko

    dibandingkan laki-laki

    Kondisi sosialekonomi yang rendah (kaum minoritas) berisiko lebihtinggi akibat dari tingginya angka kekerasan di daerah tempat ia

    tinggal.

    Usia : PTSD dapat terjadi pada semua golongan usia tetapi anak-anakdan usia tua (>60 tahun) merupakan kelompok usia yang lebih rentan

    mengalami PTSD.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    8/21

    8

    Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti: depresi,fobia sosial, gangguan kecemasan.

    Memiliki penyakit organik yang berat dan kronis seperti, kanker Pasien yang berada di bawah pengaruh anestesi akan tetapi

    memperoleh kembali kesadarannya saat dilakukannya operasi

    Seseorang yang tidak berpengalaman dan tidak memperoleh pelatihandalam menghadapi bencana lebih berisiko dibandingkan mereka yang

    mendapatkannya (seperti: polisi, petugas pemadam kebakaran,

    petugas paramedik)

    Hidup di tempat pengungsian ( misalnya: sedang ada peperangan/konflik di daerahnya)

    Kurangnya dukungan sosial baik dari keluarga maupun lingkungan

    II.5.Patofisiologi

    Fisiologi respon stress

    Respon stres bersifat adaptif dan protektif. Respon stres yang melibatkan

    respon anatomi dan fisiologi Peristiwa fisiologis yang terjadi pada individu saat

    terjadi stres pertama kali dikembangkan oleh Hans Selye. Seyle

    mengidentifikasikan dua respon fisiologis terhadap stres, yaitu localadaptation

    syndrome (LAS) dangeneral adaptation syndrome (GAS).

    LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh lainnya terhadap stres

    karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya. Sedangkan GAS

    adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres.

    a. Local adaptation syndrome (LAS)Local adaptation syndrome (LAS) memiliki karakter yaitu hanya terjadi

    setempat, adaptif. Diperlukan stresor untuk menstimulasi, berjangka pendek,

    serta restorative atau membantu memulihkan homeostasis region. Contoh LAS

    yang banyak ditemui dalam lingkungan kesehatan yaitu respon refleks nyeri

    dan respon inflamasi. Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem

    saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini bersifat adaptif dan melindungi jaringan

    dari kerusakan lebih lanjut. Respon ini melibatkan reseptor sensoris, saraf

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    9/21

    9

    sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla

    spinalis, saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis, serta otot efektor.

    Contoh respon refleks nyeri yaitu refleks tangan dari permukaan panas dan

    keram otot. Respon inflamasi merupakan contoh lain dari LAS. Respon

    inflamasi distimulasi oleh trauma dan infeksi dimana respon ini menghambat

    penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan dengan tanda-tanda

    calor, tumor, rubor, dan dolor. Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase yaitu

    perubahan dalam sel dan sistem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka,dan

    perbaikan jaringan oleh regenerasi dan pembentukan jaringan parut.

    b. General adaptation syndrome (GAS)General adaptation syndrome (GAS) melibatkan sistem tubuh seperti

    sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS dikenal sebagai respon

    neuroendokrin. GAS terdiri dari tiga tahap yaitu:

    1. Reaksi alarm/ reaksi peringatan

    Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh

    dan pikiran untuk menghadapi stresor. Secara fisiologi, respons stres adalah

    pola reaksi saraf dan hormon yang bersifat menyeluruh dan tidak spesifik

    terhadap setiap situasi apapun yang mengancam homeostasis.5 Berikut adalah

    gambar efek stresor pada tubuh

    HORMON PERUBAHAN TUJUAN

    Epinefrin Naik Memperkuat sistem saraf simpatis untuk

    mempersiapakan tubuh fight on flight

    Memobilisasi simpanan karbohidrat dan

    lemak;

    meningkatkan kadar glukosa dan asam

    lemak

    darah

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    10/21

    10

    CRH-ACTH-kortisol Naik Memobilsasi simpanan energi dan

    bahanpembangun metabolik untuk

    digunakan jikadiperlukan;

