145782077 referat malaria dalam kehamilan

35
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN MALARIA DALAM KEHAMILAN OLEH : Aisyah (C 111 08 284) PEMBIMBING: dr. Susi Widiyanti Saragih KONSULEN: Dr. Nuraini Abidin, Sp. OG DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 1

Upload: adhitya-rama-jr

Post on 20-Apr-2017

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MALARIA DALAM KEHAMILAN

OLEH :

Aisyah (C 111 08 284)

PEMBIMBING:

dr. Susi Widiyanti Saragih

KONSULEN:

Dr. Nuraini Abidin, Sp. OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aisyah

NIM : C111 08 284

Telah menyelesaikan tugas referat di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Makassar, April 2013

Konsulen Pembimbing

dr. Nuraini Abidin, Sp. OG dr. Susi Widiyanti Saragih

Mengetahui

Koordinator Pendidikan Mahasiswa

Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

dr. Deviana S. Riu, Sp. OG

2

SURAT KETERNGAN PEMBACAAN REFERAT

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aisyah

NIM : C111 08 284

Benar telah membacakan referat dengan judul “Malaria dalam Kehamilan”

pada:

Hari/tanggal : Jumat/ 26 April 2013

Tempat : Gedung Pinang, Lt. 2, RSUP WS

Minggu dibacakan : Minggu IX

Nilai :

Dengan ini dibuat untuk digunakan dengan sebaik-baiknya dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Makassar, 26 April 2013

Konsulen Pembimbing

Dr. Nuraini Abidin, Sp. OG dr. Susi Widiyanti Saragih

Mengetahui

Koordinator Pendidikan Mahasiswa

Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

dr. Deviana S. Riu, Sp. OG

3

DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT

Nama : Aisyah

NIM : C111 08 284

Hari/Tanggal : Jumat/ April 2013

Judul Referat : Malaria dalam Kehamilan

Tempat : Gedung Pinang, Lt. 2, RSUP Wahidin Sudirohusodo

No. Nama NIM Minggu Tanda Tangan

Konsulen Pembimbing

Dr. Nuraini Abidin, Sp. OG dr. Susi Widiyanti Saragih

4

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii

SURAT KETERANGAN PEMBACAAN.................................................... iii

DAFTAR HADIR PEMBACAAN................................................................ iv

DAFTAR ISI.................................................................................................. v

A. PENDAHULUAN................................................................................... 1

B. EPIDEMIOLOGI.................................................................................... 2

C. ETIOLOGI.............................................................................................. 3

D. PATOGENESIS PENYAKIT MALARIA............................................. 5

1. Siklus Hidup Seksual Plasmodium..................................................... 5

2. Siklus Hidup Aseksual Plasmodium................................................... 6

E. RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI MALARIA............................ 8

F. MALARIA DALAM KEHAMILAN..................................................... 8

1. Pengaruh pada Ibu.............................................................................. 9

2. Pengaruh pada Janin........................................................................... 10

G. IMUNITAS WANITA HAMIL YANG TERNFEKSI MALARIA....... 11

H. HISTOPATOLOGI................................................................................. 12

I. GAMBARAN KLINIS........................................................................... 13

J. DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN................................... 14

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis...................................................... 14

2. Pemeriksaan Laboratorium................................................................. 16

K. KOMPLIKASI MALARIA DALAM KEHAMILAN............................ 18

1. Anemia................................................................................................ 18

2. Hipoglikemia...................................................................................... 19

3. Edeema Paru Akut.............................................................................. 20

4. Imunosupresi...................................................................................... 20

5. Gagal Ginjal........................................................................................ 20

6. Risiko terhadap Janin.......................................................................... 20

7. Malaria Kongenital............................................................................. 21

5

L. PENANGANAN MALARIA SELAMA KEHAMILAN....................... 21

1. Pencegahan Transmisi........................................................................ 21

2. Terapi Malaria.................................................................................... 23

3. Penanganan Komplikasi Malaria........................................................ 24

4. Penanganan saat Persalinan................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 27

6

MALARIA PADA KEHAMILAN

A. PENDAHULUAN

Infeksi malaria, yang sebagian besar tersebar di daerah tropis, merupakan

penyakit yang berpotensi mengancam jiwa. Malaria adalah penyakit protozoa

yang disebarkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina aktif. Protozoa

penyebab malaria adalah genus Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia

maupun serangga. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi,

dan berasal dari kata Italia malaria atau “udara kotor” dan disebut juga demam

Romawi. Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar mengikuti

gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia Tenggara.1,2

Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

dinegara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama

di negara berkembang termasuk Indonesia. Saat ini diperkirakan minimal terjadi

300 juta kasus malaria akut dan 280 juta orang sebagai carrier di dunia setiap

tahunnya yang menyebabkan kematian lebih dari l juta usia dewasa dan 3 juta

anak. Sekitar 90% dari penyakit ini terjadi di Afrika, terutama menyerang balita.

