referat gerd

32
BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit refluks gastro esofageal (GERD) adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan dinegara barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20 – 40 % populasi dewasa menderita heart burn (rasa panas membakar didaerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. 2 Di Indonesia penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan, bahkan mungkin tidak pernah dibuat diagnosisnya, oleh karena sering tidak terpikirkan. Lagi pula hanya sebagian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi berupa esofagitis dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat pada dokter. 1 1

Upload: endang-rahayu-fuji-lestary

Post on 27-Dec-2015

297 views

Category:

Documents


58 download

DESCRIPTION

referat gerd

TRANSCRIPT

Page 1: Referat GERD

BAB I

PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Penyakit refluks gastro esofageal (GERD) adalah penyakit organ

esofagus yang banyak ditemukan dinegara barat. Berbagai survei

menunjukkan bahwa 20 – 40 % populasi dewasa menderita heart burn (rasa

panas membakar didaerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD.2 Di

Indonesia penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan, bahkan mungkin

tidak pernah dibuat diagnosisnya, oleh karena sering tidak terpikirkan. Lagi

pula hanya sebagian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena

pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri

dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai

kelainan endoskopi berupa esofagitis dan berbagai macam komplikasinya

yang datang berobat pada dokter. 1

1

Page 2: Referat GERD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI ESOFAGUS

Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan

panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring

sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus

terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan

berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.1

Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :

1. Krikofaringeal

Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-

serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik,

atau kontraksi kecuali waktu menelan.

2. Sfingter Esofagus bagian bawah

Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap

refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini

menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu

muntah.

2

Page 3: Referat GERD

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :

1) Mukosa

Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke

faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan

terhadap isi lambung yang sangat asam.

2) Sub Mukosa

Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang

dapat mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi

mukosa dari cedera akibat zat kimia.

3) Muskularis

Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada

separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya

terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.

4) Lapisan bagian luar (Serosa)

Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus

dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa

mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker

esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan

parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh

nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik. Selain persarafan

ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus Allerbach) dan

berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.1

3

Page 4: Referat GERD

Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai

oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai

oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub

diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.5

Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari

faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus

tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus

atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung ke esofagus (Refluks).3

ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak antara

esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum

dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan

mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam

organ didekatnya, bergantung pada letak tukak.6

4

Page 5: Referat GERD

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat

proksimal yang terdiri atas fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung

makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan

seperempat distal atau antrum bekerja mencampur makanan dan mendorongnya

ke duodenum serta memproduksi gastrin.3

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran

darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi

besar dipinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung.

Dibelakang dan tepi media duodenum, juga ditemukan arteri besar (a.

gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu

pada tukak peptik lambung atau duodenum.4

Vena dari lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena

5

Page 6: Referat GERD

ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional

dengan lambung dan duodenum. Pada hipertensi portal hampir selalu terjadi

varises esofagus, sedangkan varises lambung sering tidak menimbulkan masalah

sehingga tidak dibahas.7

Saluran limfe dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di

kelenjar para aorta dan preaorta dipangkal mesentrium embrional. Antara lambung

dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar dimana

mana akibat putaran embrional. Oleh karena itu, anak sebar karsinoma lambung

mungkin menyebar ke kelenjar limfe di kurvatura mayor, kurvatura minor, hilus

limfa, ligamentum hepatoduodenale, pinggir atas pankreas, dan berbagai tempat

lain diretro peritoneal. Ini sangat mempersulit pengobatan kuratif kangker

lambung.2

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui selaput saraf yang

menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui selaput eferen saraf simpatis.

6

Page 7: Referat GERD

Serabut para simpatis berasal dari n. vagus dan mengurus sel pariental di fundus

dan korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. N.vagus

anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum

sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior ( dekster) memberikan

cabang ke ganglion seliakus untuk viceralain di perut dan ke antrum sebagai saraf

Laterjet posterior.9

FISIOLOGI

MOTILITAS ESOFAGUS

Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau

cairan berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot

yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakanvolunter lidah & diselesaikan

refleks dalam faring dan esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas

membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan.

Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke

lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua lapisan

otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik

primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak

akan mencapai cardia lebih cepat darii gelombang peristaltik primer. Tapi pada

posisi berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan

kecepatan gelombang peristaltik primer.1

Fase Menelan :

1. Fase Oral

Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang mengenai

dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah.

