referat malaria ayukusumaningrum

57
0 REFERAT MALARIA PADA ANAK Disusun Oleh : Ayu Kusuma Ningrum 030.08.048 Pembimbing : Dr. Tjahaja Bangun Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: ayu-kusuma-ningrum

Post on 25-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

0

REFERAT

MALARIA PADA ANAK

Disusun Oleh :

Ayu Kusuma Ningrum

030.08.048

Pembimbing :

Dr. Tjahaja Bangun Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 10 Juni – 24 Agustus 2013

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya

saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Malaria Pada Anak”. Referat ini saya susun

untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Budhi Asih.

Saya mengucapkan terumakasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Tjahaja Bangun

Sp.A yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan

dalam penyusunan referat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini.

Oleh karena itu segala kritik dan saran sangat saya harapkan.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih banyak, dan saya berharap referat ini dapat

berguna bagi rekan rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang

Malaria pada anak.

Jakarta, Juli 2013

Ayu Kusuma Ningrum

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………...4

2.1 Definisi………………………………………………………………………………4

2.2 Epidemiologi…………………………………………………………………………4

2.3 Etiologi………………………………………………………………………...4

2.4 Siklus Hidup.......................................................................................................5

2.5 Patogenesis.........................................................................................................6

2.6 Patologi………………………………………………………………..............9

2.7 Manifestasi.........................................................................................................9

2.8 Penegakan Diagnosis......................……………………………………………13

2.9 Pengobatan………………………………………………………………….....17

2.10 Prognosis...............................................................................................26

2.11 Upaya pencegahan dalam masyarakat...................................................26

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………….32

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………33

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas

dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia, terutama

Negara-negara beriklim tropis dan subtropics. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus

malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua Afrika.(1,2,3) Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun daerah

endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta

kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di

Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.(3)

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,

yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi

diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang

kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.(3)

1.2 Pembatasan Masalah

Referat ini hanya membahas definisi, epidemiologi, etiologi, siklus hidup

Plasmodium, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis

penyakit malaria.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk:

Memahami definisi epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit malaria.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa

genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.

Menurut WHO adalah Malaria merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

parasit malaria Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual dalam darah yang ditularkan oleh nyamuk malaria (anopheles) betina.

Dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.(3,4)

2.2 Epidemiologi

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan

derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai

respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat

maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang

terinfeksi malaria adalah (5,6):

1. Ras atau suku bangsa

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih

tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P.

falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu

Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan

perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini

merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang

masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

2.3 Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.

Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies

yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium

ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan

5

langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada

janinnya.(6,7)

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana.

P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale

merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria

falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang

ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit

dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ

tubuh.(3,7)

2.4 Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan

nyamuk anopheles betina.(7)

2.4.1 Silkus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada

dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30

menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.

Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit

hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.

6

Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi

skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut

dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat

bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps

(kambuh).(3,7)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah

dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang

dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini

disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang

keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus

eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah

merah membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(3,7)

2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di

dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot.

Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.

Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi

sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(3,7)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh

manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung

dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit

masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(3,7)

2.5 Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, hospes dan lingkungan.

Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah

daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit

maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan

adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya

toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah

melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia

mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6)

7

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah

pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis

dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi

hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam

eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan

struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut

meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan

resetting(8).

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum

pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat

pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (4).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung

merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga

berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah

golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai

reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8)

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan

dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap

eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia

jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white

fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal(9).

2. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive

endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran

cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang

merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang

terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan

sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa(9).

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs)

pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi

8

malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap

endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.

Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang

mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).

2.6 Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan

reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan

proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang

merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar

venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan

pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10).

2.7 Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala

utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni

(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau

terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi

(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.

Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11).

Pada malaria ringan dijumpai anemia, muntah atau diare, ikterus, dan

hepatosplenomegali. Hati mungkin sedikit membesar lunak dalam perabaan. Terdapat

Splenomegali , terutama dalam serangan pertama pada anak nonimmune. Pada anak-anak

dari daerah endemik, splenomegali berat kadang-kadang terjadi. Malaria yang

berkepanjangan dapat menyebabkan anemia. Juga, dengan parasitemia berat dan skala besar

kerusakan eritrosit, ikterus ringan dapat terjadi. Penyakit kuning ini reda dengan pengobatan

malaria.

