referat miopia dalam kehamilan

21
BAB I PENDAHULUAN Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kira satu milyar orang di seluruh dunia. Myopia diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek merugikan pada retina pasien tersebut. Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu progresif. Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.

Upload: sodiqa-strida-sasi-twinz

Post on 24-Oct-2015

611 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Miopia dalam persalinan normal

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Miopia Dalam Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

Myopia adalah kelainan pada mata yang paling umum, yang mempengaruhi kira-kira

satu milyar orang di seluruh dunia. Myopia diklasifikasilan menjadi sangat ringan atau

rendah < 3 dioptri, sedang atau menengah 3-6 dioptri, parah atau tinggi > 6 dioptri. Terdapat

kekhwatiran bahwa pasien dengan myopia tinggi berisiko untuk terjadinya robekan retina

apabila mereka melalui persalinan normal pervaginam. Tetapi dalam beberapa studi telah

menunjukkan wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan pada mata (myopia, ablasio

retina yang telah ditangani) yang melahirkan secara pervaginam tidak mempunyai efek

merugikan pada retina pasien tersebut.

Myopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai myopia simpleks dan myopia

patologis. Myopia simpleks biasanya ringan dan myopia patalogis hampir selalu progresif.

Keadaan ini biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Myopia tinggi adalah salah satu

penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Myopia tinggi adalah myopia dengan ukuran

6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih

besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.

Page 2: Referat Miopia Dalam Kehamilan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

2.1.1. Myopia

Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang

tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami myopia, atau nearsighted. Pada myopia,

panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi

terlalu kuat. Jika objek digeser lebih dekat dari 6 meter, bayangan akan bergerak mendekati

retina dan terlihat lebih fokus. Titik tempat bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina

disebut “titik jauh”. Derajat myopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari

titik jauh tersebut.

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi dan Insiden

Prevalensi myopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi myopia

meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25 % pada populasi remaja dan

25-35 % pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-negara maju. Dilaporkan bahwa

prevalensi myopia lebih tinggi pada beberapa area di Asia, seperti China dan Jepang.

Prevalensi myopia pada populasi Asia sekarang mencapai 70-90 %. Prevalensi ini berkurang

pada populasi berusia di atas 45 tahun, mencapai 20 % pada usia 65 tahun, dan menurun

hingga 14 % pada orang berusia 70-an.

Faktor Resiko

Faktor risiko yang penting dalam perkembangan myopia adalah riwayat keluarga

myopia. Penelitian menunjukkan prevalensi 33-60 % myopia pada anak, yang kedua orang

tuanya mengalami myopia. Pada anak yang memiliki satu orang tua penderita myopia,

prevalensinya adalah 23-40 %. Bila tak satupun orang tua yang menderita myopia, hanya 6-

15 % anak-anak mereka yang myopia. Myopia yang diketahui dengan retinoskopi

nonsikloplegik pada masa bayi dan kemudian menurun menjadi emetropia sebelum anak

tersebut memasuki usia sekolah tampaknya adalah faktor risiko perkembangan myopia pada

masa kanak-kanak. Suatu analisis menyatakan bahwa anomali refraksi yang dialami saat

Page 3: Referat Miopia Dalam Kehamilan

masuk sekolah adalah prediktor yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang akan

mengalami myopia pada masa kanak-kanak dibandingkan riwayat myopia pada orang tua.

Anak dan dewasa muda dengan anomali refraksi berkisar antara emetropia hingga hiperopia

0,5 D memiliki kemungkinan mengalami myopia yang lebih besar dibanding individu berusia

sama dengan hiperopia lebih dari 0,5 D. Selain itu, risiko myopia lebih tinggi pada anak

dengan astigmat against-the-rule. Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur

dapat meningkatkan risiko myopia. Myopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang

digunakan untuk membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan

banyak kegiatan jarak dekat. Kurvatura kornea yang lebih tajam dan rasio panjang aksial

terhadap radius kornea yang lebih dari 3,00 dapat menjadi faktor risiko. Pada anakanak,

kondisi yang mengganggu pembentukan penglihatan yang normal sering menyebabkan

myopia.

