referat dvi

Upload: silvana-hitipeuw

Post on 02-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

sztjhdu

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1Latar BelakangIndonesia merupakan negara kepulauan dengan 13.000 lebih pulau, mempunyai 100 lebih gunung berapi, dan secara geologis terletak di pertemuan 3 lempeng tektonik utama (Eurasia, Indo-Australia dan Mediterania) dan secara demografi terdiri dari bermacam-macam etnik, agama, latar belakang sosial dan budaya, dimana keadaan tersebut memberikan petunjuk bahwa Indonesia berisiko tinggi timbulnya gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, kecelakaan (darat, laut, udara), dan sebagainya, sehingga sering disebut Supermarket Disaster.(1)Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia melaporkan telah terjadi kurang lebih 13458 kasus bencana massal di Indonesia selama periode 1815 hingga 2012. Bencana massal didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya. (2)Berdasarkan penyebabnya bencana massal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama, Natural Disaster, seperti Tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sejenisnya. Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai Man Made Disaster yang dapat berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara, laut, darat, kebakaran hutan dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah direncanakannya seperti pada kasus terorisme. (3)DVI adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana yang dapat di pertanggungjawabkan secara sah oleh hukum dan ilmiah serta mengacu pada INTERPOL DVI GUIDELINE. (1) DVI diperlukan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia, sebagai bagian dari proses penyidikan dan penunjang kepentingan hukum (asuransi, warisan, status perkawinan) serta dapat dipertanggungjawabkan. (4)

I.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permslahan sebagai berikut :1. Apa definisi dari Disaster Victim Identifikasi (DVI) ?2. Apa saja fase-fase dari Disaster Victim Identifikasi (DVI) ?3. Bagaimana langkah-langkah identifikasi korban ?I.3Tujuan1. Mengetahui definisi dari Disaster Victim Identifikasi (DVI)2. Mengetahui fase-fase dan prosedur terkait Disaster Victim Identifikasi (DVI)3. Mengetahui langkah-langkah dari identifikasi korban

I.4ManfaatPenulisan referat tentang DVI ini dapat menjadi bacaan yang memberikan pengetahuan tentang bagaimana prosedur yang dilakukan untuk mengidentifikasi korban meninggal pada sebuah bencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Disaster Victim Identification (DVI)DVI atau Disaster Victim Identification adalah satu definisi yang diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku interpol. (3)Yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan DVI adalah kepolisian. Namun, dalam pelaksanaannya didukung oleh para ahli seperti patologi forensik, odontologi forensik, forensic antropologi, ahli sidik jari, ahli DNA, radiologi, dan fotografi. (1)Pada dasarnya, prinsip identifikasi adalah membandingkan data yang ada pada orang yang tidak dikenal dengan data yang diduga sebagai orang hilang. Identifikasi pada korban bencana massal mutlak diperlukan, terutama pada korban mati karena menyangkut masalah : (1)1. Pengendalian kekacauan pada masyarakat akibat bencana massal tersebut, terutama pada kondisi psikologis keluarga korban.2. Perwujudan penegakan hak asasi manusia untuk hak teridentifikasi.3. Aspek hukum terhadap ahli waris korban, terutama masalah asuransi jiwa, dll.4. Pencarian pelaku tindak criminal pada peristiwa tertentu, misalnya kasus peledakan bom, terorisme, dll.DVI diterapkan pada bencana yang menyebabkan korban massal, seperti kecelakaan bus dan pesawat, gedung yang runtuh atau terbakar, kecelakaan kapal laut dan aksi terorisme. Selain itu juga dapat diterapkan pada bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Rujukan Hukum : (1)a. UU No.2 tahun 2002 tentang Polrib. UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencanac. UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatand. Resolusi Interpol No.AGN/65/RES/13 tahun 1996 tentang Disaster Victim Identificatione. PP No.21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencanaf. MoU Depkes Polri tahun 2003g. MoU Depkes Polri tahun 2004

