referat barbae bayu fix 3.docx

11
PENDAHULUAN Tinea barbae merupakan infeksi dermatofita yang jarang terjadi dan terbatas pada daerah berambut pada muka dan leher. 1 Jamur ini hanya menyerang laki-laki dan sering terjadi pada penduduk yang bermukim di daerah pedesaan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. 2 Penularannya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Manifestasi klinisnya berbeda tergantung jenis jamur dan sistem imun pasien. 3 Penatalaksanaan tinea barbae terutama pemberian antijamur sistemik, antijamur topikal hanya berfungsi sebagai terap tambahan. 4 Pada tinjauan pustaka ini akan membahas epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta prognosis tinea barbae sehingga diharapkan dokter umum dapat mendiagnosa dan memberikan terapi pasien tinea barbae dengan tepat. DEFINISI Tinea barbae merupakan istilah yang digunakan untuk infeksi jamur golongan dermatofita pada daerah muka dan leher yang berambut. 1 Infeksi jamur jenis ini jarang terjadi dan hanya menyerang laki-laki. 2 EPIDEMIOLOGI Tinea barbae ini hanya menyerang laki-laki dan biasanya terjadi pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. 2,5 Penularannya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Penularan secara langsung sering terjadi pada petani dan peternak di daerah pedesaan yang kontak langsung 1

Upload: dinar-kartika-hapsari

Post on 26-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Barbae

TRANSCRIPT

PENDAHULUANTinea barbae merupakan infeksi dermatofita yang jarang terjadi dan terbatas pada daerah berambut pada muka dan leher.1 Jamur ini hanya menyerang laki-laki dan sering terjadi pada penduduk yang bermukim di daerah pedesaan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi.2 Penularannya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Manifestasi klinisnya berbeda tergantung jenis jamur dan sistem imun pasien.3 Penatalaksanaan tinea barbae terutama pemberian antijamur sistemik, antijamur topikal hanya berfungsi sebagai terap tambahan.4Pada tinjauan pustaka ini akan membahas epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta prognosis tinea barbae sehingga diharapkan dokter umum dapat mendiagnosa dan memberikan terapi pasien tinea barbae dengan tepat.

DEFINISITinea barbae merupakan istilah yang digunakan untuk infeksi jamur golongan dermatofita pada daerah muka dan leher yang berambut.1 Infeksi jamur jenis ini jarang terjadi dan hanya menyerang laki-laki.2

EPIDEMIOLOGITinea barbae ini hanya menyerang laki-laki dan biasanya terjadi pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi.2,5 Penularannya dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Penularan secara langsung sering terjadi pada petani dan peternak di daerah pedesaan yang kontak langsung dengan hewan.2 Penularan secara tidak langsung terjadi melalui mesin cukur rambut yang digunakan secara bergsantian.1 Dahulu penularan melalui mesin cukur ini sering tejadi sehingga tinea barbae juga disebut barbers itch.1 Tetapi dengan meningkatnya sanitasi, penularan melalui mesin cukur sudah jarang terjadi.6

ETIOPATOGENESISEtiologi Berdasarkan etiologinya, tinea barbae dapat disebabkan oleh berbagai jenis dermatofita diantaranya spesies zoofilik dan antrofilik.7 Zoofilik merupakan spesies dermatofita yang habitat asalnya berasal dari hewan. Antrofilik merupakan spesies dermatofita yang memang banyak terdapat pada kulit manusia.8 T. rubrum merupakan kelompok jamur yang paling dominan sebagai penyebab dari spesies antropofilik. Dari spesies zoofilik, yang paling sering menjadi penyebab adalah Trichophyton verrucosum terutama pada daerah-daerah pedesaan. Jenis-jenis dermatofita lain yang dapat menjadi penyebab adalah T. mentagrophytes, M. canis, Trichophyton megninii, Trichopyton violaceum, Trichophyton shoenleini, Microsporum gypseum, dan Epidermophyton floccosum.2 Tinea barbae juga dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi seperti diabetes dan keadaan immunokompromais. 7

PatogenesisInvasi tinea barbae (golongan dermatofita) pada epidemis terjadi akibat tiga proses yaitu perlekatan, penetrasi dan respon dari pasien iu sendiri.8

PerlekatanTahap ini merupakan tahap pertama dari proses invasi dermatofita ke tubuh manusia. Pada tahap ini terjadi perlekatan antara artrokonidia dari jamur dengan permukaan jaringan keratin. Tahap ini terjadi selama beberapa jam dan diikuti proses germinasi dan perpanjangan hifa untuk berpenetrasi pada lapisan korneum.8 Penetrasi Dermatofita melakukan penetrasi ke dalam sel keratin dengan cara mekanik dan enzimatik. Secara mekanik melalui pertumbuhan hifa dan secara enzimatik melalui enzim-enzim yang dihasilkan jamur. Enzim-enzim tersebut selain mempermudah penetrasi juga membantu mnyediakan makanan bagi jamur. Trauma dan perlukaan mempermudah tahapan ini.6 Mekanisme penetrasi yang dilakukan oleh jamur ini dihambat oleh berbagai faktor, yang paling utama adalah faktor pasien itu sendiri.8