Malaria adalah penyebab kematian utama anak balita di Afrika (20%) dan sekitar

10% dari kematian akibat seluruh penyakit di benua tersebut.1,3

Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin,

tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam

kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan

penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan

kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan

diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan

anak balita. Di Afrika, kematian perinatal akibat malaria diperkirakan terjadi

sebanyak 1500 kasus/hari. Di daerah-daerah endemik malaria, 20—40% bayi

yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah.1,3,4

Di Indonesia, sejumlah daerah-daerah tertentu, yaitu daerah rawa dan

pantai juga merupakan daerah endemis malaria. Di daerah endemik, malaria

7

diperkirakan bertanggung jawab atas 20% dari berat badan lahir rendah (BBLR)

bayi dan faktor resiko terbesar pada mortalitas bayi.1,5

Oleh karena itu malaria juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia.

Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu

mendapat perhatian khusus dalam memahami diagnostik dan penanganan malaria

pada ibu hamil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan

janinnya.1,3

B. EPIDEMIOLOGI

Setiap spesies Plasmodium memiliki daerah endemik tertentu walaupun

seringkali memiliki geografi yang saling tumpang tindih. Infeksi malaria tersebar

pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika Selatan, Amerika

Tengah, Hispaniola, India, Timur Tengah dan daerah Oceania dan Kepulauan

Caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan

morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah

yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali

Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia.

Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik.

Walaupun demikian, di negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria

yang diimpor karena pendatang dari negara malaria atau penduduknya

mengunjungi daerah-daerah malaria.2,4

Gambar 1. Peta Penyebaran Infeksi Malaria (Diambil dari Kepustakaan 7)

8

Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai

pada semua negara dengan malaria. Di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya

Plasmodium Falciparum. Adapun Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin.

Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya

Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. Plasmodium Ovale biasanya

hanya di Afrika.4

Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah

sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara

Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium

Falciparum dan Plasmodium Vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari

Lampung, Riau, Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4

C. ETIOLOGI

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk

Anopheles betina.4,6

Gambar 2. Plasmodium spp. (Diambil dari Kepustakaan 6)

Empat species Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah: 2,4,6

1. Plasmodium vivax. Spesies ini cenderung menginfeksi sel-sel darah merah

yang muda (retikulosit), dengan demikian menyebabkan tingkat parasitemia

yang lebih rendah. Kira-kira 43% dari kasus malaria di seluruh dunia

disebabkan oleh Plasmodium vivax. Dari semua pasien yang terinfeksi P.

vivax, 50% gejala berulang dalam beberapa minggu sampai 5 tahun setelah

gejala awal. Ruptur limpa mungkin berhubungan dengan infeksi sekunder P.

vivax, yakni splenomegaly yang merupakan hasil sekuestrasi sel darah merah.

9

2. Plasmodium malariae. Mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel-sel

darah merah yang tua. Seseorang yang terinfeksi jenis Plasmodium ini

biasanya tetap asimptomatik untuk jangka waktu yang jauh lebih lama

dibandingkan orang yang terinfeksi P. vivax dan P. ovale. Kekambuhan

biasanya terjadi pada penderita P. malariae dan berhubungan dengan sindrom

nefrotik yang mungkin akibat dari pengendapan kompleks antigen-antibodi di

glomerulus.

3. Plasmodium ovale. Predileksinya dalam sel-sel darah merah mirip dengan

Plasmodium vivax (menginfeksi sel-sel darah muda) walaupun gejalanya lebih

ringan karena parasitemianya lebih ringan. P. ovale sering sembuh tanpa

pengobatan. Ada juga seorang penderita terinfeksi lebih dari satu spesies

Plasmodium secara bersamaan.

4. Plasmodium falciparum yang sering menjadi malaria cerebral dengan angka

kematian yang tinggi. Merozoitnya menginfeksi sel darah merah dari segala

usia (baik muda maupun tua) sehingga menyebabkan tingkat parasitemia jauh

lebih tinggi dan cepat (> 5% sel darah merah terinfeksi). Spesies ini menjadi

penyebab 50% malaria di seluruh dunia. Sekuestrasi merupakan sifat khusus

dari P. falciparum. Selama berkembang dalam 48 jam, parasit terebut

melakukan proses adhesi yang menyebabkan sekuestrasi parasit pada

pembuluh darah kecil. Karena hal tersebut, hanya bentuk awal yang dapat

dilihat pada darah tepi sebelum sekuestrasi berlangsung, hal ini merupakan

petunjuk diagnostik penting seorang pasien terinfeksi P. falciparum.

