referat imunisasi(fix).docx

61
REFERAT PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) Disusun oleh : Yesinta Diandra 1110103000093 Pembimbing : dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K) MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Upload: yesinta-diandra

Post on 17-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

REFERATPENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI(PD3I)

Disusun oleh :Yesinta Diandra1110103000093

Pembimbing :dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2015

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.Assalamualaikum Warahmatullahi WabarakatuhPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah referat sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSUP FatmawatiUcapan terimakasih penulis sampaikan kepada orang tua, keluarga serta teman teman dalam stase ini, baik teman-teman dari UIN Syarif Hidayatullah atas bantuannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Kepada dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K) sebagai pembimbing dalam tugas referat ini penulis juga ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.Dalam proses penyelesaiannya, makalah referat masih sangat banyak keselahan dan jauh dari kesempurnaa, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun pembaca, untuk menambah wawasan dibidang kedokteran, TerimakasihWassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 27 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Cover1

Kata Pengantar2

Daftar Isi3

BAB I : Pendahuluan BAB II : Tinjauan Pustaka45

A. Hepatitis B5

B. Poliomielitis7

C. Tuberkulosis10

D. Difteri, Tetanus, Pertusis12

E. Haemophyllus influenza tipe b18

F. Pneumokokus19

G. Rotavirus20

H. InfluenzaI. CampakJ. VarisellaK. Measles, Mumps, RubelaL. TifoidM. Hepatitis AN. Human Papilloma VirusO. RabiesP. MeningokokusQ. Japanese EncephalitisR. Yellow feverS. Kolera212324252729303132333535

BAB III : Daftar Pustaka37

BAB IPENDAHULUAN

Suatu negara ditentukan oleh masyarakat yang hidup dan berkembang didalamnya. Tentunya dengan kualitas hidup bangsa yang baik akan menghasilkan generasi-generasi yang baik sehingga dengan begitu dapat membangun bangsa nya dikemudian hari. Untuk meningkatkan kualitas hidup banga maka pada awalnyaHepa jumlah kesakitan dan kematian harus rendah. Semakin rendah angka kelahiran makin tinggi usia harapan hidup, sehingga kelompol usia produktif meningkat. Untuk itu pencegahan terhadap penyakit infeksi sangat dibutuhkan bagi anak dala tumbuh kembangnya sedini mungkin sehingga dapat mempertahankan kualitas hidup sampai dewasa.Pencegahan merupakan sebuah cara yang paling efektif dan lebih murah dibandikan dengan mengobati sebuah penyakit, terlebih lagi yang membutuhkan penanganan di rumah sakit. Pencegahan primer merupaka upaya untuk menghindari terjadi sakit atau cedera dan cacat, dengan cara memperhatikan gizi, sanitasi lingkungan, vaksinasi atau imunisasi. Pencegahan sekunder dengan deteksi dini kondisi anak, dan memberikan segera pengobatan yang dibutuhkan sesuai diagnosis sebagai upaya terjadi nya komplikasi, meninggalkan gejala sisa, cacat fisik ataupun mental. Sedangkan pencegahan tersier merupakan upaya untuk membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut sehingga pasien dapat hidup mandiri tanpa tergantung orang lain. Contohnya seperti terapi rehabilitasi medik terhadap anak polio.Vaksinasi dan imunisasi merupakan upaya yang sangat baik untuk mencegah terjadi nya sakit pada anak. Harapan hidup dan hilangnya beberapa penyakit menyebabkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Perbaikan gizi dan penyehatan lingkungan saja belum cukup untuk mencegah tertularnya anak dengan bakteri, virus maupun parasit. Vaksinasi dapat menekan penyakit endemik. Kekebalan atau imunitas tubuh terhadap ancaman penyakit adalah tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Pada makalah ini akan dibahas penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi dan imunisasi. Sehingga dapat kita ketahui betapa bermanfaat nya pemberian vaksin dan imunisasi kepada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hepatitis BHepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB). Kebanyakan infeksi ini akan berjalan asmitomatik dan akan berkembang menjadi kronis pada 80-95% kasus. Setelah 10 20 tahun penyakit ini akan berkembang menjadi sirosis dan atau karsinoma hepatoseluler (KHS). Resiko perjalanan penyakit menjadi KHS sangat tinggi pada infeksi yang terjadi pada usia dini dan diikuti dengan terapi antivirus yang belum memuaskan.Infeksi VHB yang merupakan virus DNA memiliki masa inkubasi yang lama yaitu berkisar antara 21 135 hari. Gejala yang akan timbul seperti demam yang tidak begitu tinggi, gangguan gastrointestial, kuning seluruh tubuh dan mungkin juga terjadi nyeri sendi, lesi urtikaria, rash makular.Infeksi VHB dapat terjadi karena adanya transmisi virus melalui kontak perkutaneus, parenteral dan melalui hubungan sexual. Transmisi pada awal masa anak-anak dapat terjadi baik secara vertikal maupun horisontal, yaitu penularan dari ibu nya yang menderita hepatitis b saat melahirkan anak atau setelah dilahirkan dalam masa perawatan. Semua orang yang mengandung HBsAg positif potensial infeksius. VHB dapat bertahan dan melekat pada suatu benda selama kurang lebih satu minggu tanpa kehilangan daya tularnya.Tingkat penularan yang cukup tinggi pada daerah endemis diikuti dengan terapi anti virus yang belum memuaskan dan perjalanan penyakit yang dapat menjadi kronis maka kebijakan utama dalam upaya penatalaksanaan VHB adalah dengan memotong jalur transmisi sedini mungkin. Vaksinasi universal bayi baru lahir merupakan upaya yang saat ini di anggap paling efektif dalam menurunkan kejadian infeksi VHB dan timbulnya KHS.Pencegahan merupakan upaya terpenting dalam upaya tatalaksana infeksi VHB. Pencegahan terdiri dari preventif umum dan khusus. Upaya pencegahan umum seperti strelisasi instrumen kesehatan, alat dialisis individual, memakai sarung tangan, membuang jarum ke tempat khusus, melakukan uji tapis donor darah dan mencakup pula perihal safe sex, memakai sikat gigi dan sisir yang berbeda dengan pasien. Selain itu skrining terhadap penyakit ini juga perlu di lakukan pada ibu yang hamil pada trimester pertama dan ketiga, juga pada tenaga medis dan pasien dialisis.Pencegahan khusus terbagi menjadi dua yaitu dengan imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif dengan pemberian hepatitis B immune globulin (HBIg). Pemberian HBIg yaitu pada : HBIg 0,06 ml/kg (maksimum 5ml) dalam 48 jam pertama setelah kontak dengan jarum suntik pasien, atau HBIg 0,06 ml/kg (maksimum 5ml) dalam waktu 90% dari populasi) Melakukan surveilans AFP (acute flaccid paralyses) atau deteksi lumpuh layuh. Mopping up yaitu melaksanakan imunisasi polio tambahan bagi balita dari rumah ke rumah di daerah yang dicurigai masih ada transmisi virus polio liat atau yang mengalami KLB polio liar.

Di Indonesia telah dilakukan program eradikasi polio dengan melalukan imunisasi polio secara intensif di seluruh Indonesia melalui program pengembangan imunisasi. Jumlah kasus polio di Indoenesia turun dan sejak saat itu setiap anak yang terdeteksi lumpuh layuh harus dibuktikan secara virologi bukan infeksi virus polio. Hal ini bertujuan agar Indonesia bisa mendapat sertifikasi bebas polio oleh WHO.Pengobatan anti virus bagi polio tidak ada, sehingga untuk pengobatan yang dapat kita lakukan adalah penanganan keluhan lain berupa pemberian analgetik jika terdapat mialgia atau sakit kepala, ventilasi mekanik pada pasien dengan paralisis bulbar, trakeostomi dapat dilakukan bila pasien membutuhkan ventilasi mekanik jangkat panjang. Terapi fisik berupa mobilisasi diperlukanuntuk mencegah ulkus dekubitus dan latian gerakan pasif-aktif saat periode konvalesen.

Tidak ada spesifik anti virus yang dapat diberikan untuk poliomielitis. Tatalaksana yang diberikan hanya suportif dan bertujuan untuk menghambat progresifitas penyakit, menghambat terjadinya deformitas tulang dan tatalaksana lebih lanjut untuk pasien dengan disabilitas yang menetap pada anak. Pasien tanpa paralisis atau paralisis ringan pada poliomielitis dapat ditatalaksan di rumah. Semua terapi injeksi maupun operasi tidak boleh dilakukan pada fase akut dari poliomielitis, karena dapat menyebabkan progresifitas dari penyakit. Terapi suportif seperti pemberian analgetik, sedatif, diet yang adekuat dan istirahat yang cukup sampai suhu tubuh turun merupaka terapi awal. Pantau selama dua minggu dan rencanakan pemeriksaan neurologi dan muskuloskeletal setelah dua bulan.Pasien dengan poliomielitis paralisis merasakan nyeri dan kekakuan di leher, pundak dan ekstremitas, untuk itu perlu diberi analgetik. Agar analgetik lebih efektif dapat diberikan kompres hangat selama 15 30 menit setiap 2 4 jam. Poliomielitis dengan paralisis membutuhkan perawatan di rumah sakit. Selama perawatan tersebut pasien harus dalam kondisi nyaman untuk mencegah gerakan dan deformitas tulang. Posisi tubuh harus sama dan dirubah setiap 3 6 jam sekali. Dalam keadaan ini pasien akan merasa sangat nyeri untuk itu penggunaan analgetik sedatif di perbolehkan jika tidak ada gangguan napas. Dalam kondisi bulbar poliomielitis pasien akan memiliki kesulaitan untuk menelan dan kesulitan bicara, pasien juga sulit mengontrol cairan yang ada di mulutnya, sehingga pasien harus di jaga agar tida terjadi aspirasi dari air liur, makanan atau muntahan pasien.