    meningkatkan glukosa, asam

    aminodarah, dan asam lemak darah

    ACTH mempermudah proses belajar

    dan perilaku

    Glukagon Naik Bekerja bersama untuk mengatur kadar

    glukosa darahInsulin Turun

    Renin Angiotensin

    Aldosteron

    Naik Menahan Garam dan H2O untuk

    meningkatkanvolume plasma;

    membantu mempertahankantekanan

    darah jika terjadi pengeluaran akut

    plasma

    Vasopressin Naik Vasopresin dan angiostensin II

    menyebabkan

    vasokontriksi arteriol untuk

    meningkatkan tekanan darah.

    Terjadi peningkatan hormonal yang luas dalam reaksi ini sehingga

    cenderung pada respon melawan dan menghindar, seperti curah jantung,

    ambilan oksigen, dan frekuensi pernapasan meningkat; pupil mata berdilatasi

    untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar; dan frekuensi jantung

    meningkat untuk menghasilkan energy lebih banyak. Namun, jika stresor terus

    menetap setelah reaksi alarm maka individu tersebut akan masuk pada tahap

    resisten

    2. Tahap resisten

    Dalam tahap ini tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung,

    tekanan darah, dan curah jantung kembali ke tingkat normal. Individu terus

    berupaya untuk menghadapi stresor dan memperbaiki kerusakan. Akan tetapi

    jika stresor terus menetap seperti pada kehilangan darah terus menerus,

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    11/21

    11

    penyakit melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan

    ketidakberhasilan mengadaptasi maka invidu masuk ke tahap kehabisan energi.

    3. Tahap kehabisan tenaga

    Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres

    dan ketika energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah

    habis. Jika tubuh tidak mampu untuk mempertahankan dirinya terhadap

    dampak stresor, regulasi fisiologis menghilang, dan stres tetap berlanjut, maka

    akan terjadi kematian.

    Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah

    kunci dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat

    merangsang bagian tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap

    kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic

    tersebut. Amigdala dan berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-

    abu otak dan nucleus, mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk

    menghasilkan hormone-hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian

    otak depan (frontal) sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian

    ini, walaupun begitu pada penelitian terhadap orang-orang yang mengalami

    PTSD, bagian ini mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system

    amigdala.

    Aktivasi neurotransmiter otonom dan aktivitas endokrin menghasilkan

    banyak gejala PTSD. Hippocampus juga mungkin memiliki efek modulasi di

    amigdala. Korteks orbitoprefrontal sebenarnya dapat menambah efek inhibisi pada

    aktivasi PTSD. Namun, pada orang yang menderita PTSD, korteks

    orbitoprefrontal kurang mampu menghambat aktivasi ini, mungkin karena stres

    akibat atrofi pada daerah hipocampus.Dalam kasus PTSD, ingatan terus-menerus akan peristiwa traumatik yang

    terjadi telah mengganggu proses akuisisi informasi baru dan mengingat informasi

    yang tidak ada kaitannya dengan trauma yang dialami. Yang menjadi persoalan

    adalah terjadinya stres serius yang terus-menerus ini mendorong diproduksinya

    hormon kortisol, yang pada akhirnya merusak struktur otak yang penting bagi

    ingatan, yaitu pada hipokampus dan sistem limbik.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    12/21

    12

    II.6. Manifestasi Klinis

    Gangguan-gangguan ini dapat dianggap sebagai respon maladaptive

    terhadap stress berat atau stress berkelanjutan dimana mekanisme penyesuaian

    tidak berhasil mengatasi sehingga menimbulkan masalah dalam fungsi sosialnya.