Sekuestrasi parasit dapat menyebabkan perubahan status mental dan bahkan

koma. Selain itu, sitokin dan parasitemia berkontribusi pada organ target.

Gangguan pada organ target dapat berlangsung sangat cepat dan secara khusus

melibatkan sistem saraf pusat, paru-paru, dan ginjal.

Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles

betina. Terdapat lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67

spesies yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia.

10

Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau

paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia

telah ditemukan 24 spesies.6

Gambar 3. Anopheles Betina (Diambil dari kepustakaan 8)

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah

Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax atau campuran keduanya,

sedangkan Plasmodium Malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan

Plasmodium ovale ditemukan di Papua. Morfologi spesies Plasmodium dapat

dibedakan dari pemeriksaan apusan darah. P. falciparum dibedakan dari jenis

Plasmodium lainnya oleh tingkat parasitemia dan bentuk gametosit yang

menyerupai pisang.2,6

D. PATOGENESIS PENYAKIT MALARIA

1. Siklus Hidup Aseksual Plasmodium

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina

masuk ke dalam darah manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Dalam waktu

tiga puluh menit, parasit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai

stadium eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati, parasit tumbuh

menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit,

tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit

keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi

sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau

eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan P.

Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,

11

tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit

dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas

tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps

(kekambuhan).1,9

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah.

Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang

membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit

berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon

matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya

pembelahan tersebut sel darah merah pecah yang menyebabkan penderita

demam. Selanjutnya merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki

plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi

siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon

dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan

betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah.1,2,9

2. Siklus Hidup Seksual Plasmodium

Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles

betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama

darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8

inti yang bergerak ke pinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk

seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi

karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot.

Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat

menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini

ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan

sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar liur nyamuk dan bila

nyamuk menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah

dan mulailah siklus preeritrositik.1,9

12

Gambar 4. Siklus Seksual Plasmodium (Diambil dari kepustakaan 8)

P. falciparum dapat menyebabkan malaria serebral, edem paru, anemia

dan gangguan ginjal. Hal tersebut akibat kemampuan menginfeksinya yang

hebat dengan melekat dan bertahan pada dinding sel endotel dan menyebabkan

obstruksi vaskular. Ketika sel darah merah terinfeksi P. falciparum, organisme

tersebut menghasilkan protein yang berikatan dengan sel endotelial. Hal

tersebut menyebabkan sel darah merah menyumbat pembuluh darah di

berbagai bagian tubuh menyebabkan kerusakan mikrovaskuler dan

memperberat kerusakan yang ditimbulkan parasit.8

Gambar 5. Siklus hidup Plasmodium (Diambil dari Kepustakaan 2)

13

E. RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI MALARIA

Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh limfosit T dan

imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T

helper (CD4+) dan sitotoksik (CD8+), sedangkan berdasarkan sitokin yang

dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN dan TNF) dan

subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan

mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator membantu

produksi antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai

efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit

dengan menghasilkan IFNƔ.4,6

Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B

yang berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini

CD4+. Selanjutnya sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2

akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B.

Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1

menghasilkan IFNƔ dan TNFα yang mengaktifkan komponen imunitas seluler

seperti makrofag dan monosit serta sel NK.6

F. MALARIA DALAM KEHAMILAN

Di daerah endemik malaria, wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit

malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena

kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan

prevalensi densitas parasit malaria berat. Laporan dari berbagai negara

menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El

vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil; dari berbagai tempat

bervariasi antara 2-76%. Adapun kematian ibu hamil akibat malaria di benua

Afrika mencapai puluhan ribu tiap tahunnnya, 8-14 % ibu hamil melahirkan bayi

dengan berat badan yang rendah, selain itu 3-8% mengalami kematian janin dalam

rahim.3,6

Di Indonesia sendiri, angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi

terutama di daerah Indonesia Timur. Di daerah endemis malaria masih sering

14

terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria. Di daerah Timika, 20% ibu

hamil yang melahirkan positif malaria. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria

dan 56,3 juta penduduk diantaranya tinggal pada daerah endemik malaria sedang

sampai tinggi dengan 15 juta kasus malaria klinis dan 43 ribu di antaranya

meninggal. Dari data-data yang lain, jumlah penderita malaria cenderung

mengalami kenaikan pertahunnya. Tahun 2006, wabah malaria dinyatakan sebagai

Kejadian Luar Biasa (KLB) di 7 provinsi, 7 kabupaten, 7 kecamatan, dan 10 desa

dengan jumlah penderita mencapai 1.107 orang, 23 di antaranya meninggal.