C. TuberkulosisTuberkulosis merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium bovis. Kuman tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan merupakan kuman aerob sehingga lebih sering menimbulkan infeksi pada organ paru, tetapi dapat juga mengenai organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan hampir bisa mengenai ke seluruh tubuh dan menyebar secara sistemik. Tidak semua infeksi mycobacterium tuberculosis akan menjadi sakit yang aktif, hal ini ditentukan oleh sistem imun tubuh setiap orang. Setelah 2 12 minggu infeksi akan menimbulkan suatu respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin. Pada beberapa pasien penyakit berkembang menjadi tubekulosis pasca primer.Untuk mendiagnosis tuberkulosis pada anak kita harus melakukan sistem skoring dengan menilai apakah anak ada kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya, demam tidak begitu tinggi lama lebih dari sma dengan dua minggu, dapat disertai dengan keringat malam, batuk lama lebih dari sama dengan tiga minggu dengan penyebab lain telah disingkirkan, nafsu makan berkurang, berat badan turun atau sulit naik, malaise, diare persisten yang tidak ada perbaikan dan adanya kejang, kesadaran menurun serta defisit neurologis pada tuberkulosis yang sudah menginvasif ke daerah selaput otak.Tuberkulosis masih merupakan penyakit yang memiliki prevalensi tinggi di Indonesia. WHO memperkirakan bahwa kasus tuberkulosis terbanyak berada di Asia Tenggara dan Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak pasien dengan tuberkulosis. Kematian akibat tuberkulosis tinggi dan diikuti oleh kasus baru yang banyak tiap tahunnya menyebabkan vaksin terhadap penyakit ini dianggap perlu.Vaksin tuberkulosis adalah Bacille Calmette Guerin (BCG) yang merupakan vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang telah dibiakan berulang selama 1 3 tahun sehingga sudah tidak virulen lagi namun masih memiliki daya imunogenitas. Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberkulosis terjadi namun dengan vaksin ini dapat mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier. Efek proteksi baru timbul setelah 8 12 minggu setelah vaksinasi. Efek proteksi yang ditimbulkan berbeda-beda tergantung pada mutu vaksin, lingkungan tempat tinggal, faktor pejamu seperti umur, gizi dan lainnya.Pengobatan untuk tuberkulosis secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu tatalaksana Tb paru yang tidak berat dan Tb paru berat atau Tb paru ekstrapulmonal. Pada Tb paru yang tidak berat cukup digunakan tiga macam obat anti tuberkulosis dalam jangka waktu selama enam bulan, sedangkan untuk Tb berat ekstrapulmonal dapat digunakan empat atau lebih macam obat anti tuberkulosis selama 9 12 bulan pengobatan. Berikut ini merupakan beberapa obat anti tuberkulosis, yaitu : Isoniazid (INH) : selama 6 12 bulan. Dosis terapi 5 15 mg/ kg/ hari diberikan 1 x sehari. Dosis profilaksis 5 10 mg/ kg/ hari diberikan 1 x sehari. Dosis maksimum 500 mg/ hari. Rifampisin (R) : selama 6 12 bulan. Dosis terapi 10 20 mg/ kg/ hari, 1 x sehari, dalam keadaan perut kosong. Maksimal dosis 600 mg/ hari. Pirazinamid (Z) : selama 2 3 bulan. Dosis terapi 25 35 mg/ kg/ hari, dibagi dalam dua dosis. Dosis maksimum 2 gram/ hari. Etambutol (E) : selama 2 3 bulan. Dosis terapi 15 20 mg/ kg/ hari, dibagi dalam satu atau dua dosis. Masimal 2 gram/ hari. Streptomisin (S) : selama 1 2 bulan. Dosis terapi 20 40 mg/ kg/ hari diberikan satu kali secara intramuskular. Maksimal dosis 1 gram/ hari.

Tuberkulosis milier dan efusi pleura karena Tb harus ditambahkan pemberian prednison 1 2 mg/ kg/ hari selama 2 minggu, kemudia tapering off selama 2 minggu. Total pemberian prednison tidak lebih dari 1 bulan. Sedangkan pada meningitis Tb juga membutuhkan tambahan terapi prednison namun lebih lama yaitu diberikan pada awalnya 4 minggu, kemudian tapering off selama 4 minggu sehingga pemberian prednison tidak lebih dari dua bulan.

D. Difteri, Tetanus, PertusisDifteri merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu bakteri Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini sangat menular dan bersifat toxin-mediated disease, bakteri memproduksi toksin bila kuman tersebut mengalami lisogenisasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Ditemukan tiga tipe galur bakteri yaitu gravis, intermedius, dan mitis, semuanya dapat memproduksi toksin namun tipe gravis adalah yang paling sering menyebabkan kasus yang berat. Dipandang dari sudut antigensitas sebenarnya basik ini merupakan spesies yang bersifat heterogen dan memiliki banyak serotipe.Infeksi difteri awalnya terjadi di saluran napas misalnya nasofaring, selanjutnya kuman akan memproduksi toksin yang dapat menghambat produksi protein selular, sehingga terjadilah destruksi jaringan setempat. Karena destruksi tersebut maka terbentuklah suatu selaput atau pseudomembran yang dapat menyumbat jalan napas. Toksin pada membran tersebut selanjut dapat masuk ke pembuluh darah dan akan beredar ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini akan menimbulkan komplikasi pada jantung dan sel saraf sehingga menyebabkan miokarditis dan neuritis. Tidak hanya itu toksin kuman difteri juga dapat menyebabkan trombositopenia dan proteinuria. Beratnya penyakit karena difteri ini berhubungan dengan seberapa luasnya kelainan lokal yang terjadi. Kematian tertinggi pada kelompok usia kurang dari lima tahun. Infeksi difteri yang diikuti oleh kuman streptokokus akan mempermudah penjalanan toksin difteri. Difteri dapat mengenai hidung, tonsil-faring, laring dan lainnya. Infeksi difteri pada awalnya akan menyerupai common cold atau memberikan gambaran manifestasi seperti adanya infeksi bakteri ditempat tersebut. Namun yang menjadi ciri khas dari infeksi difteri ini adalah akan timbul membran putih kelabu yang menutupi daerah tersebut dan melekat pada jaringan, bisa meluas sampai mengganggu pernapasan.Difteri tersebar luas diseluruh dunia, namun angka kejadian nya menurun setalah penggunaan toksoid difteri sebagai vaksinasi. Faktor sosio-ekonomi, hunian yang pada penduduk, nutrisi yang buruk, terbatasnya fasilitas kesehatan merupakan faktor penting terjadinya penyakit ini. Difteri ditularkan melalui droplet, muntahan atau debu dari pasien yang terinfeksi atau karier.Pasien dengan infeksi difteri harus diisolasikan sampai masa akut terlampaui dan biakan hapus tenggorok negatif setelah dua kali pemeriksaan berturut-turut. Umumnya pasien diisolasikan selama 2 3 minggu karena difteri sangat menular. Pasien tirah baring selama masa isolasi, pemberian cairan atau diet harus adekuat dan jaga jalan napas agar tetap bebas serta lembab. Pengobatan spesifik untuk difteri berupa pemberian antitoksin, yaitu anti diphteria serum (ADS). Dibawah ini merupakan dosis ADS :