9

1. Demam

Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan berbagai

macam antigen, antigen ini akan merangsang sel makrofagm monosit, limfosit yang

mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor nekrosis faktor). TNF akan

dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengaturan suhu tubuh, sehingga

terjadilah demam. Proses skizogoni dan pola demam pada ke 4 plasmodium memiliki pola

berbeda

PLASMODIUM Proses Skizogoni Pola Demam

Falciparum 36 – 48 jam Setiap hari

Vivax 48 jam Selang 1hari

Ovale 48 jam Selang 1hari

Malariae 72jam Selang 2hari

Infeksi falsifarum pada anak non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000

parasit/mm3. 5

2. Anemia

Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak

terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga

anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan plasmodium ovale

hanya dapat menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh

jumlah sel darah merah, sedangkan plasmodium malaria menginfeksi sel darah merah tua

yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan

oleh plasmodium vivax, ovale, dan malaria hanya terjadi pada keadaan kronis.

Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria

falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever).

Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut

menyebabkan hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi

pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin

atau primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase

herediter.5

10

Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi

dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-

kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain.

Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan

pada organ. 5

3. Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendotelial, merupakan tempat plasmodium

dihancurkan oleh sel makrofag dan limfosit.

Jika terjadi peningkatan sel sel radang menyebabkan limpa mengalami pembesaran dan

pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.

4. Sekuestrasi Eritrosit

Pada malaria berat akibat plasmodium falciparum, eritrosit yang terinfeksi mengalami

proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler

alat dalam tubuh, selain itu pada permukaan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi

akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen plasmodium falciparum. Pada saat

terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel

kapiler. Akibat proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler

yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung

oleh proses terbentuknya “rosette” yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit

dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoadherensi ini diduga juga terjadinya

proses imunologi yaitu terbentuknya mediator mediator sitokin (TNF, Interleukin),

dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi jaringan tertentu.

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek

untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada

pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang

mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang

mengandung stadium aseksual)(4,12).

2. Keluhan-keluhan prodromal

11

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise,

lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak

enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering

terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan

prodromal tidak jelas(12).

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara

berurutan:

Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus

dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar,

pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit

sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur(4,11,`2).

Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh

tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi

meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok.

Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti

dengan keadaan berkeringat(4,11,12).

Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa

capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan

pekerjaan biasa(4,12).

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering

ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari

serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis(4,12).

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh

penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum

mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama

kali menderita malaria. 4

Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan (imunitas)

terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan

12

seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang

mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak

mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal

ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. 4

Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan

pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada.

Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12

jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada

malaria malariae. Perbedaan kurva suhu tubuh penderita malaria fasciparum, malaria

vivax, dan malaria malariae dapat dilihat pada grafik di bawah ini. 4

Grafik 1. Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

Grafik 2. Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3. Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.

13

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P.

falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan

sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum

stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:(4,12)

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit

>10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12

ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg

%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau

perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat

antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh

kapiler jaringan otak.

2.8 Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan

dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.

1. Anamnesis

Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit

kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah

endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

14

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat

ditemukan keadaan di bawah ini:

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

Keadaan umum yang lemah.

Kejang-kejang.

Panas sangat tinggi.

Mata dan tubuh kuning.

Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.

Nafas cepat (sesak napas).

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

Demam (≥37,5oC)

Kunjunctiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa

Pembesaran hati

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai

berikut:

Temperature rectal ≥40oC.

Nadi capat dan lemah.

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-

anak.

Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit

pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.

Penurunan kesadaran.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda-tanda dehidrasi.

Tanda-tanda anemia berat.

15

Sklera mata kuning.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita

adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi(13). Pemeriksaan

darah tebal dan tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit

- Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

- Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau

sediaan darah tipis.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam

sampai 3 hari berturut-turut.

2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak

ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat

16

bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah

terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu.

Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es

tetapi tidak dalam freezer pendingin.

c. Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau

pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat

diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer

>1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

1) Darah rutin

2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,

albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis gas darah.

3) EKG

4) Foto toraks

5) Analisis cairan serebrospinalis

6) Biakan darah dan uji serologi

7) Urinalisis.

