referat malaria

35
BAB I PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria. Beb erap a upa ya dilaku kan untuk men ekan ang ka kesaki tan dan k ematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pe nge nda lian vector yan g kesemu any a dit uju kan untuk mem utu skan ran tai penularan malaria. 1

Upload: hudania-addina

Post on 30-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Malaria

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan

kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu

malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.

Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia.

Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun daerah

endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan

hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria

dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167

kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,

yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan

untuk memutuskan rantai penularan malaria.

1

Page 2: Referat Malaria

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium

yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi.

Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan

ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan

gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun

kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi

sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

2.2 DISTRIBUSI DAN INSIDEN

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika

(bagian Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1.6 triliun manusia

terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta

pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Kanada, negara di Eropa

(kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunei, dan Australia.

Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrol nya yang baik; walaupun demikian

di negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di import karena pendatang dari

negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria. Di Indonesia kawasan

Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari

Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria

dengan P. falciparum dan P. vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau,

Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.

2

Page 3: Referat Malaria

Gambar 1 Distribusi Malaria

Sumber : emedicine health

Gambar 2 Peta Penyebaran Malaria di Indonesia

Sumber : http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/malaria.pdf

3

Page 4: Referat Malaria

2.3 TRANSMISI DAN EPIDEMIOLOGI

Daur Hidup Parasit Malaria

Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles

ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari

ibu hamil kepada janinnya. Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles

betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah

dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya

akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual. Perkembangan

ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan 15 hari untuk plasmodium

malaria. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan

mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian parasit di

dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini

yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk

melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor

antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif

tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P. falciparum diduga suatu glycophorins,

sedangkan pada P. malaria dan P. ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam

parasit berubah menjadi bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo – headphones,

yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah

memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin

yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding

berubah lonjong, pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob

yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam

eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6 – 36

merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. falciparum, P.

vivax, dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malaria adalah 72 jam.

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila

nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk.

4

Page 5: Referat Malaria

Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet

yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk ookista yang akan menjadi

masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap

menginfeksi manusia.

Gambar 3 The Life Cycle of Malaria

Sumber : http://undip.ac.id/2010/12/02/analisis-grafik-kasus-dbd-dan-malaria

Tingginya slide positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis

penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi :

Hipoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 0-10%

Mesoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%

Hiperendemik : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%

Holoendemik : bila parasit rate atau spleen rate >75%

5

Page 6: Referat Malaria

2.4 PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam

sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami

fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan

menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit.

Bentuk aseksual dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya

malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang

disebabkan oleh P. falciparum.

Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host).

Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit, dan virulensi

parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor pejamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat

tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara

garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24

jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte

surface antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP

stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich Protein-1

(HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan

dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan

TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan

lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh

darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit

maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan

adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin

malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa

sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena

terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah

pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari

6

Page 7: Referat Malaria

eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasia dari

retikulosit diserta peningkatan makrofag.

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke

dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan

struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut

meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.

Gambar 4

Sumber : http://www.emedicinehealth.com/malaria/article_em.htm

Sitoadherensi

7

Page 8: Referat Malaria

Ialah perlekatan antara parasit dalam eritrosit (EP) stadium matur padapermukaan endotel

vaskuler.perlekatan terjadi dengan cara molekul edhesi yang terletak dipermukaan knob EP

melekat dengan molekul molekul adhesif yang terletak di permukaanendotel vaskuler.

Sekuestrasi

Sithoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi.Parasit

dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP maturyang

mengalami sekuestraasi.

Resseting

Ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang nonparasit.

Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting.

Rosetting menyebabkan pbstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah

terjadinya sitoadheren.

Sitokin

Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari

malaria toksin (LPS,GPI). Sitokin ini antara lain TNF-ά, IL-1, IL-3, IL-6, LT (lymphotoxin) dan

interferon gamma (INF-γ).