Tipe difteriDosis ADS (KI)Cara pemberian

Difteri hidung20.000IM

Difteri tonsil40.000IM / IV

Difteri faring40.000IM / IV

Difteri laring40.000IM / IV

Kombinasi lokasi diatas80.000IV

Difteri + penyulit, bullneck80.000 100.000IV

Terlambat berobat (>72 jam), lokasi dimana saja80.000 100.000IV

Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit dahulu sebagai preventif terjadinya reaksi anafilaktik dari pemberian ADS. Uji kulit dengan menggunakan 0,1 ml dalam larutan fisiologis 1 : 1000 secara intrakutan. Uji mata juga dapat dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1 : 10 dalam larutan fisiologis. Kedua nya lihat hasil setelah 20 menit.Pemberian antibiotik harus segera diberikan setelah diagnosis difteri dibuat dengan tujuan eradikasi kuman. Antibiotik yang digunakan adalah penisilin prokain 50.000 100.000 U/ kg/ hari selama 10 hari atau pilihan lain adalah eritromisin dengan dosis 40 mg/ kg/ hari. Selain itu dapat pula diberikan kortikosteroid jika ada tanda obstruksi saluran napas atas (dengan atau tanpa bullneck) atau bila terdapat miokarditis. Pengobatan karier bakteri difteri perlu dilakukant terapi juga walaupun tidak menimbulkan sakit namun menyebabkan penyebaran bakteri. Dapat diberikan penisilin 100 mg/ kg/ hari secara oral atau IV atau dengan eritromisin 40 mg/ kg/ hari selama satu minggu.Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran. Bersifat fatal dengan gejala klinis yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh kuman tersebut. Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang dan bersifat anaerobik. Bakteri dapat menghasilkan spora dengan bentuk drumstick. Spora tetanus sangat tahan panas seperti dalam autoklaf (121o C) selama 10 15 menit dan kebal terhadap antiseptik, namun bakteri tetanus tidak tahan panas maupun lingkungan yang beroksigen. Kuman tetanus dapat ditemukan di dalam usus, tinja beberapa binatan dan debu jalanan. Masa inkubasi bakteri ini adalah 5 14 hari.Spora tetanus yang dihasilkan dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka dan dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif. Selanjutnya menghasilkan eksotoksin (tetanospasmin) dan dapat menyebar masuk kedalam motor endplate dan aksis silinder saraf tepi kemudian masuk ke dalam koma anterior sumsum tulang belakang dan selanjutnya menyebar ke sistem saraf pusat. Toksin yang dihasilkan oleh tetanus dapat mempengaruhi pelepasan neurotransmitter sehingga tidak terjadi inhibisi impuls presinaptik yaitu GABA dan glisin terhambat keluar dan berakibat pada kenaikan eksistasi terus menerus menyebabkan tonus otot meningkat dan spasme. Otot menjadi spastik tak terkontrol, terjadi kejang perifer dan gangguan sistem otonom pada saraf simpatis berupa gangguan pernapasan, metabolisme, hormonal, saluran cerna, saluran kemih dan neuromuskular ikut terganggu. Komplikasi dari tetanus adalah laringospasme, infeksi nosokomial dan pneumonia ortostatik. Tetanus pada neonatal bersifat fatal. Pada anak tetanus dapat menyebabkan hiperpireksi, hipo atau hipertensi dan hiperhidrosis.Awal serangan yang akan terjadi adalah trismus, bayi sulit menetek, mulut mencucu, kaku kuduk, resus sardonikus, epistotonus, perut papan, selanjutnya dapat terjadi kejang ransang atau kejang spontan pada kondisi berat dapat dijumpai status konvulsivus. Derajat penyakit : Derajat I (tetanus ringan) Trismus ringan sampai sedang Kekakuan umum seperti kaku kuduk, epistotonus, perut papan Tidak dijumpai disfagian atau ringan Tidak dijumpai kejang Tidak dijumpai gangguan respirasi

Derajat II (tetanus sedang) Trismus sedang Kekauan jelas Disfagia ringan Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan Takhipneu Derajat III (tetanus berat) Trismus berat Otot spastik, kejang spontan Disfagia berat Takhipneu, takikardia Serangan apneu Aktivitas sistem otonom meningkat Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan Gangguan otonom berat Hipertensi berat dan takikadia, atau Hipotensi dan bradikardia Hipertensi berat atau hipotensi berat

Terapi dasar tetanus berupa pemberian antibiotik, menetralisir toksin, memberikan anti konvulsan, perawatan luka atau tempat masuknya bakteri, pemberian terapi suportif dan harus diperhatikan tanda vital juga jalan napas pada pasien harus bebas. Pilihan terapi antibiotik yang dapat diberikan adalah :

Penisilin prokain 50.000 IU/ kg/ kali, IM tiap 12 jam, atau Ampisilin 150 mg/ kg/ hari IV dibagi menjadi 4 dosis, atau Tetrasiklin 25 50 mg/ kg/ hari PO dibagi menjadi 4 dosis (maksimal 2 gram), atau Metronidazol loading dose 15 mg/ kg/ jam, selanjutnya 7,5 mg/ kg tiap 6 jam, atau Eritromisin 40 50 mg/ kg/ hari PO dibagi menjadi 4 dosis Bila ada sepsis atau pneumonia dapat diberikan tambahan antibiotik berupak sefalosporin.

Anti tetanus serum (ATS) yang diberikan adalah 50.000 100.000 IU, setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya secara IV. Harus dilakukan uji kulit sebelumnya. Bila tersedia, dapat pula diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000 6000 IU secara IM. Anti konvulsan pada awalnya adalah diazepam 0,1 0,3 mg/ kg/ kali IV tiap 2 4 jam, namun dalam keadaan berat dapat diberikan diazepam drip 20 mg/ kg/ hari dalam ICU. Dosis pemeliharaannya 8 mg/ kg/ hari oral dibagai menjadi 6 8 dosis.Perawatan lukan atau tempat masuk nya bakteri tetanus dilakukan setelah diberikan antitoksin dan anti konvulsan. Tim medis juga harus membebaskan jalan napas, menghindari aspirasi dengan cara menghisap lendir perlahan-lahan dan memindah-mindahkan posisi pasien. pemberian oksigen jika dibutuhkan, rawat pasien dengan stimulasi minimal agar tidak menimbulkan kejang rangsang. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat dipasang sonde nasogastrik. Pantau terus kondisi pasien dan monitoring kejang. Pada tetanus yang berat, perawatan harus dilakukan di ICU karena diperluakan intubasi dan mesin ventilator. Apabila spasme berat dapat diberikan pankuronium bromida 0,02 mg/ kg IV diikuti 0,05 mg/ kg/ kali, diberikan tiap 2 3jam. Apabila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta blocker seperti propanolong atau labetolol.

Pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Pertusis dikenal dengan nama batuk rejan atau batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang sering menyerang anak. Penyebabnya adalah bakteri gram negatif yang dapat memproduksi beberapa macam toksin. Pertussis merupakan penyakit yang juga bersifat toxin-mediated. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri pertussis akan melekat pada bulu getar saluran pernapasan atas. Selanjutkan bulu getar akan menjadi lumpuh dan gangguan aliran sekret saluran napas pun terganggu. Hal ini menyebabkan sumbatan jalan napas dan timbulah pneumonia. Saat terjadi penumpukan lendir dalam saluran napas maka akan terjadi batuk paroksismal tanpa inspirasi yang disertai dengan bunyi whoop. Serangan batuk ini akan menyebabkan pasien muntah, sianosis, menjadi sangat lemas bahkan kejang, keadaan ini akan menetap antara 1 10 minggu.Komplikasi utama yang dapat terjadi pada pertussis adalah pneumonia bakterial, gangguan neurologis berupa kejang dan ensefalopati akibat hipoksia. Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah otitis media, anoreksia, dehidrasi, epistaksi, pneumothoraks, perdarahan konjungtiva, tekanan intraabdominal yang meningkat saat batuk dan hernia.Pasien dengan pertusis harus diperhatikan apakah ada kesulitan bernapas atau tidak. Hindari memberi minuman atau makanan pada saat anak dalam kondisi seperti ini. Jika tampak semakin kesulitan bernapas maka segera bawa anak kerumah sakit. Agar tanda vital nya dapat di pantau dan berikan oksigen. Pasien sebaiknya dirawat dalam ruang isolasi agar tidak menularkan, setelah pemberian antibiotik lima hari pasien sudah dapat dirawat dalam ruang biasa. Pengobatan dengan antibiotik dibutuhkan dari awal untuk menurunkan kemungkinan penyebaran infeksi. Pilihan antibiotik yang digunakan dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

E. Haemophyllus influenza tipe B Haemophyllus influenza tipe B (Hib) bukan merupakan sebuah virus influenza, namun merupakan bakteri gram negatif yang terbagi dalam dua jenis, yaitu yang berkapsul dan tidak berkapsul. Bakteri Hib tipe tidak berkapsul hanya akan menimbulkan infeksi ringan misalnya faringitis atau otitis media, sedangkan bakteri Hib tipe berkapsul terbagi lagi menjadi enam serotipe dari a sampai f, serotipe b merupakan yang paling ganas dan dapat menimbulkan kesakitan dan kematian pada anak berusia kurang dari lima tahun. Infeksi yang dapat terjadi yaitu infeksi selaput otak, sehingga demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kejang. Penyakit lain yang dapat disebabkan oleh bakteri Hib berupa pneumonia, selulitis, artritis dan epiglotis. Penyebaran bakteri Hib melalui droplet dari individu yang sakit. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak menjadi sakit tapi bakteri menetap di tenggorokan, sehingga individu tersebut menjadi karier bakteri dan dapat menularkan ke individu lainnya.Fakro resiko terjadi nya penyakit ini adalah pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun, tingginya karier pada tenggorokan, penyebaran infeksi di tempat penitipan anak, lingkungan padat dan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Infeksi Hib merupakan penyebab meningitis terbanyak bersama dengan pneumokokus dan meningokokus.Hib sebagai penyebab pneumonia lebih sulit dibuktikan karena pengambilan bahan pemeriksaan lebih sulit. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri akan memperlihatkan gambaran yang lebih berat dari pada infeksi virus. Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat pula didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, gelisah, rewel, sesak sampai kebiruan dapat terjadi di sekitar mulut, menggigil sampai kejang, biasanya anak lebih suka berbaring pada posisi yang terkena. Dengan imunisasi akan menurunkan kejadian infeksi Hib sampai lebih dari 95%, diikuti dengan perbaiki higiene umum, hindari kontak dengan orang dewasa yang menderita infeksi tersebut.Pengobatan antibiotik sebaiknya diberikan secara parenteral sehingga lebih efektif kerjanya. Dapat diberikan ampisilin, namun banyak bakteri yang sudah resisten dengan ampisilin sehingga dapat diberikan cephalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime atau ceftriaxone, kedua obat tersebut sering dipakai karena efek samping yang ditimbulkan biasanya tidak banyak. Selanjutnya dapat diberikan antibiotik oral stelah terapi parenteral. Jika bakteri masih sensitif terhadap ampisilin dapat diberikan amoksilin. Namun jika sudah resisten dapat kita ganti obat nya dengan cefixime atau amoksilin dengan asam klavulanat.