7

Page 8: Referat GERD

2. Fase Faringeal

Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan menutup

glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis

menuju faring bagian bawah dan memasuki esofagus.

3. Fase Esofageal

Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter

esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.

MOTILITAS LAMBUNG

Ketika makanan masuk kedalam lambung maka lambung berespons

terhadap gerakan peristaltik. Pada saat gelombang konstraksi mencapai ujung

bawah lambung yang disebut antrum, kontraksi semakin cepat untuk mencampur

makanan. Gelombang konstraksi ini juga menyebabkan penutupan taut antara

ujung distal di lambung dan bagian atas duodenum yang disebut spingter pilorik.

Spingter pilorik adalah spingter sejati dan normalnya bereaksasi saat makanan

tidak masuk ke lambung.1

Gelombang peristaltic terjadi sebagai akibat dari depolarisasi sel otot

polos lambung.Sel pemacu di otot polos lambung berdepolarisasi secara

berkesinambungan pada laju yang inheren,yang disebut dengan irama elektrik

dasar yang terlalu rendah untuk menyebabkan otot lambung mencapai ambang

dan oleh karenanya tidak menyebabkan kontraksi. Dengan meningkatnya

peregangan lambung atau dengan stimulasi saraf dan hormon, otot polos tidak

berdepolarisasi mencapai ambangnya dan kekuatan peristaltic lambung

meningkat.2

Pada saat gelombang peristaltic diteruskan ke lambung, sejumlah kecil

8

Page 9: Referat GERD

materi didorong melewati spingter pilorik kedalam duodenum. Makin banyak isi

dalam lambung, makin cepat laju pengosongan lambung. Pada akhirnya, semua isi

lambung dikosongkan masuk kedalam usus halus.2

B. DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah suatu keadaan patologis

sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai

gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.

Refluks Esofageal (GERD) adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap

orang sewaktu – waktu. Pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak

sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya

kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera

dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus

dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala dan oleh karena itu dinamakan

Refluks fisiologis.12 Keadaan ini baru dikatakan patologis dan disebut suatu

penyakit, yaitu penyakit refluks gastro esofageal (GERD), bila refluk terjadi

berulang – ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung

untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus

akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamus esofagus.3

C. EPIDEMIOLOGI

Keadaan ini umum ditemukan pada populasi dinegara negara barat,

namun dilaporkan relatif rendah insidennya dinegara negara Asia Afrika. Di

Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluk

9

Page 10: Referat GERD

(heart burn dan atau regurgitasi) skali dalam seminggu serta lebih dari 40%

mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika

serikat mendekati 7%, sementara dinegara-negara non-westen prevalensinya lebih

rendah (1,5% di Cina dan 2,7% di Korea).

Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun

di Difisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua

pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.4

Tingginya gejala refluks pada populasi di negara-negara barat diduga

disebabkan karena faktor diet dan meningkatnya obesitas.5

D. PATOFISIOLOGI

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal

reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.

GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi

ketika asam yang normalnya ada dilambung, masuk dan mengiritasi atau

menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.3

Penyebab Refluks Gastroesofagus

Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan

melemahnya tonus spingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih

tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat

asam bergerak masuk ke dalam esophagus.3

Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esophagus

karena adanya kontraksi sfingter esophagus (mengingatkan kembali bahwa

10

Page 11: Referat GERD

spingter esophagus bukan spingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya

meningkat).Spingter ini normalnya terbuka hanya jika gelombang peristaltic

menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos

sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Spingter esofagus

seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak

organ yang berbeda didalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen

lebih besar dari pada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecendrungan isi

lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau

inkopeten, sfingter tidak dapat menutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah

bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode

refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi

dan jaringan parut di area bawah esofagus.6

Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan normal,

11

Page 12: Referat GERD

refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter.

Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan, tekanan abdomen dapat meningkat

secara bermakna. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makanan yang besar,

kehamilan, atau obesitas. Tekanan abdomen yang sangat tinggi cenderung

mendorong sfingter esofagus kerongga toraks; hal ini memperbesar gradien

tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring terutama setelah

makan juga dapat mengakibatkan refluks.6

Hernia hiatus juga dapat menyebabkan refluks. Hernia hiatus adalah

penonjolan sebagian lambung melalui lubang di diagfragma. Apabila hal ini

terjadi, tekanan yang tinggi dibagian lambung tersebut akan mendorong isi

lambung ke dalam esofagus. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena

tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel

penghasil mukus, namun sel – sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang

ada di lambung.3

12

Page 13: Referat GERD

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada

esofagus), dispepsia, regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan /

nyeri saat menelan), hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat

menyerupai serangan jantung.8

F. DIAGNOSIS

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa

pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkann diagnosis GERD,

yaitu :

Pemeriksaan endoskopi

Endoskopi adalah proses memaksukkan teropong tipis, kaku atau flesibel

kedalam saluran gastrointestinal untuk memvisualisasikan esofagus

13

Page 14: Referat GERD

(esofaguscopi), usus halus atas (duodenoskopi), lambung (gastroskopi), atau

kolon sigmoid (sigmoidoskopi).11

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar

baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus

(esofagitis refluks).11

Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan

makroskopik dari mukosa esofagus serta dapat menyingkirkan keadaan

patologios lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan

mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada

pasien dengan gejala khas GERD. Keadaan ini disebut sebagai non erosive

reflux disease (NERD).12

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang

dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat

mengkonfirmasikan bahwa gejala heart burn atau regurgitasi tersebut

disebabkan oleh GERD.11

Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barett’s

Esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung

perlunya pemeriksaan histopatologi / biopsi pada NERD.

14

Page 15: Referat GERD

TABEL KLASIFIKASI LOS ANGELES

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi kecil – kecil pada mukosa

esofagus dengan diameter < 5mm

B Erosi pada mukosa / lipatan mukosa

dengan diameter > 5 mm tanpa saling

berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak

mengenai / mengelilingi seluruh lumen

D Lesi Mukosa esofagus yang bersifat

sirkumferensial (mengelilingi seluruh

lumen esofagus)

Terdapat beberapa klasifikasi kelaianan esofagitis pada pemeriksaan

endoskopi dari pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan

klasifikasi Savarry – Miller.12

15

Page 16: Referat GERD

16

Page 17: Referat GERD

Esofagografi dengan Barium

Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan

seringkali tidak menunjukkan kelaianan, terutama pada kasus esofagitis ringan.

Pada keadaan yang lebih berat gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding

dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini

tidak sangat tidak sensitif untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu

pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada 1). Stenosis

esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia, 2). Hiatus

hernia.11

Pemantauan pH 24 jam

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal

esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikro

elektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus bagian

distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada

jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.12

Pemeriksaan Bernstein

17

Page 18: Referat GERD

Tes ini mengukur sensitifitas mukosa dengan memasang selang

transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M

dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring

pH 24 jam pada pasien – pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini

menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan

larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka tes ini dianggap positif. Tes

Bernstein yang negaif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari

esofagus.10

Pemeriksaan manometri

Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien –

pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan

esofagografi barium dan endoskopi yang normal.12

Tes Gastro esofageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan

esofagus dan sifatnya non invasif.12

G. PENATALAKSANAAN

Walau keadaan ini jarang menyebabkan kematian, mengingat

kemungkinan timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur

esofagus ataupun esofagus Barett’s yang merupakan keadaan premalignan,

maka seyogyanya penyakit ini mendapat penatalaksaan yang adekuat.5

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi

hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir – akhir ini mulai

dilakukan terapi endoskopik.11

Target penatalaksanaan GERD adalah : a). menyembuhkan lesi

18

Page 19: Referat GERD

esofagus b). menghilangkan gejala / keluhan, c). mencegah kekambuhan, d).

memperbaiki kualitas hidup, e). mencegah timbulnya komplikasi10

1. Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya adalah salah satu bagian penatalaksanaan namun bukan

merupakan pengobatan primer. Usaha ini didasarkan pada tujuan untuk

mengurangi frekuensi refluks serta mengurangi kekambuhan.9

Hal – hal yang dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah

sebagai berikut :

1. Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch serta menghindari

makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama

tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus.

2. Berhenti merokok dan menkonsumsi alkohol karena keduanya dapat

menurunkan tonus dari LES.