    1.Hyperarousal(rangsangan yang berlebihan)

    a. Ansietas yang menetapb. Kewaspadaan yang berlebihanc. Konsentrasi burukd. Insomnia

    2.Re-experience (Pengulangan kembali)

    a. Kilasan balikb. Mimpi burukc. Ingatan yang hidup

    3.Avoidance (penghindaran)

    a. Menghindari hal-hal yang mengingatkanb. Ketidakmampuan mengingat beberapa bagian dari kejadianc. Minat yang rendah terhadap kehidupan sehari-hari

    Sedikitnya 1 gejala re-experience, 3 gejala avoidance dan 3 gejala

    hyperaurosalharus ada selama paling sedikit 1 bulan dan harus disebabkan oelh

    distress yang signifikan atau kekurangan fungsional untuk mendiagnosis suatu

    PTSD. PTSD menjadi kronik jika terjadi lebih dari 3 bulan. 6

    II.7 Diagnosis

    Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III:

    a.

    Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurunwaktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar

    antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jangan sampai melampaui

    6 bulan). Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila

    tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu

    6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak terdapat

    alternative kategori gangguan lainnya.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    13/21

    13

    b. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus dibedakan bayang-bayangatau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang

    kembali (flashbacks)

    c. Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanyadapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.

    d. Suatu sequelae manahun yang terjadi lambat setelah stress yang luarbiasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan

    dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama

    setelah mengalami katastrofa).

    Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Stress Pascatraumatik (DSM-

    IV,Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,ed 4):4

    A. Orang yang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik di mana keduadari berikut ini terdapat:

    1. Orang mengalami,menyaksikan,atau dihadapkan dengan suatu kejadianatau kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang

    sesungguhnya atau cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisikdiri sendiri atau orang lain.

    2. Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat,rasa tidak berdaya atauhorror.

    B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih)

    cara berikut:

    1. Rekoleksi yang menderitakan,rekuren,dan mengganggu tentangkejadian,termasuk bayangan,pikiran,atau persepsi.

    2. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.3. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali.4. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau

    eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian

    traumatik.

    5. Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal ataueksternalyang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    14/21

    14

    C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan traumadan

    kaku karena responsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma),seperti

    yang ditunjukan oleh tiga (atau lebih) berikut ini:

    1. Usaha untuk menghindari pikiran,perasaan,atau percakapan yangberhubungan dengan trauma.

    2. Usaha untuk menghindari aktivitas,tempat,atau orang yang menyadarkanrekoleksi dengan trauma.

    3. Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma4. Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang

    bermakna.

    5. Perasaan terlepas atau asing dari orang lain.6. Rentang aspek yang terbatas.7. Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek.

    D. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum

    trauma),seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) berikut:

    1. kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur.2. iritabilitas atau ledakan kemarahan.3. sulit berkonsentrasi.4. kewaspadaan berlebihan.5. respon kejut yang berlebihan.

    E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria B,C,D ) lebih dari satu bulan.

    F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

    gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan,atau fungsi penting lain.

    II.8 Diagnosis BandingPertimbangan utama dalam diagnosis PTSD adalah kemungkinan bahwa

    pasien juga menderita cedera kepala selama trauma. Pertimbangan organik yang

    dapat menyebabkan dan memperberat gejala adalah epilepsi, gangguan

    pengguanaan alkohol, dan gangguan terkait zat lain. Intoksikasi akut atau putus

    zat juga dapat menunjukkan gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan

    gangguan ini sampai efek zat hilang.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    15/21

    15

    Klinisi harus mempertimbangkan diagnosis PTSD pada pasien yang

    memiliki gangguan nyeri, penyalahgunaan zat, gangguan anxietas lain, dan

    gangguan mood. Pada umumnya PTSD dapat dibedakan dengan wawancara

    pasien mengenai pengalaman traumatik sebelumnya, dan dengan sifat gejala saat

    ini. Gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, gangguan buatan, dan

    malingering juga harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang sulit

    dibedakan dengan PTSD karena dapat muncul bersamaan atau bahkan

    penyebabnya dapat berkaitan. Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak

    memiliki derajat perilaku menghindar hyperaurosalotonom atau riwayat trauma

    yang dimiliki gangguan PTSD. Sebagian karena publisitas yang didapat dari

    PTSD klinisi juga harus mempertimbangkan gangguan buatan atau malingering.