F. PneumokokusPneumokokus merupakan bakteri gram positif diplokokus. Pneumokokus adalah bakteri yang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak paling banyak seperti pneumonia, selain itu pneumokokus juga bisa menyebabkan timbulnya meningitis, bakteremia, sepsis, sinusitis, otitis media dan konjungtivitis terutama pada anak dibawah usia dua tahun dan lansia. Pneumokokus dapat kita temukan di saluran napas sebagai flora normal, namun tidak ditempat lainnya. Penyakit yang disebabkan oleh pneumokokus disebabkan karena bakteri yang masuk bersifat invasif dan dikelompokkan sebagai Invasive Pneumococcal Disease (IPD) Bakteri ini memiliki lebih dari 90 serotipe yang ditentukan oleh polisakarida yang melingkari dinding sel nya. Namun hanya beberapa serotipe yang dapat menyebabkan penyakit serius seperti IPD.Kapsul polisakarida yang mengelilingi kuman sangat menentukan virulensi pneumokokus, semakin banyak menghasilkan polisakarida maka semakin virulen. Bakteri akan melakukan invasif ke jaringan, kemudian kapsul polisakarida akan memproteksi kuman dengan cara menginhibisi fagositosis neutrofill dan juga menghambat pemusnahan bakteri melalui sistem komplemen. Tidak adanya antibodi spesifik terhadap pneumokokus dan kemampuan nya menyerang sistem imun menyebabkan bakteri ini dapat menimbulkan penyakit.Bakteri penumokokus ini 20 50% dapat ditemukan di nasofaring anak sehat. Sama halnya seperti bakteri Hib, bakteri pneumokokus juga dapat menetap ditenggorokan dan individu tersebut menjadi karier pembawa bakteri yang dapat menularkan ke individu lainnya. Faktor risiko untuk kolonisasi bakteri ini dan menjadi patologis adalah pada bayi yang tidak mendapatkan ASI, adanya infeksi virus pada saluran napas atas, perokok pasif, negara 4 musim pada musim dingin. Bakteri ini tertular melalui percikan ludah di udara, sehingga anak yang dititipkan pada tempat penitipan anak dan kepadatan hunian juga menjadi risiko penting terjadinya infeksi pneumokokus. Beberapa kondisi kelainan anatomis dan fungsi seperti penyakit kardiovaskular, sirosis hepatis, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, kebocoran cairan serebrospinal juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi pneumokokus.Dalam pengobatan infeksi pneumokokus kita dapat menggunakan antibiotik, namun ternyata didapatkan resistensi penisilin sebesar 25% dan 79% diantaranya merupakan pneumokokus multi drug resistance. Peningkatan resistensi ini merupakan salah satu alasan perlunya imunisasi.

G. RotavirusRotavirus merupakan virus golongan famili reoviridae yang merupakan penyebab tersering dalam timbulnya diare pada balita. Infeksi ini sering terjadi pada usia 6 24 bulan dengan usia puncaknya terjadi pada 9 12 bulan. Di Indonesia kejadian infeksi rotavirus terjadi sepanjang tahun dan meningkat pada musim panas, yaitu sekitar pada bulan Juli sampai Agustus. Sedangkan di negara yang memiliki empat musim infeksi rotavirus akan meningkat pada musim dingin. Diare yang disebabkan infeksi rotavirus ini cukup banyak menjadi penyebab kematian pada balita sekitar 6% dari seluruh kematian balita disebabkan oleh infeksi rotavirus.Terdapat beberapa serotipe pada rotavirus namun yang paling sering menyebabkan infeksi rotavirus adalah serotipe G1, G9, G2, G3 dan G4. Juga tidak menutup kemungkinan adanya infeksi campuran dari serotipe-serotipe tersebut. Infeksi rotavirus dimulai dengan masuknya rotavirus ke dalam enterosit matur pada hilus usus halus sehingga terjadi kerusakan dan mengurangi luas permukaan usus halus serta mempegarhui mekanisme enzimatik. Kejadian ini menyebabkan terjadinya malabsorbsi, sekresi air oleh sel kripta imatur dari pengaruh toksin rotavirus dan defek transport akibat toksin protein virus menyebabkan diare terjadi terus menerus, diare akan terhenti setelah lapisan sel epitel usus beregenerasi.Masa inkubasi rotavirus antara 24 72 jam, kemudian dapat menimbulkan gejala atau pun tidak. Awalnya akan timbul demam setelah itu timbul muntah dan diare yang dapat menyebabkan dehidrasi berat sampai kematian. Jika demam sangat tinggi pada anak bisa menyebabkan kejang demam. Diare ini akan berlangsug selama 4 7 hari. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif untuk rehidrasi, tetap memberikan makanan dan ASI, tidak memberikan obat anti motilitas, anti diare ataupun anti emetik, serta pemberian zink untuk memperbaiki sel epitel usus dapat diberikan 10 14 hari. Obat-obatan probiotik terbukti memberikan hasil yang lebih baik dalam pengobatan dan menurunkan jumlah hari sakit, namun belum termasuk program lintas diare dan pertimbangan biaya yang membuat probiotik tidak wajib diberikan. Pada anak dengan diare tanpa dehidrasi cukup diberikan penggantian cairan tubuh yang hilang sebanyak 10 ml/ kg bb tiap kali diare atau 2 5 ml/ kg bb tiap muntah dengan air atau cairan rehidrasi oral. Pada anak diare dengan dehidrasi ringan sedang selain diberikan penggantian cairan, perlu juga diberikan rehidrasi cairan sebanyak 75 ml/ kg bb yang harus dihabiskan dalam tiga jam melalui oral pada anak yang masih mau minum. Pada anak diare dengan dehidrasi berat diberikan terapi intravena cairan pada anak kurang dari 12 bulan awal cairan yang diberikan adalah 30 ml/ kg dalam 1 jam selanjutnya 70 ml/ kg dalam 5 jam. Pada anak dengan usia lebih dari 12 bulan pemberian cairan parenteral 30 ml/ kg dalam setengah jam dan selanjutnya 70 ml/ kg dalam dua setengah jam diikuti dengan pemberian penggantian cairan.