2.1.3. Tipe Myopia

Dikenal beberapa bentuk myopia seperti:

a. Myopia refraktif

Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata,

kelainan yang terjadi disebut myopia kurvatura atau myopia refraktif. Bertambahnya

indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen, dimana

lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan myopia

bias atau myopia indeks, yakni myopia yang terjadi akibat pembiasan media

penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.

b. Myopia aksial

Myopia aksial terjadi bila mata berukuran lebih panjang daripada normal. Untuk

setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri.

Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:

a. Myopia ringan, dimana myopia lebih kecil daripada 1 – 3 dioptri

b. Myopia sedang, dimana myopia lebih antara 3 – 6 dioptri

c. Myopia berat atau tinggi, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

Page 4: Referat Miopia Dalam Kehamilan

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu

dekat, sedangkan melihat jauh akan kabur atau biasa disebut “rabun jauh”. Pasien akan

memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang

sempit. Seseorang dengan myopia akan memiliki kebiasaan mengerenyitkan matanya untuk

mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien dengan myopia juga

memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan

konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam

atau esotropia.

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopic cressent yaitu gambaran bulan sabit

yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sklera oleh koroid. Pada mata dnegan

myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan

degenerasi retina bagian perifer. Myopia derajat tinggi menyebabkan meningkatnya

kerentanan terhadap gangguan-gangguan retina degeneratif seperti ablatio retinae1 ataupun

gangguan lain seperti juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata

berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar, mungkin fungsi satu mata telah

berkurang atau terdapat ambliopia.

2.1.4. Persalinan

Persalinan atau partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus immaturus ialah partus yang terjadi pada

masa kehamilan kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat janin

antara 1000 – 500 gram. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat

hidup tetapi belum cukup bulan. Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua

kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus

adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.4

2.1.5. Fisiologi Persalinan Normal

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka samapai terjadi pembukaan 10

cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh

karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir.

Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV

mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu, diamati apakah terjadi

perdarahan postpartum.

Page 5: Referat Miopia Dalam Kehamilan

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan

lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis

servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari

pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena

pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat

his dibagi dalam 2 fase, yaitu:

a. Fase Laten

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran

diameter 3 cm.

b. Fase Aktif

Dibagi ke dalam 3 fase lagi, yaitu:

i. Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.

ii. Fase Dilatasi Maksimal Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,

dari 4 cm menjadi 9 cm.

iii. Fase Deselerasi Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam,

pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi

demikian, tetapi fase-fase tersebut menjadi lebih pendek. Mekanisme membukanya serviks

berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama, ostium uteri internum

akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian

ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit

terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi

dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau

telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkam ketika pembukaan hampir atau telah

lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah

lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban

Page 6: Referat Miopia Dalam Kehamilan

pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida

kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.

Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena

biasanya dalam hal ini, kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan

tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.

Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum

mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak

lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah

lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan

mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi,

muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk

mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5

jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit

kemudian ueterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya

plasenta lepasdalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dengan keluar spontan atau dengan

tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.4

Kala IV

Seperti diterangkan di atas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah ada perdarahan

postpartum.