Tugas Utama DVI secara umum adalah sebagai berikut:1. Melakukan koordinasi dengan tim medis dan aparat keamanan untuk melakukan evakuasi korban meninggal dari tempat kejadian2. Melakukan koordinasi dengan rumah sakit setempat/rumah sakit tempat rujukan korban meniinggal3. Melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dengan sumber daya yang ada4. Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil pemeriksaan5. Melaporkan hasil identifikasi kepada badan pemerintah terkaitSetiap operasi respon bencana dimulai dengan pengukuran kegawatan untuk mencegah atau mengurangi bahaya yang lebih lanjut :1. Pertolongan pertama bagi korban luka1. Pengukuran Personal security1. Pengukuran property securitySetelah gambaran awal situasi telah diperoleh di lokasi bencana, unit-unit operasional yang berbeda harus dibentuk untuk melaksanakan langkah-langkah tanggap bencana yang tersisa. Unit ini harus diberi tugas tertentu dan tanggung jawab1. Central Emergency Rescue unit 1. Central Investigation Unit 1. Victim Identification Unit 1. Disaster Investigation Unit Central emergency rescue unitDalam kebanyakan kasus tindakan darurat penyelamatan segera dimulai di lokasi bencana, sering kali dengan korban bencana atau orang lain di sekitarnya. Personil penyelamatan darurat khawatir dengan korban atau saksi.Laporan lisan awal untuk unit penyelamatan darurat jarang sekali memberikan informasi rinci atau indikasi yang jelas tentang lingkup bencana dan jumlah korban.Oleh karena itu ketua dari tim emergency rescue harus bekerja sama dengan polisi untuk membuat daan mengevaluasi :1. Langkah-langkah untuk memastikan bahwa tenaga medis dapat segera dikenali1. Penyelamatan dan perawatan medis korban yang selamat1. Membentuk kesiapan darurat dengan stand by di rumah sakit setempat (rencana krisis)1. Tentukan kapasitas rumah sakit; mengkoordinasikan transportasi korban luka-luka1. Membuat tempat perawatan medis sementara di sekitar lokasi bencana yang diperlukan. Dan penentuan jumlah korban telah meninggalkan situs dalam panik karena shock.1. Siapkan dokumentasi pada kondisi jumlah, dan identitas orang cedera sebagai dasar untuk pelaporan terus menerus ke komando operasi bencana.1. Penyediaan informasi untuk pengumpulan korban terluka, rumah sakit dan klinik rawat jalan1. Pembentukan sebuah rumah sakit pertolongan pertama / lapangan staf dengan dokter dan asisten medis sebagai tempat transit untuk semua korban yang diperlukan.1. Tanggung Jawab berubah setelah korban telah dihapus dari lokasi bencana. Operasi penyelamatan terus berlanjut, namun para ahli teknis dan ahli identifikasi korban sekarang dapat melakukan tugas masing-masing di bawah otoritas mereka sendiri.1. Jika selama operasi penyelamatan, perlu untuk memindahkan mayat, adalah penting untuk mengetahui yang pindah dan dari dan ke mana. Hindari membuka baju atau penghapusan perhiasan di tubuh.1. Untuk dapat mempersiapkan daftar orang hilang (PM), itu adalah keharusan untuk tahu persis di mana para korban terluka telah diambil

Central investigation unit1. Penahanan daerah situs bencana, seperti keamanan yang lengkap, sangat penting dalam rangka untuk memastikan kemajuan yang optimal dari operasi penyelamatan darurat dan untuk melindungi bukti dan masyarakat.1. Survei lokasi bencana / daerah yang diperlukan (GPS, peralatan survei leser, dokumentasi fotografi, Fotogram survei metrik)1. Mengamankan lokasi bencana untuk mencegah akses oleh orang yang tidak sah (pagar, hambatan, jika perlu penjaga)1. Memastikan keselamatan sebelum akses ke lokasi bencanaPengadaan wide-area foto, peta dan / atau layout dari situs bencana (bernomor lantai bangunan )1. Penyusunan grid direkomendasikan untuk bencana luar ruangan (kecelakaan pesawat, kecelakaan kereta api dan sejenisnya), dalam rangka untuk memastikan pemrosesan yang lebih lengkap dan efektif dari sektor terkait. Pengaturan sektor dalam pola papan catur akan memudahkan pencarian berikutnya untuk bukti1. Pembentukan jalur tetap dengan pintu masuk yang spesifik dan exit point sedapat mungkin. Melakukan pemeriksaan identitas individu masuk atau keluar pada titik-titik.1. Penugasan tanggung jawab khusus untuk sukarelawan sipil yang sesuai.1. Individu tanpa perlu atau otorisasi untuk hadir di lokasi bencana harus diperintahkan untuk meninggalkan situs.1. Pengadaan data pribadi dari para saksi mungkin.1. Pendirian pusat kontrol transportasi, area parkir, masuk dan jalan keluar, landasan helikopter, dll