H. InfluenzaPenyakit influenza merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza. Virus ini sangat menular dan disebut juga sebagai seasoanol influenza karena timbulnya musiman. Di Indonesia virus influenza ini dapat menyerang sepanjang tahun namun prevalensinya meningkat pada musim hujan. Pandemik influenza bisa terjadi kapan saja. Pada umumnya infeksi virus influenza ini memberikan gejala yang ringan seperti demam, rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk, nyeri kepala, nyeri otot, namun tidak menutup kemungkinan mengakibatkan komplikasi serius.Virus influenza termasuk kelompok Orhomyxoviridae yang memiliki tiga tipe virus yaitu influenza A, B dan C. Virus influenza A memiliki antigen permukaan, yaitu suatau glikoprotein hemaglutinin (HA) dan neuramidase (NA). Terdapat 16 HA dan 9 NA subtipe yang dapat diidentifikasi, tipe H1, H2, H3 dan N1, N2 dikenal dapat menginfeksi manusia. Antigen HA berperan membantu virus masuk ke dalam sel epitel pejamu, sehingga virus memiliki akses untuk masuk ke dalam sel, sedangkan tugas NA adalah untuk penetrasi virus setelah replikasi dalam sel manusia. Virus influenza merupakan virus RNA, setelah dia menggunakan sel pejamu untuk bereplikasi, selanjutnya sel pejamu tersebut akan mati. Proses lisis sel parenkim paru dan saluran napas mengakibatkan deskuamasi epitel saluran napas.Virus influenza tipe B mengakibatkan gejala yang lebih ringan dari pada influenza tipe A, dan biasanya menyerang anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil dengan sedikit melakukan antigenic drift. Virus ini hanya menyerang manusia. Virus influenza tipe C sangat jarang dilaporkan menyebabkan penyakit pada manusia, dapat juga karena infeksi ini memberikan gambaran subklinis sehingga tidak banyak disadari.Masa inkubasi 1 4 hari, pada umumnya 2 hari. Gejala yang ditimbulkan biasanya hanya berdampak pada saluran napas dan virus influenza jarang menyebar melalui sirkulasi darah atau masuk ke organ lain. Gejala klinis bisa ringan atau berat tergantung dari tipe virus yang menginfeksinya. Gejala ditandai dengan demam tinggi mendadak, disertai dengan nyeri kepala, mialgia, lemas, nafsu makan hilang, lelah, muntah dan diare. Selanjutnya akan timbul gejala pada saluran napasnya berupa pilek, hidung tersumbat, nyeri menelan dan batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif. Kondisi ini akan menetap sampai 1 2 minggu kemudian. Pemberian vaksin influenza yang dilemahkan kepada individu yang berisiko timbulnya komplikasi infeksi merupakan satu-satunya cara untuk mencegah dan mengurangi infeksi influenza serta mencegah kematian pada saat epidemi. Setelah vaksinasi individu tersebut akan mendapat titer antibodi yang dapat melindunginya dari galur virus yang ada di dalam vaksin, namun jenis virus influenza sangat banyak dan mudah untuk melakukan mutasi yang dikenal dengan sebutan antigenic drift dan antigenic shift sehingga tidak menutup kemungkinan untuk terjadi infeksi dengan tipe virus yang berbeda.Karena kemampuan virus influenza untuk melakukan antigenic drift dan antigenic shift menyebabkan sering timbul epidemi maupun pandemi virus influenza di tempat tertentu dan sering menyebabkan kejadian luar biasa. Secara umum pasien harus banyak minum, menghindari rokok ataupun zat iritan lainnya, perbaiki higiene dan hindari kontak dengan orang dewasa yang sedang terinfeksi. Pengobatan yang dapat diberikan pada infeksi virus di saluran pernapasan sifatnya hanya mengobati simptomatisnya saja karena virus merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limiting disease) . terapi yang dapat diberikan seperti : Analgetik antipiretik : asetaminofen 10 15 mg/ kg/ kali diberikan 4 6 kali/ hari atau ibuprofen 10 mg/ kg/ kali diberikan 3 4 kali sehari Dekongestan atau agonis adrenergik : pseudoefedrin < 2 tahun : 4 mg/ kg/ hari dibagi dalam 2 4 dosis sehari 2 5 tahun : 15 mg/ kali diberikan 3 4 kali sehari, tidak melebihi 60 mg/ hari 6 12 tahun 30 mg/ kali diberikan 3 4 kali sehari tidak melebihi 120 mg/ hari Steroid : deksametason 0,5 2 mg/ kg/ hari diberikan 3 4 kali sehari

I. CampakCampak merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus campak yang termasuk dalam famili paramyxovirus. Virus ini sangat sensitif terhadap panas, mudah rusak, toleransi perubahan Ph baik, jangka waktu hidup nya kurang dari dua jam. Angka kejadian campak meningkat pada permulaan musim hujan, karena kelembapan yang relatif rendah. Virus ini dapat ditularkan secara langsung melalui droplet infeksi atau dengan lewat udara. Gejala klinis yang akan timbul dari infeksi virus campak ini diawali dengan demam yang bertahap tinggi kemudian puncaknya akan timbul ruam. Timbulnya ruam pada 24 48 jam pertama diikuti oleh penurunan suhu tubuh sampai normal, setelah ruam timbul semua demam bisa mendadak tinggi lagi ataupun tetap pada normal. Ruam timbul pada hari ke tiga atau ke empat dari awal demam. Merupakan erupsi makulopapular erimatosa yang mulai timbul pada bagian samping atas leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi, menyebar ke seluruh muka dan leher dalam 24 jam, seterusnya akan menyebar ke ekstremitas atas, dada, perut, punggung sampai kaki pada hari ketiga. Kemudian lesi tersebut akan berubah menjadi kecoklatan dalam tiga sampai empat hari dan setelah itu akan timbul sisi berwarna keputihan.Gejala lainnya diikuti dengan batuk, pilek, mata merah selanjutnya dicari gejala kopliks spot. Kopliks spot merupakan suatu bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, ditengahnya terdapat noda berwarna putih keabuan. Kombinasi noda putih keabuan dan warna merah muda merupakan tanda patognomonik absolut dari penyakit campak, namun terkadang sangat kecil, sulit ditemukan dengan pencahayaan yang kurang dan hanya berlangsung selama 12 jam, sehingga sulit ditemukan saat pemeriksaan fisik.Penanggulangan penyakit campak yang utama dilakukan adalah dengan melaksanakan program imunisasi yang efektif. Eradikasi campak ditujukan untuk memutus ratai penularan secara global sehingga selanjutnya imunisasi dapat dihentikan. Strategi untuk reduksi kematian akibat penyakit campak adalah dengan mempertahankan angka cakupan anak yang di imunisasi, mengusahakan agar anak mendapatkan imunisasi campak kedua, mengimplementasikan surveilens yang didukung fasilitas laboratorium dan melaksanakan program penatalaksanaan kasus secara adekuat di klinik. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi dan vitamin A. Antibitoik baru diberikan bila ada infeksi sekunder dan antikonvulsif diberikan bila terdapat kejang karena demam tinggi.Vitamin A selama dua hari berturut-turut, pada usia 6 12 bulan 100.000 IU oral, usia lebih dari 12 bulan 200.000 IU oral, apabila disertai dengan malnutrisi dapat dilanjutkan terapi vitamin A 1500 IU tiap hari. Pasien dengan hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan nutrisi tidak adekuat atau ada komplikasi merupakan indikasi dari rawat inap. Komplikasi yang dapat terjadi adalah ensefalitis/ ensefalopati, bronkopneumonia dan enteritis.

J. VariselaVarisela atau dikenal dengan sebutan cacar air adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus varisela-zoster. Varisela merupakan fase akut dari infeksi virus ini dan kemudian dapat terjadi reaktivasi fase laten yang menimbulkan herpes zoster. Masa inkubasi virus varisela-zoster adalah 14 16 hari. Virus ini ditularkan melalui droplet sehingga sangat menular selama masa prodormal yang singkat dan pada fase awal erupsi, jika lesi sudah berubah menjadi krusta maka penularan tidak terjadi lagi.Gejala baru muncul setelah masa inkubasi berlalu. Diawali dengan nyeri kepala ringan, demam tidak begitu tinggi, lemah badan dan timbul ruam dalam bentuk erupsi makula dengan daerah kemerahan. Ruam ini selanjutnya akan terasa gatal dan kemudian berubah menjadi papul dan vesikel kemudian menjadi krusta. Pada anak cacar air berlangsung singkat, fase akut berlangsung 4 7 hari, namun bila menyerang orang dewasa sifatnya lebih berat. Fase laten dari infeksi virus varisela-zoster adalah herpes zoster yaitu merupakan ruam vesikular yang terlokalisasi. Timbulnya reaktivasi virus tersebut disebabkan sistem kekebalan tubuh sedang turun, biasanya muncul di usia dewasa dan jarang muncul pada anak kurang dari 12 tahun. Infeksi varisela pada ibu hamil dapat menularkan secara vertikal pada bayinya, sehingga menimbulkan kelainan kongenital.Pengobatan pada anak yang terinfeksi virus varisela zoster ini adalah dengan pemberian obat acyclovir sebagai antivirus. Acyclovir dipilih karena ada sediaan cair walaupun daya serap nya lebih baik famciclovir atau valacyclovir. Pengobatan anti virus ini efektif diberikan sebelum 72 jam dari lesi awal timbul, karena setelah lebih dari 72 jam maka pengoabtan anti virus tidak berguna lagi, kecuali pada orang dengan imunokompremais atau pada anak yang mengalami komplikasi dari infeksi virus ini. Dosis acyclovir adalah 20 mg/ kg/ kali, sebanyak 4 kali sehari selama 5 hari. Dosis maksimal adalah 800 mg. Pada kondisi komplikasi atau pasien imunokompremais, acyclovir diberikan secara IV dengan dosis 500 mg/ m2 setiap 8 jam.