3. Mengurangi konsumsi lemak serta jumlah makanan yang dimakan karena

dapat menimbulkan distensi lambung.

4. Menurunkan berat badan

5. Menghindari makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi sekresi

asam

19

Page 20: Referat GERD

6. Menghindari obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti

kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta

adrenergik, progesteron.

2. Terapi Medikamentosa

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa yaitu step up

dan step down. Pendekatan step up dimulai dengan obat – obatan yang

tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2)

atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi

asam yang lebih kuat dengan masa terapi yang lebih lama (penghambat

pompa proton / PPI).8 Sedangkan pada pendekatan step down, pengobatan

dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dilanjutkan dengan terapi

pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis

reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.9

Menurut Genval Statement (1999) disepakati untuk terapi lini

pertama terhadap GERD adalah golongan PPI dengan pendekatan terapi step

down.

Berikut adalah obat – obatan yang dapat digunakan dalam terapi

GERD10 :

1. Antasid

Obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD

tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer HCl,

obat ini memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah (LES).

Dosis : 4 x 1 sendok makan

20

Page 21: Referat GERD

2. Antagonis reseptor H2

Sebagai penekan sekresi asam obat ini efektif bila diberikan dosis 2 kali

lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Hanya efektif pada

pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang tanpa komplikasi

Dosis pemberian :

Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

Ranitidin : 4 x 150 mg

Famotidin : 2 x 20 mg

Nizatidin : 2 x 150 mg

3. Obat – obatan prokinetik

Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk GERD .

Dosis pemberian :

Metoklopramid : 3 x 10 mg

Domperidon : 3 x 10 – 20 mg

Cisapride : 3 x 10 mg

4. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung dan

aman karena bekerja secara topikal

Dosis : 4 x 1 gram

5. Penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor / PPI)

Obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, efektif

menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagitis.

Dosis yang diberikan yaitu dosis penuh :

Omeprazole : 2 x 20 mg

Lansoprazole : 2 x 30 mg

21

Page 22: Referat GERD

Pantoprazole : 2 x 40 mg

Rabeprazole : 2 x 10 mg

Esomeprazole : 2 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama 6 – 8 minggu (terapi inisial)

yang dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaaan selama 4 bulan

atau on demand teraphy . Efektifitas golongan obat ini semakin

bertambah jika digabung dengan golongan prokinetik.

3. Terapi Bedah

Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi

medikamentosa, yaitu : 1). Diagnosis tidak benar; 2). Pasien GERD sering

disertai gejala – gejala lain seperti rasa kembung, cepat kenyang dan mual

– mual yang sering tidak memberikan respon denganpengobatan PPI serta

menutupi perbaikan gejala refluksnya; 3). Pada beberapa pasien

memerlukan waktu lama untuk penyembuhan esofagitisnya; 4). Kadang

Barret’s Esofagus tidak memberikan respon terhadap terapi PPI; 5).

Terdapat stiktur; 6). Terdapat stasis lambung dan disfungsi LES1

Terapi bedah merupakan terapi alternatif bila medikamentosa gagal

atau pada GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang

dilakukan adalah fundoplikasi.5

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dari GERD dapat berupa :

Syok

Koma

Edema laring

22

Page 23: Referat GERD

Perforasi esofagus

Aspirasi pneumonia

Peradangan

Pembentukan tukak

Perdarahan

Striktur

Pembentukan jaringan parut.

Bareett’s

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah suatu keadaan patologis

sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai

gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun

di Difisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua

pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia.

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal

reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.

GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi

ketika asam yang normalnya ada dilambung, masuk dan mengiritasi atau

23

Page 24: Referat GERD

menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus

Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus),

dispepsia, regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri saat

menelan), hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai

serangan jantung.

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku

untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus

(esofagitis refluks).

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

2. Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas

Sumatera Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan

Telinga.

3. Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal

Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS

24

Page 25: Referat GERD

Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.

4. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. : Jakarta

5. Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

6. Mubin, A. Halim. 2008. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. EGC :

Jakarta

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam.

8. Pusat Penerbitan Departemen IPD, FKUI : Jakarta

9. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC :

Jakarta

10. Sujono, Hadi.  2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT

Alumni.

11. Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit

Refluks Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.

12. Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Secara Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3,

Edition September - November 2009.

25