Tahun berikutnya (2007) KLB terjadi di 8 provinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan,

dan 30 desa, dengan jumlah penderita mencapai 1.256 orang dan mengakibatkan

74 penderitanya meninggal dunia.10

Penyakit malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling

mempengaruhi. Perubahan fisiologis pada kehamilan dan perubahan patologis

akibat malaria mempunyai efek sinergis pada kondisi masing-masing, sehingga

semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil, janin maupun dokter yang

menanganinya. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies

Plasmodium, tetapi Plasmodium falciparum merupakan parasit yang dominan dan

mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan

janinnya. Pengaruh malaria selama kehamilan membahayakan hasil kehamilan

yang melibatkan ibu dan janin. Gejala dan komplikasi malaria selama kehamilan

berbeda-beda tergantung pada intensitas dan berhubungan langsung dengan

tingkat imunitas ibu hamil.3,4,11

1. Pengaruh pada Ibu

Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan

tergantung pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria

dan paritas dimana gejala malaria akan lebih berat pada primigravida dan

menurun seiring jumlah paritas karena kekebalan pada ibu telah dibentuk dan

meningkat.3

15

Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasit dalam jumlah

banyak (tinggal di daerah epidemik atau transmisi malaria rendah), seringkali

menjadi sakit bila terinfeksi oleh parasit pertama kali. Ibu hamil yang tinggal

di daerah dengan transmisi rendah mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lipat

untuk menjadi sakit yang berat dibandingkan dengan perempuan dewasa

tanpa kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit

malarianya sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang

biasa timbul pada kehamilannnya adalah meningkatnya kejadian berat bayi

lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan

kematian janin.4,6

Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi,

kebanyakan ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah

sering mengalami infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria.

Yang paling sering adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam

plasentanya. Janin biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu

menimbulkan gangguan pada daya tahan neonatus.4,6

2. Pengaruh pada Janin

Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan

mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian

maternal. Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat

menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin sehingga terjadi

malaria kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini terjadi karena adanya

kerusakan mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan

permeabilitas plasenta yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi

kronis.3

Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit ke janin. Oleh

sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi

transmisi malaria intra-uretrin ke janin walaupun mekanisme transplasental

dari parasit ini masih belum diketahui.3

16

Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan

terjadi pada malaria berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali,

walaupun apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas juga

masih belum diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin

karena terganggunya transfer makanan secara transplasental, demam yang

tinggi (hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah

Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di

aktivasi oleh antigen merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan

berbagai kelainan pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan

abortus.11,12

Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi.

Kortmann (1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak

eritrosit yang terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak

ditemukan parasit. Hal ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat

parasit berkembang biak, seperti pada kapiler alat dalam lainnya.11,12,13

Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan

berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal

ini mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur

atau keduanya akibat berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke

janin. Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria

adalah multifaktor.11,13

Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih

tinggi pada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan

peningkatan paritas ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh

paritas ibu, ini dapat diterangkan bahwa pada multigravida kekebalan pada

ibu telah dibentuk dan meningkat.5,13

G. IMUNITAS WANITA HAMIL YANG TERINFEKSI MALARIA

Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta

sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami

supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistem imun baik humoral

17

maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai

"benda asing" di dalam tubuh ibu. Supresi sistem imun selama kehamilan

berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang

meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap

stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam

menghambat respon imun.6

H. HISTOPATOLOGI

Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria

di dalam:4

- Darah maternal

- Darah plasenta/melalui biopsi.

Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit berparasit dijumpai di

plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit

plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid

padat dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit

berparasit dan pigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit

mengandung pigmen, infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting),

nekrosis fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis

trofoblas.6

Gambar 6. Histologi Plasenta Penderita Malaria yang Menunjukkan Bentuk Cincin-cincin yang Berimpah/Parasitemia Plasmodium falciparum (Diambil dari kepustakaan 12)

Prevalensi malaria plasenta lebih tinggi pada primigravida dibandingkan

multigravida. Penyebaran malaria ke janin diperkirakan dicegah karena adanya

18

adhesi par asit ke kondroitin sulfat A yang ada dalam plasenta. Oleh karena itu,

jumlah parasit dalam plasenta jumlahnya lebih besar ditemukan dibandingan

dalam darah perifer. Namun sawar plasenta tidak mampu mencegah transmisi

malaria sepenuhnya, terutama jika terdapat perlukaan plasenta yang dicetuskan

selama persalinan atau telah ada infeksi lain sebelumnya.12

Bila terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan

membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang

dan akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan

adalah penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal

menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi

eritrosit berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan

ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan

lahir rendah.6

I. GAMBARAN KLINIS

Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan

dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan

atau toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan

parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria ialah

demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal

seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.

Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada

tingkat kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap

malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita

hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar:6

1. Stable transmission/transmisi stabil, atau endemik (contoh: Afrika Sub-

Sahara). Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena

sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya. Kekebalan terhadap

malaria terbentuk secara signifikan.

2. Unstable transmission/transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik

(contoh: Asia Tenggara dan Amerika Selatan). Orang-orang di daerah ini

19

jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk

infektif/tahun.

Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan

mengalami peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate

pada wanita hamil meningkat 30—40% dibandingkan wanita tidak hamil),

peningkatan kepadatan (densitas) parasitemi perifer, serta menyebabkan efek

klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang

sering terjadi pada primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga

menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin.6

Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang

sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria,

kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin,

kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria

berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak

hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.6

J. DIAGNOSIS MALARIA PADA KEHAMILAN

Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik)

bervariasi dari Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan

demam tinggi, sampai Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi

pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).

Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak

jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga tidak

menimbulkan gejala, misal demam dan tidak dapat didiagnosis klinik.6

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

1. Malaria klinis ringan/tanpa komplikasi

Pada anamnesis:1,4

20

- Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis

malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-

gejala lain.

- Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu

terakhir.

- Riwayat tinggal di daerah malaria .

- Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria.

Pada pemeriksaan fisik:6

- Suhu > 37,5oC

- Dapat ditemukan pembesaran limpa

- Dapat ditemukan anemi

- Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu

menggigil (15-60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam).

Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai

imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan,

bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di

atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit

kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah, dan diare.1,4,6

2. Malaria klinis berat/dengan komplikasi

Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk

malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan

segera dan intensif. Oleh karena itu, pengenalan tanda-tanda dan gejala-

gejala malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk

menurunkan mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip

dengan malaria berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam

tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium

sangat dibutuhkan untuk menambah kekuatan diagnosis. WHO

mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum bentuk

aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat,

yaitu:4,6

21

- Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)

- Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)

- Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)

- Udem paru/ARDS

- Jaundice (bilirubin > 3 mg%)

- Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)

- Asidosis metabolik

- Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.

- Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.

- Hemoglobinuri

- Kelemahan yang sangat (severe prostration)

- Hiperparasitemi

- Hiperpireksi (suhu > 40oC)

Malaria falciparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi

berat(complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya. Semua

wanita hamil yang menderita malaria harus diskrining HIV sebagai

koinfeksi malaria dan karena HIV meningkatkan kematian bayi secara

signifikan.4,12

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada

penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi adanya parasit, juga dapat

mengidentifikasi jenis Plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung

jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui. Pada umumnya apusan

darah tepi dan tebal harus dilakukan. Jika apusan darah awal negatif, spesimen

baru harus diperiksa dalam interval 6 jam. Diantara pasien malaria, 5—7%

terinfeksi lebih dari satu spesies Plasmodium.1,2,9

Pemeriksaan dengan mikroskop:4,6

- Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit

- Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi

- Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)

22

Pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dipuskesmas/lapangan/rumah

sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui

kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah. Identifikasi

pemeriksaan ini sangat bergantung pada pengalaman ahli mikroskopi yang

mengetahui morfologi parasit.1,9

Gambar 7. Merozoit pada Darah Perifer. Beberapa merozoit telah berpenetrasi ke membran eritrosit dan memasuki sel (Diambil dari kepustakaan 2)

Gambar 8. Bentuk Trofozoit (kiri), Skizon Matur dalam Eritrosit (kanan) (Diambil dari kepustakaan 2)

Metode diagnostik yang lain adalah:6

- Deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test

- Tes radio immunologik (RIA)

- Tes immuno enzimatik (ELISA)