K. Measles, Mumps, RubelaMeasles merupakan campak yang telah di jelaskan sebeumnya. Gondongan atau mumps merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus mumps dari famili paramyxovirus, yang menyerang kelenjar dan jaringan saraf. Kerlenjar yang sering terinfeksi adalah kelenjar ludah parotis. Virus tersebar melalui dropet yang sering terjadi pada anak dengan puncak usia 5 9 tahun. Masa inkubasi virus ini adalah 12 25 hari. Mumps dapat timbul tanpa gejala atau bergejala namun tidak spesifik. Beberpa gejala tidak spesifik yang akan timul seperti mialgia, anoreksia, malaise, nyeri kepala dan demam ringan. Setelah gejala prodormal mulai timbul pembengkakan unilateral/ bilateral kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar tiroid mencapai puncaknya pada hari ketiga sampai hari ketujuh dan akan berkurang dan setelah 10 minggu akan menghilang. Demam akan menghilan setelah hari ketiga sampai kelima, diikuti dengan gejala sistemik yang mulai berkurang. Beberapa pasien ada yang mengalami pembengkakan di kelenjar ludah submandibula dan kelenjar parotis nya normal. Bengkak pada daerah sternum mungkin saja terjadi, hal ini berhubungan karena timbulnya obstruksi saluran limfe.Ketulian merupakan salah satu komplikasi serius yang dapat terjadi namun jarang, gejala sisa permanen jarang ditemukan. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah meningitis dengan atau tanpa ensefalitis, konjungtivitis, neuritis optik, pneumonia, nefritism pankreatitis dan trombositopenia, Penularan mulai terjadi pada 6 hari sebelum timbul pembengkakan parotis dan sampai 9 hari kemudian. Pada pasien laki-laki dewasa dapat ditemukan orkitis biasanya unilateral, tetapi keadaan steril karena infeksi jarang ditemukan. Pencegahan infeksi virus mumps ini adalah dengan imunisasi live attenuated vaccine.Tidak ada anti virus spesifik yang digunakan untuk terapi mumps. Tatalaksana diberikan dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien dan terapi hidrasi yang adekuat.anti piretik dapat diberikan saat pasien demam. Prognosis Mump cukup baik walaupun ada komplikasi seperti ensefalitis. Prognosis nya menjadi buruk pada infeksi yang menyebar ke parenkim otak ataupun jantung.

Rubela merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus rubela dari famili Togavirus. Infeksi virus rubela ini ditularkan melalui udara dan droplet. Infeksi akut yang terjadi pada umunya ringan dengan gejala klinis yang menonjol adalah timbulnya ruam makulopapular yang bertahan kira-kira selama tiga hari, diikuti dengan pembengkakan kelenjar post-auricular dan suboccipital, dan terkadang juga dapat menimbulkan artritis dan atralgia. Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi rubela adalah terjadi trombositopenia sehingga timbul petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, dan hematuri. Biasanya hal tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Ensefalitis adalah komplikasi yang cukup serius. Ensefalitis disebabkan karena dua hal yaitu, sindrom post infeksi dari rubela akut atau ada nya perjalanan penyakit panensefalitis yang jarang terjadi dengan manifestasi berupa kelainan degenerasi saraf setelah beberapa tahun terinfeksi rubela.Jika seorang ibu hamil terjangkit rubela maka dapat menyebabkan janin yang dikandungnya mengalami sindrom rubela kongenital. Jika infeksi virus rubela ini mengenai ibu hamil pada trimester satu maka dapat menyebabkan kematian janin, kelahiran prematur dan cacat bawaan. Berat ringannya dampak virus rubela terhadap janin tergantung kapak infeksi itu terjadi. Infeksi pada usia kehamilan diatas 20 minggu jarang menimbulkan kelaninan. Infeksi kongenital virus rubela dapat mengenai semua sistem orang bayi. tuli merupakan gejala paling sering, kelainan mata berupa katarak, glaukoma, retinopati atau mikroftalmia. Kelainan pada jantung berupa patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VSD), stenosis dan reterdasi mental. Selain itu juga dapat menyebabkan lesi pada tulang, splenomegali, hepatitis, trombositopenia dan purpura. Pencegahan sindrom rubela kongenital ini merupakan tujuan utama pemberian imunisasi rubela. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik bagi penderita yang terinfeksi rubela atau pun pasien dengan congenital rubella syndrome. Infeksi rubela post natal memerlukan lebih dari sekedar pemberian antipiretik ataupun analgetik. Pemberian immunoglubulin atau kortikosteroid dibutuhkan pada kondisi berat.

L. TifoidTifoid merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Kuman tersebut dapat masuk bersama dengan makanan atau minuman. Setelah berada di usus halus kuman salmonela akan menginvasi masuk ke jaringan limfoid usus, terutama pleksus peyer dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah terjadi peradangan setempat, selanjutnya kuman akan masuk ke aliran darah melalui pembuluh limfe menuju ke organ dalam sistem retikuloendotelial (RES) terutama hati dan limpa. Sebagian bakteri akan difagosit oleh sel RES namun sebagian lagi akan masuk ke darah menimbulkan bakterimia sekunder. Kuman kembali menyebar ke seluruh tubuh, selanjutnya bakteri akan masuk ke kandung empedu dan akan kembali ke rongga usus menyebabkan reinfeksi usus. Masa inkubasi bakteri Salmonella typhi sekitar 10 14 hari.Bakteri Salmonella typhi dapat menghasilkan endotoksin, toksin ini akan merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit. Zat pirogen tersebut akan menyebar dan mempengaruhi pusat termoregulasi suhu di hipotalamus dan menimbulkan demam. Makrofag yang teraktifasi karena adalah infeksi juga akan menghasilkan suatu substansi aktif yaitu monokin. Monokin ini dapat menyebabkan kematian sel dan merangsan sistem imun, sehingga kapiler menjadi tidak stabil, terjadi depresi sumsum tulang dan demam.Gejala yang timbul cukup bervariasi pada anak dibandingkan orang dewasa. Gejala diawali dengan demam yang akan bertahan selama satu minggu atau lebih, adanya gangguan pencernaan sampai gangguan kesadaran. Gejala lainnya seperti nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi. Setelah masuk minggu kedua gejala mulai lebih jelas didapatkan seperti demam remiten, lidah tifoid, roseola tifosa, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi dua yaitu komplikasi pada usus dan komplikasi diluar usus, yitu berupa perdarahan, perforasi atau peritonitis, sedangkan komplikasi di luar usus berupa bronkitis, bronkopneumonia, ensefalopati, kolesistitis, meningitis, miokarditis dan kronik karier bakteri Salmonella typhi. Pengobatan yang tepat adalah : Antipiretik bila suhu >38 Antibiotik (berturut-turut sesuai lini pengobatan) Kloramfenikol 50 100 mg/ kg/ hari, oral atau IV dibagi menjadi 4 dosis selama 10 14 hari, tidak dianjurkan pada pasien dengan leukosit < 2000/ ul, dosis maksimal 2 gram/ hari, atau Amoksilin 150 200 mg/ kg/ hari oral atau IV, selama 14 hari Seftriakson 20 80 mg/ kg/ hari selama 5 10 hari Kortikosteroid pada tifoid dengan serangan yang berat Tindakan bedah perlu dilakukan segera bila terdapat komplikasi berupa perforasi usus.M. Hepatitis AHepatitis A merupakan Infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (VHA). Penyebaran virus ini dengan cara fekal oral dan berhubungan dengan higiene, sanitasi dan sosial-ekonomi suatu negara. Penularan paling tinggi melalui makanan dan minuman yang tercemar. VHA merupakan golongan picornavirus, terdiri dari virus rantai RNA dan dibungkus oleh tiga protein, yaitu VP1, VP2 dan VP3. VHA sangat stabil pada suhu tinggi maupun pada pH 3 10. Transmisi VHA ini terjadi selama penderita masih mengekskresikan virus ini dalam tinja yaitu sekitar 2 3 minggu. Penularan yang paling tinggi terjadi intrafamilial di rumah, ditempat penitipan anak, dan jarang terjadi penularan di rumah sakit.Penyakit hepatitis A ini sering terjadi pada anak dengan usia diatas dua tahun. Hal ini dapat disebabkan selain karena sistem antibodi maternal sudah menghilang, pada usia tersebut kehidupan sosial anak sudah semakin luas sehingga sangat memungkinkan terjadi paparan terhadap makanan dan minuman tercemar. 2 minggu sebelum gejala kuning muncul pada pasien merupakan waktu penularan paling tinggi karena virus banyak diekskresikan melalui tinja. Setelah itu jumlah ekskresi virus dalam tinja akan berkurang walau tetap dapat berlangsung selama beberapa bulan.VHA memiliki masa inkubasi antara 150-50 hari, infeksi dapat simptomatik atau asimtomatik. Kebanyakan pasien anak kurang dari 6 tahun yang terkena infeksi VHA tidak memperlihatkan gejala, namun pada anak yang lebih besar dan dewasa akan muncul gejala seperti demam, gangguan saluran pencernaan, kuning pada seluruh tubuh karena kadar bilirubin meningkat, gangguan fungsi hati dan dapat ditemukan pembesraran hati. Pengobatan infeksi VHA biasanya hanya mengobati simptomatiknya saja karena virus ini bersifat self limiting disease. Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah hepatitis fulminan pada ko infeksi dengan VHB dan VHC meningkat kejadiannya, prolong hepatitis selama 12 18 minggu, relapsing hepatitis yang biasanya dapat kambuh lebih dari satu kali. Upaya pencegahan penyakit infeksi VHA adalah dengan melakukan pola hidup bersih, sehat dan imunisasi pasif maupun aktif terhadap virus ini.Tatalaksana hepatitis akut yang tidak ada komplikasi dapat dilakukan perawatan di rumah. Indikasi perawatan di rumah sakit adalah pada pasien dengan muntah hebat yang dapat mengarah pada dehidrasi, sakit perut hebat, letargi, dan bila pada pemeriksaan laboratorium didapatkan faktor koagulasi memanjang atau transminase sangat tinggi yaitu 10 kali diatas normal. Infeksi VHA memiliki prognosis yang baik karena dapat sembuh sempurna tanpa terapi khusus. Cukup diberikan makanan dan minuman yang cukup, istirahat cukup, hindari obat-obatan hepatotoksik. Bila anak dalam keadaan mual muntah hebat diperlukan untuk menghindari makanan berlemak sementara.