Gambar. Apus darah tebal

17

Gambar. Stadium darah parasit, apus

darah tipis

Gbr. 1: sel darah merah normal; Gbr. 2-

18: Tropozoit (Gbr. 2-10 merupakan

tropozoit stadium cincin); Gbr. 19-26:

Skizon (Gbr. 26 skizon ruptur); Gbr.

27,28: makrogametosid matur (♀); Gbr.

29, 30: mikrogametosid matur (♂).

GAMBAR. Stadium-stadium dalam siklus hidup P. falciparum. A: Bentuk cincin (tropozoid

awal). B: Schizont matur, jarang terlihat di sediaan apus darah perifer karen sekuestrasi

mikrovaskular. C: Gametosid, bentuk pisang. Sumber: Division of Parasitic Diseases, US

Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta.

18

2.9 Pengobatan Malaria

A. Pengobatan simptomatik

Pemberian Oral parasetamol (asetaminofen) adalah aman dan efektif untuk demam dan

harus digunakan dalam dosis 10 mg / kg. Dosis ini dapat diulang 3-6 kali sehari, sesuai

kebutuhan. Jika anak mengalami hiperpireksia, kompresvspon hangat cepat dapat

membawa suhu turun. Banyak anak dengan malaria mengalami anemia. Karena onset

bertahap, anak-anak menahan rendahnya tingkat hemoglobin dengan cukup baik dan

transfusi darah jarang diperlukan.

Terapi hematinic standar efektif. Muntah biasa terjadi pada malaria. Sebuah antiemetik

seperti domperidone dapat digunakan, dan antimalaria harus dilanjutkan. Muntah akan

berhenti bila malaria sudah sembuh. Jika muntah berulang-ulang telah menyebabkan

dehidrasi, anak membutuhkan cairan parenteral yang sesuai untuk memperbaikinya.

Glukosa yang mengandung cairan membantu untuk melawan hipoglikemia yang kadang

menyertai malaria berat.

B. Obat Anti Malaria

Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-

pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin.

Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria

klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan

malaria.

Sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria

falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan

radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk

pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.

Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,

pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat.

Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang

resisten multidrugs.(14).

Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit,

obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati

penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan

pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,

sulfametoksazol-trimetoprim dan siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama

19

obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan

kina(14).

a. Pengobatan malaria falciparum

Dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis

tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).

Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian

obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur(3).

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

I

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3

II

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

III

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum.

Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual,

sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah(3).

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak

efektif.

Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin

Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa,

2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5

mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan

penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum

Lini pertama : ARTESUNAT + AMODIAKUIN + PRIMAKUIN

20

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th

I

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2

II-VII

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

* : dosis diberikan per kgBB** : 2x50 mg doksisiklin*** : 2x100 mg doksisiklin

b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

LINI PERTAMA : KLOROKUIN + PRIMAKUIN

Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan

ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.

Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat

membunuh parasit aseksual di eritrosit(3).

Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr

(selama 14 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita

obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.

Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale

Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

I

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

II

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

III

Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

21

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat, ditemukan

keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit

stadium aseksual sejak hari ketujuh(3). Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah

pemberian obat:(3)

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul

kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai

hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin

Lini kedua: Kina+Primakuin

Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14

hari).

Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan

umur sebagai berikut:

Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

1-7 Kina * * 3x½ 3x1 3x2 3x3

1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1*: dosis diberikan per kgBB

Pengobatan malaria vivax yang relaps

Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang ditingkatkan. Dosis

klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB dan

primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat

ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur(3).

22

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps

Hari Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

1

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

2

Klorokuin ¼ ½ - 2 3 3-4

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

3

Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

14-14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2

c. Pengobatan malaria malariae

KLOROKUIN 1X PER HARI (3HARI)

Dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan

seksual P. malariae (3).

Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae

Hari Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

d. Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi

Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum stadium

aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini (WHO,1997):

1) Malaria serebral (malaria otak)

2) Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%)

3) Gagal ginjal akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1 ml/kgbb/jam padä anak

setelah dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%).

4) Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.

5) Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%.

6) Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi_ ≤20

rnmHg); disertai keringat dingin.

23

7) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler

8) Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia

9) Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).

10) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti

malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD). 2

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat:

1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)

2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik

3. Hiperparasitemia > 5 %.

4. lkterus (kadàr bilirubin darah > 3 mg%)

5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40° C pada orang dewasa, >41° C pada anak) 2

Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada tabel III.4.1

Manifestasi malaria berat pada Anak Manifestasi malaria berat pada Dewasa

Koma (malaria serebral)

Distres pernafasan

Hipoglikemia (sebelum terapi kina)

Anemia berat

Kejang umum yang bertulang

Asidosis metabolik

Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia,

hipotensi (tek. sistolik<50mmHg)

Gangguan kesadaran selain koma

Kelemahan yang sangat (severe prostation)

Hiperparasitemia

Ikterus

Hiperpireksia (SUhu>410C)

Hemoglobinuria (blackwater fever)

Perdarahan spontan

Gagal ginjal

Koma (malaria serebral)

Gagal ginjal akut

Edem paru, termasuk ARDS#

Hipoglikaemia (umumnya sesudah terapi

kina)

Anemia berat (< 5 gr%)

Kejang umum yang berulang

Asidosis metabolik

Kolaps sirkulasi, syok

Hipovolemia, hipotensi

Perdarahan spontan

Gangguan kesadaran selain koma

Hemoglobinuria (blackwater fever)

Hiperparasitemia (>5%)

Ikterus (Bilirubin total >3 mg%)

Hiperpireksia (Suhu >40C)

24

Komplikasi terbanyak pada anak :

Hipoglikemia (sebelum pengobatan kina)

Anemia berat.

Keterangan :

Anemia berat ( Hb<5 g%, Ht<15%) Sering

pada anak umur 1-2 tahun.

Gula darah <40mg% lebih sering pada anak

<3 tahun.

Komplikasi dibawah ini lebih sering pada

dewasa:

Gagal ginjal akut

Edem paru

Malaria serebral Ikterus

# Adult Respiratory Distress Syndrom

Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis

berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.

Apabila fasilitas tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk

dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. 2

Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi:

1) Tindakan umum

2) Pengobatan simptomatik

3) Pemberian obat anti malaria

4) Penanganan komplikasi

Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral

Artesunat Intravena atau intramuskular

Artemeter Intramuskular

Pemberian obat anti malaria berat

Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau Puskesmas

perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau

Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester

1 yang menderita malaria berat. 2

25

Kemasan dan cara pemberian artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik

dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan

artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium

bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat

diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2 menit, dan

diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb

per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa

diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. 2

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen

artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum

tanpa komplikasi). 2

Kemasan dan cara pemberian artemeter

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan

minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya

artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu

minum obat. 2

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen

artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum

tanpa komplikasi). 2

Obat alternatif malaria berat

Kina dihidroklorida parenteral

Kemasan dan cara pemberian kina parenteral

Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang tidak

tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat ini

dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampulberisi 500 mg /2 ml. 2

Dosis anak-anak: Kina.HCI 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8

mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % sebanyak 5-10 cc/kgbb

diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat. 2

26

Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:

Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat diberikan kina

dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha depan

kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian intramuskular, kina diencerkan

dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml. 2

Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan dapat

menimbulkan kematian

Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis maintenance

kina diturunkan 1/2 nya

Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb.

Dosis rnaksimum dewasa : 2.000 mg/hari. 2

d. Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila

terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang

bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,

peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan

bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal

protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3).

Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka

kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan

tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi

pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6

minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB

setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4

minggu setelah kembali.(3).

27

Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin

Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

<1 ¼

1-4 ½

5-9 1

10-14 1½

>14 2

2.10 Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

pengobatan(3).

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-

anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan

2 atau lebih fungsi organ(3).

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.

Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.

2.11 Upaya Pencegahan Dalam Masyarakat

Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans (pengamatan)

epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan

kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan

penanggulangan yang setepat-tepatnya.

Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh

fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case Detection) oleh

petugas khusus seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa-Bali. Di daerah luar Jawa-Bali

yang tidak pernah mengalami program pembasmian malaria dan tidak mempunyai PMD sehingga

28

pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan, penularan malaria dilakukan melalui survey

malariomatrik (MS), mass blood survey (MBS), mass fever survey (MFS) dan lain-lain. 1

Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut:

Annual Parasite Incidence (API)

API =Kasus malaria yang dikonfirmasikan dalam 1 tahun

x1000Jumlah penduduk daerah tersebut

Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan

mikroskopik. 1

Annual Blood Examination Rate (ABER)

ABER =Jumlah sediaan darah yang diperiksa

x100Penduduk yang diamati

ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk menilai API.

Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti penurunan insidens.