2.2. PERUBAHAN DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA KEHAMILAN

Seorang wanita mengalami banyak perubahan pada saat kehamilan, baik sistemik maupun

okular. Pada saat kehamilan, terjadi perubahan fisiologis pada sistem kardiovaskular, sistem

hormon, metabolik, hematologik, dan sistem imunologik. Akibat beberapa mekanisme ini,

kehamilan menyebabkan perubahan pada mata. Perubahan hormon dan metabolik yang

terjadi pada saat kehamilan, hiperdinamisitas sirkulasi kapiler retina mungkin menyebabkan

Page 7: Referat Miopia Dalam Kehamilan

progresivitas dari retinopati diabetika pada wanita hamil dengan diabetes. Perubahan hormon

merupakan perubahan sistemik yang paling menonjol pada wanita hamil. Plasenta, kelenjar

endokrin ibu, dan kelenjar adrenal fetus mengkombinasi produktivitasnya menghasilkan

pabrik hormon berkekuatan tinggi. Kadar imun tersupresi, menyebabkan wanita hamil

tersebut mudah mengalami kelainan imun yang serius. Perubahan penglihatan pada

kehamilan sering terjadi, dan sebagian besar berhubungan secara spesifik dengan kehamilan

itu sendiri. Kehamilan sering dihubungkan dengan perubahan pada mata, yang biasanya

bersifat sementara, namun dapat juga menetap. Efek okular pada kehamilan ini dapat bersifat

fisiologis maupun patologis, atau bisa eksaserbasi dari kondisi yang telah ada sebelumnya.

Perubahan yang dapat terjadi pada mata termasuk chloasma, spider angiomas dan

ptosis. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen anterior yaitu berkurangnya kapiler di

konjungtiva dan bertambahnya jaringan granular di venula dan lengkungan kornea,

perubahan ketebalan kornea, indeks refraksi, ketidaksesuaian akomodasi dan refraksi, dan

menurunnya tekanan intraokular. Perubahan yang dapat terjadi pada segmen posterior

termasuk perburukan dari retinopati diabetik, korioretinopati serosa sentral, peningkatan

resiko terjadinya distrofi vitreokorioretinal perifer dan ablatio retina, dan efek yang

menguntungkan dari uveitis non-infeksiosa. Beberapa gangguan sistemik yang terjadi pada

kehamilan juga dapat mempengaruhi mata, seperti preeklampsia, penyakit Grave’s dan

sklerosis multipel. Gangguan intrakranial dengan efek pada okuler pada kehamilan yaitu

Pseudotumor cerebri, prolactinoma dan Sindroma Sheehan’s.

Adneksa Okular

Chloasma atau yang lebih dikenal sebagai “topeng kehamilan” adalah proses hormonal, yang

ditandai dengan meningkatnya pigmentasi di sekitar mata dan pipi. Perubahan pigmentasi

tersebut akan hilang perlahan setelah melahirkan. Spider angiomas, yang merupakan salah

satu jenis telengiektasi, biasanya timbul pada saat kehamilan di daerah muka dan tubuh

bagian atas, dan juga hilang setelah melahirkan.8,9 Ptosis telah dilaporkan timbul saat dan

setelah kehamilan dan biasanya bersifat unilateral. Mekanisme terjadinya ptosis diperkirakan

akibat defek yang terjadi pada aponeurosis m.levator akibat adanya perubahan cairan serta

hormonal, akibat tekanan pada saat proses kelahiran.9

Page 8: Referat Miopia Dalam Kehamilan

Segmen Anterior Konjungtiva

Penurunan kapiler konjungtiva dan peningkatan jaringan granuler venula konjungtiva telah

dilaporkan terjadi dan hilang setelah kelahiran.

Kerusakan Lensa

Kehamilan menginduksi terjadinya “syndrone kekeringan mata” yang timbulakibat gangguan

pada sel acinar kelenjar lakrimal. Kehamilan dapat mencetuskan perubahan dari ekspresi

faktor pertumbuhan (growth factor) kelenjar lakrimal dan redistribusi limfosit dari periductal

foci ke celah interacinar, serta meningkatkan reaktivitas imun terhadap prolactin, TGF- beta 1

dan EGF pada sel duktus.

