referat malaria pada anak

63
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus Infeksi Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Malaria pada Anak Disusun oleh: Firyal Soraya Nurhidayati Pembimbing: dr. William S. Tjeng, Sp. A

Upload: firyal-soraya

Post on 08-Nov-2015

202 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Referat Malaria pada Anak

TRANSCRIPT

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Refleksi Kasus Infeksi TropisFakultas KedokteranUniversitas MulawarmanMalaria pada Anak

Disusun oleh:Firyal Soraya NurhidayatiPembimbing:dr. William S. Tjeng, Sp. APROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

MEI 2015Refleksi KasusMalaria pada AnakSebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase AnakFIRYAL SORAYA NURHIDAYATI

Menyetujui,

dr. William S. Tjeng, Sp. APROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

MEI 2015KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Refleksi Kasus yang berjudul Malaria pada Anak.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :1. dr. William S. Tjeng, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama stase Infeksi Tropis anak.

2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga pendidikan saat ini.

3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2014 yang telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.

4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.Mei, 2015

PenulisBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar di beberapa wilayah di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat pada Negara-negara berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan atau pembuangan air yang cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan dapat dijadikan sebagai tempat ideal nyamuk untuk bertelur.

Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium oval, dan plasmodium malaria. Parasit-parasit tersebut ditularkan pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus anopheles. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas dingin, dan keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria adalah dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah. Namun yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah plasmodium falciparum dan plasmodium vivax.

Sebanyak lebih dari 1 juta orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal akibat malaria dimana 80% kematian terjadi di Afrika, dan 15% di Asia (termasuk Eropa Timur). Secara keseluruhan terdapat 3,2 Miliyar penderita malaria di dunia yang terdapat di 107 negara. Malaria di dunia paling banyak terdapat di Afrika yaitu di sebelah selatan Sahara dimana banyak anak-anak meninggal karena malaria dan malaria muncul kembali di Asia Tengah, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Di Indonesia, sebagai salah satu negara yang masih beresiko Malaria (Risk-Malaria), pada tahun 2009 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis dan 350 ribu kasus di antaranya dikonfirmasi positif. Sedangkan tahun 2010 menjadi 1,75 juta kasus dan 311 ribu di antaranya dikonfirmasi positif. Sampai tahun 2010 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8 Propinsi, 13 kabupaten, 15 kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita malaria positif sebesar 1256 penderita, 74 kematian.

Di tahun 1950, WHO telah meluncurkan program ambisius bertujuan untuk mengontrol atau mengeradikasi malaria. Setelah terjadi beberapa kesuksesan dalam pelaksanaannya kini terdapat masalah baru, yakni daerah yang dulunya bebas malaria kini kembali menjadi daerah dengan malaria. Hal tersebut terjadi karena terdapat resistensi plasmodium dan nyamuk terhadap obat dan insektisida. Oleh karena itu bahaya malaria semakin mengancam dan penyakit ini kini menjadi masalah global yang besar.

1.2 Tujuan Penulisan

Diharapkan dengan penulisan laporan ini penulis ataupun pembaca dapat lebih memahami mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan serta prognosis dari malaria pada anak.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (Plasmodium) yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Defini malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agen tertentu yang inefektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebabkan dari suatu sumber infeksi kepada host.2.2 Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus. Batas dari penyebaran malaria adalah 64 derajat lintang utara (Rusia) dan 32 derajat lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut Mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya. Diperkirakan 300-500 juta kasus malaria muncul tiap tahunnya, dan menyebabkan 1-2 juta kematian, kebanyakan pada anak.

Di Indonesia, malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis malaria. Pada daerah-daerah tersebut masih sering terjadi letusan wabah malaria yang menimbulkan banyak kematian.

Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar Pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1900 (4,84%). Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa Bali diukur dengan PR. Air tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk untuk pembiakan nyamuk menunjang endemitas penyakit malaria. Pada 25 tahun terakhir ini dijumpai adanya endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum terhadap primetamin-sulfadoksin meningkat di negara-negara Asia tenggara, Amerika Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

Anak-anak pada semua umur yang hidup di daerah non endemis malaria memiliki kemungkinan sama besarnya untuk terkena malaria. Di daerah endemis, anak yang berusia 5% dan adanya skizontae sering berhubungan dengan malaria berat.2.6 Penegakkan Diagnosis

Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi berulang, apalagi disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan anemia. Adanya riwayat perjalanan atau imigrasi dari daerah endemis malaria. Bahkan hanya beberapa jam saja berada di airport dari suatu daerah endemis malaria akan berpengaruh signifikan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu yang sangat tinggi pada hari pertama. Temperatur yang berkisar di 40 derajat C atau lebih seringkali didapatkan. Demam seringkali terus menerus dan ireguler. Hepar seringkali teraba. Munculnya splenomegali butuh waktu beberapa hari terutama pada anak yang baru terserang pertama kali. Pada anak yang berada di daerah endemis malaria, splenomegali yang berat seringkali didapatkan.

Perlu diingat bahwa diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium. Ditemukannya beberapa parasit dalam sediaan darah seorang anak penduduk asli yang semi-imun menunjukkan adanya infeksi, tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit; mungkin parasit ditemukan secara tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Di lain pihak, dapat saja tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit malaria. Maka untuk menemukan parasit di dalam darah harus diperhatikan waktu pengambilan spesimen darah dan apakah pasien sedang minum obat anti malaria (yang akan mengurangi kemungkinan ditemukannya parasit).

Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tetes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan kadar ureum kreatinin, bilirubin dan enzim seperti aminotransferase dan 5'-nukleotidase. Pada penderita malaria berat yang mengalami asidosis, dijumpai pH darah dan kadar bikarbonat rendah. Kekurangan cairan dan gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium dan fosfat) sering pula dijumpai. Kadar asam laktat dalam darah dan likuor serebrospinal juga meningkat.

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA (indirect fluorescence antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA (enzyme linked immunosorbence assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah endemia atau pernah endemis, tes serologi berguna untuk :

(1) menentukan berapa lama endemisitas berlangsung

(2) menentukan perubahan derajat transmisi malaria

(3) menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.

Sedangkan di daerah non endemis, tes serologi digunakan untuk

(1) skrining donor darah

(2) menyingkirkan diagnosis malaria pada kasus demam sedangkan pada pemeriksaan darah tidak ditemukan parasit

(3) menentukan kasus dan mengidentifikasi spesies parasit malaria bila cara lain tidak berhasil

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lain yang dikembangkan saat ini menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen.

Karena adanya berbagai variasi gejala malaria pada anak maka perlu dibedakan dengan demam oleh sebab penyakit lain seperti demam tifoid, meningitis, apendisitis, gastroenteritis atau hepatitis. Malaria dengan manifestasi klinis yang lebih ringan harus dibedakan dengan influenza atau penyakit virus lainnya.

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut penurunan hemoglobin dapat terjadi dengan cepat. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Dijumpai pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravaskular. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun.

Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatnya fungsi hati. Hipokolestrolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat saat demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Dapat juga terjadi asidosis walaupun sangat jarang. Nefritis akut jarang dijumpai, oleh karena perubahan pada ginjal terutama akibat proses degeneratif bukan karena peradangan. Sering dijumpai proteinuria dan gangguan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nefrosis kronik dengan resistensi air, natrium dan azotemia terutama pada malaria kuartana. Otak pasien yang meninggal karena malaria serebral mengalami edematous dengan girus yang melebar dan pipih. Terlihat pembendungan pada daerah girus dan pada substansi kelabu terlihat pembendungan dan ptekia. Perdarahan di sekeliling kapiler dan arteriol terjadi sebagai akibat penyumbatan eritrosit yang mengandung parasit.

Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin. Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/ gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa, terdapat balon merah di sisi luar gametosit.Gambar. Tahapan-tahapan Plasmodium falciparum Tampak pada Hapusan Darah

Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tnda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah membesar, terdapat titik Schiffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang) dan bayangan merah di sisi luar gametosit.Gambar. Tahapan-tahapan Plasmodium vivax Tampak pada Hapusan Darah

Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan hapus darah perifer tipis maupun tetes tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada sediaan darah tepi tipis berbentuk khas seperti pita, skizon berbentuk bunga ros (rossette form), tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadnag-kadang menutupi sitoplasma/inti atau keduanya.

2.7 Diagnosis Banding

Presentasi klinis pada malaria seringkali bervariasi dan dapat mengarah ke kondisi/ penyakit lain seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsi. Malaria serebral dapat dipertimbangkan merupakan suatu diagnosis banding dari gangguan saraf lainnya. Kondisi-kondisi yang bisa dipertimbangkan menjadi diagosis banding dari malaria antara lain :

Kolangitis asendens

Encephalitis

Hepatitis

Pneumonia

Faringitis

Tonsilitis

Demam thyphoid

Sinusitis

Tetanus

Giardiasis

Meningitis aseptik

Meningitis bakterial

Otitis media Yellow fever2.8 Pengobatan

Pengobatan malaria dibagi atas malaria ringan (tanpa komplikasi) dan malaria berat (disertai komplikasi)2.8.1 Malaria ringan tanpa komplikasi

Malaria ringan tanpa kompikasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut :

1. Klorokuin bisa diberikan total 25 mg/kgBB selama 3 hari, dengan perincian sebagai berikut : hari pertama 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (maksimal 300 mg basa). Atau hari I dan II masing-masing 10 mg/kgBB dan hari IIII 5 mg/kgBB. Pada malaria tropika ditambahkan primakuin 0,75 mg/kgBB, 1 hari. Pada malaria tersiana ditambahkan primakuin 0,25 mg/kgBB/hari, 14 hari.

2. Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari ke IV masih demam atau hari VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan :

a) Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau

b) Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoksin 20-30 mg/kgBB single dose (usia di atas 6 bulan). Obat ini tidak digunakan pada malaria tersiana

3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau pada hari VIII masih dijumpai parasit maka diberikan :

a) Tetrasiklin Hcl 50 mg/kgBB/kali, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a, atau :

b) Tetrasiklin Hcl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2b. Dosis Kina dan Fansidar/Suldox sesuai butir 2a dan 2b (Tetrasiklin diberikan pada umur 8 tahun atau lebih)

Pada saat ini sudah lebih dari 25% provinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi terhadap obat standard yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi Ahli Malaria (KOMLI) menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada daerah-daerah tersebut dan sesuai dengan rekomendasi WHO untuk secara global menggunakan obat artemisinin yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan tersebut dikenal sebagai Artemisinin based Combination Therapy (ACT).

Derivat artemisinin :

1. Artesunat :

a) Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 5 hari untuk hari pertama diberi 2 dosis

b) Suntikan im/iv; ampul 60 mg/ampul. Dosis 1,2 mg/kgBB sekali sehari selama 5 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis

2. Artemether:

a) Tablet/ kapsul 40 mg/50 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.

b) Suntikan : ampul 80 mg/ampul. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis

3. Dehidroartemisinin:

Tablet /kapsul 20 mg/ 60 mg/ 80 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 4 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis

4. Artheeter:

Suntikan 150 mg/ampul, dalam bentuk beta artheether (artenotil). Dosis pertama 4,8 mg/kgBB, 6 jam kemudian 1,6 mg/kgBB, selanjutnya 1,6 mg/kgBB tiap hari selama 4 hari.

Obat kombinasi yang saat ini tersedia di Indonesia yaitu kombinasi artesunat + amodiakuin dengan nama dagang Arttesdiaquine atau Artesumoon. Obat ini tersedia untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat resistensi tinggi (>25%) terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin. Dosis arttesdiaquine merupakan ganbungan artesunat 2 mg/kgBB sekali sehari selama 3 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis dan amodiakuin hari I dan II 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus dibuktikan malaria positif, sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan obat non-ACT.

Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan parasitologis. Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu kriteria berikut:

1. Kegagalan pengobatan dini, bila:

Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3

Parasitemia hari ke 2 > hari 0

Parasitemia hari ke 3 (> 25% dari hari 0)

Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila > 37,5 C

2. Kegagalan pengobatan kasep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau lebih keadaan berikut :

a) Secara klinis dan parasitologis:

Adanya malaria berat setelah hari ke 3 dan parasitemia, atau

Parasitemia dan suhu aksila >37,5 C pada hari ke 4-28 tanpa ada kriteria gagal pengobatan dini

b) Secara patologis

Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21 dan 28

Suhu aksila 7 tahun atau dengan klindamisin 5 mg/ kgBB selama 7 hari

b) Artemeter

Artemeter dalam larutan minyak diberi im. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis. 2.8.3 Penatalaksanaan Tambahan pada Malaria BeratA. Malaria Serebral

Sebagai penatalaksanaan umum untuk malaria berat maka pada malaria serebral, petalaksanaan/ pencegahan kejang sangat penting dilaksanakan dan dapat diberi:

Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kgBB atau 0,5-1 mg/kgBB rektal 5 mg dengan dosis optimal 10 mg/ kali dan dapat diulangi tiap 5-15 menit

Paraldehid 0,1 mg/kgBB

Klormetiazol 0,8% diinfus sampai kejang berhenti

Fenitoin 5 mg/kgBB iv selama 20 menit

Fenobarbital im 30-75 mg dilanjutkan oral 8 mg/ kgBB/ hari dibagi dalam 2 dosis, selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis rumat 4 mg/ kgBB/ hari dibagi 2 dosis

B. Anemia Berat (Hb 1 tahun. Setelah 4 jam pemberian dosis awal dilanjutkan dengan fenobarbital 8 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis rumat 4 mg/ kgBB/ hari dibagi 2 dosis sampai 3 hari bebas panas.

J. Hemoglobinuria/ Black water fever

Pada hemoglobinuria malaria, jika terdapat parasitemia maka pengobatan anti malaria yang sesuai harus diteruskan. Transfusikan darah segar untuk mempertahankan nilai hematokrit di atas 20%. Pantau tekanan vena jugularis atau sentralis untuk menghindari kelebihan cairan dan hipervolemia. Berikan furosemid 1 mg/ kgBB secara intravena. Jika timbul oliguria disertai kadar ureum darah dan kreatinin serum yang meningkat, mungkin perlu dilakukan dialisis peritoneal atau hemodialisa.

K. Ikterus

Tidak ada terapi khusus untuk ikterus. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb sangat turun, maka diberikan transfusi darah. Kadar bilirubin akan kembali normal dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan antimalaria. Pada ikterus berat, dosis obat antimalaria sebaiknya diberi setengah dosis dengan waktu pemberian dua kali lebih lama.

L. Hiperparasitemia

Segera beri obat anti malaria. Respons pengobatan dievaluasi dengan memeriksa ulang parasitemianya. Indikasi transfusi tukar bila :

Parasitemia > 30%

Parasitemia > 10% disertai komplikasi berat lainnya seperti malaria serebral, GGA, ARDS, ikterus dan anemia berat

Parasitemia > 10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian anti malaria yang optimal

Parasitemia > 10% disertai adanya skizon pada darah perifer

2.9 Prognosis

Malaria tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax , Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale memiliki prognosis yang baik. Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan Plasmodium malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi Plasmodium falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk. WHO mengemukanan indikator prognosis buruk apabila :

a) Indikator Klinis

Umur 3 tahun atau kurang

Koma yang berat

Kejang berulang

Refleks kornea negatif

Deserebrasi

Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)

Terdapat perdarahan retina

b) Indikator laboratorium

Hiperparasitemia (> 250.000/ ml atau >5%)

Skizontemia dalam darah perifer

Leukositosis

PCV (packed cell volume) < 15%

Hemoglobin 3,0 mg/dl

Laktat dalam LCS meningkat

SGOT meningkat >3 kali normal

Antitrombin rendah

Peningkatan kadar plasma 5'-nukleotidase

Malaria yang terjadi pada anak berusia