Para wanita hamil yang tinggal di daerah yang banyak terdapat malaria

berada dalam risiko tinggi dan risiko tersebut bahkan semakin besar dalam dua

bulan setelah mereka melahirkan. Di masa lalu, kita sering menduga bahwa

peningkatan kepekaan terhadap malaria pada para wanita hamil akan berakhir

seiring dengan terjadinya kelahiran. Ternyata dibandingkan dengan setahun

sebelum mereka hamil, para wanita memiliki kemungkinan sekitar 4 kali lebih

besar untuk terjangkit malaria dalam 60 hari setelah melahirkan.6

23

K. KOMPLIKASI MALARIA DALAM KEHAMILAN

1. Anemia

Menurut defini WHO, anemia dalam kehamilan adalah bila kadar

hemoglobin (Hb) < 11 g/dL. Gregor (1984) mendapatkan data bahwa penurunan

kadar Hb dalam darah hubungannya dengan parasetimia, terbesar terjadi pada

primigravida dan berkurang sesuai dengan peningkatan paritas.3 Malaria dapat

menyebabkan atau memperburuk anemia. Hal ini disebabkan:1,2

1. Hemolisis eritrosit yang terinfeksi parasit

2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil

3. Penekanan hematopoeisis

4. Peningkatan klirens sel darah merah oleh limpa

5. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat yang mampu

memperberat anemia.

Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara

usia kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat

memperberat anemia ini. Brabin (1990) menyatakan bahwa makin besar ukuran

limpa makin rendah nilai Hb-nya, dan anemia yang terjadi pada trimester I

kehamilan sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi

dengan berat badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal

janin terjadi sebelum minggu ke 20 usia kehamilan. Seiring dengan

berlangsungnya infeksi, parasit tersebut dapat menyebabkan trombositopenia.

Laporan WHO menyatakan bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu

hamil dan secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan

meningkatnya angka kematian kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah

persalinan.1,2,3

Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas

maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca

persalinan secara tidak langsung akibat perubahan hemodinamik. Transfusi yang

terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler dan edema paru berat.4,6

24

2. Hipoglikemia

Mekanisme terjadinya hipoglikemi sangat kompleks dan belum diketahui

secara pasti. Komplikasi hipoglikemia lebih sering ditemukan pada wanita hamil

daripada yang tidak hamil. Diduga pada wanita hamil terjadi perubahan

metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia,

terutama trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya

hanya dari glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih

cepat sehingga menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita

hamil terjadi peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi

(misalnya guinine) sehingga pembentukan insulin bertambah.2,3

Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap

asimtomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga

menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll.

Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal,

kejang, penurunan kesadaran, pingsan, bahkan sampai koma yang hampir

menyerupai gejala malaria serebral. Bila sebelumnya penderita sudah dalam

keadaan koma karena malaria serebral maka komanya akan lebih dalam lagi.

Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus dengan dekstrosa maka

kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena hiperinsulinemi, keadaan

hipoglikemi dapat kambuh dalam beberapa hari. Oleh karena itu semua wanita

hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi

quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali dan sebaiknya

monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.1,3

Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis

dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat.

Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-

tanda yang spesifik.4,6

3. Edema paru akut

Mekanisme terjadinya edema paru masih belum diketahui secara pasti,

kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan

sel darah merah yang terinsfeksi. Keadaan edema paru akut bisa ditemukan saat

25

pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan.

Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3 dan setelah persalinan.1,3

Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan

adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat

meningkatkan risiko mortalitas. Gejalanya mula-mula frekuensi pernafasan

meningkat, kemudian terjadi dispneu dan penderita dapat meninggal dalam waktu

beberapa jam.3

4. Imunosupresi

Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang

terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria

sendiri dapat menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan

menurunkan sintesis imunoglobulin.Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial

adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya

imunitas didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi

malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.

Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps.1,13

Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan

pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan

karena imunosupresi ini.1,13

5. Gagal Ginjal

Hemoglobinuri (blackwater fever) merupakan kondisi urin yang

berwarna gelap akibat hemolisis sel darah merah dan parasitemia yang hebat dan

sering merupakan tanda gagal ginjal.2

6. Risiko Terhadap Janin

Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam,

insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat

menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum

dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum

lebih serius (dilaporkan insidensinya mortalitasnya l5,7% vs 33%). Akibatnya

dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim,

26

insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan

lahir rendah dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental

ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.1,14

7. Malaria kongenital

Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5%

kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta

dapat melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun

dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar

quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu

sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.

Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang

lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam,

iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll. Diagnosis

dapat ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau

tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial

diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella,

Toksoplasmosis dan sifilis.1

L. PENANGANAN MALARIA SELAMA KEHAMILAN

1. Pencegahan Transmisi

a) Kemoprofilaksis

Kesadaran akan resiko menderita malaria pada ibu hamil sangat

penting. WHO dan CDC merekomendasikan bahwa wanita hamil jangan

bepergian ke wilayah endemik malaria. Kemoprofilaksis dapat mengurani

anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir terutama pada kelahiran

pertama. Resiko malaria dan konsekuensi bahayanya tidak meningkat

selama kehamilan kedua pada wanita yang menerima kemoprofilaksis

selama kehamilan pertama. Pemberian obat profilaksis selama kehamilan

dianjurkan untuk megurangi resiko transmisi diantaranya dengan

pemberian klorokuin basa 5 mg/kgBB (2 tablet) sekali seminggu, tetapi

untuk daerah yang resisten, klorokuin tidak dianjurkan pada kehamilan

27

dini, namun dapat diganti dengan meflokuin. Obat lain yang sering

digunakan untuk profilaksis adalah kombinasi sulfadoksin-pirimetamin

dengan dosis digunakan dosis 1 tablet perminggu, tetapi tidak dianjurkan

untuk trimester pertama karena pirimetamin dapat menyebabkan

teratogenik.1,3,6,12

Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat

megurangi malaria falciparum sampai 85% dan malaria vivax sampai

100%. Profilaksis klorokuin menurunkan infeksi plasenta yang

asimptomatik menjadi 4% bila dibandingkan tanpa profilaksis sebanyak

19%.1,5,13

b) Mengurangi Kontak dengan Vektor

Pemakaian kelambu, insektisida, atau keduanya dinilai efektif

untuk menurunkan jumlah kasus malaria pada ibu hamil dan neonatus

khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria.

Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa pemakaian kelambu setiap

malam menurunkan kejadian berat badan lahir rendah atau bayi prematur

sebanyak 25%. Adapun pada wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa

pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal dan

parasitemia densitas tinggi. Kelambu sangat disarankan terutama pada

kehamilan dini dan bila memungkinkan selama kehamilan.1,3,5,13

c) Vaksinasi

Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen

protektif pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari

sporozoit, merozoit, dan gametosit. Sampai saat ini belum ditemukan

vaksin yang aman dan efektif untuk penanggulangan malaria.

Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru

muncul dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu

dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin untuk mencegah malaria

selama kehamilan, yaitu:3

28

a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan

b. Tahap siklus hidup parasit

c. Waktu pemberian vaksin

2. Terapi Malaria

Pemberian obat anti malaria tergantung pada diagnosis dini dan

pengobatan klinis segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas

kemoterapi pada wanita hamil tampa kurang memuaskan arena pada wanita

dengan imun infeksi berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan

rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan segera ternyata

belum dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan juga

berkurangnya berat badan lahir bayi. Obat-obat antimalaria yang sering

digunakan tidak merupakan kontraindikasi bagi perempuan hamil. Beberpa

obat anti malaria yang lebih baru memiliki aktivitas antifolat sehingga secara

teoritis dapat berperan menyebabkan anemia megaloblastik dan kecacatan

pada kehamilan dini. Akan tetapi, perlu dipikirkan pada daerah dengan

resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang utama sehingga pemakaian obat

yang efektif membunuh parasit tetap dianjurkan bila kondisi ibu

memburuk.1,3,513

Antimalaria dalam kehamilan:1,5,13,14

Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether

Trimester dua : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine

Trimester tiga : sama dengan trimester 2

Kontraindikasi : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine

Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah:14

Lini pertama : artemisisn parenteral (+ amidokuin + primakuin)

Lini kedua : kina parenteral ( + primakuin + doksisiklin/tetrasiklin)

Lini Pertama15

29

a) Artesunat injeksi untuk penggunanan di rumah sakit atau puskesmas

perawatan. Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dalam

0,6 ml natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam 3-5 ml dextrose 5%.

Pemberian secara bolus intravena selama 2 menit. Loading dose 2,4 mg/kgBB

I.V setiap hari sampai hari ke 7. Bila penderita sudah dapat minum obat

diganti dengan artesunat oral.

b) Artemeter untuk penggunaan lapangan atau puskesmas.

Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara

intramuskularselama 5 hari. Dosis dewasa 160 mg (2ampul) I.M pada hari ke-

1 diikuti 80 mg (1 ampul) I.M pada hari ke-2 sampai ke-5.

Lini Kedua15

a) Kuinin (Kina) per infus (drip) : kina 25% dosis 10 mg/kgBB atau 1 ampul

(2ml =500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose dalam NaCL dalam 8 jam,

diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama samapi penderita bisa minum

obat atau dengan dosis yang sama diberikan selama 4 jam kemudian tanpa

obat selam 4 jam. Demikian 3 kali dalam 24 jam, sampai penderita dapat

minum obat.

b) Obat kina maksimum diberikan per infus selama 3 hari. Kalau belum bisa

minum dilanjutkan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis maksimum per hari

2.000 mg. Bila sudah dapat minum dilanjutkan dengan kina tablet dengan

dosis 10 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari.