Kornea

Banyak wanita yang mengalami intoleransi terhadap lensa kontak saat kehamilan, walaupun

mereka tidak memiliki masalah dengan lensa kontak sebelum kehamilannya. Suatu penelitian

yang meneliti mengenai lengkungan kornea pada wanita hamil menyebutkan peningkatan

statiskik yang signifikan pada lengkungan kornea pada trimester kedua dan ketiga, namun

akan hilang setelah melahirkan ataupun setelah mulai menyusui. Kehamilan juga

dihubungkan dengan perubahan pada ketebalan dan sensitifitas kornea. Peningkatan

ketebalan yang sedikit namun dapat terukur pada kornea disebabkan oleh terjadinya edema

pada saat kehamilan. Sensitifitas kornea cenderung berkurang, dengan perubahan terbesar

terjadi pada tahap akhir kehamilan. Akibat dari variasi ketebalan tersebut, indeks refraksi

kornea juga dapat berubah. Namun dianjurkan untuk menunda pemberian resep maupun lensa

kontak sampai beberapa minggu setelah kelahiran.

Gangguan Akomodasi dan Refraksi

Perubahan akomodasi dan gangguan refraksi pada masa kehamilan telah dilaporkan.

Hilangnya daya akomodasi yang bersifat sementara dapat terjadi pada saat maupun sesudah

kehamilan. Insufisiensi akomodasi dan paralisis dilaporkan berhubungan dengan laktasi.

Hasil operasi refraksi mata sebelum, selama ataupun segera setelah kehamilan tidak dapat

diprediksi, dan operasi ini disarankan untuk ditunda hingga terjadi stabilitas refraksi setelah

kelahiran. Myopia dapat meningkat selama kehamilan. Ini telah dibuktikan oleh Pizzarello

yang telah melakukan penelitian pada 83 orang wanita hamil untuk menentukan penyebab

perubahan penglihatan selama kehamilan dan dan post partum. Wanita hamil yang mengeluh

Page 9: Referat Miopia Dalam Kehamilan

terjadinya perubahan visual telah ditemukan perubahan pada kondisi myopia yang telah ada

pada kehamilan, yang kemudiannya kembali ke tingkat semulanya pada post-partum.

Tekanan Intraokular

Kehamilan dapat memberikan keuntungan pada glaukoma. Kehamilan dihubungkan dengan

penurunan tekanan intraokular pada mata yang sehat dan hipertensi okular. Pada subjek yang

normal, kehamilan menurunkan tekanan intraokular sampai 19,6%. Hampir 35% dari

keseluruhan penurunan terjadi pada minggu ke 12 dan 18 kehamilan. Sedangkan pada

hipertensi okular, kehamilan menurunkan tekanan intraokular hingga 24,4%. Berbagai

macam mekanisme telah diimplikasikan pada hasil penelitian ini. Beberapa mekanisme ini

termasuk adanya peningkatan keluaran aqueous humor, penurunan resistensi vaskuler

sistemik yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan vena episclera, peningkatan

elastisitas jaringan generalisata yang menyebabkan berkurangnya kekakuan sklera, dan

asidosis generalisata selama kehamilan.

Gangguan Segmen Posterior

a. Retinopati Diabetika

Kehamilan dapat memperparah retinopati diabetika yang telah ada. Perubahan diabetik yang

terjadi selama kehamilan tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan pada pasien non diabetik

dan pada pria. Namun, kehamilan pada pasien diabetes yang terkontrol tidak menjadi faktor

resiko untuk terjadinya komplikasi vaskular. Gangguan pandangan yang diakibatkan oleh

retinopati diabetika pada kehamilan jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi konsekuensi yang

buruk terhadap ibu dan bayinya. Foto-koagulasi dengan laser harus dipertimbangkan untuk

wanita hamil dengan pre-proliferatif retinopati diabetika yang berat. Retinopati diabetika

proliferatif mungkin tidak membaik setelah kelahiran.