Penurunan API berarti penurunan insidens bila ABER meningkat

Slide Positivity Rate (SPR)

SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR baru bermakna bila

ABER meningkat. 1

Parasite Formula (PF)

PF adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF tertinggi disebut

spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing dominansi adalah sebagai berikut: 1

P. falciparum dominan:

penularan masih baru/belum lama

pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi

P. vivax dominan:

transmisi dini yang tinggi dengan vector yang paten (gametosit P. vivax timbul pada hari 2-3

parasitemia, sedangkan P. falciparum baru pada hari ke-8) 1

pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens

29

P. malariae dominan:

kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P. malariaemempunyai siklus

sporogoni yang paling panjang dibandingkan spesies lain) 

Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas

laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap penderita demam atau

gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila disertai pemeriksaan sediaan darah (dapat

dikirim ke laboratorium terdekat). Hasil pengamatan dinyatakan dengan proporsi pengunjung ke

unit kesehatan tersebut (mis. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) yang menderita demam atau

gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan parameter a. s/d d., proporsi

yang meningkat sudah bias menunjukkan kemungkinan adanya wabah/kejadian luar biasa dan

mengambil tindakan yang diperlukan. 

Survei malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai program

penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-Bali.

Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut:

1. Parasite Rate (PR):

PR adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit malaria pada saat tertentu.

Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah golongan 2-9 tahun dan 0-1 tahun. PR kelompok

0-1 tahun mempunyai arti khusus dan disebutInfant Parasite Rate (IPR) dan dianggap sebagai

indeks transmisi karena menunjukkan adanya transmisi lokal. 

2. Spleen Rate (SR)

SR menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar, biasanya golongan umur 2-9

tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini harus dinyatakan secara khusus. Besarnya

limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hacket sebagai berikut: 

H.0 : tidak teraba (pada insipirasi maksimal)

H.1 : teraba pada insipirasi maksimal

H.2 : teraba tapi proyeksinya tidak melebihi garis horisontal yang ditarik melalui

pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamilaris kiri.

H.3 : teraba di bawah garis horisontal melalui umbilicus

30

H.4 : teraba di bawah garis horisontal pertengahan umbilicus-symphisis pubis

H.5 : teraba di bawah garis H.4

3. Average Enlarged Spleen (AES)

AES adalah rata-rata pembesaran limpanya dapat diraba. Indeks ini diperoleh dengan

mengkalikan jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa (menurut Hacket) dengan

pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk mengukur

keberhasilan suatu program pemberantasan. AES seharusnya menurun lebih cepat daripada SR

bila endemisitas menurun. 

Survei-survei lain yang dapat dilaksanakan untuk menilai situasi malaria adalah:

1. Mass Blood Survey (MBS)

Pada MBS seluruh penduduk di suatu daerah tertentu diperiksa darahnya. Hasilnya

adalah parasite rate (PR) dan parasite formula (PF). 

2. Mass Fever Survey (MFS)

Pada MFS semua penduduk yang menderita demam atau menderita demam dalam waktu sebulan

sebelum survey diperiksa darahnya. Ini dilaksanakan bila MBS tidak bias dilaksanakan karena

keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu. 

3. Survey Entomologi

Survei ini sama penting dengan survey malariometrik terdahulu. Tanpa mengetahui sifat-sifat

(bionomic) vector setempat tidak akan dapat disusun upaya pemberantasan yang berhasil.

Parameter penting yang perlu diketahui adalah a.l:Man Biting Rate (gigitan nyamuk per hari per

orang), Parous Rate (nyamuk yang telah bertelur), Sporozoit Rate (nyamuk dengan sporosoit

dalam kelenjar liurnya),Human Blood Index (nyamuk dengan jumlah darah manusia dalam

lambungnya),Mosquito Density (jumlah nyamuk yang ditangkap dalam 1 jam), Inoculation

Rate(man biting rate x sporozoit rate) 1

31

4. Survey Lingkungan

Data mengenai lingkungan seperti data meteorologi dan demografi harus diusahakan dari instansi

lain di luar kesehatan. Yang penting diketahui adalah data tentang tempat-tempat perindukan

nyamuk, baik yang alamiah maupun yang buatan manusia. 1

5. Survei-survei lain

Sesuai dengan kebutuhan program penanggulangan malaria, perlu dilakukan studi/survey khusus

seperti misalnya:

studi resistensi parasit terhadap berbagai obat malaria

survei prevalensi defisiensi G6PD pada masyarakat daerah tertentu (misalnya bila

primakuin akan digunakan sebagai profilaksis)

studi resistensi vector terhadap berbagai insektisida yang akan dipakai.