Victim identification unitDalam rangka untuk memastikan pencarian menyeluruh dan dokumentasi fotografi, tim identifikasi korban dan pemulihan memerlukan peta yang akurat dari daerah bencana. Sejauh mungkin, lokasi bencana harus dilapis dengan grid dalam rangka untuk memfasilitasi operasi pencarian. Metode ini telah terbukti sangat efektif untuk daerah bencana relatif besar. Grid terdiri dari garis dasar yang hasil dari atau berjalan antara titik tetap diidentifikasi pada tanah serta garis paralel ditarik pada interval misalnya 10 m (tapi tergantung situasi), sehingga membentuk bagian persegi di mana pencarian dapat metodis dilakukan. Sejauh mungkin, grid harus menutupi seluruh daerah bencanaTugas spesifik dan tanggung jawab :1. Identifikasi dan penyediaan sumber daya personil untuk unit1. Pembuatan jadwal operasional1. Organisir saluran komunikasi, koordinasi arus informasi1. Pengadaan informasi mengenai bencana1. Pelaporan ke otoritas operasional yang relevan1. Pengadaan kendaraan operasional untuk personil1. Pembentukan dan pemeliharaan kontak dengan lembaga-lembaga domestik dan asing yang terlibat dan organisasi lainnya (misalnya agen perjalanan, maskapai penerbangan)1. Hubungan masyarakat dan pers1. Penentuan aliran informasi dari identifikasi korban penerbitan sertifikat kematian1. Dukungan teknis untuk identifikasi dan dokumentasi1. Hubungan dengan kedutaan besar, antar-lembaga, organisasi internasional, dllII.2 Fase-Fase Disaster Victim Identification (DVI)Proses DVI tersebut mempunyai lima fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Fase-fase tersebut yaitu : (3)a. Fase I TKP (The Scene)Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan untuk memastikan koordinasi personil dan sumber daya material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara keseluruhan. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi berikut : (5,6)1) Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana2) Perkiraan jumlah korban3) Keadaan mayat4) Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI5) Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI6) Metode untuk menangani mayat7) Transportasi mayat8) Penyimpanan mayat9) Kerusakan properti yang terjadi

Dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP dengan aturan umum sebagai berikut: a. Tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dapat dipindahkan dari lokasi, sebelum dilakukan olah TKP aspek DVI;b. Pada kesempatan pertama label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap tubuh korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah kemungkinan tercampur atau hilang;c. Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh dipisahkan;d. Untuk barangbarang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban yang ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat;e. Identifikasi tidak dilakukan di TKP, namun ada proses kelanjutan yakni masuk dalam fase kedua dan seterusnya.Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah documentation atau pelabelan. (6)Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah langkah tersebut antara lain adalah : (5,6)1) Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan (penonton yang penasaran, wakil wakil pers, dll), misalnya dengan memasang police line.2) Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.3) Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.4) Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja yang memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana.5) Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan kehaditan dan otorisasi.6) Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan area bencanaPada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan korban korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban. (5,6)Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban kemudian memberikan nomor dan label pada korban.(5,6)Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi. (5)Rincian yang harus dilakukan pada saat di TKP adalah sebagai berikut: (7)1) Membuat sektorsektor atau zona pada TKP;2) Memberikan tanda pada setiap sektor;3) Memberikan label orange (human remains label) pada jenazah dan potongan jenazah, label diikatkan pada bagian tubuh / ibu jari kiri jenazah;4) Memberikan label hijau (property label) pada barangbarang pemilik yang tercecer.5) Membuat sketsa dan foto setiap sektor;6) Foto mayat dari jarak jauh, sedang dan dekat beserta label jenasahnya;7) Isi dan lengkapi pada formulir Interpol DVI PM dengan keterangan sebagai berikut :a. Pada setiap jenazah yang ditemukan, maka tentukan perkiraan umur, tanggal dan tempat tubuh ditemukan, akan lebih baik apabila di foto pada lokasi dengan referensi koordinat dan sektor TKP;b. Selanjutnya tentukan apakah jenazah lengkap/tidak lengkap, dapat dikenali atau tidak, atau hanya bagian tubuh saja yang ditemukan;c. Diskripsikan keadaannya apakah rusak, terbelah, dekomposisi/membusuk, menulang, hilang atau terlepas;d. Keterangan informasi lainnya sesuai dengan isi dari formulir Interpol DVI PM 8) Masukkan jenazah dalam kantung jenazah dan atau potongan jenazah di dalam karung plastik dan diberi label sesuai jenazah;9) Formulir Interpol DVI PM turut dimasukkan ke dalam kantong jenasah dengan sebelumnya masukkan plastik agar terlindung dari basah dan robek;10) Masukkan barangbarang yang terlepas dari tubuh korban ke dalam kantung plastik dan diberi label sesuai nomor properti;11) Evakuasi jenasah dan barang kepemilikan ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah kemudian dibuatkan berita acara penyerahan kolektif.