b. Korioretinopati serosa sentral

Ini adalah kelainan makular yang ditandai oleh ablatio retina serosa lokalisata. Umumnya

menyerang dewasa pada usia pertengahan sekitar 20 sampai 45 tahun. Lebih banyak terjadi

pada pria daripada wanita dengan perbandingan 10:1. Kehamilan adalah salah satu faktor

resiko terjadinya penyakit ini. Korioretinopati serosa sentral pada wanita hamil sering

dihubungkan dengan eksudat subretina yang kemungkinan bersifat fibrinosa alami. Eksudat

subretinal fibrinosa ini terlihat pada 90% pasien, dibandingkan dengan kurang dari 20%

Page 10: Referat Miopia Dalam Kehamilan

korioretinopati sentral serosa (tanpa kehamilan). Gangguan ini akan sembuh secara spontan

pada akhir kehamilan atau setelah melahirkan, namun dapat timbul kembali di luar

kehamilan.

c. Distrofi Vitrokorioretinal Perifer (PVCRD)

Observasi dinamis yang diikuti pada 86 wanita hamil dengan distrofi vitrokorioretinal (121

mata) menunjukkan bahwa kondisi tersebut berkembang selama masa kehamilan pada 33,8%

kasus. Menurunnya haemodinamik okular dan kekakuan sklera adalah karakteristik

kehamilan. Insidens tertinggi progresivitas PVCRD diamati pada wanita hamil dengan sistem

haemodinamik tipe hipokinetik.5

d. Ablatio Retina Rhegmatogenosa

Wanita hamil dengan myopia tinggi, riwayat ablatio retina atau perlubangan retina, atau

diketahui memiliki degenerasi lattice umumnya dirujuk ke spesialis mata untuk meminta

saran manajemen kelahiran, apakah diperbolehkan melahirkan spontan pervaginam, atau

harus dilakukan profilaksis atas indikasi resiko tinggi terjadinya kelainan retina. Banyak ahli

obstetri masih mempercayai bahwa wanita hamil dengan kelainan mata beresiko mengalami

ablatio retina rhegmatogenosa harus melahirkan dengan instrumen atau bahkan dianjurkan

untuk Sectio Caesaria. Telah dibuktikan bahwa tatalaksana prenatal untuk kelainan retina

asimptomatik tidak dianjurkan dan kelahiran spontan pervaginam diperbolehkan untuk

dilakukan oleh wanita dengan kelainan retina resiko tinggi.

e. Edema Makular

Edema makular dengan atau tanpa retinopati proliferatif juga dapat timbul pada masa

kehamilan. Hal tersebut dapat timbul ataupun memburuk selama kehamilan. Telah

ditunjukkan bahwa edema makular sering berhubungan dengan wanita hamil yang menderita

diabetes yang juga memiliki proteinuria dan hipertensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa

pada beberapa kasus dapat membaik secara spontan setelah kelahiran namun dapat juga

menetap, dan menyebabkan kehilangan penglihatan jangka panjang.

f. Uveitis

Uveitis mengacu pada peradangan dari traktus uvea, terdiri dari iris, badan siliar dan choroid.

Telah dilaporkan bahwa kehamilan berhubungan dengan sejumlah kasus timbulnya uveitis

non-infeksi dibandingkan dengan kondisi tanpa kehamilan. Apabila kondisi tersebut timbul

Page 11: Referat Miopia Dalam Kehamilan

saat kehamilan, umumnya terjadi pada trimester pertama. Penyebab spesifik dari uveitis non-

infeksi ini menunjukkan efek yang menguntungkan dari kehamilan termasuk sindroma Vogt-

Koyanagi-Harada, uveitis idiopatik dan penyakit Behcet’s. Sebagian besar dari wanita-

wanota tersebut akan mengalami kekambuhan dalam 6 bulan pasca kelahiran. Diduga bahwa

peningkatan hormon-hormon intrinsik, terutama kortikosteroid, dan beberapa faktor lain

dengan kehamilan dapat memberikan pengaruh penekanan pada uveitis.