    Gejala PTSD dapat sulit dibedakan juga dengan gejala gangguan panik

    dan Gangguan Cemas Menyeluruh. Hal ini dikarenakan ketiganya berhubungan

    dengan kecemasan dan aktivasi gejala autonomik. .Kunci untuk membedakan

    PTSD adalah relasi waktu antara kejadian traumatik dan gejala. Depresi mayor

    juga sering terjadi bersamaan dengan PTSD. Hal ini perlu dicatat karena akan

    mempengaruhi terapi PTSD.

    II.9 Penatalaksanaan

    1. Farmakoterapi 4,8Obat yang biasanya digunakan untuk membantu penderita PTSD meliputi

    serotonergik antidepresan (SSRI), seperti fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft),

    dan paroxetine (Paxil), dan obat-obatan yang membantu mengurangi gejala fisik

    yang terkait dengan penyakit, seperti prazosin (Minipress) , clonidine (Catapres),

    guanfacine (TENEX), dan propranolol .SSRI adalah kelompok pertama dari obat-obat yang telah menerima

    persetujuan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan PTSD.

    SSRI seperti Sertraline dan Paroxetine dipertimbangkan sebagai terapi lini

    pertama untuk PTSD karena efektivitas dan tingkat keamanannya. SSRI

    mengurangi gejala PTSD dan efektif memperbaiki gejala PTSD yang khas. SSRI

    cenderung membantu penderita PTSD mengubah informasi yang diambil dari

    lingkungan (rangsangan) dan untuk mengurangi rasa takut. Penelitian juga

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    16/21

    16

    menunjukkan bahwa kelompok obat-obatan cenderung mengurangi kecemasan,

    depresi, dan panik. SSRI juga dapat membantu mengurangi agresi, impulsif, dan

    pikiran bunuh diri yang dapat dikaitkan dengan gangguan ini.

    Obat-obatan antipsikotik tampaknya paling berguna dalam pengobatan

    PTSD pada mereka yang menderita agitasi, disosiasi, hypervigilance, kecurigaan

    intens (paranoia), atau istirahat singkat dalam menjadi berhubungan dengan

    realitas (reaksi psikotik singkat). Obat-obat antipsikotik juga sedang semakin

    ditemukan menjadi pilihan pengobatan membantu untuk mengelola PTSD bila

    digunakan dalam kombinasi dengan SSRI.

    Efektivitas Imipramine dan Amitriptilin untuk terapi PTSD secara klinis

    terkontrol baik. Dosis Imipramine dan Amitriptilin harus sama dengan dosis yang

    digunakan untuk mengobati gangguan depresif dan lama minum untuk

    pengobatan adalah 8 minggu. Pasien yang memberikan respon baik, mungkin

    harus melanjutkan farmakoterapi sedikitnya 1 tahun sebelum dicoba penghentian

    obat.

    Obat lain yang dapat berguna dalam terapi PTSD adalah Monoamine

    Oksidase Inhibitor (MAOI) contohnya Fenelzine, Trazodon, dan Antikonvulsan

    contohnya Karbamazepine dan Valproat. Hampir tidak ada data positif mengenai

    penggunaan antipsikotik sehingga penggunaan obat ini, contohnya Haloperidol

    harus dicadangkan untuk mengatasi agresi dan agitasi berat.

    2. Psikoterapi4,9Ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk

    penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive therapy, exposure

    therapy.Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa

    ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:

    1) relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara

    sistematis dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama, 2) breathing retraining,

    yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan -lahan, santai dan menghindari

    bernafas dengan tergesa - gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan

    reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala, 3) positive

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    17/21

    17

    thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilang-kan pikiran negatif dan

    mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal hal yang membuat

    stress (stresor), 4) asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana

    mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti

    orang lain, 5) thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran

    ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.

    Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan

    yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan -kegiatan

    kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri

    karena tidak hati -hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-

    pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak

    rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang

    lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.