b. Fase II Kamar Mayat/Post Mortem (The Mortuary)Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkaplengkapnya mengenai korban. Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi : (6)1) Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban2) Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika diperlukan3) Pemeriksaan sidik jari4) Pemeriksaan rontgen5) Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda6) Pemeriksaan DNA7) Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di tubuh korban.

Data data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data sekunder sebagai berikut : (1, 3, 6)1) Primer (sidik jari, profil gigi, DNA)2) Sekunder (visual, fotografi, properti jenazah, antropologi medis)Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara positif, Badan Identifikasi DVI Indonesia mempunyai aturan-aturan, yaitu : (1)1. Satu atau lebih ukuran identifikasi primer telah terbukti dengan atau tanpa data sekunder.2. Minimal dua data sekunder dapat ditemukan apabila data primer tidak ada.Selain mengumpulkan data pasca kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah perubahanperubahan paska kematian pada jenazah, misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat pembusukan. (6)Kegiatan pada fase 2 sebagai berikut: (7)a. menerima jenazah/potongan jenazah dan barang bukti dari unit TKP;b. mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh, potongan jenazah dan barangbarang;c. mebuat foto jenazah;d. mengambil sidik jari korban dan golongan darah;e. melakukan pemeriksaan korban sesuai formulir interpol DVI PM yang tersedia;f. melakukan pemeriksaan terhadap property yang melekat pada mayat;g. melakukan pemeriksaan gigigeligi korban;h. membuat rontgen foto jika perlu;i. mengambil sampel DNA;j. menyimpan jenasah yang sudah diperiksa;k. melakukan pemeriksaan barangbarang kepemilikan yang tidak melekat di mayat yang ditemukan di TKP;l. mengirimkan datadata yang telah diperoleh ke unit pembanding data.c. Fase III Ante MortemPada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri-ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi-informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban. (6)