Nitrit oksida

Diteliti bahwa nitrid oksida memberikan efek protektif karena membatasi parasit dan

menurunkan ekspresi molekul adhesi.

2.5 PATOLOGI

Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum karena kematian

biasanya disebabkan oleh P. falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang

penting ialah keadaan mikrovaskular dimana parasit malaria berada. Beberapa organ yang

terlibat antara lain otak, jantung, paru, hati, limpa, ginjal, usus, dan sumsum tulang.

2.6 GEJALA KLINIS

8

Page 9: Referat Malaria

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala

utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni

(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau

terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya

pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran

karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.

Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi

malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (P. falciparum sering

menimbulkan komplikasi, daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia

lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi,

kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.

2.7 MANIFESTASI KLINIS MALARIA TANPA KOMPLIKASI

Dikenal 4 jenis plasmodium (P) yaitu, P. vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan

menyebabkan malaria tertiana/vivax, P. falciparum, memberikan banyak komplikasi dan

mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan

menyebabkan malaria tropika/falciparum, P. malariae, cukup jarang namun dapat menimbulkan

sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartana/malariae dan P. ovale dijumpai pada

daerah Afrika dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh

spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Manifestasi Umum Malaria

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan splenomegali.

Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi

sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin

di punggung, nyeri sendi, dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan, dan

kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan ovale, sedang pada P.

falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin (15-

60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan

9

Page 10: Referat Malaria

pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan

meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan

panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode

berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.

Trias malaria lebih sering terjadi pada P. vivax, pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung

berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam pada

P. vivax dan ovale, 60 jam pada P. malariae.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:

Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan

paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini

dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.

Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi

malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

Recrudescense : berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah

berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik

sesudah periode laten dari serangan primer.

Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya

serangan primer.

Relapse atau Rechute : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari

waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa

latent (ssampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar

eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis dan pengobatan awal pada kasus malaria bertujuan untuk :

Pengobatan yang lengkap

10

Page 11: Referat Malaria

Mencegah progresi dari malaria tanpa komplikasi ke penyakit berat

Mencegah kematian

Mencegah transmisi

Meminimalkan resiko penyebaran dan resistensi obat

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan

dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (RDT-Rapid

Diagnostik Test).

A. Anamnesis

1. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual muntah,

diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

4. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

B. Pemeriksaan fisik

1. Demam (pengukuran dengan thermometer > 37,5 ° C)

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

3. Pembesaran limpa (splenomegali)

4. Pembesaran hati (hepatomegali)

C. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium

Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang

diperiksa dengan mikroskop. Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk menunjang

penanganan klinis. Kapanpun bila memungkinkan disarankan untuk melakukan pemeriksaan

kimia darah (hitung sel darah putih, hitung sel darah merah, hematokrit, hemoglobin, hitung

trombosit, dan lain-lain).

Manfaat penunjang laboratorium adalah :

11

Page 12: Referat Malaria

Untuk diagnosis kasus pada kegagalan obat.

Untuk penyakit berat dengan komplikasi.

Untuk mendeteksi penyakit tanpa penyulit di daerah yang tidak stabil atau daerah dengan

transmsi rendah dan penting untuk daerah yang ada infeksi P.falciparum dan P.vivax

secara bersamaan, sebab pengobatan keduanya berbeda.

Tekhnik diagnosis :

Diagnosis laboratorium dibuat dari adanya parasit di dalam sel darah merah. Tipe apusan yang

didapat adalah :

1. Film tebal. Sel darah merah lisis, dan sel darah putih, platelet, dan parasit terlihat. Metode ini

tidak membedakan antara Plasmodium dengan Babesia.

2. Film tipis. Dengan metode ini, tampilan morfologis Nampak untuk membedakan antara

Plasmodium dari Babesia dan untuk identifikasi spesies definitive.

Faktor-faktor berikut yang berguna dalam menentukan spesies parasit:

1. Jumlah parasit di dalam eritrosit.

2. Karakteristik morfologis dari parasit (contoh, bentuk gametosit bulan sabit pada P. falcifarum

biasanya terdapat pada malaria berat.