N. Human papilloma virusHuman papilloma virus (HPV) merupakan sebuah virus yang bisa menyebabkan infeksi pada kulit atau infeksi pada serviks yang selanjutnya bermanifestasi klinis sebagai kanker serviks dan merupakan salah satu penyebab kematian karena kanker pada wanita. Insidensi tertinggi infeksi HPV terjadi pada remaja dan perempuan muda yang aktif secara seksual. HPV merupakan virus DNA rantai ganda yang sirkular. Terdapat 100 tipe HPV dan 40 diantaranya menginfeksi traktus genitalia. HPV genitalia dibagi menjadi group onkogenik rendah, yaitu tipe 6 dan 11 yang dapat menimbulkan genital warts atau kondiloma akuminata dan group onkogenik resiko tinggi, yaitu tipe 16 dan 18 yang sering dihubungkan dengan kejadi kanker serviks.Penularan HPV ini terjadi dari manusia ke manusia. Awalnya virus akan masuk menginvasi sel basal epitel karena adanya kerusakan kecil sel epitel karena trauma atau inflamasi. Lapisan protein E6 dan E7 pada virus dapat merubah sintesis DNA sel pejamu sehingga proses normal rusak dan timbul lah kanker. Perkembangan menjadi kanker serviks melewati beberapa perubahan progresif yang terjadi secara seluler. Awalnya hanya terjadi perubahan sel ringan kemudian semakin invasif terus ke dalam sel sampai akhirnya memberikan klinis karsinoma in situ.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tidak semua infeksi HPV akan berkembang menjadi kanker serviks, hal ini ditentukan oleh HPV tipe apa yang menginfeksi dan bagian tubuh mana yang terkena. Infeksi HPV ditempat lainnya akan menimbulkan manifestasi seperti lesi kulit, papilomatosis laring dan kondiloma akuminata. Kondiloma akuminata yang terjadi pada plantar, palmar dan kulit beberapa dapat hilang dengan sendirinya, namun beberapa lesi harus ditatalaksana agar dapat hilang. Upaya tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian preparat asam salisilat atau dengan tindakan cryotherapy, laser therapy atau electrosurgery. O. RabiesRabies pada manusia merupakan sebuah infeksi virus yang masuk ke dalam tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan air liur binatang yang sudah terinfeksi virus rabies sebelumnya. Virus ini akan mengenai saraf pusat sehingga tergolong sebagai penyakit fatal namun hal ini dapat dicegah dengan profilaksis pasca paparan. Virus ini termasuk dalam genus Lyssavirus dalam famili Rhabdoviridae.Virus rabies masuk melalui luka yang terkontaminasi oleh air liur binatang terinfeksi dengan cara gigitan binatang. Selain itu virus juga dapat masuk melalui mukus membran dan kulit yang aberasi, transplantasi jaringan dan inhalasi dari sekreta kelelawar. Selanjutnya virus akan langsung masuk ke dalam otot terdekat dan segera bereplikasi. Virus akan segera melekat pada reseptor nikotinik aseltikolin dan neuromuscular junction.Tubuh tidak lagi dapat melawan virus ini ketika sudah masuk saraf. Virus segera menuju sistem saraf pusat dan bergerak dalam akson dengan kecepatan 3 mm perjam. Virus akan merusak jaringan batang otak namun korteks serebri teteap intak, selain itu virus ini juga akan merusak medula spinalis. Gejala patognomonik dari rabie adalah timbul hidrophobi. 1 minggu sebelum muncul gejala sampai sekitar 5 minggu setelah pasien sangat infeksius namun belum ada bukti bahwa virus rabies ini akan menularkan ke sesama manusia.Inkubasi virus ini 5 hari sampai beberapa tahun namun paling sering terjadi setelah 20 60 hari inkubasi. Tempat gigitan juga mempengaruhi kecepatan inkubasi, bila gigitan dikepala akan lebih cepat dibanding dengan daerah ekstremitas. Pada anak akan lebih cepat inkubasinya karena jarak tempuh virus lebih pendek. Setelah inkubasi selesai masuklah ke masa prodormal dan timbul gejala seperti malaise, anoreksia, lelah, nyeri kepala dan demam. Nyeri dan parestesia pada tempat gigitan juga sering ditemui. Selain itu gangguan psikis seperti rasa takut, agitasi, iritabel, sukar tidur, gelisah dan depresi cukup menonjol pada masa prodormal yang akan terjadi selama 2 10 hari ini. Setelah masa prodormal selesai akan masuk ke masa neurologi akut yang dapat berupa bentuk furious (hebat) atau bentuk paralitik yang berlangsung selama 2 21 hari.Bentuk furious ditandai dengan hidrophobi, aerophobi, hiperaktif yang mendadak, disorientasi, disfungsi otonom seperti dilatasi pupil dan hipersalivasi, kelakuan yang aneh diselingi dengan lusid interval. Dalam keadaan lusid pasien dapat menyampaikan apa yang dirasakannya. Bentuk paralitik tampak menyerupai sindrom gullain barre, pasien tampak sadar dengan gejala paralitik yang asending simetris. Beberapa pasien dapat memberikan gejala meningismus sampai epistotonus dengan LCS normal atau gejala iritasi meningeal dengan peningkatan sel limfosit dan protein.Banyak pasien yang meninggal karena kegagalan sistem kardiorespi, namun jika pasien dapat bertahan selama serangan akut ini maka pasien akan jatuh ke koma yang membutuhkan perawatan intensif. Komplikasi nya adalah miokarditis, gangguan hipofisis dan sindrom inappropriate antidiuretic hormon (SIADH). Umumnya pasien yang yang terinfeksi virus rabies ini akan meninggal karena belum ada pengobatan yang ditemukan sampai saat ini. Upaya pengobatan yang diberikan berupa pengobatan luka pasca gigitan dan pemberian rebies immunoglobulin dan vaksinasi rabies. Pengobatan dengan anti viral seperti ribavirin dan interferon dicoba pada pasien rabies, namun belum memberikan efek yang menguntungkan. Pemberian anti tetanus serum dan antibiotik juga dapat diberikan.

P. MeningokokusInfeksi meningokokus disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis, merupakan bakteri gram negatif yang sangat invasif dan dapat mengakibatkan meningitis dan atau meningokoksemia. Bakteri tersebut memiliki permukaan polisakarida sehingga dapat menginvasif. Terdapat 13 serogroup, namun yang sering dilaporkan menyebabkan penyakit adalah serogroup A, B dan C.Gejala klinis yang akan timbul setelah masa inkubasi terlewati yaitu 1 10 hari, diawali dengan demam, menggigil, sangat lemah, dan ruam yang awalnya berupa makula, makulopapula atau petekie. Pada kasus meningokokus yang berat dapat terjadi purpura, koagulasi intravaskular deseminata, syok, koma bahkan kematian dalam waktu beberapa jam. Tanda meningitis akibat bakteri meningokokus hampir mirip dengan gejala meningitis akibat bakteri patogen lainnya. 10 15% pasien dengan meningokokus yang selamat akan memiliki gejala sisa atau sequele neurologis yang berat berupa gangguan mental, tuli, palsy dan kejang. Dapat pula terjadi nekrosis pada kulit atau jaringan tubuh sehingga mengakibatkan amputasi anggota gerak.Virulensi bakteri ditentukan dari strain bakteri, interfensi infeksi virus, status nutrisi, faktor lingkungan seperti polusi udara (rokok atau debu) dan keadaan cuaca suatu lingkungan. Arab saudia termasuk kedalam meningitis belt dimana disana sering terjadi siklus epidemik meningokokus dan juga karena disana sangat padat dengan lingkungan yang berdebu. Pencegahannya adalah dengan pemberian vaksin kepada jemaah haji yang akan berada disana dalam waktu yang lama. Dengan tindakan ini setelah pulang dari ibadah, jemaah haji tetap sehat tidak terjangkit meningokokus, tidak menjadi pembawa benih penyakit dan menimbulkan imunitas komunitas (herd immunity).Pasien yang dirawat di rumah sakit dapat diberikan terapi penicillin G dengan dosis 250.000 400.000 U/ kg/ hari setiap 4 6 jam dengan parenteral, cefotaxime 200 mg/ kg/ hari atau ceftriaxone 100 mg/ kg/ hari. Terapi pada anak diberikan selama 5 7 hari. Tatalaksana yang lebih cepat dan tepat menghambat timbulnya sequelae, namun identifikasi pasien tanpa timbulnya kelainan dikulit cukup sulit. Demam tinggi dan leukositosis dengan peningkatan neutrofil dan neutrofil batang sering terjadi pada anak dan remaja. Pasien yang tidak membutuhkan intubasi dan berespon baik dengan antibiotik akan membaik dalam 24 72 jam. Namun pada anak yang membutuhkan intubasi dan memiliki infeksi berat maka harus membutuhkan waktu perawatan yang lebih lama dan kemungkinan terjadi syok sepsis. Syok sepsis yang tidak membaik dengan pemberian cairan dan inotropik dapat menyebabkan kelainan ginjal, dan membutuhkan terapi hydrocortison.