    Dalam exposure therapy para terapis membantu meng-hadapi situasi yang

    khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang meng -ingatkan pada trauma

    dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam ke -hidupannya. Terapi

    dapat berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada

    penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan

    menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang

    sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat

    kuat (misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan

    bertambah kuat jika kita ber -usaha mengingat situasi tersebut dibanding berusaha

    melupakannya. Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan

    membantu menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan

    dapat diatasiTerapi kelompok dan keluarga dilaporkan efektif pada kasus gangguan

    stress pasca traumatik. Keuntungan terapi kelompok adalah berbagi nerbagai

    pengalaman traumatik dan mendaatkan dukungan dari angota kelompok lain.

    Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan jika gejala sudah cukup parah atau

    jika terdapat resiko bunuh diri atau kekerasan lainnya.

    II.10 Prognosis4

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    18/21

    18

    Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna, 40% terus menderita gejala

    ringan, 20% terus menderita gejala sedang dan 10% tidak berubah atau

    memburuk.Umumnya orang yang sangat muda atau sangat tua lebih mengalami

    kesulitan. Prognosis yang baik dapat dicapai bila kondisi PTSD muncul dalam

    waktu singkat, durasinya singkat, fungsi premorbid yang baik, dukungan social

    yang baik dan tidak adanya kondisi komorbid atau penyalahgunaan zat.

    Pada umumnya orang yang sangat muda atau sangat tua memiliki lebih

    banyak kesulitan dengan peristiwa traumatik dibandingkan dengan usia paruh

    baya. Kemungkinan anak kecil masih belum memiliki mekanisme mengatasi

    untuk mengatasi kerugian fisik dan emosionak akibat trauma. Demikian juga,

    dengan orang lanjut usia dibandingkan dengan deasa yang lebih muda,

    kemungkinan juga memiliki mekanisme mengatasi yang lebih kaku dan kurang

    mampu melakukan pendekatan fleksibel untuk mengatasi efek trauma.

    Tersedianya dukungan sosial juga mempengaruhi perkembangan,

    keparahan, dan durasi PTSD. Pada umumnya pasien yang memiliki jaringan

    dukungan sosial yang baik kemungkinan tidak menderita gangguan atau idak

    mengalami gangguan dalam bentuk parahnya.

    BAB III

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    19/21

    19

    KESIMPULAN

    Gangguan stress pasca trauma merupakan gangguan yang diakibatkan satu atau

    lebih kejadian traumatik yang dialami atau disaksikan oleh dan apabila tidak ditangani

    dengan benar dapat berlangsung kronis dan berkembang menjadi gangguan stress pasca

    trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian. Wanita lebih sering mengalami

    PTSD dibanding pria. PTSD bisa timbul pada usia kapan saja namun lebih sering

    pada usia dewasa muda.

    Pada umumnya, trauma pada pria berhubungan dengan peperangan

    sedangkan pada wanita sering disebabkan oleh tindakan pemerkosaan.

    Seseorang dapat mengalami PTSD adalah akibat respon terhadap suatu traumayang ekstrem atau sebuah kejadian yang mengerikan yang seseorang alami,

    saksikan, atau dipelajari, terutama yang mengancam hidup atau yang

    menyebabkan penderitaan fisik.

    . Peristiwa fisiologis yang terjadi pada individu saat terjadi stres pertama

    kali dikembangkan oleh Hans Selye. Seyle mengidentifikasikan dua respon

    fisiologis terhadap stres, yaitu localadaptation syndrome (LAS) dan general

    adaptation syndrome (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian

    tubuh lainnya terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis

    lainnya. Sedangkan GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh

    terhadap stres

    Gangguan-gangguan yang ditimbulkan dapat dianggap sebagai respon

    maladaptive terhadap stress berat atau stress berkelanjutan dimana mekanisme

    penyesuaian tidak berhasil mengatasi sehingga menimbulkan masalah dalam

    fungsi sosialnya.