Imunitas dan ketahanan PejamuPertahanan paling awal terjadi saat infeksi jamur ke permukaan keratinosit adalah peningkatan proliferasi epidermis untuk mempercepat pengelupasan. Selain itu sekresi sebum yang bersifat fungistatis juga menghambat pertumbuhan jamur. Transferin yang terdapat pada serum tubuh dapat berikatan dengan hifa yang berakibat terhambatnya pertumbuhan jamur.6 Dermatofita yang bersifat kemotaktik menarik berbagai macam agen antiinflamasi seperti komplemen, sitokin serta sel-sel fagosit seperti MN, dan PMN yang ikut membantu dalam menghambat dan membunuh jamur. Sitokin-sitokin yang terbentuk juga akan merangsang terbentuknya sistem imun seluler yang akan mempermudah membunuh jamur. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian dermatofita ini diantaranya usia, jenis kelamin, genetik, ras, endokrin, metabolik, temperatur, organisme kompetisi dan patogen.8

MANIFESTASI KLINISTinea barbae biasanya hanya menyerang satu sisi (unilateral) dan lebih sering melibatkan daerah janggut daripada daerah kumis. Tinea barbae memiliki 2 bentuk menifestasi klinis, yaitu jenis inflamasi dan jenis superfisial atau disebut juga jenis noninflamasi.12 Kedua manifestasi ini tergantung dari jenis jamur penyebab dan sistem imun pasien sendiri.7

Jenis InflamasiMerupakan jenis yang paling sering terjadi.7 Lesi tinea barbae jenis inflamasi dapat menghasilkan suatu penebalan yang nodular dan pembengkakan yang berbentuk seperti kerion dengan terdapat abses didalamnya (lihat gambar 2).11 Kulit dibagian luar biasanya meradang dan dirasakan sangat nyeri dengan rambut yang gampang terlepas.8 Kadang juga disertai dengan adanya limfadenopati regional.3 Jenis ini biasanya disebabkan oleh jamur dari golongan T. mentagrophytes atau T. verrucosum.11

Gambar 1. Kerion pada Tinea Barbae6

Jenis SuperfisialDisebabkan oleh golongan jamur antropofilik dengan reaksi inflamasi yang minimal.2 Jenis ini memiliki ciri adanya eritema difus yang ringan disertai dengan papul perifollikular dan pustul (lihat gambar 3). Organisme penyebab tersering adalah T. violaceum atau T. rubrum. 11

Gambar 2. Tinea Barbae Superfisial6

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan mikologi merupakan dasar dari diagnosis penyakit ini. Pemeriksaan mikologi ini meliputi pemeriksaan mikroskopis secara langsung dan pemeriksaan biakan. Pada kasus yang jarang misal kasus tinea akibat Microsporum canis, pemeriksaan lampu Wood juga sangat berguna. Gambaran yang ditunjukkan pada lampu Wood berupa fluoresensi hijau.1 Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, preparat terdiri dari rambut yang terlepas dan masa pustular. Jika tidak terdapat pustul dan plaknya superfisial, preparat dapat diambil dari pengerokan daerah tepi. Preparat diperiksa dengan larutan KOH 20% dan menggunakan mikroskop cahaya. 1 Pemeriksaan mikroskop positif jika ditemukan hifa. Hasil pemeriksaan yang positif sudah cukup untuk memulai terapi dikarenakan identifikasi dari jenis spesies jamur tidak banyak berpengaruh terhadap pemberian terapi.9 Pemeriksaan biakan membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu dan biasanya menggunakan media agar Saburaud dengan tambahan cycloheximide dan cloramfenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur non dermatofita. Identifikasi jamur berdasarkan gambaran morfologi dan mikroskopis dari kelompok jamur tersebut.9 Dikarenakan biakan memerlukan biaya dan waktu yang lama, pemeriksaan biakan jarang dilakukan secara rutin pada pasien-pasien dengan kecurigaan adanya infeksi jamur. biakan harus dilakukan jika pengobatan jangka panjang telah dilakukan tetapi pasien tidak menunjukkan perbaikan gejala atau adanya keraguan dalam diagnosis jamur itu sendiri.9 Pada pemeriksaan histologi, pewarnaan dengan menggunakan Hematoksilin dan Eosin kurang efekti dalam mengidentifikasi jamur. Pewarnaan dengan menggunakan Periodic Acid-Schiff (PAS) lebih dianjurkan. Pemeriksaan histologis hanya dilakukan pada kasus yang sulit didiagnosis.1

