referat otomikosis.docx

27
REFERAT OTOMIKOSIS Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan di RSUD Salatiga Disusun Oleh Nama : Veri Ambar Sari No. Mahasiswa : 20080310216 Diajukan Kepada: dr. Yunie Wulandarrie, Sp. THT-KL, M. Kes

Upload: veri-ambar-sari

Post on 26-Oct-2015

317 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

REFERAT

OTOMIKOSIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan

Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan di RSUD Salatiga

Disusun Oleh

Nama : Veri Ambar Sari

No. Mahasiswa : 20080310216

Diajukan Kepada:

dr. Yunie Wulandarrie, Sp. THT-KL, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

OTOMIKOSIS

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada September 2013

Menyetujui,

Dokter Pembimbing

dr. Yunie Wulandarrie, Sp. THT-KL, M. Kes

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan memanjatkan puji dan syukur yang tak

terhingga kehadirat Allah SWT. akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas referat

Otomikosis ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad SAW.

Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan profesi

Kedokteraan pada Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. dr. Yunie Wulandarrie, Sp. THT-KL, M. Kes selaku dosen pendidik klinik

2. Rekan-rekan dokter muda, serta semua pihak yang telah membantu.

Penulisan referat ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis mengharapkan

saran dan kritik yang berguna. Semoga untuk selanjutnya tulisan ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Salatiga, September 2013

Penulis

DAFTAR ISIJUDUL..........................................................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................2

KATA PENGANTAR...................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................6

A. Latar Belakang................................................................................................6

B. Tujuan.............................................................................................................7

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA.......................................................8

A. Telinga luar.....................................................................................................8

B. Telinga tengah.................................................................................................9

C. Telinga dalam...............................................................................................10

D. Fisiologi Pendengaran...................................................................................10

BAB III OTOMIKOSIS..............................................................................................12

A. DIFINISI.......................................................................................................12

B. Epidemiologi.................................................................................................12

C. Etiologi..........................................................................................................13

D. Gejala klinis..................................................................................................14

E. Diagnosa.......................................................................................................15

F. Penatalaksanaan................................................................................................16

G. Komplikasi....................................................................................................17

H. Prognosa........................................................................................................17

BAB IV KESIMPULAN.............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Fungi, ( bahasa latin dari jamur ), adalah organism eukariotik, pembawa

spora, hanya sedikit mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual

maupun aseksual.Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur

( fungal otitis externa ) digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik

oleh jamur yang menginfeksi epitelskuamosa pada kanalis auditorius eksternus

dengan komplikasi yang jarang melibatkan telingatengah. Walaupun sangat jarang

mengancam jiwa, proses penyakit ini sering menyebabkan keputusasaan baik pada

pasien maupun ahli telinga hidung tenggorok karena lamanya waktuyang diperlukan

dalam pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinyayang

begitu tinggi.1

  Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh

belahan dunia. Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik,

faktor lingkungan, dan jugawaktu. Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang

sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan prevalensinya mencapai 9 % dari

keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan tanda otitis eksterna. Walaupun

terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi, melawan

pendapat lain yang menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai

responhost yang immunocompromise terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi

laboratorium dan pengamatan secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab

patologis yang sebenarnya, dengan Candida dan Aspergillus sebagai spesies jamur

yang terbanyak diperoleh dari isolatnya.2

  Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis,

termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status

pasien yang immunocompromised, dan peningkatan pemakaian preparat steroid dan

antibiotik topikal. Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal,

penghentian pemakaian antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut

ini akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis,

faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari otomikosis, sehingga kita dapat

mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.2

B. Tujuan

Tujuan referat ini adalah :

Untuk mengetahui secara rinci tentang otomikosis

Untuk mengetahui cara menegakkan diagnose dan penanganan

Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang di perlukan

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

 

A. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga

berbentuk huruf S, dan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan

dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5–3 cm.4

 

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar

serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada

seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga

repellant terhadap serangga. 4

Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion mineral,

dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai

ganda. Asam lemak inimenyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga

menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen

dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah

terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang

disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan

oleh ketiadaan serumen. 4

B. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : membran timpaniBatas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.

Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis,

kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window)

dan promontorium. 4

  Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars

flaksida ( membrane sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran

propria ). Pars flaksida hanya berlapisdua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel

kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh selkubus bersilia, seperti epitel

mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,yaitu lapisan yang

terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian

luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga

saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani,

maleus melekat denganinkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada

tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang

pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah

yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah. 4

C. Telinga dalam

  Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah

lingkaran danvestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau

puncak koklea disebuth elikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan

skala vestibuli. 4

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala

vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya.

Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media

berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan

endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan

membrane vestibuli ( Reissner’s membrane ), sedangkan dasar skala media adalah

membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala mediaterdapat

bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran

basalismelekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan

kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti. 4

D. Fisiologi Pendengaran

  Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran

adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi

oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang

ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran

melalui daya ungkit tulang pendengarandan perkalian perbandingan luas membran

timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan

diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada

skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basalis danmembran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadiny adefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut ,sehingga melepaskan neurotransmitter

ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai

ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis. 4

BAB III

OTOMIKOSIS

A. DIFINISI

Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi

jamur, yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering

dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akutdan subakut, dan khas

dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis

inimenyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya

penumpukandebris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri. 5

 

B. Epidemiologi

Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah

dengancuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1

dari 8 kasus infesitelinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini

disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka

prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami

gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah

dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal darinegara

tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna

yangdisebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim

panas.5

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis

dijumpai lebih banyak pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria.

Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian

tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan

yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan55,8 % nya merupakan lelaki, sedangkan

44,2% nya merupakan wanita.

 

C. Etiologi

 

Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis,

meliputi ketiadaanserumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan

trauma lokal, yang biasanyasering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan

alat bantu dengar. Serumen sendirimemiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang

berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang

dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang

dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius

eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.

Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan

asthma.5

  Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit,

terutama Aspergillus niger . Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus,

Allescheria boydii,Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp.

Sebagai tambahan, otomikosisdapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi

tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan

kortikosteroid dan berenang. 5

  Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi

jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum

dimengerti. Beberapa darifaktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya

infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan

kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( sepertigangguan imun tubuh,

kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas,

kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik,

postmastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada

telinga. 5

D. Gejala klinis

 

Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna

pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak

dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga

dan gatal.4

  Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006,

yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala

otomikosis sebagai berikut :

Tabel 1. Presentase masing-masing gejala otomikosis

Simptom Jumlah Pasien

( n )

Persentase

( % )

Otalgia

Otorrhea

Kehilangan

pendengaran

Rasa penuh pada

telinga

Gatal

Tinnitus

63

63

59

44

20

5

48

48

45

33

23

4

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan

kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun

telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama

halus. Bila meluas sampai kedalam,sampai ke membran timpani, maka akan dapat

mengeluarkan cairan serosanguinos.6

  Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya

akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih

dan panjang dari permukaankulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding

kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada

membran timpani.6

E. Diagnosa

 

Diagnosa didasarkan pada : Anamnesis. Adanya keluhan nyeri di dalam

telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang paling penting adalah

kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang,

menyelam, dan sebagainya. 6

  Gejala Klinik. Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun

telinga menjadi merah, skuamous dandapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3

bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa

berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit. 6

  Pemeriksaan Laboratorium Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit

liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akantampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan

kadang-kadang dapat ditemyukan spora-spora kecildengan diameter 2-3 u. 6

  Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan

pada suhu kamar.Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament

berwarna putih. Denganmikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa

dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya. 6

F. Penatalaksanaan

 

Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan

lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang

yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga

harus sering dibersihkan. 6

  Pengobatan yang dapat diberikan seperti : Larutan asam asetat 2-5 % dalam

alcohol, larutan lodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran

antibiotic dan steroid yang diteteskan ke liang telinga. Akhir-akhir ini yang sering

dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin ,

ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secarasistemik.8

  Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara

komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak

menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini

menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga

harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan

tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan

dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat

ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah

homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan

membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.5

 

G. Komplikasi

 

Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari

membrane timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,

dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran

timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani

sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya

perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16 %

dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi

terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan

konsekuens iinokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan

ekstensi langsung infeksitersebut dari kulit sekitarnya.6

H. Prognosa

 

Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi

dengananti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi ( penyembuhan )

yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi,

jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi

lingkungan normal dari kanalis auditoriuseksternus masih terganggu. 6

BAB IV

KESIMPULAN

 

Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub

akut, maupun kronik yang terjadi pada liang telinga luar ( kanalis auditorius

eksternus).

  Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret

(otorrhea ), gatal, sampai berkurangnya pendengaran.

 Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen,

kelembaban yang tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan

penggunaan kortikosteroid, dananti mikroba pada infeksi sebelumnya. Spesies yang

paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillumdan

Candida.

Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan

faktor-faktor predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun

sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003).

Otomycosis in Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The

Journal of Laryngology and Otology 

2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006).

Otomycosis : Clinical featuresand treatment implications. The Journal of

Otolaryngology-Head and neck Surgery

3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005).

Presumed diagnosis : Otomycosis

4. Soetirto, I. Hendarmin, H. Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam :

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds

6. Jakarta : FK UI. 2007

5. Fungal Ear Infection. available from  www.patient.co.uk    

6. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.

Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta: Media Aesculapius 

7. Ali Zarei Mahmoud abadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases

of Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486-

488

8. Hafil, A. Sosialisman. Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 6. Jakarta : FK

UI. 2007