referat kad

11
REFERAT Ketoasidosis diabetikum Pembimbing: Dr. Lies Luthariana Sp.PD Penulis : Nur Rashidah Bt Mohd Rashid 030.04.269 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja Periode 11 Januari – 19 Maret 2010 Universitas Trisakti Jakarta 2010 PENDAHULUAN Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat. Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD. 1 PEMBAHASAN PATOFISIOLOGI Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. 2

Upload: dini-iriani

Post on 31-Dec-2015

126 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KAD

TRANSCRIPT

Page 1: referat KAD

REFERATKetoasidosis diabetikum

Pembimbing:Dr. Lies Luthariana Sp.PD

   

Penulis :

Nur Rashidah Bt Mohd Rashid

030.04.269

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Koja

Periode 11 Januari – 19 Maret 2010

Universitas Trisakti

Jakarta 2010

PENDAHULUAN

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi

(absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan

darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan

adekuat.

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling

sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan

pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes

Mellitus/IDDM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan

KAD. 1

PEMBAHASAN

PATOFISIOLOGI

Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan

akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh

jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. 2

Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini

menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena

defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya

pasokan asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil asil transferase I

Page 2: referat KAD

terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan mengoksidasinya

menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis ini menghasilkan asam

betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam

kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis. 2,3

Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi relatif,

karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya berlawanan

dengan insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-masing naik kadarnya

menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%. 2

FAKTOR PENCETUS

KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi

pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini

merupakan faktor-faktor pencetus yang penting :

1. Infeksi

Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan

insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia.

Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis,

divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap

pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan

abses perirektal). 1

2. Infark Miokard Akut (IMA)

Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis,

hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 1

3. Pengobatan insulin dihentikan

Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan

dehidrasi dan gangguan elektrolit. 1

4. Stres

Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena

kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.

5. Hipokalemia. 1

Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat

terjadi pada penggunaan diuretik.

  

6. Obat

Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan

yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain:

hidroklortiazid, β-blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.

Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan

mempengaruhi sel . 1

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan

laboratorium. 1

A. Gejala Klinis :

Page 3: referat KAD

1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana

beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.

2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan

ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian

besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan

menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.

3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung dapat

terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.

4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis

metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.

5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan

penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.

B. Pemeriksaan Laboratorium : 2,5

1. Glukosa

Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan

cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan

menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya cairan

dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg).

2. Keton

Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton

total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai

0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan

keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat

menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).

3. Asidosis.

Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH arteri

di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan

asetoasetat di dalam serum.

4. Elektrolit.

Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan

masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia walaupun

terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunnya

kadar natrium serum.

Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan

perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan

hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total

sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang

rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.

Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium

kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan

fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian

hilang melalui urin akibat diuresis osmotik.

Page 4: referat KAD

5. Lain-lain

Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering meningkat

setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti

adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari

pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.

KRITERIA DIAGNOSIS

Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria

berikut ini : 1,4

1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam

(kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.

2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke,

dan sebagainya.

3. Laboratorium :

- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).

- asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).

- ketosis (ketonuria dan ketonemia).

Page 5: referat KAD

DIAGNOSIS BANDING

            Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding

dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4

Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik 3

Ketoasidosis Diabetikum

(KAD)

Koma Hiperosmolar

Hiperglikemik Nonketotik

(KHNK)

Umur

Gula darah

Na serum

K serum

Bikarbonat

Ureum

Osmolaritas

Sensitivitas Insulin

Prognosis

Gejala Klinis :

  Pernafasan Kussmaul

  Bau aseton

< 40 th

< 1000 mg/dl

< 140 mEq

↑ / N

sangat ↓

↑ tapi < 60 mg/dl

↑ tapi < 360 mOsm/kg

bisa resisten (jarang)

mortalitas 10%

ada

ada

> 40 th

> 1000 mg/dl

> 140 mEq

sering ↑

N / sedikit ↑

> 60 mg/dl

> 360 mOsm/kg

sangat sensitif

mortalitas 50%

tidak ada

tidak ada

Page 6: referat KAD

PENATALAKSANAAN

Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan

aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.

Sasaran pengobatan KAD adalah :

1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan.

2. Menurunkan kadar glukosa darah.

3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal.

4. Mengoreksi gangguan elektrolit.

Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD

adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. 2,3

A. TINDAKAN UMUM 5

      Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan.

      Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg).

      Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi

isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.      Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi.

      Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur.

      Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung

atau pada pasien usia lanjut.      EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma.

      Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).

      Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok,

atau dari bahan lain.       

B. REHIDRASI CAIRAN

Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan

antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya

kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga

pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan

yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan,

tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. 5

C. PEMBERIAN INSULIN

Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena,

disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga

kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah

stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan

sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin

sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan. 1,2

JENIS PREPARAT AWITAN PUNCAK KERJA LAMA

Page 7: referat KAD

KERJA

(JAM)(JAM)

KERJA

(JAM)

Insulin kerja pendek

Insulin kerja menengah

Insulin kerja panjang

Insulin campuran

Actrapid Human 40/Humulin

Actrapid Human 100

Monotard Human 100

Insulatard

NPH

PZI

Mixtard

0,5 – 1

1 – 2

2

0,5 - 1

2 – 4

4 – 12

6 – 20

2 – 4 dan 6 - 12

5 – 8

8 – 24

18 – 36

8 - 24

 Cara pemakaian insulin :

            Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan

            Insulin analog                                  : diberikan sesaat sebelum makan

            Insulin kerja menengah     : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 1

D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4

Kalium

Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus

dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam.

Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam

kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :

- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam

- kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam

- kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam

- kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan

Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.

Bikarbonat 1

Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH

meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian

kalium, dengan ketentuan sbb:

pH Bikarbonat Kalium

< 7

7-7,1

>7,1

100 mEq

50 mEq

0

26 mEq

13 mEq

0

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :

1. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.

2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.

3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1,

selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Page 8: referat KAD

4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam.

5. Keadaan hidrasi, balans cairan.

6. Waspada terhadap kemungkinan DIC

Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2

Jam

ke- :

Infus I

(NaCl 0,9%)

Infus II

(Insulin)Koreksi K+ Koreksi HCO3-

0

1

2

3

4

5

6

2 kolf, ½

jam

1 kolf, ½

jam

2 kolf

1 kolf

2 kolf

½ kolf

½ kolf

Pada jam ke-2 :

Bolus 180 mU/kgBB,

dilanjutkan dengan

drip insulin 90

mU/jam/kgBB dalam

NaCl 0,9%

Bila gula darah < 200

mg% kecepatan

dikurangi 45

mU/jam/kgBB

Bila gula darah stabil

sekitar 200-300 mg%

selama 12 jam

dilakukan drip insulin

50 mEq / 6 jam

(dalam

infus) 

Bila kadar K+ :

 <3    3-4,5    4,5-6   

Bila pH

<7          7-7,1    

7,1

100          50         

0

mEq        mEq

HCO3-      HCO3

-

  +             +

  26          13

mEq K+   mEq K+

(*)

Page 9: referat KAD

1-2 unit/jam disamping

dilakukan sliding scale

setiap 6 jam.

Insulin diberikan

sesuai dengan kadar

glukosa sebagai

berikut :

   GD              Insulin

sc

<200mg/dl             -

200-250               5 U

250-300              10 U

300-350              15 U

>300                  20 U

Bila stabil dilanjutkan

dengan sliding scale

tiap 6 jam

>6

 ↓   ↓   ↓

 75      50        25       

0

mEq/ mEq/ mEq/

6 jam 6jam 6 jam

dan seterusnya

bergantung pada

kebutuhan

Jumlah cairan yg

diberikan dlm 15 jam

sekitar 5 liter.

Bila Na+ > 155 mEq/l

ganti NaCl ½ n

Bila gula darah < 200

mg% ganti dextrose

5%

Kontrol CVP

Setelah sliding scale

tiap 6 jam dapat

diperhitungkan

kebutuhan insulin

sehari

→ 3x sehari

sebelum makan (bila

os sudah makan

Bila sudah sadar beri

K+  oral selama

seminggu

*Bila pH↑

→K+ akan ↓

oleh karena itu

pemberian HCO3-

disertai dengan

pemberian K+

KOMPLIKASI

Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri

dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan

hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom,

ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal

jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. 3

Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia,  hiperkloremia,

edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan

menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. 3

Page 10: referat KAD

DAFTAR PUSTAKA

1.         Bakta IM, Suastika IK. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta. 1999.

                                    

2.         Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita Selekta

Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta 2000.

3.         PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002

4.         Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi

Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 

Jakarta. 2004

5.         Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi III, Balai

Penerbit FKUI,Jakarta. 2006