studi mengenai aspek social-budaya, a.l ‘health seeking behaviour’ yang berkaitan dengan

penyakit malaria

studi sero-epidemiologi. Adanya berbagai metode serologi (ELISA, IFAT, dll) untuk

mengukur antibody terhadap berbagai stadium parasit malaria memungkinkan diadakannya studi

sero-epidemiologi untu melengkapi data malariometrik yang ada dan memahami transmisi serta

perkembangan imunitas penyakit malaria dengan lebih baik.

Malaria Di Masyarakat

Adanya malaria di masyarakat dapat dibedakan sebagai endemik atau epidemik. Penggolongan

lain adalah stable dan unstable malaria menurut Mac-Donald. Malaria di suatu daerah dikatakan

endemik bila insidensnya menetap untuk waktu yang lama.1

Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2-9 tahun, endemisitas malaria di suatu daerah

dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 

1. hipoendemik : SR 10%

2. mesoendemik : SR 11-50%

3. hiperendemik : SR 50%

32

4. holoendemik : SR 75% (dewasa : 25%)

Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas tinggi yang disebabkan

transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemi atau kejadian luar biasa (KLB) malaria adalah

terjadinya peningkatan jumlah penderita atau kematian karena malaria yang secara statistik

bermakna bila dibandingkan dengan waktu sebelumnya (periode 3 tahun yang lalu). Faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya epidemic (KLB) malaria adalah: 1

1. Meningkatnya kerentanan penduduk. Hal ini sering disebabkan pindahnya penduduk yang

tidak imun ke suatu daerah yang endemik, misalnya pada proyek transmigrasi, proyek kehutanan,

pertambangan, dsb.

2. Meningkatnya reservoir (penderita yang infektif). Kelompok ini mungkin tanpa gejala klinik

namun darahnya mengandung gametosit, misalnya transmigran yang ‘mudik’ atau berkunjung

dari daerah endemik ke kampong asalnya yang sudah bebas malaria.

3. Meningkatnya jumlah dan umur (longevity) dari vektor penular. Hal ini bisa disebabkan

perubahan iklim/lingkungan atau menurunnya jumlah ternak sehingga nyamuk zoofilik menjadi

antropofilik.

4. Meningkatnya efektivitas dari vektor setempat dalam menularkan malaria.

Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah dimana dijumpai adanya vektor malaria

disebut ‘malariogenic potential’, yang dipengaruhi oleh dua factor,

yaitu: receptivity dan vulnerability. 1

Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya factor-faktor

ekologis yang memudahkan penularan. Vulnerability menunjukkan suatu daerah malaria atau

kemungkinan masuknya seorang atau sekelompok penderita malaria dan atau vektor yang telah

terinfeksi. 1

Dalam pembahasan penyakit malaria di suatu daerah, perlu dipertanyakan asal-usul infeksinya:

Indigenous : bila transmisi terjadi setempat atau lokal.

Imported : bila berasal dari luar daerah.

Introduced : kasus kedua yang berasal dari kasus imported.

Induced : bila kasus berasal dari tranfusi darah atau suntikan, baik yang disengaja maupun

tidak disengaja.

33

Relaps : kasus rekrudesensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi (kambuh dalam

lebih dari 24 minggu)

Unclassified : asal-usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran

limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P.

ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk

anopheles betina. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk

anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari

interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan

mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob,

sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai

dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan

splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan

apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini pertama:

artesunat+amodiakuin+primakuin, lini kedua: kina+dosksisiklin/tetrasiklin+primakuin.

Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini pertama: klorokuin+primakuin, jika resistensi

klorokuin: kina+primakuin, jika relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria

malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin.

3.2 Saran

Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:

1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.

Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.

Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik (ikan, dan

sebagainya).

Mengurangi tempat perindukan.

Mengobati penderita malaria.

Pemberian pengobata pencegahan.

34

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis secara dini

dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemis malaria agar

mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin.

MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun

XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal:

249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN

(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:

EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN

(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:

EGC, 2000; Hal: 118-26.

9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor).

Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2000, Hal: 171-97.

10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.

11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta,

Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.

12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal:

151-55.

35

13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal:

185-92.

14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 194-204.