3. Penanganan Komplikasi Malaria

a) Edem paru akut1,15

Pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi

setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator

bila diperlukan.

b) Hipoglikemia1,15

Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%. Bila

sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg

30

intramuskuler. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk

mencegah rekurensi hipoglikemia.

c) Anemia1,15

Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%. Anemia yang

signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.

Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk

mengurangi tambahan volume intravaskuler.

d) Gagal Ginjal1,15

Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi

atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian

cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila diperlukan.

e) Syok septikemia1,15

Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia dll,

sering menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien

tersebut dapat mengalami syok septikemia, yang disebut ’algid malaria’.

Penanganannya adalah dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga,

pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.

f) Transfusi ganti1,15

Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk

menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan

packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia

yang sangat berat (membantu membersihkan) dan impending odema paru

(membantu menurunkan jumlah cairan).

4. Penanganan saat persalinan

Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat

malaria pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu

maupun janin. Malaria falciparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan

risiko mortalitas yang tinggi. Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa

terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan

31

untuk wanita hamil dengan malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan

intensif. 1,15

Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan

persalinan prematur. Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya

berhubungan dengan tingginya demam. Gawat janin sering terjadi dan

seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring

terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai adanya

ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi

lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini

menunjukkan adanya gawat janin. Harus diupayakan segala cara untuk

menurunkan suhu tubuh dengancepat, baik dengan kompres, pemberian

antipiretika seperti parasetamol, dll. 1,14

Pemberian cairan denagn seksama juga merupakan hal penting. Hal

ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua

keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus

parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan transfusi ganti. 1,15

Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan. Kala II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat

indikasi pada ibu atau janin. Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi

obstetrik. 1,15

32

REFERENSI

1. Sulaeman J, Pribadi A. Demam Dalam Kehamilan dan Persalinan: Malaria Dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2012. p. 634-642.

2. Bruce LJ, Chwatt. Malaria and pregnancy. England: British Medical Journal; 1983. Volume 286. p.1457-458.

3. Chahaya I. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan. Available from www.Usudigitallibrary.pdf. Last update in 2003. Accesed on 16 March, 2013.

4. Harijanto, N Paul. Malaria. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: 2007. p. 1732-44.

5. Rijken MJ Rijken JA Papageorghiu AT etc. Malaria in pregnancy: the difficulities in measuring birthweight. England: BJOG An International Journal of Obstetric and Gynecology; 2011. p.671-77.

6. Suparman E., Suryawan A. Malaria pada Kehamilan. [online]. 2004 [Cited 2011 December 1]. Available from: http :// www.majour.maranatha.edu/index.php / pdf . Accesed on April12, 2013.

7. Wolf JE. Treatment and Prevention of Malaria : An Update . [online]. 2002 [Cited 2012 November 20]. Available from: http://www. turner - white.com /pdf . Accesed on March 23, 2013

8. Knirsch DGH. The Malaria. In: Parasitic Disease. 5th Ed. USA: Apple Trees Productions L.L.C.NY; 2007. p:50—68.

9. Perez EV, Jorge. Malaria . [online]. 2012 [Cited 2012 November 20]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview. Accesed on March 23, 2013.

10. Marwiyah T. Kehamilan Patologi. Available from: http://dosenkebidanan.blogspot.com. Last update on November 26, 2012. Accesed on April 18, 2013.

11. Ukaga CN, Nowke BEB, et al. Placental malaria in Owerri, Imo State, south-eastern Nigeria. [online]. 2007 [Cited 2012 November 20]. Available from: http://www.bioline.org.br. Accesed on March 23, 2013.

33

12. Krishnan S, Cheripalli P, Tangella K. Placental Malaria . [online]. 2009 [Cited 2012 November 20]. Available from: http:// www.turner-white.com . Accesed on March 23, 2013.

13.Bardaji A, Sigauque B, Sanz S, et al. Impact of Malaria at the End of Pregnancy on Infant Mortality and Morbidity. USA Journal of Infectious Disease; 2011. p.691-99. Available from: majour.maranatha.edu/index.php/jurnal.../pdf . Accesed on March 23, 2013.

14.Hanretty KP. Obstetric Illustrated. 6th Ed. British: Crurchill Livingstone; 2003. p.152-55.

15. Surya I.G.P .Penyakit Infeksi : Infeksi Malaria. Ilmu Kandungan Edisi IV. Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2012. p912-17.

34

LAMPIRAN REFERENSI

35