3. Derajat parasitemia (jumlah eritrosit yang terinfeksi pada apusan darah tepi): dikatakan berat

jika lebih besar dari atau sama dengan 10%

12

Page 13: Referat Malaria

Mikroskop cahaya

Sediaan darah dengan pulasan Giemsa adalah merupakan dasar dari pemeriksaan dengan

mikroskop cahaya. Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapangan

mikroskopis dengan pembesaran 500-600 kali yang setara dengan 0,20 µL darah. Jumlah parasit

dapat dihitung per lapangan mikroskopis.

Metode semi kuantitatif

Untuk hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal adalah sebagai berikut :

+ = 1 – 10 parasit per 100 lapangan

++ = 11 – 100 parasit per 100 lapangan

+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan

++++ = >10 parasit per 1 lapangan

+++++ = >100 parasit per 1 lapangan, setara dengan 40.000 parasit / µL

Hitung parasit dapat juga dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit

dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000 / µL darah, sehingga densitas

parasit dapat dihitung sebagai berikut :

Parasit / µL darah = (Jumlah parasit yang dihitung × 8000)/(jumlah leukosit yang dihitung (200))

Sayang sekali bahwa diagnosis mikroskopis secara rutin kadang-kadang kurang bermutu

atau tidak dapat dilakukan pada sistem pelayanan kesehatan di daerah perifer. Walaupun

teknolginya sederhana dan biayanya relatif murah, diagnosis mikroskopis ini tetap memerlukan

infrastruktur yang memadai untuk pengadaan dan pemeliharaannya, serta untuk melatih tenaga

mikroskopik dan mempertahankan mutu.

Tekhnik mikroskopis lain

Berbagai jenis upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas teknik mikroskopis

yang konvensional, diantaranya :

13

Page 14: Referat Malaria

Teknik QBC (Quantitavie Buffy Coat) dengan pulasan jingga akridin (acridine orange)

yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan salah satu hasil usaha

ini, tetapi masih belum dapat digunakan secara luas seperti pemeriksaan sediaan darah tebal

dengan pulasan Giemsa menggunakan mikroskop cahaya biasa.

Teknik Kawamoto merupakan modifikasi teknik pulasan jingga akridin yang memulas

sediaan darah bukan dengan giemsa tetapi dengan akridin dan diperiksa dengan mikroskop

cahaya yang diberi lampu halogen.

Metode lain tanpa mikroskop

Beberapa metode untuk mendeteksi parasit malaria tanpa mengguankan mikroskop telah

dikembangkan dengan maksud untuk mndeteksi parasit lebih baik daripada dengan mikroskop

cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat yang berasal dari parasit.

Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang

spesifik parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II).

Tes spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di

Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan dapat

dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan

memerlukan sedikti latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik.

Kelemahan tes dip-stick ini adalah :

Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam

tahap pengembangan)

Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)

Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan

reaksi positif.

Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat

dideteksi.

Biaya tes ini cukup mahal.

Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan

epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen

residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita

14

Page 15: Referat Malaria

tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini

digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.

Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai

cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah

parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana

penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

Metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu

hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan PCR

(polymerase chain reaction). Akhir-akhir ini beberapa pelacak (probe) DNA dan RNA yang

spesifik telah dikembangkan untuk mengidentifikasi keempat spesies Plasmodium, tetapi

terutama untuk plasmodium falciparum, tes ini sangat spesifik dan sensitif, dapat mendeteksi

hingga minimal 2 parasit, bahkan 1 parasit / µL darah. Penggunaan pelacak tanpa label radioaktif

(non radioactivelabelled probe) meskipun kurang sensitif dibandingkan dengan yang

menggunakan bahan label radioaktif, mempunyai shelf-life lebih panjang dan lebih mudah

disimpan dan diolah.