Kegiatan : (7)1. Menerima keluarga korban;2. Mengumpulkan datadata korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya yang dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya dalam bencana tersebut;3. Mengumpulkan datadata korban dari instansi tempat korban bekerja, RS/Puskesmas/Klinik, dokter pribadi, dokter yang merawat, dokterdokter gigi pribadi, polisi (sidik jari), catatan sipil, dll;4. Datadata Ante Mortem gigigeligi;m. datadata Ante Mortem gigigeligi adalah keterangan tertulis atau gambaran dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang terdekat;n. sumber datadata Ante Mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari klinik gigi RS Pemerintah, TNI/Polri dan Swasta; lembagalembaga pendidikan Pemerintah/TNI/Polri/Swasta; praktek pribadi dokter gigi.5. Mengambil sampel DNA pembanding;6. Apabila diantara korban ada warga Negara asing maka Datadata Ante Mortem dapat diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan Negara asing (kedutaan/konsulat);7. Memasukkan datadata yang ada dalam formulir Interpol DVI AM;8. Mengirimkan datadata yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data.d. Fase IV RekonsiliasiPada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah. (6)Kegiatan : (7)1. Mengkoordinasikan rapatrapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante Mortem;2. Mengumpulkan datadata korban yang dikenal untuk dikirim ke Rapat Rekonsiliasi;3. Mengumpulkan datadata tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante Mortem untuk korban yang belum dikenal;4. Membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem;5. Check and Recheck hasil Unit Pembanding Data;6. Mengumpulkan hasil identifikasi korban;7. Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan suratsurat lainnya yang diperlukan;8. Publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantunmasyarakat untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat.e. Fase V DebriefingKorban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administrative untuk penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah. (3, 6)Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil dentifikasi.Kemudian jenazah diserahkan kepada keluarganya oleh petugas khusus dari Komisi Identifikasi berikut surat-surat yang diperlukan pencatatan yang penting pada proses serah terima jenazah yakni, Tanggal dan jam, Nomor registrasi jenazah, Diserahkan kepada siapa, alamat lengkap penerima, hubungan keluarga dengan korban, serta Dibawa kemana atau dimakamkan dimana. (3,7)Perawatan jenazah setelah teridentifikasi dilaksanakan oleh unsur Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Sosial dan Dinas Pemakaman yang dibantu oleh keluarga korban. Sangat penting untuk tetap memperhatikan file record dan segala informasi yang telah dibuat untuk dikelompokkan dan disimpan dengan baik. Dokumentasi berkas yang baik juga berkepentingan agar pihak lain (Interpol misalnya) dapat melihat, mereview kasusnya, sehingga menunjukkan bahwa proses identifikasi ini dikerjakan dengan baik dan penuh perhatian. (3,7)Kegiatan: (7)a. melakukan analisa dan evaluasi terhadap keseluruhan proses identifikasi dari awal hingga akhir;b. mencari hal yang kurang yang menjadi kendala dalam operasi DVI untuk diperbaiki pada masa mendatang sehingga penanganan DVI selanjutnya dapat menjadi lebih baik;c. mencari hal yang positif selama dalam proses identifikasi untuk tetap dipertahankan dan ditingkatkan pada operasi DVI mendatang.II.3Identifikasi KorbanIdentifikasi Massal adalah proses pengenalan jati diri korban massal yang terjadi akibat bencana. Identifikasi dilakukan dengan memanfaatkan ilmu Kedokteran dan Kedokteran gigi pada korban baik hidup maupun mati.(8)Pada prinsipnya identifikasi adalah prosedur Penentuan identitas individu, baik hidup ataupun mati, yang dilakukan pembandingan berbagai data dari individu yang diperiksa dengan data dan orang yang disangka sebagai individu tersebut. Sebagai prinsip umum dapat dikatakan bahwa (9)1. Pada identifikasi Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sebanyak mungkin metode identifikasi,2. Jika ada data yang tidak cocok, maka kemungkinan tersangka sebagai individu tersebut dapat disingkirkan eksklusi,3. Setiap kesesuaian data akan menyebabkan ketetapan identifikasi semakin tinggiKepentingan dilakukannya identifikasi adalah sebagai upaya memenuhi hak dasar setiap individu untuk memiliki identitas semasa hidup ataupun setelah mati, dan untuk memudahkan penanganan masalah hukum perdata ataupun pidana antara orang yang meninggal dengan keluarga yang ditinggalkan. (4)Adapum manfaat dari identifikasi, yaitu : (4)a. Mengungkap kasus tindak pidanab. Keluarga/yang ditinggalkan dapat mengurus sertifikat kematian. c. Keluarga/yang ditinggalkan dapat mengetahui status pernikahan atau untuk melakukan pernikahan kembali. d. Untuk masalah hukum perdata lainnya, seperti menentukan hak pengurusan rumah atau tanah, hak waris, dll. e. Mengetahui asal-usul manusia, penyebarannya dan lain sebagainyaDalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam metode dan tehnik identifikasi yang dapat digunakan. Namun demikian Interpol menentukan Primary Indentifiers yang terdiri dari Fingerprints-sidik jari, Dental Records-hasil pemeriksaan gigi geligi dan DNA serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical-data medis, Property-barang kepemilikan dan Photography. (5)Identifikasi personal dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berdasarkan beberapa metode identifikasi. Ada 9 macam metode identifikasi yaitu: (5,9)1. Metode visualIdentifikasi dilakukan dengan melihat tubuh atau bagian tubuh korban secara visual, misalnya muka, tungkai dan sebagainya. Metode ini hanya dapat dilakukan jika tubuh atau bagian tubuh tersebut masih utuh atau masih dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut.2. PerhiasanBeberapa perhiasan yang dipakai korban, seperti cincin, gelang, rantai, arloji, liontin, dan sebagainya dapat mengarahkan kita kepada identitas korban tersebut. Perhiasan mempunyai nilai yang lebih tinggi jika ia mempunyai ciri khas, seperti gravir nama, foto dalam liontin, bentuk atau bahan yang khas dan sebagainya.3. PakaianPakaian luar dan dalam yang dipakai korban merupakan data yang amat berharga untuk menunjukkan identitas si pemakainya, bentuknya yang unik atau yang mempunyai label tertentu (label nama, penjahit, binatu atau merek) memiliki nilai yang lebih karena dapat mempersempit kemungkinan tersangka.4. DokumenDokumen seperti SIM, KTP, Pasport, kartu golongan darah, tanda pembayaran dan lain sebagainya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan identitas orang yang membawa dokumen tersebut, khususnya jika dokumen tersebut dibawa sendiri oleh pemiliknya dan tidak palsu.