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding pada penyakit ini dapat dipikirkan suatu stafilokokus folikulitis (sikosis vulgaris) dan infeksi herpes. Tinea barbae dibedakan dari sikosis vulgaris dari tempat predileksinya yang jarang pada daerah kumis dan biasanya bersifat unilateral. Pada sikosis vulgaris lesi biasanya berbentuk papul dan pustul dengan bagian tengah terdapat rambut yang gampang dicabut jika telah terjadi proses supurasi. Pada infeksi herpes biasanya menunjukkan suatu lesi berbentuk vesikel yang berumbilikasi. Pemeriksaan Tzank memiliki nilai diagnostik yang rendah tetapi kultur virus atau fluoresensi antibodi secara langsung biasanya selalu menunjukkan hasil yang positif.11 PENATALAKSANAANUmum Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya. Tinea barbae merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.1 Meminta pasien untuk menjaga kebersihan diri dan mencukur rambut terutama jika berada di daerah peternakan.3Tidak menggunakan alat cukur rambut yang sama bergantian karena dapat menyebabkan penularan jamur secara tidak langsung.1

SpesifikTopikalPengobatan secara topikal dapat diberikan ketokonazol shampo 2% atau selenium sulfida 2,5% digunakan minimal 3 kali seminggu3

SistemikBeberapa jenis antijamur sistenik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi tinea barbae, diantaranya adalah terbinafin, itrakonazol atau griseofulvin. Terbinafin digunakan dengan dosis 250mg diminum sekali sehari selama minimal 4 minggu. 3 Itrakonazol dengan dosis 100mg/hari selama minimal 4-6minggu. 1 Griseofulvin dengan dosis minimal 20mg/kgbb/hari selama minimal 8 minggu. 1

PROGNOSISPrognosis untuk pasien tinea barbae biasanya bagus. Lesi inflamasi yang timbul akan mengalami remisi spontan dalam waktu beberapa bulan, tetapi jika tidak diobati dapat menimbulkan alopesia akibat skar yang ditimbulkannya. Tinea barbae non inflamasi lebih cenderung untuk menjadi kronik dan tidak selalu mengalami remisi.10

RINGKASANTinea barbae merupakan istilah yang digunakan untuk infeksi jamur golongan dermatofita pada daerah muka dan leher yang berambut. Infeksi jamur jenis ini jarang terjadi dan hanya menyerang laki-laki. Tinea barbae paling sering dijumpai pada daerah-daerah pedesaan terutama dengan kelembaban dan suhu yang tinggi.Tinea barbae biasanya unilateral dan lebih sering melibatkan daerah janggut daripada daerah kumis. Tinea barbae memiliki 2 bentuk menifestasi klinis, yaitu jenis inflamasi dan jenis noninflamasi. Kedua manifestasi ini tergantung dari jenis jamur penyebab dan sistem imun pasien sendiri. Diagnosis tinea barbae ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mikologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis secara langsung, kultur, pemeriksaan lampu woods dan histologi.Penatalaksanaan dari tinea barbae sama dengan penatalaksanaan pada tinea kapitis. Antifungi oral merupakan agen yang diperlukan untuk mengobati tinea barbae. Agen-agen topikal hanya berguna sebagai terapi tambahan. Terapi antijamur kombinasi oral dan topikal merupakan pilihan terbaik untuk tinea barbae. Terapi antijamur oral dapat diberikan terbinafin dengan dosis 250mg diminum sekali sehari selama minimal 4 minggu. Sebagai terapi antijamur topikal dapat diberikan sampo ketokonazol 3 kali seminggu. Tinea barbae memiliki prognosis yang baik dan akan mengalami remisi jika segera ditatalaksana.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baran, W., Szepietowski, J.C. and Schwartz, R. A. Tinea Barbae. ActaDermatoven APA; 2004, 13 (3), 91-942. Tinea Barbae. Available from [Accessed 20 January 2014]3. Xavier, M. H. et al. Sycosiform tinea barbae caused by Trichophyton rubrum. Dermatol Online; 2008, 14 (11), 104. James, W.D., Berger, T.G., and Elston, D.M. Diseases Resulting from Fungi and Yeast. In: Andrews Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 10th ed.Philadelhia: Saunders; 2006, pp.297-3335. Bonifaz, A., Ramfrez, T., and Saul, A. Tinea Barbae (Tinea Sycosis) : Experience with Nine Cases. Dermatol; 2003, 30, 8989036. Schicke, S. M. and Garg, A.. Superficial Fungal Infection. In: Wolff, K. et al. Eds. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York : McGraw-Hill Companies; 2012, pp 2277-22977. Andrew, S. Tinea in Emergency Medicine. Available from [Accessed 20 January 2014]8. Hay, R. J. And Moore, M. K. Mycology. In: Burns, T., Breathnach, S., and Griffiths, C. Editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Malden : Blackwell; 2004, pp. 31.1-31.1019. Noble, S.L. and Forbes, R.C. Diagnosis and Management of Common Tinea Infection. American Family Physician; 1998, 58 (1), 163-17410. Szepietowski, J. C. Tinea Barbae. Available from [Accessed 20 January 2014]11. James, W.D., Berger, T.G., and Elston, D.M. Diseases Resulting from Fungi and Yeast. In: Andrews Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 10th ed.Philadelhia: Saunders; 2006, pp.297-333

2