Kelemahan tes ini adalah :

Penyediaan DNA dan RNA sangat rumit

Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit

Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan mahal

Metode ini membutuhkan waktu lebih lama (>24 jam)

Tidak dapat membedakan stadium aseksual dan seksual

Tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif

Sementara keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan

mengidentifikasi infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk

studi epidemiolgi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan penanganan

malaria tanpa komplikasi.

2.9 DIAGNOSIS BANDING

15

Page 16: Referat Malaria

Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada

hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,

bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia,

infeksi saluran kencing, tuberkulosis. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita

dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetap tidak menunjukkan

gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria

beratnya. Pada malaria dengan ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria

serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid

ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan

metabolik (diabetes, uremi), gangguan serebro-vaskular (strok), eklampsia, epilepsi, dan tumor

otak.

2.10 KOMPLIKASI

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11 atau setara dengan

sopourus.Terjadi karena sumbatan mikrosirkulasi serebral oleh eritrosit terinfeksi parasit dan

toksin yang dihasilkan parasit. Edema serebri yang sering ditemukan pada otopsi karena

peningkatan permeabilitas kapiler akibat berbagai mediator, terutama kinin hingga plasma

bocor keluar dari vaskular. Namun, tesis tersebut diragukan karena saat diukur tekanan cairan

serebrospinal, sering kali normal, juga adanya kebocoran plasma juga diragukan karena rasio

kadar albumin dalam darah dengan cairan serebrospinal ternyata sama. Hipotesis mekanis

menyatakan malaria serebral terjadi akibat sumbatan mekanis pada mikrosirkulasi akibat

penurunan kemampuan deformitas eritrosit terinfeksi sewaktu melewati kapiler karena sel

menjadi kaku, namun pendapat tersebut sekarang tidak dianut lagi. Yang sekarang dianut

adalah obstruksi mikrosirkulasi terjadi akibat sekuestrasi parasit karena sitoadherens.

Obstruksi ini menyebabkan hipoksia dan iskemia yang akan mengganggu fungsi otak.

Hipotesis sitokin menyatakan bahwa YNF dapat merusak dinding vaskular dan sel endotel

hingga menimbulkan nekrosis dan mengganggu fungsi saraf termasuk koma melalui induksi

iNOS untuk menghasilkan NO dalam jumlah banyak.Kadar laktat pada cairan cerebrospinal

meningkat pada malaria serebri yaitu >2,2 mmol/l dan bila melebihi >6 mmol/l maka

merupakan prognosis yang fatal.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/ȝl.

16

Page 17: Referat Malaria

Penyebab bersifat multifaktorial yaitu penghancuran eritrosit yang terinfeksi maupun yang

tak terinfeksi dan gangguan eritropoeiesis. Hemolisis terjadi akibat rusaknya eritrosit

sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit terinfeksi maupun yang tak terinfeksi

oleh RES di limpa karena deformitas eritrosit yang kaku sehingga tidak dapat melalui

sinusoid limpa atau karena mekanisme imun. Pada sistem imun, eritrosit tersebut akan

diselimuti oleh IgG yang kemudian dihancurkan di limpa. Diseritropoiesis diperantarai

sitokin terutama TNF yang dapat mengganggu produksi eritrosit. Selain itu juga eritropoietin

pada penderita malaria berat tidak adekuat sehingga mendukung terjadinya anemia berat,

namun masih banyak hal lain yang sampai sekarang masih menjadi penelitian untuk

membahas tentang diseritropoiesis pada penderita malaria yg mengakibatkan anemia.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada

anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. Gangguan ginjal

diakibatkan oleh anoksia akibat sumbatan kapiler aliran darah ke ginjal. Sebagai akibatnya

adalah penurunan filtrasi pada glomerolus yang secara klinis dapat terjadi oligouria atau

poliuria.