Q. Japanese ensefalitisVirus Japanese encephalitis (JE) merupakan flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk, pejamu utama adalah burung dan babi. Virus ini merupakan penyebab ensefalitis yang cukup sering terjadi pada daerah beriklim tropis, terutama pada musim hujan yang terjadi pada anak-anak dibawah usia lima belas tahun. Virus JE ini ditularkan melalui gigitan nyamuk dari spesies Culex tritaeniorrhynchusyang, nyamuk ini bertelur pada air tergenang seperti sawah dan menggigit manusia setelah matahari terbenam. Burung berperan dalam amplifikasi virus dan penyebaran ke daerah yang jauh dan babi akan menjadi pejamu saat mengalami viremia lama dan hebat. Selanjutnya nyamuk akan menggigit manusia sebagai pejamu dead-end. Dikatakan seperti itu karena tidak perlu viremia lama dan hebat namun sudah dapat menularkan ke nyamnuk lagi. Setelah melewati masa inkubasi selama 5 15 hari sebagaian orang yang terinfeksi virus JE akan memperlihatkan gejala klinis. Sama seperti infeksi virus lainnya maka gejala awal yang akan timbul adalah demam beberapa hari, disertai pilek, diare, muntah dan nyeri kepala. Sebagian dapat sembuh sendiri atau penyakit berlanjut dan menunjukkan gejala meningitis aseptik tanpa ensefalitis. Perkembangan penyakit paling buruk sampai pada ensefalitis berupa kejang dan penurunan kesadaran. Kejang yang biasanya terjadi secara umum tonik, klonik dan dapat menjadi status epileptikus disertai berbagai komplikasi. Sebagian kecil pasien menunjukan kejang subtle yang sulit dibuktikan sebagai kejang.Pasien dengan infeksi virus JE akan memperlihatkan wajah seperti topeng, mata teruka tanpa mengedip, tremor, hipertonia, rigiditas dan opistotonus. Dapat pula terlihat mioklonus, koreoatetosis dan kelumpuhan saraf otak. Sepertiga pasien dengan infeksi virus JE meninggal dan sisanya akan mengalami gejala sisa neurologis. Sequele yang ditimbulkan dapat berat atau ringan. Gejala yang berat berupa kelumpuhan, gejala ektrapiramidal, gangguan kognitif dan bahasa, sedangkan gejala ringan berupa gangguan perilaku, kesulitan belajar dan gangguan neurologis minor.Virus JE bersifat endemis dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pemberian vaksin secara masal baik di negara endemis mapun tidak endemis harus diberikan agar virus ini dapat dihilangkan. Namun belum ada vaksin yang benar-benar aman dan efektif.Pasien dengan infeksi virus JE harus dimonitor secara ketat karena dapat ada ko infeksi lain yang timbul seperti pneumonia, infeksi saluran kemih dan ulkus dekubitus. Terapi suportif untuk mengurangi gejala infeksi dapat diberikan antipiretik dengan paracetamol 10 mg/ kg, antikonvulan berupa pemberian diazepam 0,3 0,5 mg/ kg secara parenteral dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital, pemberian nutrisi yang adekuat dan memastikan bahwa jalan napas bagi pasien selalu terbuka. Bagi pasien yang memiliki gejala tekanan intrakranial maka dapat diberikan manitol dengan dosis 1,5 mg 2 mg/ kg secara parenteral selama 8 12 jam dan pemberian obat steroid berupa dexamethasone 1 mg/ kg/ hari dilanjutkan dengan pemberian 0,25 0,5 mg/ kg/ hari. Pasien tanpa tanda tekanan intrakranial sebaiknya tidak diberikan manitol maupun steroid.

R. Yellow feverPenyakit yellow fever atau nama lainnya adalah demam kuning merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yellow fever yang termasuk dalam famili flavivirus dan ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk yang bertanggung jawab dalam penularan virus ini adalah Aedes aegypti. Penyakit ini dapat memberikan manifestasi yang beragam mulai dari ringan hingga berat. Masa inkubasi virus ini adalah 2 5 hari. Infeksi yellow fever dapat menimbulkan manifestasi yang beragam mulai dari ringan sampai berat. Pada infeksi yang khas, gejala awal berupa nyeri kepala, nyeri perut, muntah dan seperti tanda-tanda mau flu. Kemudian diikuti dengan hepatitis virus berat dengan gagal hati, gagal ginjal dan kematian.Pengobatan yang diberikan sifatnya hanya suportif saja karena ini merupakan sebuah infeksi virus seperti obat penurun panas, pemberian terapi cairan untuk mengganti cairan yang hilang karena muntah, plasma leakage atau karena intak yang kurang. Selain itu jika dibutuhkan berikan koreksi asam basa. Cegah hipoglikemia dan berikan intake yang adekuat. Cegah pemberian obat-obatan yang di metabolisme di hati atau yang toksik terhadap hati, ginjal dan sistem saraf pusat. Pencegahan infeksi virus ini dengan cara vaksinasi terbukti sangat efektif, dan sangat disarankan bagi para wisatawan yang ingin berlibur ke negara Afrika atau Amerika Selatan. Selain itu pencegahan yellow fever juga meliputi eradikasi nyamuk Aedes ageypti dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk.

S. KoleraKolera merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae serotipe O1 dan O139. Penyakit ini umumnya ditularkan dengan rute fekal-oral yaitu melalui air atau makanan yang tercemar dengan tinja mausia. Selain itu bakteri ini dapat berkembangbiak di air laut dan air tawar. Kerang yang tidak dimasak matang, salad dan air yang tidak dimasak dulu dapat menyeabkan bakteri teteap hidup dan siap menginfeksi manusia. Bakteri Vibrio cholerae dapat menghasilkan enterotoksin yang akan mengganggu saluran pencernaan pasien. Gejala berupa diare akan timbul mendadak. Diare cair sekretorik yang menyemprot. Kemudian akan diikuti oleh dehidrasi, asidosis metabolik dan hipotensi. 75% infeksi bersifat asimtomatis atau ringan, namun infeksi ini dapat menimbulkan diare cair yang masif sehingga pasien mudah sekali jatuh dalam kondisi syok bahkan kematian. Umumnya dengan resusitasi cairan dan antibiotik yang sesuai dapat sembuh dengan baik.Ciri khas dari infeksi bakteri kolera adalah adanya diare dan muntah yang sering tanpa disertai nyeri perut atau pun demam. Warna dari kotoran yang keluar pucat hampir tidak berwarna, seperti warna cucian beras, ada lendir dan biasanya diikuti dengan bau amis pada kotoran. Sangat banyak elektrolit yang akan keluar pada pasien dengan infeksi kolera oleh karena itu pasien cepat jatuh dalam keadaan letargi atau penurunan kesadaran, tanda-tanda dehidrasi berat dapat muncul seperti mata cekung, turgor kembali lambat, pasien sudah tidak dapat minum, capillary refil time meningkat, nadi lemah dan hipotensi.Penangan utama pada kolera adalah tatalaksana penggantian defisit cairan dan mengganti elektrolit yang hilang. Terapi rehidrasi harus segera diberikan ketika diagnosis telah ditegakan. Asi diberikan sesuai dengan keinginan anak untuk menyusu. Jika anak sudah tidak dapat minum atau makan maka dapat dipikirkan untuk pemberian terapi secara parenteral.Pemberian antibiotik dianggap cukup membantuk dalam mempersingkat hari sakit pada pasien dengan infeksi bakteri kolera, menurunkan ekskresi dari kuman pada feses serta kebutuhan cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi menjadi tidak begitu banyak. Antibiotik yang digunakan adalah : Tetrasiklin 50 mg/ kg/ hari dibagi menjadi tiga dosis, peroral, maksimal 2 gram/ hari. Doksisiklin 5 mg/ kg dosis tunggal, peroral, maksimal 200 mg/ hari Trimethoprim-sufamethoxazole : 8 10 mg/ kg/ hari trimethoprim dan 40 mg/ kg/ hari sulfamethoxazole dibagi dua kali sehari. Eritromisin :40 mg/ kg/ hari, maksimum 2 gram/ hari.

BAB IIIDAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi 4. IDAI. 2011.2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. 18th edition. Philadelphia ; Saunders Elsevier : 2007.3. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatric diagnosis & treatment. 18th edition. Amerika ; The McGraw-Hill Companies : 2006.4. Sastroasmoro S, et al. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Tahun 2005 - 2007. 6