5. Identifikasi secara medisPemeriksaan medis dilakukan untuk mendapatkan data umum dan data khusus individu berdasarkan pemeriksaan atas fisik individu tersebut. Pada pengumpulan data umum dicari data yang umum diketahui dan dimiliki oleh setiap individu dan mudah dikonfirmasi kepada keluarga, seperti data ras, jenis kelamin, umur, berat badan, warna kulit, rambut, dan sebagainya. Data khusus adalah data yang belum tentu dimiliki oleh setiap individu atau data yang tidak dengan mudah dikonfirmasi kepada keluarganya, seperti data foto rontgen untuk mengetahui keadaan sutura; bekas patah tulang atau pen serta pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah tulang, data laboratorium, adanya tatoo, bekas operasi atau jaringan parut, tehnik superimposisi, tehnik rekonstruksi wajah, dan sebagainya.6. Odontologi forensikPemeriksaan atas gigi geligi dan jaringan sekitarnya serta berbagai perubahan akibat perawatan gigi dapat membantu menunjukkan identitas individu yang bersangkutan.7. Serologi forensikPada awalnya yang termasuk dalam kategori pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan terhadap polimorfisme protein yaitu pemeriksaan golongan darah dan golongan protein serum. Perkembangan ilmu kedokteran menyebabkan ruang lingkup serologi diperluas dengan pemeriksaan polimorfisme protein lain yaitu pemeriksaan terhadap enzim eritrosit serta pemeriksaan antigen Human Lymphocyte Antigen (HLA). Pada saat ini dengan berkembangnya analisis polimorfisme DNA, bidang ini menjadi lebih luas lagi karena bahan pemeriksaan bukan lagi darah, melainkan hampir seluruh sel tubuh kita. Hal ini memberikan dampak kecenderungan penggantian istilah serologi dengan istilah hemereologi yang mencakup semua hal diatas.8. Sidik jariTelah lama diketahui bahwa sidik jari setiap orang di dunia tidak ada yang sama sehingga pemeriksaan sidik jari dapat digunakan untuk identifikasi individu.9. Eksklusi Dalam kecelakaan massal yang menyebabkan kematian sejumlah individu, yang nama-namanya ada dalam daftar individu (data penumpang, data pegawai dan sebagainya), maka jika (n-1) individu telah teridentifikasi, maka satu individu terakhir diputuskan tanpa pemeriksaan (per ekslusionam) sebagai individu yang tersisa menurut daftar tersebut. Khusus pada korban bencana massal, telah ditentukan metode identifikasi yang dipakai yaitu :

a. Primer1. Sidik jari2. Dental record3. DNA

Gambar 1. Identifikasi Primerb. Sekunder1. Property2. Data medis (medical)Berikut ini akan di bahas metode-metode tersebut untuk identifikasi korban bencana secara massal :1. Sidik jariMetode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Sifat yang dimiliki oleh sidik jari antara lain :a. Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit manusia seumur hidup.b. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan kecelakaan yang serius.c. Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.Dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang sama mempunyai sidik jari yang sama, walaupun kedua orang tersebut kembar monozigot. Atas dasar ini, sidik jari merupakan sarana yang penting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena selain kekhususannya, juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaannya. Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih punya kewajiban yaitu untuk mengambil (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan mayatnya telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah keriput, serta mencopot kulit ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik jari, merupakan prodedur yang harus diketahui oleh dokter.Menurut Francis Galton (1822-1916) mengatakan bahwa tidak ada dua sidik jari yang sama, artinya setiap sidik jari dimiliki seseorang adalah unik. Berdasarkan klasifikasi, pola sidik jari dapat dinyatakan secara umum ke dalam tiga bentuk yaitu :a. Tipe Arch, Pada patern ini kerutan sidik jari muncul dari ujung, kemudian mulai naik di tengah, dan berakhir di ujung yang lain.b. Tipe Loop, Pada patern ini kerutan muncul dari sisi jari, kemudian membentuk sebuah kurva, dan menuju keluar dari sisi yang sama ketika kerutan itu muncul.c. Tipe Whorl, Pada patern ini kerutan berbentuk sirkuler yang mengelilingi sebuah titik pusat dari jari.