4. Edema paru. Sering terjadi pada dewasa dan jarang terjadi pada anak. Merupakan komplikasi

paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kemaian. Edema paru terjadi

karena kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis,

dan uremi. Gejala awal adalah peningkatan respirasi >35X / menit. Pada pemeriksaan

radiologik dijumpai gambaran bronkovaskular tanpa pembesaran jantung.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan

temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria

pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

2.11 PENATALAKSANAAN

17

Page 18: Referat Malaria

Pengobatan Malaria Falciparum

Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan

ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa ditemukan parasit

dalam darahnya perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria :

1. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria berat atau

dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi atau malaria beratmemakai obat

parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral.

2. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak

terjadikegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan pengobatan

ACT (Artemisinin base Combination Therapy).

3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang

positif dan dilakukan monitoring  efek atau respon pengobatan.

4. Pengobatan malaria klinis atau tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obatnon-ACT.

Ada lima golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan kausal berdasarkan mekanisme

kerjanya, kelima golongan itu adalah :

1. Skizontosida jaringan primer 

Obat – obat ini mampu membasmi praeritrosit sehingga mencegah parasit ini untuk masuk ke

dalam eritrosit. Biasanya digunakan sebagai profilaksis kausal, yaitu pengobatan yang dilakukan

untuk mencegah terjadinya infeksi atau timbulnyagejala. Contoh obat golongan ini, yaitu

pirimetamin, proguanil.

2. Skizontosida jaringan sekunder 

Obat ini mampu membasmi parasit pada daur hidup eksoeritrosit dan digunakan untuk

pengobatan radikal infeksi sebagai obat anti relaps. Namun

dalam pengobatan malaria Tropikana ini, obat yang termasuk dalam golongan ini tidak dapat dig

unakan sebab parasit Plasmodium falciparum tidak mengalami fase eksoeritrosit. Contoh

obatnya adalah primakuin.

3. Skizontosida darah

18

Page 19: Referat Malaria

Obat- obat ini memiliki kemampuan dalam membasmi parasit pada stadiumeritrosit dengan cara

mengakhiri serangan yang terjadi, dimana hal ini berhubungan dengan penyakit akut yang

disertai gejala klinis. Obat golongan ini dibagi menjadi 2 yaitu yang kerjanya lambat dan yang

kerja cepat. Contoh obat golongan skizontosida kerja lambat yaitu; golongan penghambat

sintesis folat dan antibiotik kecuali antibiotik golongan sepalosporin dan contoh obat

skizontosida kerja cepat yaitu : Derivate artemisin, amodiaquin, chloroquin,kinin dan kinidin,

antibiotik golongan sepalosporin, meflokuin, atovaquone, dan halofantrin.

4. Gametositosida

Obat ini memiliki kemampuan dalam penghancuran semua bentuk seksual termasuk pada

stadium gametosit sehingga transmisinya menuju ke nyamuk dapat dicegah. Contoh obatnya

adalah primakuin.

5. Sporontosida

Obat ini memiliki kemampuan dalam mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk

membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk  Anopheles. Contoh obatnya adalah primakuin

dan proguanil. Obat-obat malaria yang ada, dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus

kimianya, yaitu:

4-aminoquinolons contohnya kloroquin dan amodiaquin

Diaminopiridins contohnya pirimetamin, trimetoprim

Biguanida contohnya proguanil dan klorproguanil

8-aminoquinolon contohnya Primakuin

Alkaloidcinchonae contohnya quinin dan quinidin

Sulfon dan Sulfonamida contohnya sulfadoksin

Kuinolinmetanol dan fenantrenmetanol contohnya meflokuin

Antibiotik contohnya tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, dan minosiklin

9-aminoakridin contohnya mepakrin(2)

Penatalaksanaan malaria falsiparum menurut DepKes RI (2008)

19

Page 20: Referat Malaria

Di Indonesia saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan oleh programmalaria, yaitu

Artesunate – Amodiaquin serta Dihydroartemisinin – Piperaquin

1. Pengobatan lini pertama

Saat ini Pada Program Malaria untuk pengobatan lini pertama Malaria falsiparum digunakan obat

Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

atau Dihydroartemisinin + Piperakuin + Primakuin. Obat program yang tersedia saat ini adalah

sediaan artesunate – amodiaquin dan dihydroartemisinin – piperaquin. Setiap kemasan artesunate

– amodiaquin terdiri dari 2 blister, yaitu blister amodiakuin 200 mg ( setara amodiakuin

basa 153mg) 12 tablet dan blister artesunat 50 mg 12 tablet. Obat diberikan selama 3

haridengan dosis tunggal harian amodiakuin basa 10 mg/kg BB dan artesunat 4 mg/kgBB,

primakuin 0,75 mg/kg BB.