    1.Hyperarousal(rangsangan yang berlebihan)

    e. Ansietas yang menetapf. Kewaspadaan yang berlebihang. Konsentrasi burukh. Insomnia

    2.Re-experience (Pengulangan kembali)

    d. Kilasan balike. Mimpi buruk

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    20/21

    20

    f. Ingatan yang hidup3.Avoidance (penghindaran)

    a. Menghindari hal-hal yang mengingatkanb. Ketidakmampuan mengingat beberapa bagian dari kejadianc. Minat yang rendah terhadap kehidupan sehari-hari

    Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD,

    yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. SSRI adalah

    kelompok pertama dari obat-obat yang telah menerima persetujuan oleh Food and

    Drug Administration (FDA) untuk pengobatan PTSD. SSRI seperti Sertraline dan

    Paroxetine dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk PTSD karena

    efektivitas dan tingkat keamanannya. Ada tiga tipe psikoterapi yang dapat

    digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD, yaitu: anxiety management,

    cognitive therapy, exposure therapy.

    Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna, 40% terus menderita gejala

    ringan, 20% terus menderita gejala sedang dan 10% tidak berubah atau

    memburuk.Umumnya orang yang sangat muda atau sangat tua lebih mengalami

    kesulitan. Prognosis yang baik dapat dicapai bila kondisi PTSD muncul dalam

    waktu singkat, durasinya singkat, fungsi premorbid yang baik, dukungan social

    yang baik dan tidak adanya kondisi komorbid atau penyalahgunaan zat.

  • 7/29/2019 referat PTSD.docx

    21/21

    21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Post Traumatic Stress Disorder Research Fact Sheet. 2007. Diambil darihttp://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-

    disorder-research-fact-sheet/index.shtml

    2. Posttraumatic Stress Disorder. 2002. Diambil darihttp://www.ncvc.org/ncvc/main.aspx?dbName=DocumentViewer&Docum

    entID=32364

    3. http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDF4. Kaplan, Sadock, Grebb, MD, 2007. Sinopsis Psikiatri. Jilid ke-2, Binapura

    Angkasa, Jakarta: 68-75.

    5. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisikedua. EGC: Jakarta

    6. Mental Health America, 2007.Post-traumatic Stress Disorder. MentalHealth America. Available from:

    http://mentalhealthamerica.net/index.cfm?objectid=C7DF91D3-1372-

    4D20-C8E6CFE1B56A38AB

    7. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJIII. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika

    Atma Jaya

    8. Post traumatic Stress Disorder (PTSD). 2010. Diambil darihttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder

    ptsd/index.shtml

    9. Defence Center of Excellent, 2010, Treatments for Post-Traumatic StressDisorder. Diambil dari : www.dcoe.healthmil

    .

    http://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-disorder-research-fact-sheet/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-disorder-research-fact-sheet/index.shtmlhttp://www.ncvc.org/ncvc/main.aspx?dbName=DocumentViewer&DocumentID=32364http://www.ncvc.org/ncvc/main.aspx?dbName=DocumentViewer&DocumentID=32364http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDFhttp://mentalhealthamerica.net/index.cfm?objectid=C7DF91D3-1372-4D20-C8E6CFE1B56A38ABhttp://mentalhealthamerica.net/index.cfm?objectid=C7DF91D3-1372-4D20-C8E6CFE1B56A38ABhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/topics/post-traumatic-stress-disorder%20ptsd/index.shtmlhttp://mentalhealthamerica.net/index.cfm?objectid=C7DF91D3-1372-4D20-C8E6CFE1B56A38ABhttp://mentalhealthamerica.net/index.cfm?objectid=C7DF91D3-1372-4D20-C8E6CFE1B56A38ABhttp://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDFhttp://www.ncvc.org/ncvc/main.aspx?dbName=DocumentViewer&DocumentID=32364http://www.ncvc.org/ncvc/main.aspx?dbName=DocumentViewer&DocumentID=32364http://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-disorder-research-fact-sheet/index.shtmlhttp://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-disorder-research-fact-sheet/index.shtml