Gambar 2. Pola sidik jari

2. Dental recordBentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang yang berbeda, menjadikan pemeriksaan gigi ini mempunyai nilai tinggi dalam hal penentuan jati diri seseorang. Gigi merupakan suatu cara identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan baik. Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam keadaan membusuk atau rusak, seperti halnya kebakaran. dimana dalam keadaan tersebut pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan, sehingga dapat dikatakan gigi merupakan pengganti dari sidik jari. Satu keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identitas adalah belum meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi, demikian pula pendataannya (dental record). Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem. (3,9,10)Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sebagai berikut : (3,9,10)a) Gigi dan restorasinya merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrem. Karena gigi komposisinya sebagian besar terdiri dari bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, sedangkan bahan organik dan airnya sedikit sekali.b) Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan dimungkinkannya identifikasi dengan ketepatan yang tinggi. (1: 1050).c) Informasi ini dapat diperoleh antara lain mengenai:1) Umur2) jenis kelamin3) ras4) golongan darah5) bentuk wajah6) DNAd) Kemungkinan tersedianya data ante mortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis.

Gambar 3. OdontologiBatasan dari forensik odontologi terdiri dari : (9)a) Identifikasi dari mayat tak dikenal.b) Penentuan umurc) Pemeriksaan jejas gigitd) Penentuan ras berdasarkan gigie) Analisis dari trauma orofasialf) Dental jurisprudensi berupa keterangan saksi ahlig) Peranan pemeriksaan DNA dalam identifikasi personal

3. Pemeriksaan DNADNA atauDeoxyriboNucleic Acidmerupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak komposisi DNA nya sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya. Sedangkan tes DNA adalah metode untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Atau secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi, menghimpun dan menginventarisirfile-filekhas karakter tubuh. (10,11)

Gambar 4. Analisis DNAa) Tujuan Tes DNA (10,11) Tujuan pribadi: penentuan perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak. Tujuan hukum: meliputi masalah forensik, seperti identifikasi korban yang telah hancur, sehingga butuh pencocokkan antara DNA korban dengan keluarga, ataupun pembuktian pelaku kejahatan.

b) Metode tes DNA : (10,11) STR ( Short Tandem repeat)STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan memprofilkan DNA menggunakan STR, DNA dapat dibandingkan satu sama lain. PCR (Polymerase Chain Reaction)PCR merupakan teknik yang memungkinkan sintesis wilayah DNA tertentu. Yang memungkinkan peneliti membuat berjuta-juta salinan DNA dalam waktu singkat untuk kemudian di identifikasi.4. Identifikasi medikMetode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tattoo, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas, dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.Penentuan ras mungkin dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi dan tulang panggul atau tulang lainnya. Arcus zygomaticus dan gigi insicivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid.Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta scapula dan metacarpal. Pada panggul, indeks iso-pubis (panjang pubis dikali 100 dibagi panjang ischium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. (10)Dalam mengidentifikasi korban, Interpol DVI Guide membentuk beberapa tim atau unit, diantaranya : (12)a. Bagian Korban Hilang (Missing Brunch), terdiri dari :1) Unit pengumpulan data ante-mortem (Ante-mortem record unit)2) Unit pendataan berkas ante mortem (Ante-mortem files unit)3) Daftar korban (Victim list)b. Pengumpulan dan klasifikasi jenazah (Victim Recovery), terdiri dari :1) Koordinator tim pemulihan (Recovery Co-ordinatory)2) Tim pencari (Search teams)3) Tim dokumentasi (Photography)4) Tim pemulihan jenazah (Body Recovery team)5) Tim pemulihan barang-barang pribadi (Property Recovery team)6) Tempat administrasi dan penyimpanan sementara jenazah (Morgue Station)c. Bagian Kamar Mayat (Mortuary Branch), terdiri dari :1) Unit keamanan (Security unit)2) Unit transportasi jenazah (Body movement unit)3) Unit pengumpul data post-mortem (Post-mortem record unit)4) Unit pemeriksa jenazah (Body Examination unit), terdiri dari:a) Unit dokumentasi (Post-mortem photography unit)b) Unit sidik jari (Post-mortem property unit)c) Unit barang-barang pribadi (Post-mortem property unit)d) Unit media (Post-mortem medical unit)e) Unit pemeriksa gigi geligi (Post-mortem dental unit)d. Pusat Identifikasi (Identification Centre), terdiri dari :1) Bagian administrasi berkas identifikasi (Identification centre file section)2) Bagian khusus pusat identifikasi (Identification centre specialized section), terdiri dari :a) Bagian penyelidikan data dokumentasi (Photography section)b) Bagian penyelidikan sidik jari (Finger print)c) Bagian penyelidkan barang-barang pribadi (Property section)d) Bagian penyelidikan medis (Medical section)e) Bagian penyelidikan gigi geligi (Dental section)f) Bagian analisis DNA (DNA analysis)g) Badan identifikasi (Identification board)h) Bagian pelepasan jenazah (Body realese section)BAB III PENUTUPIII.1 Kesimpulana. DVI adalah sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku interpol. Terdapat lima fase dalam prosedur DVI yaitu, TKP, pengumpulan informasi post-mortem, ante-mortem, perbandingan data ante-mortem dan post-mortem, dan debriefing. Seseorang positif teridentifikasi apabila memenuhi salah satu identifikasi primer dan atau didukung dengan minimal dua dari identifikasi sekunder.b. Identifikasi dalam bidang forensik dilakukan untuk membantu penyidik dalam melakukan penetapan identitas seseorang. Dalam proses identifikasi diperlukan dua aspek, yaitu aspek pengumpulan data ante-mortem maupun post-mortem dan aspek komparasi antara kedua data tersebut. Data yang digunakan untuk menentukan identitas jenazah meliputi data identifikasi primer (sidik jari, odontologi, dan DNA) dan data identifikasi sekunder (pakaian, perhiasan, kartu identitas, foto, data medis, dll)