2.3. MYOPIA TINGGI PADA PERSALINAN

Banyak pendapat mengenai hal ini. Banyak yang mengatakan pasien dengan myopia

yang tinggi beresiko mengalami robekan retina pada saat melahirkan secara spontan. Namun

tidak ada kasus yang dilaporkan dalam literatur yang dapat menghubungkan ablasio atau

robekan retina dengan myopia pada wanita yang melahirkan.

Socha et. Al telah melakukan suatu studi, dimana sebanyak 4895 operasi seksio

Caesarea yang dilakukan telah diamati, 100 (2.04 %) diantaranya karena indikasi okular yang

telah dikonsulkan ke spesialis mata dan disarankan untuk persalinan secara operasi. Frekuensi

operasi seksio Caesarea atas indikasi okular telah meningkat banyak pada tahun 2005 hingga

2006 tapi merosot sejak tahun 2006.

Namun demikian, hal itu tetap menjadi dua kali lebih tinggi pada tahun 2000. Dua

kelainan mata yang paling sering mengarah ke operasi seksio Caesarea adalah myopia dan

retina diabetikum. Hampir setengah dari keputusan untuk operasi seksio Caesarea diambil

hanya berdasarkan indikasi oftalmologi.

Literatur menunjukkan bahwa sedikit bukti untuk mendukung keyakinan bahwa

riwayat operasi pada retina sebelumnya meningkatkan risiko perlepasan retina pada

persalinan spontan. Papamicheal et al. telah melakukan survei pada 74 orang ahli kebidanan

di Kongres Kebidanan dan Kandungan Eropa di Lisbon, Portugal. Mayoritas dari dokter

spesialis kebidanan ini tidak mendukung pandangan ini. Kebanyakan dari responden (76 % di

antaranya) merekomendasikan persalinan yang dibantu alat (salah satu operasi seksio

Caesarea atau persalinan instrumental), sedangkan 24 % yang memberikan saran persalinan

yang normal dan tidak ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan ini. Sebagian besar (58

% ) mengambil keputusan tentang pelaksanaan persalinan ibu hamil hanya berdasarkan

pendapat pribadi saja.

Page 12: Referat Miopia Dalam Kehamilan

Partisipan juga diminta untuk mengklasifikasikan pasien dengan myopia tinggi,

riwayat ablasio retina, riwayat keluarga dengan ablasio retina dan riwayat operasi mata

sebelumnya menjadi kategori risiko rendah, sedang atau tinggi untuk persalinan spontan.

Mayoritas membagikan myopia tinggi sebagai tidak berisiko atau risiko rendah (59 %),

riwayat ablasio retina sebagai risiko sedang-tinggi (73 %), riwayat keluarga dengan ablasio

retina sebagai risiko rendah-sedang (73 %) dan riwayat operasi mata sebelumnya sebagai

risiko tinggi (56 %).

Apabila ditanyakan tentang kondisi mata yang manakah jika ada akan mempengaruhi

pengambilan keputusan klinis antara operasi seksio Caesarea dengan persalinan apontan

pervaginam, hanya 14 % responden mengatakan pasien tanpa riwayat kelainan mata, 13.6 %

lagi mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina, 61 % menghindar untuk menjawab

pertanyaan ini yang mengindikasikan mayoritas dokter spesialis masih bingung untuk

memilih apa yang lebih praktis. 48 % juga mengatakan pasien dengan riwayat ablasio retina

merupakan indikasi untuk operasi seksio Caesarea. Hasil survei ini sejalan dengan data yang

dilakukan di Inggeris dan ini mungkin menunjukkan pegangan ini dipakai secara

internasional.

Komentar yang diberikan kebanyakannya mirip; rata-rata menjelaskan persalinan

spontan harus dihindari karena peningkatan risiko ablasio retina akibat peningkatan tekanan

intra-okular yang disebabkan oleh manuver yang mirip Valsalva pada kala 2 persalinan.

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intra-abdominal juga akan

meningkatkan tekanan intra-okular. Hal ini hanya dapat disebabkan oleh kondisi yang

mempengaruhi aliran drainase dari aqueous pada ruang anterior mata seperti glaukoma.