2. Pengobatan lini kedua

Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala klinis tidak memburuk

tapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi) maka

diberikan pengobatan lini kedua malaria falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina +

Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10

mg/kg BB/hari selama 7 hari. Dosis maksimal kina adalah 9 tablet untuk dewasa. Kina yang

beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin

yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg

Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa

adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila

tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari

dengan dosis 4-5 mg/kgBB. Doksisiklin maupun Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada

anak dibawah 8 tahun dan ibu hamil. Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis

maksimal primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa.

2.12 PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,

khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaksis yang dianjurkan

20

Page 21: Referat Malaria

ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh karenanya

masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri

dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara:

Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (kelambu yang dicelup

dengan pemethrin atau deltamethrin).

Menggunakan obat pembunuh nyamuk baik dalam bentuk spray, lotion, asap,atau

elektrik.

Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk akan dapat menggigit dan harus

memakai proteksi (baju lengan panjang, kaos kaki/stocking ). Nyamuk akan menggigit di

antara jam 18.00 sampai jam 06.00. Nyamuk jarang padaketinggian di atas 2.000 m.

Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dengan kawat anti nyamuk.

Tabel 2.2 Obat-obat untuk mencegah malaria pada wisatawan 

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi terhadap klorokuin,

maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap hari

21

Page 22: Referat Malaria

dimulai 1-2 hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria dengan dosis2 mg/kg BB selama tidak

lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <8 tahun dan ibu hamil.

Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan.

Hal yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain

pada masing-masing bentuk stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah

P. falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi

terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu vaksin

sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission

blocking  untuk melawan bentuk gametosis.(2)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yangdisebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa.

Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P.

vivax, dan P. malariae. Malaria jugamelibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina.

Daur hidup spesiesmalaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan

fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks

antara parasit, inang dan lingkungan.

Manifestasi klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria

(menggigil-panas berkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan

darianamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit

malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum,

lini pertama: artesunat + amodiakuin + primakuin, lini kedua: kina + dosksisiklin/tetrasiklin +

primakuin. 

SARAN

22

Page 23: Referat Malaria

Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan :

1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles

Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida

Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik

Mengurangi tempat perindukan

Mengobati penderita malaria

Pemberian pengobatan pencegahan

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis secara dini

dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasilyang maksimal

3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemismalaria agar

mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria

DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto PN. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2. Depkes RI, Ditjen PP & PL, Dit. PPBB, 2010, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria

di Indonesia, Jakarta.

3. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor).Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.Jakarta: EGC, 2000

4. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis

Malaria Berat. Dalam:Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000

5. http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-diagnosis.html

6. National Institute of Malaria Research.2009.Guidelines for Diagnosis and Treatment of

Malaria.New Delhi.

23

Page 24: Referat Malaria

7. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor).Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.Jakarta:EGC.

8. Prof. G. Carosi.Diagnosis of Malaria Infection.Italy:Institute of Infectious and Tropical

Disease University of Brescia.

9. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam : Noer S et al (editor). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000

10. Mansyor A dkk. 2001. Malaria. Dalam : Kapita Selekta Kedoktearn, Edisi ketiga, Jilid I.

Jakarta. Faakultas Kedokteran UI.

11. http://www.emedicinehealth.com/malaria/article_em.htm

12. http://undip.ac.id/2010/12/02/analisis-grafik-kasus-dbd-dan-malaria

13. http://revforall.com/2011/09/malaria-falciparum.html

14. http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/malaria.pdf

15. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Jakarta. 2006.

24