III.2Sarana. Bagi Departemen Forensik dan Medikolegal agar menambah referensi mengenai DVI sebagai acuan pembelajaran di kepaniteraan kedokteran Forensik dan Medikolegal.b. Bagi kepaniteraan kedokteran Forensik dan Medikolegal agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai DVI dan penerapannya dalam berbagai bencana yang terjadi, terutama di Indonesia.c. Agar dapat menerapkan prosedur DVI dalam melakukan identifikasi pada bencana massal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanti, SH. Identifikasi Korban Bencana (DVI) dalam Ilmu Kedokteran Forensik untuk Kepentingan Penyidikan. 2014. Jakarta: Rayyana Komunikasindo.2. Badan Nasional penanggulangan Bencana. Diunduh dari: http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/profiletab.jsp 3. Singh, Surjit. Disaster Victim Identification (DVI. 2008. Cited on 24 September 2014. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18620/1/mkn-des2008-41%20(11).pdf4. DVI BIDDOKKES POLDA SULSEL. Post Mortem. 2014. Cited on 24 September 2014. Available from: http://dvibiddokkespoldasulsel.blogspot.com/2009/01/blog-post_15.html5. Disaster Identification Guide. Disaster Management. Interpol DVI Guide. 2009. Cited on 24 September 2014. Available on: http://www.interpol.int/Media/Files/INTERPOL-Expertise/DVI/DVI-Guide6. Sugiharto Pradini. Disaster Victim Investigation(DVI). 2014. Cited on 24 September 2014. Available from : http://puradini.wordpress.com/2011/02/19/disaster-victim-investigation-dvi/7. Mudjiharto, dkk. Technical Guideline For Health Crisis Responses On Dosaster. 2011. Jakarta: Depkes8. Suwandono Adji. Identifikasi Korban Bencana Massal. 2010. Cited on 1 Oktober 2014. Available from : http://adjisuwandono.staff.uns.ac.id/2010/07/22/identifikasi-korban-bencana-massal/ 9. AtmadjaDS, dr.SpF, SH, PhD, DFM. PERANAN ODONTOLOGI FORENSIK DALAM PENYIDIKAN. 2004. Cited on 1 Oktober 2014. Available from : http://odontologiforensikinvestigasi.blogspot.com/10. Munim A. Identifikasi. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. Hal 32-50.11. Putra Evan Sinly. Di balik Teknologi Tes DNA. 2008. Cited on 1 Oktober 2014. Available from: http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/di-balik-teknologi-tes-dna/12. International Criminal Police Organization. Disaster Victim identification Guide. 2011. Cited on 24 September 2014. Available from: http://www.plass.dk/dok/dvi/interpolguidelines.pdf

1