Selain itu, peningkatan tekanan intra-okular bukanlah faktor risiko untuk terjadinya ablasio

retina.10

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Prost, yang melakukan pengamatan

terhadap 42 pasien dengan myopia tinggi dan 4 pasien dengan myopia tinggi disertai riwayat

operasi ablatio retina pada salah satu mata, tidak terbukti adanya progresivitas dari perubahan

retina dan terjadinya robekan retina, namun pada beberapa pasienditemukan adanya

perdarahan retina dan edema makular. Dari pengamatan tersebut disimpulkan bahwa myopia

tinggi bukan merupakan indikasi untuk dilakukan operasi caesar, namun sebaiknya tetap

dilakukan pemeriksaan oftalmologi pada pasien setelah melahirkan.

Page 13: Referat Miopia Dalam Kehamilan

Penelitian lain juga mendukung hal ini. Penelitian yang dilakukan pada 10 wanita

yang telah mengalami 19 persalinan (10 prospektif dan 9 retrospektif) dan memiliki riwayat

ablatio retina sebelumnya, telah didiagnosa mengalami degenerasi lattice yang luas, atau

telah mendapat terapi simptomatik untuk kerusakan retina. Subjek diikuti sejak trimester

ketiga kehamilan sampai pada proses persalinan dan post partum, diawasi adanya perubahan

pada retina.

Hasil penelitian tersebut menyatakan tidak ditemukannya perubahan pada retina pada

pemeriksaan postpartum, sehingga dapat disimpulkan terapi prenatal pada kelainan retina

asimptomatik tidak dianjurkan, dan kelahiran spontan per vaginam dapat dilakukan pada

wanita dengan resiko tinggi terjadinya kelainan retina.

Penelitian yang dilakukan oleh Neri A et al juga mendukung hal tersebut. Penelitian

ini dilakukan dengan mengamati 50 wanita dengan myopia (4.5 – 15.0 D) yang akan

melahirkan. Dilakukan pemeriksaan funduskopi pada seluruh responden sebelum dan setelah

melahirkan. Berbagai macam tipe degenerasi retina dan kerusakan retina ditemukan pada

pemeriksaan pre partum, namun tidak ditemukan adanya perburukan dari kelainan yang ada

pada pemeriksaan post partum. Dari hasil penelitian tersebut, disarankan untuk tetap

dilakukan persalinan spontan per vaginam pada pasien dengan myopia tinggi.12

Sebuah penelitian telah menunjukkan terdapat kecenderungan yang tinggi persalinan

secara seksio caesarean pada pasien denga myopia tinggi. Loncare et. Al telah meneliti 30553

persalinan selama 9 tahun di antara 1993 hingga 2002. Terdapat 87 % pasien melahirkan

secara spontan, 3 % melahirkan dibantu ekstraksi vakum dan 10 % persalinan secara seksio

caesarean. Di dalam jumlah tersebut terdapat 693 wanita hamil dengan myopia, 421 orang

(61 %) dengan myopia rendah, 159 orang (23%) dengan myopia sedang dan 113 orang (16

%) dengan myopia tinggi. Persalinan dengan operasi seksio caesarea dilaporkan kurang lebih

sama pada pasien yang tidak myopia, dan myopia tingkat rendah-sedang serta lebih tinggi

pada pasien dengan myopia tinggi.Tingkat persalinan secara ekstraksi vakum diamati lebih

tinggi pada pasien dengan myopia sedang dan tinggi berbanding pasien dengan myopia

rendah dan tidak myopia. Di antara semua pasien, pasien dengan myopia tinggi mempunyai

kadar persalinan secara operasi yang lebih tinggi berbanding persalinan spontan.

Kesimpulannya, persalinan spontan pervaginam tidak dianggap sebuah kontraindikasi

untuk pasien dengan myopia tinggi.

Page 14: Referat Miopia Dalam Kehamilan